STUDI KASUS KOMUNIKASI DALAM KELUARGA (pasangan suami – istri) BROKEN HOME KRISTIANI

  STUDI KASUS KOMUNIKASI DALAM KELUARGA (pasangan suami – istri) BROKEN HOME KRISTIANI SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi

  Universitas Sanata Dharma Disusun Oleh : Nama : Kecik Putri Netyo B.W NIM : 999114054 NIRM : 990051121705120051 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Tak terbatas kuasa-MU Tuhan Semua dapat KAU lakukan

  Apa yang kelihatan mustahil bagiku Itu sangat mungkin bagi-MU

  Di saat ku tak berdaya Kuasa-MU yang sempurna

  Ketika ku percaya Mukjizat itu nyata

  Bukan karna kekuatan Namun Roh-MU ya Tuhan

  Ketika ku berdoa Mukjizat itu nyata

  Mukjizat itu dekat dimulutku Dan ku hidup oleh percaya

  Dedicate to :

$ Bapa yang selalu setia dan selalu memberikan kasih-NYA padaku. Mukjizat-NYA

yang ajaib terus terjadi dalam kehidupanku. Kusyukuri berkat, kasih dan anugrah- NYA yang selalu mengalir dalam hidupku melalui orang-orang disekitarku. Thanks GOD !!!

$ Almarhum Ayahku di surga, ini yang dari dulu ingin kupersembahkan dipangkuanmu.

Ibuku, yang telah banyak mencurahkan air mata dan keringatnya untukku. Mas Theng dan Dik Wijen, thanks for all …

  

$ My belove Grandma Eyang Gebang, all my auntie & my uncle. Thanks for the

support…

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  iv Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 7 Maret 2007 Penulis

  Kecik Putri N.B.W

  

ABSTRAK

  v

  

Kecik Putri N.B.W

Studi Kasus

Komunikasi dalam Keluarga (pasangan suami istri) Broken Home Kristiani

2007

  Setiap pasangan suami istri yang membangun sebuah keluarga pasti mendambakan pernikahannya tetap harmonis dan bahagia. Namun dalam perjalanan rumah tangganya, konflik akibat faktor internal dan eksternal tidak dapat terelakkan. Agar hubungan suami istri tetap harmonis, diperlukan kemampuan berkomunikasi yang efektif. Namun sayangnya, tidak semua pasangan suami istri mampu melakukannya. Pemakaian komunikasi yang tidak efektif seringkali digunakan saat berkomunikasi dengan pasangan. Hal ini mengakibatkan hubungan rumah tangganya mulai retak dan tidak harmonis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi seperti apa yang terjadi pada keluarga (pasangan suami istri) yang telah mengalami kehancuran dalam rumah tangganya atau broken home, terutama pada pasangan suami istri yang beragama Kristiani dimana mereka tidak dapat bercerai.

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif dan datanya diambil dari sepasang suami istri (2 orang) yang beragama Kristiani dan tinggal di Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara dan observasi terhadap subjek serta dilengkapi dengan wawancara terhadap orang terdekat subjek. Sedangkan langkah-langkah analisis data yang dilakukan adalah dengan menulis transkrip wawancara, membaca transkrip berulang kali kemudian melakukan pengkodean, mengidentifikasi gambaran tema pada masing-masing transkrip serta interpretasi data.

  Secara umum, pola komunikasi yang terdapat pada pasangan suami istri Kristiani broken home ini adalah : Pola komunikasi suka marah-marah, Pola komunikasi suka memberikan label, sebutan dan pemakaian kata-kata yang menghina dan merendahkan pasangan, Pola komunikasi dengan nada yang menyalahkan dan membuat malu pasangan, Pola komunikasi yang suka menghindar, menjauh dan mengasingkan diri saat sedang bermasalah dengan pasangan, Pola komunikasi yang tidak berusaha mendengarkan dengan selesai atau memotong pasangannya berbicara, Pola komunikasi yang tidak dapat mengendalikan dirinya saat sedang marah pada pasangan, Pola komunikasi yang suka menuntut pasangan dan Pola komunikasi yang suka menggunakan ancaman pada pasangan.

  

ABSTRACT

  vi

  

Kecik Putri N.B.W

Case Study (of)

Communications in Family (Husband/Wife couple) Broken Home Christian

2007

  Every couple that build a family surely desired their marriage still be happy and harmonious. But on the way its domestic conflict influenced by internal and external factor cannot be avoided. In order to make the relationship between of wife and husband still in harmonious, it needs effective communication skill. Unfortunately, not every couple can do that. The use of ineffective communication usage that is not effective mostly is used when communicates with the couple. It makes domestic relationship starts to break and not harmonious. The purpose of this research is to know the kind of communications in the family (husband and wife couple) which is already broken home, especially on the Christian couple where they cannot get divorced.

  Approach used in this research is descriptive qualitative and the data is taken from Christian couple in Jogjakarta. Data intake is done by the method interview and observation to subject and also provided with the interview to people closest subject. While the steps for doing analyses the data is done by writing transcript interview, reading transcript repeatedly later, then making some codes identifying them at each transcript and also interpreting data.

  Generally, communications pattern in broken home Christian couple is : Communications pattern like on the warpath, Communications pattern like to give the label, mention and lowly words usage and debase the couple, Communications pattern with the tone blaming and making to lose face the couple, Communications pattern which like to refrain from, going away and detaching moment his self with the couple, Communications pattern which do not want to try listen all through or interrupt its couple, Communications pattern which cannot have a command over is moment in rage with the couple, Communication pattern which like to claim the couple and Communications pattern which like to use the threat of couple.

KATA PENGANTAR

  vii Setelah tertunda sangat lama, akhirnya penulis berhasil juga menyelesaikan tugas akhir ini. Sebenarnya tidak ada kendala yang cukup besar yang menghambat penulis dalam pembuatan skripsi ini. Kendala terbesar justru datang dari penulis sendiri, yaitu sering menunda pekerjaan dan kurang teliti. Selama proses penulisan skripsi ini, penulis memperoleh banyak sekali dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan beberapa kata kepada:

  1. My best Father: Jesus Christ, atas segala berkat, rahmat dan kasih-Nya yang terus menerus padaku.

  2. Bp. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  3. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.S, selaku dosen pembimbing skripsi untuk kesabaran, arahan, bimbingan dan maaf yang terus menerus diberikan selama pembuatan skripsi ini.

  4. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi, M.Si., Ibu Titik Kristiani, S.Psi dan Ibu Kristiana Dewayani S.Psi., M.Si., selaku dosen-dosen pembimbing akademik. Atas saran dan bimbingannya selama penulis kuliah.

  5. Bp. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. dan Bp. C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi, selaku dosen penguji untuk saran dan masukan bagi perbaikan skripsi ini.

  6. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengajaran yang berguna dalam perkuliahan. bisa bernafas dengan sangat lega. Makasih buat dukungannya yang tidak terhingga selama ini dalam banyak hal walau terkadang ‘menyakitkan’. ‘Sahabat’ setiaku dirumah: Leo, Tofi, Yusak. atas ketaatan dan kesiagaannya menemaniku dihari-hari jenuhku.

  8. My big family yang ada dimana-mana. My Lovely Grandma: Eyang Suwiyadi.

  Tante2&Om2ku: Tekeng, Om Jio, Mb Syair, Om Yok, Mb Sari, Temi, akhirnya Dedek kelar juga.

  9. Seseorang yang dengan caranya tersendiri selalu dapat membuatku termotivasi untuk menjadi lebih baik dan lebih dewasa lagi. Seseorang yang selalu bisa membuatku untuk belajar lebih sabar lagi menjalani hidupku, Surya P.S Tampubolon, akhirnya “Aak” sudah bisa bernapas dengan lega sekarang. Thanks buat dukungan moril dan doanya selama ini. Miss U…

  10. Pendeta-pendetaku yang tidak pernah bosan mendoakanku. Pak John, atas pembelajaran positive thinking-nya dan buat saran-sarannya saat aku mulai ‘lelah’.

  Bu Shirley, atas sindiran-sindirannya yang mendewasakanku. Papi Sunarno, atas penerimaan dan rasa sayangnya padaku.

  11. Emma, sahabatku tersayang di Kalimantan, Iyek, Dian & Bebet, Thanks buat dukungannya dalam segala hal sejak di SMU hingga sampai detik ini. Sahabat yang selalu mau jadi ‘tempat sampah’ bagiku dan paling banyak tau kisah hidupku, dari baik sampai buruk. Miss U all so much…

  12. Sahabatku yang kutemukan di masa kuliah: Lia, Yani, Lisa, Retno, usai sudah kekhawatiran kalian terhadapku. Asih, ayo cepetan lulusnya. Thanks guys buat semua hal yang udah kita jalani bersama, semua air mata dan canda, semua

  13. Seseorang yang dengannya pernah kulewati hari-hari dalam suka dan dalam lebih banyak duka. Hari-hari yang selalu diwarnai dengan pertengkaran konyol yang gak dewasa. Mz Jarot, makasih buat kebersamaan yang dulu pernah kita lalui.

  14. Mas Gandung, Mas Muji, Pak Gik dan Mbak Nanik untuk bantuan yang telah diberikan selama penulis kuliah dan untuk senyumnya yang melegakan.

  15. Andre, Kristianto ‘Akick’ Jakarta, Kris ‘tetanggaku’, Luluk ‘Kalimantan', trims buat kesempatannya bisa mengenal kalian. Ronald ‘dodol duren’. Jujur, aku lebih suka kamu yang dulu. Thanks banget buat semua yang udah kamu lakukan buatku selama kita deket. Jangan jenuh ngladeni kemanjaanku ya…. Fangkie, makasih buat kebaikan hatimu padaku. Jangan pernah lelah jadi temanku.

  16. Temen-temen pelayananku di GKI Ngupasan: Franky, buat telinganya, makasih buat semua bantuannya saat aku memerlukanmu. Qtty ‘meong’, atas kebaikan hatinya mau kutebengin kekampus. Peppy, Temen-temenku bertumbuh bersama “Minori” : Ajeng, Kak Ephie, thanks buat doanya! Iwan, Gerson, Hendra, Irma ‘centil’, Ela ‘chubby’, Erik, Sherly, Ningrum, Rinto, Adek Elvan, Aji, Oni, Siane, Santi, thanks karena mau jadi ‘cucu-cucu’ yang membuatku jadi belajar untuk makin dewasa bersikap.

  17. Temen-temen Klasis Pemuda GKI Yogya: Radith, Abram, Yudho, Bertha, Awin, Beni.

  18.

  ‘Kakak-kakakku’ di Gloria Graha, Kak Ida, Kak Tyas, Kak Widi, Kak Johan, pernah mengenal kalian merupakan satu pengalaman yang berharga bagi pertumbuhanku.

  19. Temen-temen JOY Fellowship yang mengenalku.

  21. Koh Rudi dan karyawan ‘W@P cell group’. Makasih banget ya Koh buat kebaikan hati Koh Rudi sama Putri selama Putri kerja di W@P. Tak akan Putri lupa….

  22. Mantan-mantan tempat kukerja.

  23. Semua orang yang pernah lewat dan turut mempengaruhi hidupku dan membuatku bertambah dewasa. I will change and keep grow up…..

  24. Yang mungkin terlewatkan dan terlupa kusebutkan disini…..

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………… ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………….. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………… iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………… v ABSTRAK ……………………………………………………….. vi ABSTRACT ……………………………………………………… vii KATA PENGANTAR …………………………………………… viii DAFTAR ISI ……………………………………………………... xii DAFTAR TABEL ……………………………………………….. xv DAFTAR GAMBAR ……………………………………………. xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……………………………………. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………… 3 C. Batasan Penelitian …………………………………. 3 D. Tujuan penelitian ………………………………….. 3 E. Manfaat Penelitian ………………………………… 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Kristiani Broken Home 1. Pengertian Keluarga …………………………… 5 2. Keluarga Kristiani ……………………………. 7

  B. Komunikasi Keluarga 1.

  18 i. Adanya Alasan yang Rasional …………………

  30

  C. Subjek Penelitian ………………………………………

  29 B. Identifikasi Variabel Penelitian ……………………. 29

  C. Komunikasi dalam Keluarga Kristiani yang Broken Home... 20

  3. Komunikasi Interpersonal …………………………. 19

  18 j. Ada Kemauan untuk Belajar Mendengar ……… 18

  Perasaan-perasaannya …………………………

  Pengertian Komunikasi ………………………... 14 2. Komunikasi dalam Keluarga …………………… 15 a.

  17 h. Adanya Tenggang rasa, Penuh Perhatian, Sopan dan Hormat terhadap anggota Keluarga dan

  Sudut Pandangan yang Berbeda-beda ……... 17 g. Adanya komunikasi yang Konstruktif ………..

  17 f. Pengakuan bahwa setiap Kejadian dapat dilihat dari

  Lain Secara Lisan ……………………………

  Adanya Pernyataan yang Realistis dan Masuk Akal...16 e. Pengujian Suatu Pengandaian Diri Terhadap Orang

  Adanya Komunikasi yang Positif …………. 16 c. Adanya Komunikasi yang Spesifik ………… 16 d.

  Komunikasi Non Verbal …………………… 15 b.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………………………………………..

  F. Metode Pengumpulan Data …………………………. 31

  G. Analisis Data …………………………………………

  36 H. Pemeriksaan Keabsahan Data…………………………

  38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  A. Pelaksanaan Penelitian 1.

  Pembentukan Rapport ……………………………

  40 2. Waktu dan Tempat Penelitian ………………….…

  41 B. Hasil Penelitian 1.

  Hasil Analisis Data ………………………………..

  44 2. Kesimpulan Hasil Penelitian……………………..…

  47 C. Pembahasan …………………………………………….

  48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………………………………….

  53 B. Saran ……………………………………………………

  55 DAFTAR PUSTAKA

  LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1 : Panduan Wawancara …………………………………… 34 Tabel 2 : Pelaksanaan Wawancara dengan Subjek …………….… 41 Tabel 3 : Pelaksanaan Wawancara dengan Orang Dekat Subjek …... 42 Tabel 4 : Pelaksanaan Observasi …………………………………… 42 Tabel 5 : Hasil Analisis Data ……………………………………….. 44

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Sistem Interaksi Antar Anggota Keluarga …………………..

  6 Gambar 2 : Proses Komunikasi ………………………………………….

  14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan berkeluarga, antara pasangan suami istri kadang

  timbul konflik rumah tangga. Hal ini dapat mengakibatkan perpecahan apabila dalam proses penyelesaiannya, baik suami maupun istri tidak bisa memegang komitmen yang telah mereka ucapkan saat menikah. Saat menikah, pasutri memang mengalami suatu “tekanan yang cukup berat” dalam menyesuaikan diri dengan pasangannya. Benteng pertahanan berupa komitmen “sampai kematian memisahkan kita”, yang pernah diucapkan oleh pasangan yang akan membina sebuah keluarga dan diikat dalam suatu ikatan pernikahan yang suci dan sakral, telah berubah menjadi pertaruhan tak pasti yang terus berlangsung dan berubah menjadi “bahwa perceraian kelihatannya lebih baik”. Semangat dan indahnya berpasangan bergeser menjadi suatu rutinitas, suatu pekerjaan yang memang harus dikerjakan. Berkurangnya pengertian sehingga kesenjangan komunikasi semakin lebar adalah hal yang tak bisa terelakkan lagi. Banyak pasutri kehilangan ketrampilan dasar berkomunikasi yang sangat dibutuhkan untuk membuahkan adanya sikap saling pengertian guna membangun pernikahan yang kuat dan bertumbuh.

  Peran komunikasi dalam sebuah pernikahan sangatlah penting karena komunikasi merupakan dasar dari keseluruhan interaksi antara pasutri.

  Komunikasi berfungsi agar satu sama lain dapat saling memahami dan mengerti mengungkapkan bahwa inti dari pernikahan adalah bagaimana cara berkomunikasi.

  Pasutri dalam penelitian ini, merupakan pasangan yang sudah menikah cukup lama, namun jarang berkomunikasi dari hati ke hati, akibatnya dalam rumah tangga mereka sering terjadi perselisihan dan permusuhan. Setiap permasalahan yang timbul tidak di selesaikan dengan komunikasi yang baik, saling pengertian, namun saling menyalahkan satu sama lain. Hal ini menyebabkan semakin terjadinya kesenjangan komunikasi di antara mereka.

  Mereka menikah di gereja dan pernikahan mereka diberkati oleh seorang pendeta dan disaksikan oleh majelis gereja (sebagai wakil gereja) serta pihak keluarga, jadi pernikahan tersebut sudah disucikan dan dikuduskan atas nama Tuhan. Baik istri maupun suami tidak dapat mengubah apa yang sudah dikuduskan dan dipersatukan oleh Allah dan menyadari bahwa mau tidak mau pasangan yang sudah dipersatukan harus terus berjalan dan membina keluarga walaupun tanpa adanya saling penyesuaian dan pengertian satu sama lain.

  Menurut Hurlock (1992), pengalaman pribadi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap perubahan-perubahan dalam perkembangan dirinya. Kasus pernikahan yang tidak ideal merupakan suatu pengalaman yang cukup pahit baik bagi suami maupun istri. Menyadari kecakapan komunikasi dalam rumah tangga memegang peranan penting dalam menentukan kebahagiaan rumah tangga, maka peneliti berminat untuk mengkaji dan mengetahui lebih lanjut mengenai komunikasi yang terjadi pada pasutri terutama pasutri kristiani yang mengalami konflik serius dalam rumah tangganya

  home) , namun walaupun begitu mereka tidak bercerai dan masih tinggal dalam satu rumah (broken home semu).

  B. Rumusan Masalah

  Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah “Bagaimana komunikasi yang terjadi pada pasangan suami-istri Kristiani yang broken home?”

  C. Batasan Penelitian

  Pembatasan studi pada penelitian ini adalah jenis/ragam komunikasi penyebab keretakan hubungan pasutri yang seperti apa saja yang menyertai subjek dalam berkomunikasi dengan pasangannya.

  D. Tujuan Penelitian

  Penelitian yang dilakukan melalui tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang terjadi dalam pasangan suami istri kristiani yang mengalami broken home.

  E. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis

  a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wacana yang berkaitan dengan ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Komunikasi yang memfokuskan pada permasalahan komunikasi dalam keluarga.

  b. Dapat digunakan sebagai literatur dalam pelaksanaan penelitian yang relevan di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

  Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

  a. Pasangan suami istri yang sering timbul perselisihan/pertengkaran, dikarenakan kesenjangan komunikasi atau pola komunikasi yang dipakai kurang tepat agar di kemudian hari mereka mampu berkomunikasi dengan baik agar dapat terbina keharmonisan dan keserasian antara suami istri.

  b. Pasangan muda-mudi kristiani, agar mereka dapat lebih mempersiapkan diri sebelum memasuki jenjang pernikahan, terutama dalam hal berkomunikasi karena komunikasi merupakan salah satu kunci pokok terciptanya pernikahan yang bahagia.

  c. Pasangan Suami-istri Kristiani dan calon pasangan suami-istri agar mereka dapat menghindari komunikasi yang dapat menyebabkan keluarga yang

  broken home .

  3. Manfaat Umum Agar penelitian ini mampu memberikan khasanah yang lebih terutama bagi pasangan suami-istri yang sering timbul perselisihan/pertengkaran. Penelitian ini diharapkan agar mereka mengetahui bahwa komunikasi yang di anggap sebagai hal yang biasa, sepele dan sama sekali tidak berpengaruh apapun sebenarnya merupakan salah satu kunci untuk mewujudkan keharmonisan dan keserasian dalam membina rumah tangga yang harmonis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KELUARGA KRISTIANI BROKEN HOME 1. Pengertian Keluarga Keluarga menurut Vembriarto (1982) merupakan kelompok sosial yang

  kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Hubungan sosial diantara anggota keluarga tersebut relatif tetap, didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan/atau adopsi serta dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1982), keluarga terdiri dari ibu, bapak dengan anak-anaknya atau orang seisi rumah yang menjadi tanggungan atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.

  Ciri khas dari suatu keluarga menurut Mc Iver & Page (1952) adalah: adanya tanggung jawab dari suami dan istri terhadap kehidupan ekonomi dan sosial dari keturunannya, adanya tempat kediaman yang sama, didasarkan atas ikatan emosional antara suami-istri maupun dengan anak-anak terhadap orangtuanya dan adanya hubungan kekeluargaan.

  Dengan demikian keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan interpersonal, dimana masing-masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain; antara ayah dan ibu (suami-istri); maupun antara anak dan orang tua. Sistem interaksi antar pribadi (interpersonal) tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut ayah ibu anak anak

  Gambar 1. Sistem Interaksi antar anggota keluarga Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa masing-masing anggota mempunyai jumlah hubungan yang sama terhadap anggota lainnya.

  Kemungkinan jumlah antar aksi anggota keluarga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : X = Y² - Y

  2 Keterangan : X = jumlah hubungan Y = jumlah anggota keluarga

  Seandainya gambar diatas kita hitung (mempunyai 4 anggota keluarga) maka akan kita dapati jumlah hubungan dalam keluarga tersebut adalah 6 sedangkan jika dalam suatu keluarga belum mempunyai anak, maka hubungan yang terjadi antara pasangan suami-istri yang membentuk sebuah keluarga adalah 1, yaitu hubungan timbal-balik antara pasangan suami istri itu sendiri.

  Bisa disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan kecil orang-orang suami istri dan atau tanpa anak, mempunyai sistem jaringan interaksi yang bersifat interpersonal, dimana masing-masing anggota keluarga mempunyai intensitas hubungan satu sama lain. Keluarga juga mempunyai ciri dimana ada tanggung jawab dari pasangan suami istri terhadap kehidupan ekonomi dan sosial keluarganya. Sebuah keluarga didasarkan atas adanya ikatan emosional baik antara suami dan istri maupun dengan anak-anak (jika mempunyai anak) dan antara anak dengan orang tuanya, sehingga di dalam keluarga timbul suasana saling mengasihi satu sama lain, adanya rasa memiliki dalam keluarga dan juga rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.

2. Keluarga Kristiani

  Bagi orang kristiani, pernikahan antara pria dan wanita bukanlah suatu kebetulan, juga bukan merupakan kontrak antara pria dan wanita yang ingin hidup bersama saja, melainkan suatu panggilan yang berasal dari Allah sendiri. Dengan kata lain, dalam perkawinan Kristiani, Tuhan ikut campur di dalamnya, Tuhan yang mempersatukan mereka berdua dan menginginkan agar cinta mereka berdua semakin berkembang dan membahagiakan.

  Tujuan perkawinan kristiani bukan hanya untuk mencari kesenangan, melainkan untuk saling melengkapi, menyempurnakan dan membahagiakan satu sama lain dalam kasih Tuhan yang telah menyatukan pasangan. Kebahagiaan ini bukan hanya untuk berdua saja melainkan juga harus berkembang demi kebahagiaan seluruh keluarga dan keluarga-keluarga yang lain (Gilarso, 1996). Maksud Tuhan dengan perkawinan adalah agar pria dan

  “ekslusif” (satu dengan satu = monogami) dan untuk seumur hidup (tak terceraikan).

  Adapun ciri-ciri perkawinan Kristiani menurut Gilarso (1996), adalah:

  1. Monogami Seorang suami selayaknya hanya mempunyai satu istri saja, demikian pula istri mempunyai satu suami saja. Dengan demikian, cinta mereka penuh dan utuh serta tak terbagi. Hal itu juga mencerminkan prinsip bahwa pria dan wanita mempunyai martabat yang sama.

  2. Tak terceraikan Dalam perkawinan, suami dan istri telah mempersatukan diri dengan bebas, bahkan disatukan oleh rahmat Tuhan sendiri. Cinta sejati adalah cinta yang setia dalam keadaan bagaimanapun juga. Perceraian membuktikan bahwa suami dan istri gagal mengembangkan cinta yang sejati.

  3. Terbuka bagi keturunan Suami dan istri diharapkan bersedia mempunyai anak, bila Tuhan memberikannya. Adapun jumlah dan jarak kelahiran anak perlu direncanakan bersama dengan bijaksana. Segala bentuk penguguran harus ditolak dengan tegas, karena jelas-jelas merupakan sikap menolak keturunan yang sudah ada.

  4. Keluarga Kristiani adalah “Gereja mini” Artinya adalah persekutuan dasar iman dan tempat persemaian iman sejati.

  Maka dalam keluarga kristiani, pertama-tama diharapkan agar tetapi lebih pada sikap atau penghayatan agama, yang diwujudkan dalam usaha untuk menjaga suasana kedamaian, kerjasama dan kerukunan dalam keluarga. Dengan demikian, Tuhan sendiri akan hadir ditengah-tengah keluarga untuk membawa keselamatan dan rahmat-Nya.

  Suami dan istri Kristiani diberi tugas oleh Gereja (dan Negara) untuk membangun keluarga yang penuh dengan cinta kasih agar dapat mendidik generasi muda dengan baik serta ikut membangun masyarakat dan ikut membangun Gereja. Maka, mereka pertama-tama diharapkan aktif meneguhkan iman mereka sendiri dengan membina hidup rohani keluarganya sendiri (berdoa bersama, mengikuti ibadah di gereja, dsb), serta mendidik anak-anak dalam sikap beriman yang benar. Juga menjadi saksi Kristus dengan cara aktif ikut mengambil bagian dalam kegiatan umat beriman.

  Jadi keluarga kristiani dapat juga didefinisikan sebagai persatuan antara pria dan wanita yang telah disatukan oleh kasih Kristus dalam ikatan pernikahan yang suci dan kudus, maka diharapkan pula dalam membina hidup rumah tangganya mereka juga dapat memancarkan kasih, baik terhadap pasangannya maupun terhadap sekitarnya. Keluarga Kristiani juga memperlihatkan cirri: monogami, tak terceraikan, terbuka bagi keturunan dan merupakan gereja mini.

3. Keluarga Broken Home

  Menurut Gilbert dan Reindalumoindong (2003) definisi broken home teladan. Bisa jadi mereka bercerai, pisah ranjang atau terjadi keributan yang terus menerus dalam keluarga.

  Ada 5 ruang dimana keretakan dalam suatu pernikahan itu dapat terjadi menurut Andu (2005). ruang pertama, terletak ruangan dimana hubungan antara pasangan suami dan istri mulai renggang. Konflik, perselisihan,ketidak cocokan mewarnai ruangan pertama ini. Dan jika disini tidak terselesaikan, maka suami-istri akan masuk keruangan kedua dimana terdapat suasana yang ‘kering’. Tidak ada lagi hubungan emosional antara pasangan suami-istri.

  Jika disini tidak terselesaikan juga, maka masuklah pasangan itu kedalam ruang ketiga, yaitu dimana pasangan suami dan istri mulai terpisah secara fisik. Jika suami tidur dikamar utama, maka si istri akan tidur ditempat yang lain atau jika suami bekerja diluar kota maka si istri tidak akan ikut bersama suaminya melainkan memilih tinggal sendiri di kota yang berbeda. Jika mereka masih juga tidak menyelesaikan masalah, maka pasangan suami istri ini akan terseret lebih jauh lagi kedalam ruangan keempat dimana antara suami dan istri akan sangat menderita karena mereka seperti dua orang asing yang berada dalam satu rumah (mengalami keterpisahan). Akhirnya, ruang yang kelima akan terbuka lebar, yaitu perpisahan.

  Jika sejak awal (ruang pertama) mereka segera menyelesaikan konflik, mereka tidak akan mengalami perpisahan (ruang kelima). Ada beberapa hal yang menghambat suami dan istri untuk segera menyelesaikan permasalahannya, yaitu ketergantungan suami terhadap istri atau sebaliknya, masih terperangkap dengan masa lalu dan menyalahkan faktor luar. Suami berdua terus menerus malakukan hal-hal yang makin dapat melukai kedua belah pihak, seperti menguasai, selalu membanding-bandingkan pasangannya dengan orang lain, lebih mengasihi anak daripada pasangan (jika sudah memilki anak) dan mempunyai impian-impian yang berbeda tanpa berusaha menyatukannya (Andu, 2005).

  Keluarga berantakan adalah keluarga yang integritas, hubungan akrab dan solidaritasnya telah rusak oleh adanya ketegangan dan konflik (KBBI, 1982).

  Keluarga retak, lagi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1982), adalah keluarga dimana hubungan antara ayah dan ibu serta anak-anaknya tidak harmonis.

  Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1982), cerai atau pisah adalah putusnya hubungan sebagai suami dan istri selagi mereka masih hidup.

  Sedangkan bercerai atau berpisah adalah tidak bercampur atau tidak berhubungan atau tidak bersatu. mulai terpisah secara fisik.

  Dari pengertian-pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa keluarga broken home adalah keluarga dimana hubungan antara pasangan suami dan istri mulai renggang, mulai terjadi banyak konflik, perselisihan dan ketidak cocokan. Dalam kehidupan rumah tangganya mulai terdapat suasana yang ‘kering’, tidak ada lagi hubungan emosional antara pasangan suami istri, mereka mulai akan sangat menderita karena mereka seperti dua orang asing yang berada dalam satu rumah (mengalami keterpisahan) bahkan pasangan suami dan istri ini mulai memisahkan diri secara fisik. Keluarga broken home juga dapat didefinisikan sebagai keluarga yang hubungannya sudah tidak

4. Keluarga Kristiani Broken Home

  Kekacauan keluarga kristiani dapat ditafsirkan juga sebagai “pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka secukupnya” (Goode, 1961). Menurut definisi ini maka macam utama kekacauan keluarga kristiani adalah sebagai berikut : 1} Ketidaksahan

  Ini merupakan unit kelurga yang tidak lengkap, merupakan salah satu bentuk kegagalan peran lainnya dalam keluarga, dikarenakan si suami ‘tidak ada’ (tidak berperan sebagaimana mestinya sebagai kepala keluarga) dan mengakibatkan ia tidak menjalankan tugasnya (kewajibannya) seperti apa yang ditentukan oleh masyarakat pada umumnya atau oleh si istri.

  2} Pembatalan, perpisahan perceraian dan meninggalkan terpecahnya keluarga disini disebabkan karena salah satu atau kedua pasangan tersebut memutuskan untuk saling meninggalkan dan dengan demikian otomatis berhenti melaksanakan kewajiban dan perannya sebagai suami ataupun istri. 3} “keluarga selaput kosong”

  Disini anggota-anggota keluarga tetap tinggal bersama dalam satu rumah tetapi tidak saling menyapa, tidak terjalin komunikasi diantara mereka ataupun saling menjalin kerjasama satu dengan yang lainnya dan terutama gagal memberikan dukungan secara emosional satu kepada yang lain.

  4} Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan Beberapa keluarga terpecah karena si suami atau si istri telah meninggal, dipenjara atau terpisah dari keluarga karena perang, depresi atau malapetaka lain. 5} Kegagalan peran penting yang ‘tak diinginkan’

  Malapetaka dalam keluarga mungkin mencakup penyakit mental, emosional atau badaniah yang parah. Seorang anak terbelakang mentalnya atau seorang suami atau istri mungkin menderita penyakit jiwa. Penyakit yang parah dan terus menerus mungkin juga dapat menyebabkan kegagalan dalam keluarga dan dalam menjalankan kewajiban dan peran utamanya.

  Jadi keluarga kristiani broken home dapat juga didefinisikan sebagai persatuan antara pria dan wanita yang telah disatukan oleh kasih Kristus dalam ikatan pernikahan yang suci dan kudus serta mempunyai ciri: monogami, tak terceraikan, terbuka bagi keturunan dan merupakan gereja mini, namun dalam kenyataannya hubungan mereka ternyata mulai renggang, mulai terjadi banyak konflik, perselisihan, ketidak cocokan, dalam kehidupan rumah tangganya mulai terdapat suasana yang ‘kering’ dan tidak ada lagi hubungan emosional antara pasangan suami istri. Hal ini mengakibatkan mereka mulai menderita karena mereka seperti dua orang asing yang berada dalam satu rumah (mengalami keterpisahan) bahkan mulai memisahkan diri secara fisik.

B. KOMUNIKASI KELUARGA 1. Pengertian Komunikasi

  Secara luas, komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar, untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima (Johnson dalam Supratiknya, 1995).

  Lebih lanjut, Rogers dan Chaemaker dalam Mardikanto (1988) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana semua partisipan atau pihak-pihak yang berkomunikasi saling menciptakan, berbagi, menyampaikan dan bertukar informasi antara satu orang dengan orang lainnya dalam rangka mencapai suatu pengertian bersama. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

  

Komunikator Pengertian Bersama Komunikan

  Gambar 2. Proses Komunikasi Dengan demikian, komunikasi sedikitnya memerlukan dua pihak.

  Antara komunikan (sender) dan komunikator (receiver), kalau Istri, misalnya, berbicara kepada Suami, maka Istri adalah pengirim pesan (sender) dan Suami adalah penerima pesan (receiver). Dalam komunikasi tersebut terjadi hubungan timbal balik antara komunikator dengan komunikan antara komunikan dan komunikator terjadi saling pengertian dan pemahaman

  Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana satu atau dua orang ataupun lebih melakukan interaksi untuk dapat saling berbagi, menyampaikan dan bertukar informasi antara satu orang dengan orang lainnya baik secara verbal maupun non verbal antara komunikan dan komunikator sehingga terjadi hubungan timbal balik untuk mencapai suatu tujuan bersama dan terjadi saling pengertian bersama.

2. Komunikasi dalam Keluarga Dalam keluarga, pertama kali interaksi dan komunikasi terjadi.

  Komunikasi dalam keluarga sangatlah penting, karena komunikasi merupakan dasar dari keseluruhan interaksi antar anggota keluarga. Komunikasi dalam keluarga ternyata mempunyai beberapa ciri yang dapat menyelaraskan kehidupan dalam suatu keluarga, ciri tersebut dimaksudkan agar masing- masing anggota keluarga dapat semakin memahami satu dengan yang lain. Menurut Wahlroos (1988), ciri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi non-verbal

  Dalam komunikasi keluarga, terdapat dua cara berkomunikasi, yaitu : berkomunikasi secara verbal dan nonverbal. Komunikasi nonverbal ternyata mempunyai pengaruh yang cukup kuat jika digunakan bersama dengan komunikasi verbal (Liliweri, 1994). Komunikasi nonverbal atau yang lebih dikenal dengan perilaku dan ekspresi akan banyak menimbulkan masalah jika antara pasangan suami istri tidak mencoba memahami pesan dari perilaku atau sikap atau apakah sikap atau perilaku

  b. Adanya komunikasi yang positif

  Yang dimaksud dengan komunikasi yang positif dalam hal ini adalah setiap komunikasi yang memperlihatkan perhatian terhadap orang lain yang dapat mendorong perkembangan potensinya dan yang cenderung untuk membuat kepercayaan dirinya bertambah.

  c. Adanya komunikasi yang spesifik

  Dalam hal ini Komunikasi yang jelas dan spesifik maksudnya adalah apa yang menjadi persoalan atau masalah dalam rumah tangga harus disampaikan sesuai dengan kenyataan yang terjadi tanpa berusaha untuk mencari-cari kesalahan pasangannya dan juga agar tetap konsisten pada topik yang menjadi masalah. Usaha untuk mencari kesalahan pasangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, dendam, dan ketidaksenangan pada pasangannya.

  d. Adanya pernyataan yang realistis dan masuk akal

  Dalam hidup berdua dengan pasangan, seringkali terdengar pasutri mengatakan atau bahkan menceritakan sesuatu dengan sedikit berlebihan, hal ini harus diperhatikan karena bisa muncul menjadi kebiasaan dalam pemecahan masalah. Ada kecenderungan untuk melebih-lebihkan masalah yang terjadi. Dalam hal ini, masalah harus dijelaskan sesuai dengan realitas yang ada dengan pernyataan yang tidak berlebihan, atau jika punya dugaan tentang masalah harusnya diungkapkan dengan alasan kuat, bukti nyata dan masuk akal, tidak saling menuduh dengan pernyataan yang tidak masuk akal.

  e. Pengujian suatu pengandaian diri terhadap orang lain secara lisan

  Pentingnya menguji pengandaian tidak dapat diabaikan, karena sebagian besar konflik, rasa benci dan kadang-kadang dapat disebabkan oleh pengandaian yang belum diuji atau belum dimintakan penjelasannya. Seringkali dalam diri seseorang akan timbul pengandaian tentang suatu hal berkenaan dengan orang lain. Oleh karena itu, setiap kali muncul pengandaian tentang pasangan kita, pengandaian itu haruslah diungkapkan atau dipertanyakan kepada pasangannya sehingga tidak terjadi konflik dalam rumah tangga.

  f.

  

Pengakuan bahwa setiap kejadian dapat dilihat dari sudut pandangan

yang berbeda-beda

  Suami atau istri biasanya merasa terancam jika pasangannya tidak setuju dengan pendapatnya dan menganggap sikap demikian itu sebagai suatu sikap yang “kurang ajar” atau tidak menghormati, walaupun dalam pemilihan kata atau nada suara, mereka tetap hormat. Suami atau istri semacam ini lebih suka marah kepada pasangannya daripada membicarakan perbedaan pandangan mereka. Perbedaan pendapat antara suami dan istri harusnya dapat diterima dengan baik, dipertimbangkan dan dibicarakan secara tuntas. Hal ini bisa dilaksanakan dalam musyawarah keluarga, dimana dalam musyawarah keluarga akan tercipta pemahaman akan masing-masing pihak.

  g. Adanya komunikasi yang konstruktif

  Dalam keluarga seharusnya antara suami dan istri dibiasakan interaksi komunikatif dimana terdapat pertukaran gagasan dan perasaan, menghormati hak orang lain, mengemukakan pendapat dengan tidak memotong pembicaraan lawan bicara ketika ia sependapat maupun tidak sependapat, sehingga tercapai saling pengertian. Akan lebih baik jika pasangan suami istri bertindak masuk akal, yaitu mengutarakan kemarahannya secara jujur dan menyebutkan alasan kemarahannya.

  h.

  

Adanya tenggang rasa, penuh perhatian, sopan dan hormat terhadap

anggota keluarga dan perasaan-perasaannya

  Tenggang rasa adalah pendekatan pada orang lain melalui komunikasi yang jujur dan terbuka, tetapi tetap memperlihatkan rasa hormat terhadap perasaan-perasaan orang lain dan menjaga agar jangan sampai melukai hatinya secara tidak perlu. Tenggang rasa berarti memahami perasaan-perasaan orang lain pada saat mendengarkannya berbicara. Tenggang rasa akan terwujud jika ada rasa hormat dan peka pada apa yang dirasakan oleh orang lain.

i. Adanya alasan yang rasional

  Dalih adalah suatu pernyataan yang menyembunyikan alasan sebenarnya atau menghindari pernyataan mengenai alasan yang sebenarnya. Dalam berkomunikasi seharusnya dalih tidak digunakan tetapi sikap jujur dan terbuka sebagaimana syarat komunikasi yang baik.

  j. Ada kemauan untuk belajar mendengar Mendengar adalah hal yang paling penting dalam komunikasi.

  Mendengar bukan berarti hanya diam ketika pasangan atau lawan bicara tepat bagi isi pembicaraannya. Cara yang efektif yang dapat digunakan untuk berbicara pada pasangan agar ia dapat mendengarkan secara aktif adalah dengan meminta umpan balik dari pasangan. Gordon dalam Wahlroos (1988) menyatakan bahwa mendengarkan adalah hal yang penting dan sulit dilakukan. Suami/istri seharusnya mau mendengarkan apa yang menjadi kesulitan pasangannya dan bukan malah menasehatinya secara berlebihan atau bahkan menentang bila ada hal-hal yang tidak disukainya.

3. Komunikasi Interpersonal

  Salah satu faktor penting untuk menciptakan suasana keluarga yang hangat dan akrab tanpa mengurangi arti penting faktor lainnya adalah

  komunikasi interpersonal . Pada komunikasi interpersonal, dibutuhkan keterlibatan secara intensif dari orang-orang yang melakukan komunikasi.

  Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa

  orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana, 2003) . Dua orang yang terlibat dalam komunikasi interpersonal akan saling terlibat dalam dialog yang terbuka, jujur dan hangat. Pentingnya komunikasi interpersonal dalam keluarga ditekankan oleh Laswell (1982), bahwa tanpa adanya komunikasi interpersonal dalam keluarga menjadikan para anggota keluarga merasa terasing, kesepian, tidak dihargai dan merasa tidak diterima. dalam komunikasi interpersonal akan saling terlibat dalam dialog yang terbuka, jujur dan hangat. Komunikasi dalam keluarga juga mempunyai beberapa ciri, yaitu adanya kemauan untuk belajar mendengar, adanya alasan yang rasional, adanya komunikasi non-verbal, adanya komunikasi yang positif, adanya komunikasi yang spesifik, adanya pernyataan yang realistis dan masuk akal, adanya pengujian tentang suatu pengandaian diri terhadap orang lain secara lisan, adanya pengakuan bahwa setiap kejadian dapat dilihat dari sudut pandangan yang berbeda-beda, adanya komunikasi yang konstruktif, adanya tenggang rasa, penuh perhatian, sopan dan hormat terhadap anggota keluarga dan perasaan-perasaannya.

  

C. KOMUNIKASI DALAM KELUARGA KRISTIANI YANG BROKEN

HOME

  Hidup bersama dan membangun sebuah keluarga Kristiani juga berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi adalah kunci menuju keluarga yang bahagia. Tidak hanya suami dan istri saja melainkan juga anak-anak pun akan merasakan kebahagiaan dalam keluarganya bila komunikasi antar anggota keluarga terjalin dengan baik. Sikap dasar ialah “mau mengerti” dan “mau menerima”.komunikasi yang seperti inilah yang efektif dapat memperkuat hubungan pasangan suami istri.