Pengaruh pemberian rodamin b terhadap struktur histologis sel hati mencit

PERSETUJ UAN

Skripsi dengan judul: Pengaruh Pemberian Rodam in B te rhadap Struktur

H istologi s Se l H ati Mencit

Albertus Sept ian Rahardi, G0004036, Tahun 2010

Telah disetujui unt uk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari ………. , Tanggal … Februari 2010 Pembimbing Utama

Penguji Utam a

Muthmai nah, dr., M.Kes.

B. Widjokongko, dr., M.Pd., PHK.

NIP: 132206586 NIP: 130543948 Pembimbing Pendam ping

Anggot a Penguji

Kusm adewi E. Dam ayanti, dr. Arif Suryawan, dr.

NIP: 132327439 NIP: 131569250

Tim Skripsi

Muthmai nah, dr., M.Kes.

NIP: 132206586

PERNYATAAN

Dengan ini m enyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, da sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, ... Februari 2010

Albertus Septian Rahardi G0004036

ABSTRAK

Albertus Septian Rahardi, G004036, 2010 . Pengaruh Pem berian Rodam in B terhadap Struktur Histologis Sel Hati Mencit . Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar belakang: Rodamin b adalah bahan pewarna dasar yang dilarang digunakan dalam makanan oleh karena bahayanya bagi kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk m em bukt ikan bahwa pemberian rodamin b dapat m enimbulkan perubahan struktur histologis sel hati mencit.

Metode Pe nelitian: Penelitian ini m enggunakan sampel sebanyak 28 ekor mencit yang dibagi m enjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor mencit. Setiap m encit pada kelompok kontrol (KK) diberi aquades, sedangkan kelompok perlakuan I (KP I), kelompok perlakuan II (KP II), dan kelom pok perlakuan III (KP III) diberi rodam in b m asing-m asing dengan dosis 3,5 m g, 7 mg, dan 14 m g selam a 7 hari. Pada hari kedelapan, organ hatinya diam bil dan dibuat preparat dengan pengecatan HE. Kemudian sel hat i yang rusak dihitung. Data yang diperoleh dari keempat kelompok dibandingkan dengan uji one way Anova (α=0,01). Jika terdapat perbedaan yang signifikan, dilanjutkan dengan uji Post-hoc (α=0,01).

Hasil: Hasil uji one way Anova (α=0,01) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan di antara keempat kelompok sam pel (F=364,94, p=0,00). Hasil uji post- hoc menunjukkan adanya perbedaan berm akna antara KK-KP I (p=0,00), KP I-KP

II (p=0,00), dan KP II-KP III (p=0,00). Sim pulan: Pem berian rodamin b dapat menimbulkan perubahan struktur

histologis sel hati pada mencit yang sebanding dengan besarnya dosis rodam in b yang diberikan.

Kata kunci : Rodamin b, hati, kematian sel.

ABSTRACT

Albertus Septian Rahardi, G004036, 2010. The Effects of Rhodamine B to Mice Liver Histological Structure. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret

University, Surakarta. Background: Rhodam ine b is basic dye prohibited to be used in foods as it is

hazardous to health. The research was carried out to evidence that rhodamine b can induce the change of mice liver histological structure.

Methods: The research used 28 m ice in four groups, each of them contained seven m ice. Each of the control group (KK) mice was given aquadest, whereas the experim ental group I (KP I), the experimental group II (KP II), and the experim ent group III (KP III) was given 3.5 m gs, 7 mgs, and 14 m gs doses of rhodam ine b for 7 days. In the eighth day, all of m ice were sacrificed, their livers were m ade histological preparations stained by HE. Then death liver cell was counted. The data of the four groups were analyzed by one way Anova (α=0.01). If there was a significant difference, it was continued by Post-hoc multiple com parisons test (α=0,01).

Result: One way Anova showed that there was a significant difference between the four groups (F=364,94, p=0,00). Post-hoc multiple com parisons showed that there were significant differences between KK-KP I (p=0,00), KP I-KP II (p=0,00), and KP II-KP III (p=0,00).

Conclusion: Rhodam ine b can induce the change of mice liver histological structure that was coequal to the dose of rhodam ine b given.

Keywords: Rhodam ine b, liver, cell death.

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang telah m elimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat m enyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pem berian Rodamin B terhadap Struktur Histologis Sel Hati Mencit”.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Unt uk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada sem ua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokt eran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sri W ahjono, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokt eran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Muthm ainah, dr. M. Kes., selaku pem bimbing utam a yang telah berkenan meluangkan wakt u m emberikan bim bingan, saran, dan motivasi.

4. Kusmadewi E. Damayant i, dr., selaku pem bimbing pendamping atas segala bimbingan, arahan, dan wakt u yang telah beliau luangkan bagi penulis. Juga sebagai Pembimbing Akadem ik yang selalu mendukung unt uk maju

5. Bambang Widjokongko, dr., M. Pd. Ked., PHK., selaku penguji utama yang telah berkenan m enguji dan m em berikan saran, bimbingan, nasihat untuk menyempurnakan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. Arif Suryawan, dr., selaku anggot a penguji yang telah memberikan saran dan nasihat unt uk memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berm anfaat bagi yang berkepentingan khususnya dan bagi pem baca um um nya. Penulis m enyadari m asih banyak kekurangan dalam skripsi ini, karenanya kritik dan saran dari para pem baca sangat penulis harapkan.

Surakarta, ... Februari 2010

Albertus Septian Rahardi G0004036

PENG ESAH AN SKRIPSI

Skri psi dengan ju dul: Pe ngaruh Pemberian Rodam in B te rhadap Struktur Histologis Sel Hati Mencit

Albertus Sept ian Rahardi, NIM: G0004036, Tahun: 2010 Fakultas Kedokt eran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis, Tanggal 4 Februari 2010

Pembimbing Utama

Nam a : Muthmainah, dr., MKes. NIP

Pembimbing Pendam ping

Nam a : Kusmadewi Eka Damayant i, dr. NIP

Penguji Utam a

Nam a : S.B. Widjokongko, dr., PHK., MPd. NIP

Anggota Penguji

Nam a : Arif Suryawan, dr. NIP

Surakarta, ... Februari 2010

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri W ahjono, dr., Mkes. Prof. Dr. A.A. Subijant o, dr., MS. NIP: 194508241973101001

NIP: 194811071973101003

BAB I PENDAH ULUAN

A. Latar Belakang

Zat pewarna m akanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga konsum en tergugah untuk m em belinya. Namun sudah sejak lama pula terjadi penyalahgunaan pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat pewarna makanan. Sebagai salah satu contohnya adalah penggunaan bahan pewarna rodamin b, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, nam un berbahaya bila digunakan sebagai pewarna makanan (Depkes RI, 2006).

Rodamin b berbahaya bagi kesehat an. Pada paparan akut dapat m enyebabkan iritasi hingga kerusakan m ata, gangguan saluran pernapasan, iritasi kulit, nyeri dada, nyeri tenggorok, sakit kepala, dan m ual-mual (Dire dan Wilkinson, 1987). Unt uk paparan jangka panjang, ditem ukan peningkat an kejadian tumor pada berbagai organ (Kremer, 2004).

Hingga sekarang diperkirakan m asih terdapat penyalahgunaan rodam in b. Pada tahun 2008 lalu, ditemukan penyalahgunaan rodam in b

terutama pada minum an ketika diadakan inspeksi mendadak oleh Dinas Kesehatan di pasar-pasar tradisional di Mojokerto (Julan, 2008). Sebelumnya pada tahun 2004, ditem ukan 67% cabe merah giling yang m engandung rodam in b di pasar-pasar tradisional di DKI Jakarta

(Djarism awati et al., 2004). Pada penelitian sebelumnya lagi, pada tahun 2003, telah diadakan suatu penelitian di Kabupaten Bandung, dan ditem ukan rodamin b pada berbagai jenis kerupuk, jeli/agar-agar, aromanis, dan m inuman dalam kadar antara 7.841-3.226,55 ppm (Trestiati, 2003).

Hati merupakan salah satu organ penting. Semua zat m akanan yang diserap akan melalui hati sebelum diedarkan ke seluruh tubuh. Dalam hati zat makanan akan mengalami metabolisme, dem ikian pula dengan zat- zat lain akan mengalami tahap metabolism e, bahkan beberapa zat akan m engalami netralisasi dan detoksikasi dalam organ ini (Guyton dan Hall, 1997). Rodamin b merupakan salah satu zat yang dimetabolisme di hati (Webb et al., 1961).

Rodamin b yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap oleh dinding usus halus (Damge et al., 1996). Kemudian didistribusikan ke

dalam hati untuk dim etabolisme m elalui proses deetilasi. Proses m etabolisme rodamin b tidaklah sem purna, proses metabolism enya

m enyisakan 3,6-diaminofluoran yang akan terakumulasi dalam hati (W ebb dan Hansen, 1961). Metabolit tersebut akan m enyebabkan perubahan aktivitas m etabolisme sel-sel hati, antara lain perubahan aktivitas m etabolisme glikosaminoglikan (Robert et al., 2006) dan ATP (Loo dan Clarke, 2002), sehingga jika terus berlanjut akan terjadi ketidakseimbangan dalam sel yang mengakibatkan cedera dan bahkan sampai pada kem atian sel hati.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk m elakukan penelitian apakah pemberian rodam in b dapat m enimbulkan perubahan strukt ur histologis sel hati pada mencit.

B. Rum usan Masalah

1. Apakah pemberian rodam in b dapat menimbulkan perubahan struktur histologis sel hati pada mencit?

2. Apakah jum lah kematian sel hati pada mencit sebanding dengan besar dosis rodam in b yang diberikan?

C. Tujuan Peneliti an

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mem buktikan bahwa pemberian rodamin b dapat m enimbulkan perubahan strukt ur histologis sel hati pada m encit.

2. Untuk membuktikan bahwa jum lah kematian sel hati pada mencit sebanding dengan besar dosis rodamin b yang diberikan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Empiris Pengetahuan

Diharapkan supaya hasil penelitian ini dapat mem berikan informasi ilmiah mengenai pengaruh pemberian rodamin b terhadap struktur histologis sel hati mencit.

2. Manfaat Aplikatif

Diharapkan supaya hasil penelitian ini dapat mem berikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang bahaya rodamin b terhadap kesehatan, sehingga masyarakat tidak m enyalahgunakan Diharapkan supaya hasil penelitian ini dapat mem berikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang bahaya rodamin b terhadap kesehatan, sehingga masyarakat tidak m enyalahgunakan

BAB II LANDASAN TEO RI

A. Tinjauan Pustaka

1. Rodamin B

Rodamin b adalah salah satu bahan kimia yang digunakan sebagai pewarna dasar unt uk berbagai kegunaan (Djarismawati et al.,

2004). Rodam in b wajarnya digunakan sebagai zat pewarna untuk kertas, tekstil (sutra, wool, dan kapas), sabun, kayu dan kulit, sebagai

reagensia di laboratorium, serta untuk pewarnaan biologis (Direkt orat POM, 2006).

Rodamin b juga merupakan salah satu zat warna yang dilarang digunakan unt uk m akanan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nom or: 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Pelarangan tersebut terkait dengan dampaknya yang merugikan kesehatan (Direktorat POM, 2006). Namun demikian, dalam masyarakat m asih dijum pai penyalahgunaan zat pewarna ini pada m akanan (Julan, 2008).

a. Data kimia dan fi sik a

IUPAC : N-[9-(2-karboksifenil)-6-(dietilamino)-3H- xanthen-3-yliden]-N-etiletanam inium klorida

Sebutan lain : Tetraetil-3,6-diaminofluoran (Webb et al., 1961), tetraetil-rodamin, reonin B (Depkes RI, 2006), safranilin (Kremer, 2004)

Rumus molekul : C 29 H 31 ClN 2 O 3

Rumus bangun :

Titik lebur

: 165 0 C

Kelarutan : Sangat larut dalam air dan alkohol, lemah dalam asam klorida dan natrium hidroksida Tampilan

: Kristal hijau atau bubuk ungu kemerahan Fluoresensi UV : Maksimal 546 nm (OSHA, 1989)

b. Bahaya rodam in b terh adap kesehatan

Rodamin b berbahaya bagi kesehatan. Pada paparan akut dapat menyebabkan iritasi hingga kerusakan mata, gangguan saluran pernapasan, iritasi kulit, nyeri dada, nyeri tenggorok, sakit kepala, dan mual-m ual (Dire dan Wilkinson, 1987). Pada uji toksisitasnya ditemukan LD Lo per oral 500 mg/kgBB tikus dan

LD 50 per oral 887 mg/kgBB mencit (EMD Chem. Inc., 2007). Untuk paparan jangka panjang, ditemukan peningkatan kejadian tumor pada berbagai organ (Kremer, 2004).

c. Mekanism e toksi sitas rodamin b terhadap sel hati

Rodam in b yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap oleh dinding usus halus (Damge et al., 1996). Oleh vena usus, rodam in b didistribusikan ke dalam hat i untuk dimetabolisme melalui proses deetilasi. Proses metabolisme rodamin b tidaklah sem purna, pada proses deetilasi terjadi pelepasan m onoetil dari rodamin b dan menyisakan 3,6-diam inofluoran. Senyawa 3,6- diam inofluoran merupakan senyawa yang tidak dapat diuraikan dan akan terakumulasi dalam hati (W ebb dan Hansen, 1961). Senyawa tersebut akan menyebabkan perubahan aktivitas m etabolisme sel- sel hati, antara lain perubahan m etabolisme glikosaminoglikan (Kaji et al., 1991; Robert et al., 2006) dan ATP (Loo dan Clarke, 2002).

Senyawa 3,6-diaminofluoran menghambat produksi glikosaminoglikan dengan menghambat proses pemanjangan

(elongasi) gugus rant ainya (Robert et al., 2006), sedangkan pelepasan glikosam inoglikan tidak m engalami perubahan (Kaji et al., 1991). Selain itu, senyawa tersebut juga meningkatkan aktivitas ATP-ase sedemikian hingga meningkatkan pemecahan ATP menjadi ADP dan monofosfat. Pada kondisi yang berlebihan akibat akumulasi senyawa tersebut, pem ecahan ATP lebih cepat dibandingkan penyusunannya (Loo dan Clarke, 2002). Kedua kejadian tersebut akan m enyebabkan gangguan keseimbangan (elongasi) gugus rant ainya (Robert et al., 2006), sedangkan pelepasan glikosam inoglikan tidak m engalami perubahan (Kaji et al., 1991). Selain itu, senyawa tersebut juga meningkatkan aktivitas ATP-ase sedemikian hingga meningkatkan pemecahan ATP menjadi ADP dan monofosfat. Pada kondisi yang berlebihan akibat akumulasi senyawa tersebut, pem ecahan ATP lebih cepat dibandingkan penyusunannya (Loo dan Clarke, 2002). Kedua kejadian tersebut akan m enyebabkan gangguan keseimbangan

2. Struktur H ati

a. Struktur makroskopis hati

Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, berat rata- ratanya sekitar 1500 gram, atau 2,5% berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh strukt ur sekitarnya. Permukaan superior adalah cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragm a dan sebagian kubah kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis (Price dan Wilson, 1997).

Hati m em iliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura

segment alis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligament um falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Tiap lobus hat i terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ (Price dan Wilson, 1997).

b. Struktur mikroskopis hati

1) Lobulus hati Secara histologis hati tersusun atas lobulus-lobulus. Lobulus hat i m erupakan suatu unit fungsional yang terbagi atas tiga zona, yaitu:

a) Zona 1 : zona aktif, sel-selnya paling dekat dengan pem buluh darah, akibatnya zona ini yang pertam a kali dipengaruhi oleh pem buluh darah yang m asuk.

b) Zona 2 : zona intermedia, sel-selnya m emberi respons

kedua terhadap darah.

c) Zona 3 : zona pasif, akt ifitas sel-selnya rendah dan tampak akt if bila kebutuhan m eningkat.

Lobulus hati membentuk m asa poligonal prismatis jaringan hepar dengan ukuran sekitar 0,7×2 m m (Junqueira dan

Carneiro, 1995).

2) Parenkim hati

atau sel-sel hati tersusun dalam rangkaian

Parenkim

lem baran-lembaran bercabang-cabang dan beranastomosis m em bent uk labirin dan di ant aranya terdapat sinusoid. Lempeng-lem peng ini secara radial bermula dari tepi lobulus menuju ke vena sent ralis sebagai pusatnya. Sel hat i berbentuk poligonal dengan enam

lem peng-lempeng,

atau atau

3) Sinusoid hati Sinusoid merupakan suatu pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri dari satu lapisan sel endot el yang tidak kontinu. Sinusoid kapiler hati mem punyai pembatas yang tidak sem purna dan mem ungkinkan pengaliran makromolekul dengan m udah dari lum en ke sel-sel hepar dan sebaliknya. Sinusoid dikelilingi dan disokong oleh serabut retikuler halus yang pent ing unt uk mempertahankan bentuknya (Junqueira dan Carneiro, 1995)

4) Kanalikuli biliaris Kanalikuli biliaris berbentuk jala-jala tiga dimensi

di ant ara sel-sel hati. Dinding kanalikuli terdiri atas sel-sel parenkim yang berdampingan. Pada bagian perifer lobulus, sel- sel parenkim yang m embentuk dinding kanalikuli biliaris secara bertahap diganti dengan sel kecil jernih dengan int i gelap dan organel-organel yang tak sem purna. Sel-sel ini yaitu sel duktulus, yang terletak diatas lam ina basal yang jelas (Leeson dkk, 1996).

5) Mikroskopis kerusakan hati Terdapat banyak cara suatu sel dapat mengalam i cedera atau m ati, tetapi m odalitas yang pent ing dari cedera cenderung dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: hipoksia, agen fisika, agen kimia, agen biologi, m ekanisme imun, defek genetika, malnutrisi dan proses ketuaan (Robbins dan Kumar, 1995a). Rodamin b merupakan salah satu agen kimia yang dapat menyebabkan cedera pada sel.

Kematian sel dan kem atian jaringan pada tubuh yang hidup dapat dibagi menjadi dua, yaitu nekrosis dan apoptosis dimana keduanya berbeda dalam ukuran sel, int regitas mem bran plasma dan perubahan pada isi sel (Kumar et al., 2004). Nekrosis merupakan perubahan m orfologi sel sebagai akibat tindakan degenerasi progresif oleh enzim-enzim pada sel yang terjejas lethal. Sel yang m engalami nekrosis ukuran selnya biasanya membesar, sering tidak bisa mempertahankan integritas m em brannya dan komponen dalam sel tersebut m engalami penghancuran oleh enzim dan sering keluar dari sel yang mengalami nekrosis. Sedangkan apoptosis dapat diartikan sebagai proses kematian sel yang diinduksi melalui program kematian sel, hal ini akan m engaktifkan enzim yang dapat menyebabkan kem atian sel yang sudah terprogram sebelumnya. Sel yang m engalam i proses apoptosis Kematian sel dan kem atian jaringan pada tubuh yang hidup dapat dibagi menjadi dua, yaitu nekrosis dan apoptosis dimana keduanya berbeda dalam ukuran sel, int regitas mem bran plasma dan perubahan pada isi sel (Kumar et al., 2004). Nekrosis merupakan perubahan m orfologi sel sebagai akibat tindakan degenerasi progresif oleh enzim-enzim pada sel yang terjejas lethal. Sel yang m engalami nekrosis ukuran selnya biasanya membesar, sering tidak bisa mempertahankan integritas m em brannya dan komponen dalam sel tersebut m engalami penghancuran oleh enzim dan sering keluar dari sel yang mengalami nekrosis. Sedangkan apoptosis dapat diartikan sebagai proses kematian sel yang diinduksi melalui program kematian sel, hal ini akan m engaktifkan enzim yang dapat menyebabkan kem atian sel yang sudah terprogram sebelumnya. Sel yang m engalam i proses apoptosis

Hati merupakan organ tubuh yang paling sering menerima jejas (Robbins dan Kumar, 1995b). Um um nya perubahan–perubahan lisis yang terjadi pada sel nekrotik dapat terjadi pada semua bagian sel. Tetapi perubahan pada int i sel adalah petunjuk paling jelas pada kem atian sel. Biasanya sel yang telah m ati intinya menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap, proses ini dinamakan piknosis dan int inya disebut piknot ik. Kemungkinan lain, inti dapat hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel, proses ini disebut karioreksis. Pada beberapa keadaan inti sel yang mati kehilangan kem am puan untuk diwarnai dan m enghilang begitu saja, proses ini disebut kariolisis (Price dan Wilson, 1997).

Pada nekrosis hati juga ditemukan fragmen sel atau sel hati nekrotik tanpa pulasan inti, kolaps dan bendungan rangka hati dengan eritrosit. Nekrosis itu dapat m engenai satu atau beberapa lobulus dengan pulau jaringan hati normal di dalamnya. Pada permulaan nekrosis terjadi proliferasi sel kupffer yang melakukan fagositosis tercam pur dengan eritrosit

di dalam dan di luar sinusoid, serta menem pati ruangan lebih banyak daripada lapisan hati yang masih utuh. Pada tingkat yang lebih lanjut sel darah dan eksudat yang berlebihan hilang sehingga lobulus menjadi kecil (ghost lobule) yang m asih dibatasi oleh vena hepat ika dan susunan portal yang saling berdekatan. W alaupun sinusoid sering melebar namun vena sent ralis relatif tidak m elebar sehingga susunan portal dapat dibedakan dari yang kolaps, karena lebih padat dan mengandung infiltrasi sel radang. Nekrosis hati seringkali menyebabkan hilangnya sel-sel parenkim hat i (Darmawan, 1998).

Nekrosis biasanya m erupakan kerusakan akut, jadi merupakan m anifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak

selalu kritis. Sel hat i akan mengadakan regenerasi untuk mengembalikan fungsi normalnya setelah terjadi cedera

hepatik (O’Connor, 2002) karena hati m empunyai kapasitas regenerasi yang luar biasa (Wenas, 1999). Pada percobaan telah dibuktikan bahwa dengan pengambilan 80-90% parenkim hati sudah cukup unt uk mempertahankan fungsi normalnya, sehingga kerusakan hati haruslah luas sekali untuk menimbulkan gejala klinik m anifestasi hati (Robbins dan Kumar, 1995b).

B. Kerangka Pem ikiran

m asuk ke dia bsor bsi

Rodam in b

Lambung

Usus halus

oleh

Dinding usus

V. mesenterika diba wa oleh

ma suk ke dalam

Hati

proses dalam sel

terurai m enj adi

Metabolisme

(deetilasi)

3,6-diam inofluoran seny awa y ang tidak dapa t diuraikan

lagi

akibat pe mbe rian

be rulang

m onoetil Akumulasi pe rubahan

y ang terj adi

Peningkat an Gangguan

Pemecahan ATP ↑

aktivitas ATPase keseimbangan energi

Penyusunan ATP tetap

Sintesis m enurun

Pengham batan sintesa

glikosaminoglikan Cedera sel

Sekresi tetap

Inti piknotik

Kem atian

Int i kariorektik

sel

Inti kariolitik

C. H ipotesis

1. Pem berian rodamin b dapat m enimbulkan kerusakan strukt ur histologis sel hati ditandai dengan perubahan inti sel hati (piknosis, karioreksis, dan kariolisis).

2. Jum lah kem atian sel hati sebanding dengan besarnya dosis rodam in b yang diberikan.

BAB III METO DE PENELITIAN

A. Je nis Pe nelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik (biom edik) (Taufiqqurohman, 2004).

B. Lokasi Peneliti an

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subyek Peneliti an

Populasi subyek penelitian ini adalah m encit (Mus m usculus) jantan, galur Swiss webster, berum ur 3 bulan dengan berat badan sekitar 20 gram . Sampel sebanyak 28 ekor mencit dibagi menjadi em pat kelom pok, m asing-m asing kelompok terdiri dari tujuh ekor m encit. Jum lah ini diperhitungkan menurut rum us Federer yaitu (k-1)(n-1)>15, dengan k=jum lah kelom pok, n=jumlah m encit untuk tiap kelompok (Alfiansyah, 2008). Kelompok kontrol adalah m encit yang diberi diet standar dan aquades, kelompok perlakuan I adalah kelom pok m encit yang diberi diet standar dan rodamin b dosis I, kelompok perlakuan II adalah kelom pok m encit yang diberi diet standar dan rodam in b dosis II, kelompok perlakuan

III adalah kelom pok mencit yang diberi diet standar dan rodamin b dosis III.

D. Tekni k Sam pling

Pengam bilan sampel dilakukan secara incidental sampling. (T aufiqqurohman, 2004).

E. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah post-test only control group design . (Taufiqqurohman, 2004).

X dengan uji KP II : (X 2 ) O 2 statistik

KP III : (X 3 ) O 3

Keterangan:

X : Sampel penelitian KK : Kelom pok kontrol

KP I : Kelom pok perlakuan I KP II : Kelom pok perlakuan II KP III : Kelom pok perlakuan III (X 0 ) : Pemberian diet standar dan aquades

(X 1 ) : Pemberian diet standar dan rodamin b dosis I

(X 2 ) : Pemberian diet standar dan rodamin b dosis II

(X 3 ) : Pemberian diet standar dan rodamin b dosis III

O 0 : Pengamatan jum lah inti sel hati piknotik, kariorekt ik, dan kariolitik pada kelom pok kontrol

O 1 : Pengamatan jum lah inti sel hati piknotik, kariorekt ik, dan kariolitik pada kelom pok perlakuan I

O 2 : Pengamatan jum lah inti sel hati piknotik, kariorekt ik, dan kariolitik pada kelom pok perlakuan II O 3 : Pengamatan jum lah inti sel hati piknotik, kariorekt ik, dan kariolitik pada kelom pok perlakuan III

F. Identifi kasi Variabel Peneliti an

1. Variabel bebas adalah pem berian rodamin b dengan dosis tertent u.

2. Variabel terikat adalah struktur histologis sel hati.

3. Variabel luar yang dapat dikendalikan adalah gizi, makanan dan minuman, galur, um ur, dan jenis kelam in hewan coba.

4. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan adalah kondisi psikologis dan sistem kekebalan tubuh hewan coba, dan keadaan awal hati mencit.

G. Definisi O perasional Vari abel Penelitian

1. Variabel bebas: pemberian rodamin b Yang dim aksud dengan pemberian rodamin b pada

penelitian ini adalah pemberian larutan rodamin dengan dosis tertentu. Dosis yang digunakan ditentukan dari dosis m aksimal yang dihitung

berdasarkan Lethal Dose Low (LD Lo ), yaitu dosis terendah yang dapat menyebabkan kem atian pada hewan uji, unt uk menghindari kematian mencit sebelum tahap term inasi hewan uji.

Perhitungan dosis maksimal didasarkan pada LD Lo per oral 500 mg/kgBB tikus (EMD, 2007), dengan perhitungan konversi dari tikus 200 g ke mencit 20 g (fakt or konversi sebesar 0,14) (Ngatidjan, 1991) diperoleh LD Lo per oral 14 m g/20 gBB m encit. Dosis m aksimal Perhitungan dosis maksimal didasarkan pada LD Lo per oral 500 mg/kgBB tikus (EMD, 2007), dengan perhitungan konversi dari tikus 200 g ke mencit 20 g (fakt or konversi sebesar 0,14) (Ngatidjan, 1991) diperoleh LD Lo per oral 14 m g/20 gBB m encit. Dosis m aksimal

Dosis I yaitu 3,5 mg/20 gBB m encit diberikan pada kelompok perlakuan I, dosis II yaitu 7 mg/20 gBB m encit diberikan pada kelom pok perlakuan II, dan dosis III yaitu 14 mg/20 gBB mencit diberikan pada kelompok perlakuan III. Larutan rodamin b diberikan secara per oral dengan sonde lambung setiap 24 jam selama 7 hari berturut-turut. Skala variabel ini adalah ordinal.

2. Variabel terikat: struktur histologis sel hati Yang dimaksud dengan struktur histologis sel hati pada penelitian ini adalah perubahan struktur sel hati setelah pemberian rodamin b. Perubahan struktur histologis sel hati dinilai dengan cara menghitung jumlah sel hati yang intinya piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari tiap 100 sel hati di zona 1 lobulus hati tiap preparat yang diwarnai HE, dan diam ati dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali. Inti piknotik ditandai dengan adanya inti sel yang tampak mengecil dan hiperkromatik. Int i kariorekt ik ditandai dengan adanya inti sel yang robek dan terbagi-bagi atas fragmen-fragmen. Int i kariolitik ditandai dengan adanya inti sel yang tidak lagi mengambil zat warna, tam pak pucat, dan tidak nyata. Skala pengukuran ini adalah rasio.

3. Variabel luar yang dapat dikendalikan Variabel luar yang berupa faktor gizi, makanan dan minuman, galur, umur, dan jenis kelamin hewan coba dibuat seragam , sebagai berikut:

a. Gizi yang diketahui dari berat badan mencit yaitu sekitar 20 gram.

b. Makanan dan minum an yaitu dengan mem beri m akan pelet dan minum air yang tidak terbatas.

c. Galur hewan coba yaitu m encit Swiss webster.

d. Um ur dan jenis kelam in yaitu mencit jant an umur 2-3 bulan.

4. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

a. Kondisi psikologis dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, pem berian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar hewan coba.

b. Sistem kekebalan tubuh masing-masing hewan coba dapat bervariasi

c. Keadaan awal hati mencit pada penelitian ini tidak dapat dikendalikan, karena peneliti tidak mungkin melakukan pem eriksaan strukt ur histologis hati m encit sebelum perlakuan.

H. Instrum en dan Bahan Penelitian

1. Instrum en Penelitian

a. Kandang hewan percobaan

b. Tim bangan hewan

c. Tim bangan obat elektrik c. Tim bangan obat elektrik

e. Alat bedah hewan percobaan (skalpel, pinset, gunting, jarum, meja lilin)

f. Alat untuk pem buatan preparat histologi

g. Mikroskop cahaya, Olympus CX21

h. Gelas ukur dan pengaduk

i. Kam era digital, Canon IXUS-95IS

2. Bahan Penelitian

a. Rodamin b (serbuk)

b. Makanan hewan percobaan (pelet)

c. Air/aquades

d. Bahan untuk m em buat preparat histologi pengecatan HE

I. C ara Kerja

1. Tahap persiapan penelitian.

a. Sam pel m encit 28 ekor dibagi menjadi em pat kelom pok secara random , m asing-m asing kelompok 7 ekor.

b. Mencit dibiarkan beradaptasi dengan lingkungan Laboratorium Histologi Fakultas Kedokt eran UNS selama 7 hari.

c. Satu hari setelah adaptasi dilakukan penim bangan untuk menent ukan dosis dan mulai dilakukan perlakuan.

d. Rodamin b dalam bent uk serbuk dalam dosis tertent u untuk masing-masing kelom pok tersebut sebelum nya dilarutkan dengan d. Rodamin b dalam bent uk serbuk dalam dosis tertent u untuk masing-masing kelom pok tersebut sebelum nya dilarutkan dengan

2. Tahap pemberian perlakuan hewan uji.

a. Sebelum perlakuan mencit dipuasakan selam a lebih kurang 3 jam , agar lambung mencit dalam keadaan kosong.

b. Larutan diberikan dengan m enggunakan sonde lambung. Volume larutan yang diberikan untuk tiap m encit adalah 0,2 ml, hal ini sesuai kapasitas maksim al lambung m encit 20 g yaitu 1 m l (Ngatidjan, 1991).

1) Kelom pok kontrol diberi 0,2 ml aquades.

2) Kelom pok perlakuan I diberi 0,2 ml larutan rodam in b dosis I, yaitu 3,5 mg rodamin b dalam 0,2 ml aquades/20 gBB mencit per oral per hari.

3) Kelom pok perlakuan II diberi 0,2 ml larutan rodamin b dosis

II, yaitu 7 mg rodam in b dalam 0,2 ml aquades/20 gBB mencit per oral per hari.

4) Kelom pok perlakuan III diberi 0,2 ml larutan rodamin b dosis

III, yaitu 14 mg rodam in b dalam 0,2 ml aquades/20 gBB mencit per oral per hari.

c. Pemberian perlakuan dilakukan setiap hari per 24 jam selam a 7 hari berturut-turut. Lam anya pem berian perlakuan pada penelitian ini didasarkan pada pernyataan bahwa uji toksisitas akut dilaksanakan setidaknya selama 7 hari (Taufiqqurohman, 2004).

Unt uk pem eliharaan, mencit diberi diet standar sejak awal tahap persiapan penelitian hingga akhir tahap pemberian perlakuan hewan uji.

3. Tahap term inasi hewan uji dan pembuatan preparat histologi.

a. Sem ua mencit dikorbankan satu hari setelah perlakuan selesai dengan cara neck dislocation.

b. Lobus hati kanan diambil untuk pem buatan preparat histologi dengan pengecatan HE. Pengambilan lobus hati bagian kanan bertujuan untuk penyeragaman sam pel dan irisan unt uk preparat dilakukan dibagian tengah dari lobus tersebut dengan tebal irisan +

5 µm. Tiap hewan percobaan dibuat 3 preparat.

4. Tahap pengamatan preparat histologis.

a. Dipilih satu preparat dari tiap hewan percobaan untuk dievaluasi intinya. Dua sisanya digunakan sebagai cadangan apabila preparat

yang akan dievaluasi intinya mengalami kerusakan pada pem buatannya sehingga preparat tersebut tidak dapat dievaluasi.

b. Pengam atan preparat jaringan hati dengan perbesaran 100 kali untuk m engam ati seluruh bagian dari preparat.

c. Kem udian dengan perbesaran 400 kali ditent ukan 1 zona aktif yang terlihat mengalami kerusakan paling berat.

d. Dari 1 zona aktif ini kem udian dihitung jum lah sel hati yang intinya piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari tiap 100 sel hati.

Secara umum, cara kerja penelitian ini adalah sebagai berikut:

28 ekor menci t

7 hari P ro ses adap tasi 1 hari

Penilaian status gizi

P embuatan K elompok

laru tan kontrol (K K)

K elompok

K el ompok

K el ompok

perlak uan I

perl akuan II

perlakuan III

(KP I)

(KP II)

(K P III) untuk perlakuan

7 hari 3 jam

Dip uasak an sebelum pemberian perlakuan

0,2 ml Pemberian 0,2 ml 0,2 ml 0,2 ml

dengan

ro damin b aquad es

ro damin b

ro damin b

sonde

dosi s I

dosi s II

dosis III lambung Tiap hari per 24 jam Terminasi

P embed ahan

P embed ahan

P embed ahan

Pembedahan dengan neck dislocation

P embuat an prep arat Lobus kanan

Lobus k anan

Lobus k anan

Lobus k anan histo logis hati pewarn aan HE

P reparat histolo gis KK

Preparat

P rep arat

P reparat

histolo gis KP

his tolo gis KP

his tologis K P

I II III

P en gamatan dengan mikroskop cahaya perbes aran 400× p er 100 sel hati Pen gambilan data

Data KK

D ata K P I

D at a KP II

D at a KP III

J. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan m enggunakan uji statistik one way Anova untuk mengetahui adanya perbedaan rerata jum lah sel hati yang mengalami kerusakan antara kelom pok kontrol (KK), kelom pok perlakuan I (KP I), kelompok perlakuan

II (KP II), dan kelompok perlakuan III (KP III). Jika terdapat perbedaan yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc unt uk mengetahui letak perbedaan terdapat di antara kelompok yang mana. Derajat kem aknaan yang digunakan adalah α=0,01.

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Peneliti an

Penelitian ini menggunakan 28 mencit (Mus m usculus) jantan galur Swiss webster berusia 3 bulan dengan berat badan sekitar 20 gram . Sebelum perlakuan, mencit-mencit tersebut dibagi menjadi em pat kelom pok secara acak, masing-masing 7 ekor m encit untuk setiap kelompoknya. Satu kelom pok sebagai kelompok kontrol, sedangkan ketiga kelompok lain sebagai kelompok perlakuan. Sem ua mencit diberi perlakuan selama satu m inggu yang kemudian dibedah untuk diam bil hatinya. Hati yang sudah diam bil dibuat preparat histologi dengan pewarnaan HE. Jumlah kematian sel hati pada preparat dihitung sebagai data hasil penelitian.

Data hasil penelitian berupa data rasio, yaitu jum lah inti sel hati yang m engalam i kerusakan (piknosis, karioreksis, dan kariolisis) yang dihitung dari tiap 100 sel pada zona 1 unt uk setiap preparat. Hasil pengamatan inti sel hat i yang mengalam i kerusakan (piknosis, karioreksis, dan kariolisis) untuk masing-masing kelom pok sampel disajikan dalam tabel.

Kelompok pertam a adalah kelom pok kontrol, merupakan kelom pok kontrol negatif. Mencit-mencit dalam kelompok ini adalah m encit-m encit yang diberi aquades sebagai perlakuannya. Tabel 1 m enunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, jum lah inti sel hati yang m asih Kelompok pertam a adalah kelom pok kontrol, merupakan kelom pok kontrol negatif. Mencit-mencit dalam kelompok ini adalah m encit-m encit yang diberi aquades sebagai perlakuannya. Tabel 1 m enunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, jum lah inti sel hati yang m asih

48, dan rerata jumlah inti sel yang rusak adalah 6,86 ± 2,478 dari 100 sel hati. Tabel 1. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan sel hati rusak dari 100

sel pada tiap preparat kelom pok kontrol Jumlah inti

Jum lah inti sel rusak No.

Total sel normal

Piknotik Kariorektik Kariolitik Jum lah

26 6 16 48 700 Rerata jumlah inti sel hati yang m engalam i kerusakan :

6,86 Sim pangan baku

: 2,478 Sumber: Data primer, 2009 Kelompok kedua adalah kelompok perlakuan I, adalah

kelom pok m encit yang diberi rodamin b sebesar 3,5 m g setiap m encitnya selam a seminggu. Dari tabel 2 terlihat bahwa pada kelompok perlakuan I,

jumlah inti sel hati yang m asih normal adalah 377, jumlah inti sel hati yang m engalami kerusakan adalah 323, dan rerata jumlah inti sel yang rusak adalah 46,14 ± 5,669 dari 100 sel hati.

Tabel 2. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan sel hati rusak dari 100 sel pada tiap preparat kelom pok perlakuan I

Jumlah inti Jum lah inti sel rusak No.

Total sel normal

Piknotik Kariorektik Kariolitik Jum lah

146 323 700 Rerata jumlah inti sel hati yang m engalam i kerusakan :

46,14 Sim pangan baku

: 5,669 Sumber: Data primer, 2009

Tabel 3. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan sel hati rusak dari 100 sel pada tiap preparat kelom pok perlakuan II

Jumlah inti Jum lah inti sel rusak No.

Total sel normal

Piknotik Kariorektik Kariolitik Jum lah

263 528 700 Rerata jumlah inti sel hati yang m engalam i kerusakan :

75,43 Sim pangan baku

: 7,068 Sumber: Data primer, 2009

Tabel 3 menunjukkan hasil perlakuan pada kelompok perlakuan

II, yaitu kelom pok m encit yang diberi rodam in b sebesar 7 m g setiap m encitnya selam a seminggu. Jumlah inti sel hati yang m asih normal adalah 172, jum lah int i sel hat i yang mengalami kerusakan adalah 528, dan rerata jumlah inti sel yang rusak adalah 75,43 ± 7,068 dari 100 sel hati.

Kelompok terakhir adalah kelompok perlakuan III, yaitu kelom pok m encit yang diberi rodamin b sebesar 14 m g setiap m encitnya selam a sem inggu. Dari tabel 4 dapat disimpulkan bahwa pada kelom pok perlakuan III, jumlah inti sel hati yang m asih normal adalah 96, jum lah int i sel hati yang m engalam i kerusakan adalah 604, dan rerata jum lah int i sel yang rusak adalah 86,29 ± 2,928 dari 100 sel hati.

Tabel 4. Distribusi jumlah inti sel hati normal dan sel hati rusak dari 100 sel pada tiap preparat kelom pok perlakuan III

Jumlah inti Jum lah inti sel rusak No.

Total sel normal

Piknotik Kariorektik Kariolitik Jum lah

386 604 700 Rerata jumlah inti sel hati yang m engalam i kerusakan :

86,29 Sim pangan baku

: 2,928 Sumber: Data primer, 2009

Dari data hasil penelitian, dapat dibuat grafik yang menggambarkan rerata kematian sel pada masing-masing kelompok sampel, seperti yang terdapat dalam gambar 1.

n 90 a 75.43

ti 80 a

m 70 Kelompok k ontrol

h k 60 50 46. 14 Kelompok perlak uan I

la m 40 u

Kelompok perlak uan II j 30 t a 20 6. 86

Kelompok perlak uan III e ra 10

Kelompok sam pel

Gambar 1. Diagram rerata jumlah kematian sel pada masing-m asing kelompok sampel

B. An alisis Data 1. Uji Distribusi Norm al

Uji Anova dilakukan untuk menget ahui adanya perbedaan yang bermakna antar kelompok sampel. Persyaratan uji Anova adalah adanya distribusi data yang normal. Dari data jumlah kematian sel hati masing-m asing kelompok sampel mula-m ula dilakukan uji distribusi normal dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50 sampel. Hasil uji distribusi norm al Shapiro-Wilk dapat dilihat pada tabel 5.

Dari masing-m asing kelompok sampel didapatkan nilai kemaknaan p>0,05 yang berart i setiap kelompok sampel memiliki distribusi data normal.

Tabel 5. Rangkuman hasil uji distribusi normal jumlah kematian sel keempat kelom pok

df p Kelom pok kontrol

Statistik

7 0,203 Kelom pok perlakuan I

7 0,954 Kelom pok perlakuan II

7 0,854 Kelom pok perlakuan III

7 0,659 Sum ber: Hasil uji distribusi normal data penelitian, 2010 (Lampiran 2)

2. Uji One Way Anova

Dari keem pat data primer di atas dilakukan uji one way Anova untuk m engetahui adanya perbedaan jum lah kemat ian sel hati yang bermakna pada keem pat kelompok. Hasil perhitungan statistik uji Anova dapat disajikan dalam tabel 6.

Tabel 6. Rangkuman hasil analisis uji one way Anova jumlah kem atian sel hati keem pat kelompok sam pel

Df F p Ant ar kelompok

3 364,940 0,000 Dalam satu kelom pok

24 Tot al

27 Sum ber: Hasil analisis uji Anova data penelitian, 2010 (Lam piran 2)

Hasil analisis uji one way Anova jum lah kemat ian sel hati pada semua kelom pok didapat kan nilai kem aknaan p<0,01 (p=0,000) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata jumlah kem atian sel hati yang bermakna pada keempat kelompok sampel (tabel 6). Unt uk mengetahui letak perbedaan di ant ara kelompok yang m ana, selanjutnya diuji dengan uji Post Hoc. Dari uji hom ogenitas diperoleh hasil p>0,01 atau berarti memiliki varian data yang homogen (lihat Hasil analisis uji one way Anova jum lah kemat ian sel hati pada semua kelom pok didapat kan nilai kem aknaan p<0,01 (p=0,000) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata jumlah kem atian sel hati yang bermakna pada keempat kelompok sampel (tabel 6). Unt uk mengetahui letak perbedaan di ant ara kelompok yang m ana, selanjutnya diuji dengan uji Post Hoc. Dari uji hom ogenitas diperoleh hasil p>0,01 atau berarti memiliki varian data yang homogen (lihat

3. Uji LSD (Least Significant Difference)

Hasil perhitungan statistik uji LSD (Least Significant Difference ) dapat dilihat pada tabel 7. Perhitungan statistik dengan uji LSD (Least Significant Difference) dengan derajat kem aknaan α=0,01 diperoleh nilai kemaknaan p<0,01 unt uk keenam perbandingan dua kelompok sam pel, antara lain kelom pok kontrol dan kelom pok perlakuan I (p=0,000), kelom pok kontrol dan kelompok perlakuan II (p=0,000), kelompok kontrol dan kelom pok perlakuan III (p=0,000), kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II (p=0.000), kelom pok perlakuan I dan kelompok perlakuan III (p=0,000), dan kelom pok perlakuan II dan kelompok perlakuan III (p=0,000), dengan demikian Ho ditolak (ada perbedaan bermakna antara dua kelompok sam pel yang dibandingkan). Tabel 7. Rangkuman hasil uji LSD jum lah kem atian sel hati keem pat

kelompok sampel Kelompok sam pel

p Kelompok kont rol

Kelom pok sampel pembanding

0,000 Kelompok kontrol

Kelom pok perlakuan I

0,000 Kelompok kontrol

Kelom pok perlakuan II

0,000 Kelompok perlakuan I

Kelom pok perlakuan III

0,000 Kelompok perlakuan I

Kelom pok perlakuan II

0,000 Kelompok perlakuan II

Kelom pok perlakuan III

0,000 Sum ber: Hasil uji LSD data penelitian, 2010 (Lampiran 2)

Kelom pok perlakuan III

BAB V PEMBAHASAN

Dari penelitian, diperoleh data jum lah kematian sel. Data keem pat kelompok sam pel diuji distribusi normalnya dengan Shapiro-Wilk. Dari masing- masing kelom pok sampel diperoleh nilai kemaknaan p>0,05 yang berarti

distribusi data normal. Data yang terdistribusi normal m erupakan syarat bagi suatu data yang akan diolah dengan uji one way Anova, selain skala ukur interval atau

rasio. Selanjutnya data tersebut diuji dengan one way Anova dengan derajat kem aknaan α=0,01. Dari uji one way Anova diperoleh nilai kem aknaan p<0,01 yang berarti terdapat perbedaan yang berm akna di antara keem pat kelom pok. Unt uk mengetahui letak perbedaan di antara kelompok yang mana, data selanjutnya diuji Post Hoc. Dari uji homogenitas varian, diperoleh nilai kem aknaan p>0.01 yang berarti varian data homogen, m aka jenis uji Post Hoc yang dipilih adalah uji LSD (Least Significant Difference) dengan derajat

kem aknaan α=0,01. Dari keenam perbandingan kelompok sam pel, diperoleh nilai kem aknaan p<0,01 yang berarti masing-masing dari keenam perbandingan

kelompok sam pel mem iliki perbedaan yang berm akna. Perbedaan yang bermakna dari kelom pok kontrol terhadap ketiga kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pemberian rodam in selama 7 hari

berturut-turut dapat m enyebabkan kemat ian sel hati mencit. Kematian sel hati mencit dapat ditandai dengan perubahan int i sel (piknosis, karioreksis, dan

kariolisis). Dalam penelitian ini ditem ukan perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II, kelom pok perlakuan II dan kelompok perlakuan III. Rerata jum lah kemat ian sel hati yang sem akin besar, pada kelom pok m encit yang diberi rodamin b sebesar 3,5 mg ditemukan 46,14 ± 5,669 kem atian sel dari seratus sel hati yang dihitung, sedangkan pada kelom pok mencit yang diberi rodam in b sebesar 7 mg dan 14 mg masing-m asing ditem ukan 75,43 ± 7,068 dan 86,29 ± 2,928 kemat ian sel dari seratus sel hati yang dihitung. Hal ini m enunjukkan bahwa semakin besar dosis rodam in b yang diberikan, sem akin besar pula jumlah kemat ian sel hati yang terjadi. Kem atian sel hati akibat pem berian rodamin b dapat terjadi karena adanya sisa metabolism e yang berupa 3,6-diaminofluoran yang dapat mengganggu m etabolisme glikosaminoglikan dan ATP dalam sel hati.

Hati m erupakan salah satu organ penting. Sem ua zat makanan yang diserap akan melalui hati sebelum diedarkan ke seluruh tubuh. Dalam hati zat

makanan akan mengalam i m etabolisme, demikian pula dengan zat-zat lain akan mengalami tahap metabolisme, bahkan beberapa zat akan m engalam i netralisasi

dan detoksikasi dalam organ ini (Guyton dan Hall, 1997). Rodamin b merupakan salah satu zat yang dimetabolisme di hati (W ebb et al., 1961). Proses m etabolisme rodamin b tidaklah sempurna, proses metabolismenya menyisakan 3,6- diam inofluoran yang akan terakumulasi dalam hati (Webb dan Hansen, 1961). Metabolit tersebut akan menyebabkan perubahan akt ivitas metabolisme sel-sel hati, antara lain perubahan aktivitas m etabolisme glikosaminoglikan (Robert et al., 2006) dan ATP (Loo dan Clarke, 2002), sedemikian hingga jika terus dan detoksikasi dalam organ ini (Guyton dan Hall, 1997). Rodamin b merupakan salah satu zat yang dimetabolisme di hati (W ebb et al., 1961). Proses m etabolisme rodamin b tidaklah sempurna, proses metabolismenya menyisakan 3,6- diam inofluoran yang akan terakumulasi dalam hati (Webb dan Hansen, 1961). Metabolit tersebut akan menyebabkan perubahan akt ivitas metabolisme sel-sel hati, antara lain perubahan aktivitas m etabolisme glikosaminoglikan (Robert et al., 2006) dan ATP (Loo dan Clarke, 2002), sedemikian hingga jika terus