IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP BUDI PEKERTI SISWA SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20162017 SKRIPSI
IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME
TERHADAP BUDI PEKERTI SISWA SMK ISLAM
SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
TAMARA ISLAMI DIANI RAKASIWI
NIM. 111-13-057
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
ً قُوا أَنفُ َس ُك ْم َوأَهْ لِي ُك ْم َن...
ارا
“ Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
(Q.S At-Tahrim: 6)
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk:
1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai bapak Kasim dan
ibu Marliah atas perjuangannya banting tulang, kalimah do‟a dan seluruh
pengorbanannya
telah
mengukir
segala
asa,
cita
dan
harapan
membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran serta memberikan
segalanya baik moral maupun spiritual bagi kelancaran studyku
senantiasa Allah meridhoinya.
2. Keluarga besarku yang selama ini mendukung penuh setiap langkah juga
memfasilitasi segala apa yang aku butuhkan.
3.
Kepada Mr. N yang selalu siap membantu problema skripsi dan hati ini.
4. Teman-temanku yang memberikan canda tawanya untuk menghiburku
saat jenuh menghampiri.
5. Kepada keluarga besar SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga yang
berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Kepada pihak FC yang memfasilitasi dalam penyelesaian skripsi.
7. Kepada keluarga besar Perpustakaan di Salatiga.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya. Sholawat dan salam tercurah kepada khotamul anbiya Muhammad
SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Skripsi yang berjudul “ Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap
Budi Pekerti SiswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran
2016/2017” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Stara Satu (S.1) pada fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan
Pendidikan Agama Islam Negeri Salatiga.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
juga arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini
dapat terselesaikan. Oleh karna itu penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada:
1. Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI
4. Imam Mas Arum, M.Pd selaku dosen pempimbing skripsi yang dengan tulus,
ikhlas membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
5. Drs. Abdul Syukur, M.Si selaku pembimbing akademik.
6. Segenap Dosen dan karyawan IAIN Salatiga.
viii
ix
ABSTRAK
Tamara Islami Diani Rakasiwi. 2017.Implikasi Keluarga Broken Home
Terhadap Budi Pekerti SiswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum M.Pd.
Kata Kunci : Budi pekerti, keluarga broken home.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui dampak broken home
terhadap budi pekerti siswa. Pertanyaan yang ingin di jawab melalui penelitian ini
adalah (1) Bagaimana kondisi keluarga siswa broken home SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017? (2) Bagaimana budi pekerti siswa
dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun
Pelajaran 2016/2017? (3) Sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap
budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran
2016/2017?. Dengan demikian, tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui kondisi keluarga broken home siswaSMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017. mengetahui budi pekerti
siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun
pelajaran 2016/2017. mengetahui implikasi keluarga broken home terhadap budi
pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan
bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dan penelitian ini meliputi sumber
primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi
sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1)kondisi keluarga broken home dari
siswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga memiliki kondisi berbeda.
Diantaranya terdapat keluarga yang tidak harmonis, Keluarga yang mendua,
keluarga kacau, keluarga yang bercerai. (2)Sedang budi pekerti siswa broken
home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga dikategorikan dalam 2 bentuk, yaitu
budi pekerti baik dan budi pekerti tidak baik. (3) Dan implikasi keluarga broken
home terhadap budi pekerti siswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
memberikan dampak negatif dan positif. Diantaranya membuat anak menjadi
tidak menurut dengan orang tuanya, menjadi tidak percaya diri dan takut untuk
keluar, membuat anak tidak mau lagi melaksanakan kebiasaan yang dilakukan
sebelum broken home, membuat anak menjadi kekurangan kasih sayang,
membuat anak mudah mendapatkan pengaruh buruk lingkungan, membuat anak
menjadi mandiri.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN BERLOGO ..............................................................................
ii
NOTA DINAS PEMBIMBING ....................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
v
MOTTO ........................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN ..........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR………………………………………… ...................
viii
ABSTRAK………………………………………… .....................................
x
DAFTAR ISI………………………………………… ..................................
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................
7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
8
D. Kegunaan Penelitian ....................................................................
8
E. Penegasan Istilah .........................................................................
9
F. Langkah-langkah Penelitian ........................................................
11
G. Sistematika Penulisan ……………………………………….. ...
18
BAB II Kajian Pustaka
A. Penegasan Arti Keluarga .............................................................
21
B. Broken Home................................................................................
30
C. Mengatasi Konflik Keluarga .......................................................
40
xi
D. Pendidikan Dalam Keluarga………………………………… ....
43
E. Budi Pekerti..................................................................................
45
F. Penelitian Terdahulu....................................................................
52
BAB III Pelaksanaan Penelitian
A. Paparan Data ……………..................................................... ......
55
1. Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah........………………... ...........
55
2. Letak Geografis…............................................................... ...........
56
3. Identitas Sekolah....................................…………………. ...........
56
4. Data Lengkap… .............................................................................
57
5. Kontak Sekolah ..............................................................................
57
6. Visi Misi dan Tujuan......................................................................
57
7. Data Siswa dan Guru......................................................................
60
8. Struktur Organisasi........................................................... .............
62
B. Temuan Penelitian........................................................................
63
1. Kondisi Keluarga Broken Home .....……………………… .........
63
2. Budi Pekerti Siswa Broken Home………………………… ..........
67
3. Implikasi Keluarga Broken Home. .................................................
69
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kondisi Keluarga Broken Home ..................................................
73
B. Budi Pekerti Siswa Broken Home ................................................
77
C. Implikasi Keluarga Broken Home......................................... .......
79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................
xii
84
B. Saran ............................................................................................
85
C. Penutup.........................................................................................
86
Daftar Pustaka ................................................................................................
87
Riwayat Hidup Penulis..................................................................................
98
Pedoman Wawancara.....................................................................................
90
Foto................................................................................................................
92
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah suatu ikatan kehidupan bersama antara pria dan
wanita yang dihalalkan Allah Swt. untuk mendapatkan kebahagiaan dan
kesejahteraan serta anak keturunan yang shalih dan shalihah. Begitu juga
perkawinan adalah hal yang naluriyah dan ibadah, sebagai cermin pergaulan
manusia dan melaksanakan perintahNya (Basri, 2004: 130). Suami istri yang
menjadi faktor utama suatu perkawinan seharusnya memiliki kesadaran dan
tanggung jawab dan kewajiban-kewajibannya dalam menanggapi hikmah dan
tujuan yang luhur. Kedua pasangan suami istri bukan saja diletakkan atas
dasar dorongan seksual yang menggebu-gebu dan perasaan cinta yang buta.
Akan tetapi didasari pemikiran dan persiapan yang masak serta kedewasaan
yang sesungguhnya.
Kesadaran yang paling penting untuk membina dan melestarikan
perkawinan, bukan hanya terletak di bahu warga yang sedang berlayar
terutama adalah dipuncak kedua pemimpin bahtera kehidupan tersebut, yakni
suami dan istri yang bertanggung jawab akan kelestariannya. Suami atau istri
yang memiliki sifat-sifat kepribadian yang tidak simpatik dan tetap
membangkang dalam kehidupan keluaraga mudah menimbulkan kebosanan
bagi orang lain. (Basri, 2004: 76) memberikan teori bahwa faktor kedewasaan
yang mencangkup fisik, mental dan sosial perlu mendapatkan perhatian
seseorang sebelum melangsungkan perkawinan. Sebab, dalam perkawinan
mereka diharapkan berkemampuan dalam menghadapi dan menyelesaikan
persoalan demi persoalan secara baik. Kedewasan akan memberikan daya
guna dan perwujudanya cukup dalam hal pertanggung jawab dan kemasakan
akal pikiran. Oleh karena itu, suami istri yng telah dewasa diharapkan mampu
bertindak dan dapat berhati-hati serta mempertimbangkan manfaat dan
mudharat dari suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukannya.
Keluarga akan terhimpun dari beberapa anggota yang terdiri dari pria
dan wanita yang usianya berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan ini akan
menyebabkan adanya perbedaan dalam pemikiran, keinginan, kebiasaan dan
tingkah laku. Kemampuan menghadapi setiap perbedaan sehingga tidak
menggoyahkan taraf kerukunan dan ketenangan hidup dalam keluarga yang
hanya mungkin dilakukan seseorang yang telah dewasa dalam arti
sesungguhnya.
Kehidupan berkeluarga yang didalamnya akan dijumpai bermacammacam persoalan ringan atau berat. Semua masalah memerlukan kedewasaan
dalam menghadapi dan menyeselsaikan persoalan. Selain itu diperlukan
keluasan ilmu pengetahuan, pengalaman, sifat tekun dan tabah serta sabar
dalam menghadapinya. Betapa banyak perkawinan yang telah gagal
disebabkan cara pengambilan keputusan yang mentah dan tekesan amat
tergesa-gesa dan akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari (Basri,
2004: 78).
Sebuah
keluarga
tidaklah
selalu
dalam
damai
dan
tenang
perkembangannya. Tidak jarang badai dan topan kemudian datang
2
menghampiri, menggoncang dan menguji taraf ketahanan badan dan mental
para pendirinya. Ada yang tidak tahan dan kuat menghadapi berbagai
gelombang ombak dan badai, hingga keluarga itu hancur berkeping-keping
dalam perceraian yang menyakitkan (Basri, 200: 135). Hubungan harmonis
diperlukan dalam sebuah keluarga baik antara sesama anggota keluarga
maupun antar anggota keluarga dengan masyarakat. Hubungan yang baik
maka akan terbina keluarga yang rukun dan damai, sehingga peranan orang
tua dalam pembinaan anak sebagai tunas bangsa berhasil dengan baik dan
makimal. Orang tua yang bijak hendaknya jangan salah tafsir terhadap anakanak yag sudah diserahkan kepada sekolah untuk dididik, bahwa seluruhnya
tanggung jawab sekolah, karenan kewjiban sekolah hanya membantu
keluarga dalam mendidik anak-anak, tentunya ketika berada di sekolah
(sahrani, 2011: 58).
Seseorang membentuk keluarga barangkali sangat mudah, namun tidak
demikian melestarikan dan mengupayakan keutuhannya. Membentuk
keluarga tidak semudah membangun istana, yang hanya perlu perangkat
materi yang bersifat kebendaan. Seseorang membangun keluarga berkualitas
sesuai tuntunan agama yag terdiri dari manusia yang saling berbeda sifat,
sikap, dan latar belakang kehidupannya. Pernikahan yang hanya dilandasi
pertimbangn seksual, kecantikan, kecerdasan, kekayaan, dan pekerjaan yang
mapan seringkali berantakan dan berakhir dengan masalah yang tidak
terselesaikan. Disebabkan pasangan suami istri yang tidak pandai merawat
cinta kasih yang ada, sehingga keharmonisan keluarga tidak tercapai.
3
Keharmonisan berasal dari kata harmonis, yang diartikan selaras, serasi
(Poerwadarminta, 1983: 347).
Keluarga harmonis merupakan wujud rumah tangga yang baik. Suami
yang menjadi kepala keluarga harus bisa menopang hidup keluarganya,
memberikan tempat tinggal yang layak, makanan, pakaian yang baik bagi
seluruh anggota keluarga. Demikian pula istri yang memiliki peran yang tidak
kalah penting. Dia harus bisa mendidik anak-anaknya dan mengurusi segala
keperluan rumah tangga. (Ayuningtyas, 2016: 8)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007: 390) bahwa
keharmonisan yaitu suatu keadaan yang harmonis, keselarasan dan keserasian
dalam rumah tangga yang perlu dijaga. (Basri, 1996: 111) memberikan teori
tentang keharmonisan keluarga, yaitu keluarga yang rukun berbahagia, tertib,
disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam
kebajikan, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling
menghormati, taat pada Allah, selalu melaksanakan ibadah, berbakti pada
yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan waktu luang
dengan hal yang positif dan masing-masing anggota kelurga merasakan
adanya ikatan batin, sehingga mempengaruhi, memperhatikan, menyerah diri,
melengkapi dan menyempurnakan serta mampu memenuhi dasar keluarga.
Telah di nyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 1992 pasal 1 ayat 11 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera, bahwa yang di maksud dengan keluarga
sejahtera adalah:
4
“keluarga yang di bentuk berdasarkan perkawinan yang sah mampu
memenuhi kebutuhan hidup yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota,
antara keluarga dan masyarakat”.
Tentang
broken home sendiri dapat dilihat dari dua aspek yaitu
keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari
kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai, juga orang tua tidak
bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu
sering tidak di rumah, atau tidak memperlihatkan kasih sayang lagi. Misalnya
orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara
psikologis.
Saat ini masalah pendidikan yang menyangkut akhlak, moral,
etika, tata krama dan budi pekerti luhur mencuat di permukaan, karena
banyak perilaku yang menyimpang melanda kehidupan masyarakat. Di
kalangan pelajar dan mahasiswa terjadi peristiwa-peristiwa menyimpang
antara
lain ketergantungan narkoba, pemerkosaan, keluhan orang
tua
mengenai kurangnya sopan santun remaja terhadap orang tua, tindakan
agresi (rusak/menyengsarakan) baik verbal maupun nonverbal yang dapat
dilihat
dari tayangan berita di televisi,
serta
terjadinya tawuran antar
individu maupun kelompok. Fenomena ini yang sering tergambar dalam
pola asuh dan pergaulan anak tidak terarah, serta arahan pendidikan yang
diberikan orang tua dan juga sekolah-sekolah negeri atau swasta pada
umumnya.
5
Di SMK Tingkir terdapat anak-anak yang berasal dari keluarga broken
home. Sebagian besar dari mereka tinggal di panti asuhan yang berada di
SMK tersebut, dan sebagian lagi ada yang tinggal bersama salah satu orang
tuanya atau keluarga yang lain. Berdasarkan pengalaman ketika PPL (Praktik
Pengalaman Lapangan) penulis menemukan beberapa anak yang mengalami
broken home namun tak seutuhnya menjadikannya pribadi yang anti sosial,
pemurung,
minder,
sedih,
membenci
orang
tuanya,
memberontak,
temperamental, berlaku kasar, acuh tak acuh, berperilaku tidak sopan, prestasi
yang menurun,kedangkalan spiritual, mudah terpengaruh lingkungan yang
kurang baik, seperti mulai mencoba merokok, minum-minuman keras, obatobatan terlarang sebagai pelarian baginya untuk mendapatkan kebahagiaan.
Namun ada pula yang memiliki kemapuan kognitif, afektif dan psikomotorik
yang baik.
Dari segi sosial sendiri siswa yang mengalami broken home tidak
semuanya menjadi siswa yang pendiam dan suka menyendiri, bahkan
kebalikan dari itu mereka sangat ramah terhadap lingkungan juga orang-orang
baru di sekitar mereka. Ketika mereka berhadapan dengan orang yang lebih
tinggi jenjang pendidikannya meskipun usia mereka lebih tua mereka tetap
sopan.
Dalam hal beribadah, siswa yang mengalami broken home malah
menjadi lebih aktif ketimbang siswa yang lainnya. Contohnya ketika
memasuki waktu sholat, maka siswa broken home segera pergi ke mushola
yang ada di lingkungan sekolah maupun lingkungan yayasan.
6
Meskipun sebagian besar siswa yang berlatar belakang broken
homememiliki budi pekerti yang baik, namun terdapat beberapa siswa yang
memiliki budi pekerti yang kurang baik, seperti suka merokok, melawan saat
di nasihati, tidak hormat terhadap orang tua dan lain sebagainya.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat di lihat bahwa tidak semua
siswa broken home menjadikannya pribadi yang terpuruk, suka membolos,
anti sosial, jauh dari Tuhan, tidur di kelas, membantah saat di ingatkan, dan
lain sebagainya.
Berdasarkan keadaan-keadaan di atas, maka penulis tertarik untuk
mengambil sebuah judul “ Implikasi Keluarga Broken Home terhadap
Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun
Pelajaran 2016/2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka yang menjadi
kajian rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi keluarga broken home siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017?
2. Bagaimana budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017?
3. Sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa
SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017?
7
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kondisi keluarga broken home siswa SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017.
2. Untuk mengetahui budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017.
3. Untuk mengetahui implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti
siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.
D. Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, penulis
membagi manfaat penelitian ini menjadi tiga poin, yaitu:
1. Bagi Penulis
a. Menambah pengetahuan tentang kondisi keluarga broken home.
b. Memberi gambaran langsung mengenai bagaimana budi pekerti siswa
dari keluarga broken home yang ada di SMK.
c. Sebagai sarana pengembangan pola pikir peneliti dalam bidang ilmu
pengetahuan.
2. Bagi Lembaga
a. Sebagai sarana kajian dalam ilmu pengetahuan
b. Memberi masukan pada kepala sekolah dan guru bahwasannya
pembinaan budi pekerti sangat penting bagi siswa broken home.
8
c. Sebagai sarana kajian pertimbangan bagi lembaga formal mauapun non
formal.
3. Bagi ilmu Pengetahuan
Dapat memberi manfaat secara teoristis tentang implikasi keluarga
broken home terhadap siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah ini dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas
kata-kata atau istilah kunci yang diberikan dengan judul penelitian
IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP BUDI PEKERTI
SISWA SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA TAHUN
PELAJARAN 2016/2017. Istilah-istilah tersebut meliputi:
1. Implikasi
Menurut para ahli implikasi adalah
konsikuensi atau akibat
langsung dari suatu penelitian.
2. Keluarga
Keluarga dalam UU No 10 Tahun 1992 adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya atau
ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Keluarga juga bisa di artikan
sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita,
perhubungan di mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan
dan membesarkan anak-anak. Keluarga merupakan satu kesatuan sosial
yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa (Ahmadi,
1985:75)
9
3. Broken home
Broken berasal dari kata break yang artinya keretakan, sedang
home mempunyai arti rumah atau rumah tangga. Jadi broken home adalah
keluarga atau rumah tangga yang retak (Hasan Shadily, 1996:81).
4. Budi Pekerti
Secara etimologis, istilah budi pekerti, atau dalam bahasa Jawa
disebut budi pakerti, dimaknai sebagai budi berarti pikir, dan pakerti
berarti perbuatan. Berangkat dari kedua makna kata budi dan pakerti
tersebut. Ki Sugeng Subagya (Februari 2010) mengartikan istilah budi
pakerti sebagai perbuatan yang dibimbing oleh pikiran; perbuatan yang
merupakan realisasi dari isi pikiran atau perbuatan yang dikendalikan oleh
pikiran.Budi pekerti dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah tingkah
laku, perangai, akhlak juga mengandung makna perilaku yang baik,
bijaksana dan manusiawi. Didalam perkataan itu tercermin sifat, watak
seseorang dalam perbuatan sehari-hari.
5. Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
Siswa SMK Islam Sudirman adalah siswa yang berasal dari
keluarga dengan berbagai kondisi, seperti keluarga religius (ayah dan
ibunya seorang pemuka agama, misal), keluarga ekonomi (mulai dari
menengah keatas sampai menengah kebawah). Siswa yang berada di SMK
Islam Sudirman memiliki berbagai macam keberagaman, seperti siswa
dengan berbagai prestasi dan siswa yang memiliki kenakalan.
10
F. Langkah-langkah Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan pada siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian
yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa dasarnya menyatakan
dalam keadaan sebenarnnya atau sebagaimana adanya (natural setting)
dengan tidak merubah dalalm bentuk simbol-simbol atau bilangan.
2. Metode Penelitian
Sedangkan
berdasarkan
sifat
masalahnya
penelitian
ini
menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode
penelitian yang berusaha mengambarkan dan menginterprestasikan obyek
sesuai dengan apa adanya. (Sukardi, 2003:157). Penelitian mengambarkan
Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti Siswa SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga.
Agar sasaran penelitian yang diterapkan dapat tercapai maka dalam
metode ini perlu adanya langkah-langkah yang sistematis, berencana yang
sesuai dengan konsep ilmiah. Sistematis artinya penelitian ini dilaksanakan
sesuai dengan kerangka tertentu, dari yang paling sederhana sampai
kompleks hingga tujuan tercapai secara efektif dan efesien. Berencana
artinya penelitian sudah dipikirkan sebelum pelaksanaan. Konsep ilmiah
artinya mulai dari awal sampai akhir kegiatan penelitian selalu mengikuti
cara-cara yang sudah ditentukan yakni berupa prinsip-prinsip yang
digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. (Suharsimi, 1996:17).
11
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga yang tepatnya terletak di Jl. Tingkir Karanggede, Tingkir Lor,
Tengaran, Kota Salatiga, Jawa tengah, Indonesia.
4. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber kita memperoleh keterangan
penelitian (Tatang M. Amirin, 1990:92). Sementara (Suharsimi Arikunto,
1997:122) adalah subjek yang diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian ini
sumber data utama penelitian adalah informan atau siswa yang mengalami
broken home, juga yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
5. Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat
penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang
diperoleh dari lapangan dengan mengamati dan mewawancarai. Peneliti
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara langsung
tentang Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Pendidikan Budi
Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga. Adapun sumber
data langsung peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan kepala
sekolah, guru, dan sampel siswa, keluraga, serta pengamatan.
12
b. Data Sekunder
Yaitu data yang di dapat dari sumber bacaan dan berbagai
macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan
dokumen resmi dan instansi. Peneliti menggunakan data sekunder ini
untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang telah
dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan.
6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dugunakan untuk memperooleh data
yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur atau
kepustakaan (library research) maupun data yang dihasilkan dari lapangan
(field research). Adapun metode pengumpulan data yang digunakan
sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan adalah alat pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik
gejala-gejala yang diselidiki. (Achmadi, 2005:70). Menurut Sukardi,
observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan salah
satu panca indera penglihatan sebagai alat bantu utamanaya untuk
melakukan pengamatan langsung, selain panca indera biasanya penulis
menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan antara lain
buku catatan, kamera, film proyek, check list yang berisi objek yang
diteliti dan lain sebagainya. (Sukardi, 2003:78) metode ini digunakan
13
untuk melihat langsung bagaimana keseharian pendidikan budi pekerti
siswa di sekolah maupun di panti asuhan (lingkungan sekolah).
b. Metode wawancara
Metode wawancara / interview adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewe) yang memeberikan jawaban atas pertanyaan
itu (Moleong, 2009:186). Peneliti akan melakukan wawancara dengan
kepala sekolah, guru, dan siswa SMK Islam dengan tujuan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel, baik berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
notulen rapat, dan sebagainya (Arikunto, 1989:30). Metode ini
digunakan untuk mendapatkan data siswa, profil dan sejarah sekolah
tersebut.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemuakan dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data (Moleong, 2009:208). Metode analisis data yang digunakan
adalah metode derkriptif.
14
Metode deskriptif yaitu metode analisis data yang berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. (Moleong, 2009:11). Metode ini
bertujuan untuk menyajikan deskripsi (gambaran) secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan fenomena
yang diselidiki.
Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada
dilapangan dengan cara mendeskripsiikan segala data yang telah didapat,
lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat dan akurat.
Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari wawancara dan dokumendokumen yang ada serta hasil observasi yang dilakukan.
Kemudian agar data yang diperoleh nanti sesuai dengan kerangka
kerja maupun fokus masalah, akan ditempuh tiga langkah utama dalam
penelitian ini, yaitu:
a. Reduksi
Reduksi
data
adalah
proses
memilih,
menyederhanakan,
memfokuskan, mengabstraksikan dan mengubah data kasar yang
muncul dari catatan-catatan lapangan. (Muhammad Ali, 1993:167)
reduksi data dimaksudkan untuk menentukan data ulang sesuai dengan
permasalahan yang akan penulis teliti. Mengadakan reduksi data yang
dilakukan dengan jalan abstraki yaitu usaha membuat rangkuman inti,
proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu. Data mengenai Implikasi
Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti Siswa SMK Islam
15
Sudirman Tingkir Salatiga diperoleh dan terkumpul, baik dari hasil
penelitian lapangan atau kepustakaan kemudian dibuat rangkuman.
b. Sajian Data
Sajian data (display data) adalah suatu cara merangkai data
dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk membuat kesimpulan
atau tindakan yang diusulkan. (Muhammad Ali, 1993:167)
Sajian data yang dimaksudkan untuk memilih data sesuai
dengan kebutuhan penelitian tentang Implikasi Keluarga Broken Home
Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga.
Artinya data yang telah dirangkum tadi kemudian dipilih,
sekiranya data mana yang diperlukan untuk penulisan laporan
penelitian.
c. Keabsahan Data
Dalam
tulisan
Moleong
(2009:173)
untuk
menetapkan
keabsahan (trustrowthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan.
Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu.
Ada tiga kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan
(credibility),
kebergantungan
(dependability)
dan
kepastian
(confirmability). Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik
sendiri-sendiri. Pada kriteria credibility menggunakan beberapa teknik
pemeriksaan yaitu perpanjangan, keikutsertaan, ketekunan pengamatan
16
dan triangulasi. Sedangkan kriteria kebergantungan dan kepastian
menggunakan teknik auditing.
d. Verivikasi Data
Verivikasi data atau menyimpulkan data yaitu penjelasan
tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas
menunjukan alur kausalnya, sehingga dapat diajukan proposisiproposisi yang terkait dengannnya. (Muhammad Ali, 1993:168).
Verifikasi data dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari
keseluruhan
proses
tahapan
analisis,
sehingga
keseluruhan
permasalahan mengenai bagaimana Implikasi Keluarga Broken Home
Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga. Sehiangga dapat dijawab sesuai dengan kategori data dan
permasalahan-permasalahannya, pada bagian akhir ini akan muncul
kesimpulan-kesimpulan yang mendalam secara komprehensif dari data
hasil penelitian. Jadi langkah terakhir ini digunakan untuk membuat
kesimpulan.
8. Tahap pra-lapangan
Dalam tahap ini, yang dialkukan peneliti adalah menyusun
rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan,
menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan
infoman dan menyiapkan perlengkapan penelitian.
17
9. Tahap pekerjaan lapangan
Pada tahap ini peneliti harus mempersiapkan diri dengan menjaga
kesehatan fisik, berpenampilan rapi dan sopan saat melakukan penelitian.
Ketika memasuki lapangan, hendaknya peneliti berbaur menjadi satu dan
menjaga keakraban dengan subyek agar tidak ada didinding pemisah
antara keduanya. Selain itu peneliti juga harus berbahasa yang baik dan
jelas agar dalam mencari informasi subyek mudah menjawabnya. Sambil
berperan serta, peneliti juga mencatan data yang diperlukan.
10. Tahap analisis data
Tahap analisis data menurut Patton dalam kutipan Moleong
(2009:103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dalam tahap analisis
ini peneliti mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberikan kode,
dan mengkategorikannya.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan peneliti susun dengan sistematika sebagai berikut:
1. Bagian awal
Bagian awal meliputi: Halaman sampul, pernyataan keaslian
tulisan, nota pembimbing, halaman pengesahan, motto, halaman
persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi.
2. Bagian Inti
Bagian inti terdiri dari beberapa bab, yaitu:
18
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini membahas beberapa sub bab, merupakan kajian pustaka
yang menyajikan tinjauan teoritik mengenai: pengertian broken home,
macam-macam broken home, faktor-faktor broken home, dampak broken
home, pengertian budi pekerti, pendidikan dalam keluarga, fungsi
pendidikan budi pekerti, hak-hak anak.
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENEMUAN
merupakan hasil penelitian yang meliputi gambaran umum lokasi dan
subyek penelitian serta penyajian data hasil penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN
Merupakan analisis tentang kondisi keluarga broken home siswa SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga, budi pekerti siswa dari keluarga broken
home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga, Sejauh mana implikasi
keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga.
BAB V PENUTUP
penutup yang berisikan kesimpulan, saran dan kata penutup.
3. Bagian akhir
19
Bagian akhir termuat lampiran, daftar rujukan, riwayat hidup
penulis.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penegasan Arti Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan
darah dan hubungan sosial, sebagaimana berikut:
a. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan
sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya.
Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan
menjadi keluarga besar dan keluarga inti.
b. Keluarga dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu
kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau
interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya,
walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga
berdasarkan dimensi hubungan sosial ini dinamakan keluarga
psikologis dan keluarga pedagogis (Sochib, 1998: 17).
David
mengutip
pendapat
dari
(Sochib,
1998:
20)
mengkategorikan keluarga dalam pengertian sebagai keluarga
seimbang, keluarga kuasa, keluarga protektif, keluarga kacau dan
keluarga simbiotis:
a. Keluarga seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh keharmonisan
hubungan (relasi) antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, serta ibu
21
dengan anak. Dalam keluarga ini orang tua bertanggungjawab dan
dapat dipercaya.
b. Keluarga kuasa lebih menekankan kekuasaan daripada relasi. Pada
keluarga ini anak merasa seakan-akan ayah dan ibu mempunyai buku
peraturan, ketetapan, ditambah daftar pekerjaan yang tidak pernah
habis.
c. Keluarga protektif lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari
perasaan satu sama lain. Dalam keluarga ini ketidakcocokan sangat
dihindari, karena lebih menyukai suasana kedamaian.
d. Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan selalu mendua.
Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah) dan kurang
peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan dan
diperlakukan secara kejam, karena kesenjangan hubungan antara
mereka dengan orang tua. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap
anak. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan.
e. Keluarga simbiotis dicirikan oleh orientasi dan perhatian keluarga yang
kuat, bahkan hampir seluruhnya terpusat pada anak-anak. Keluarga ini
berlebihan dalam melakukan relasi. Orang tua banyak menghabiskan
waktu untuk memikirkan dan memenuhi keinginan anak-anaknya.
Dalam kesehariannya, dinamika keluarga ditandai oleh rutinitas kerja.
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang
yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing
anggota merasakan adanya pertautan batin, sehingga terjadi saling
22
mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.
Sedangkan
dalam
pengertian
pedagogis,
keluarga
adalah
“satu”
persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua
jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan yang bermaksud untuk
saling menyempurnakan diri (Sochib, 1998: 17).
Menurut WJS. Poerwadarminta (1984: 471), keluarga adalah
sebagai sanak keluarga, kaum kerabat. Sedangkan Abu Ahmadi (1985: 75)
berpendapat bahwa, keluarga adalah sebuah group yang terbentuk dari
perhubungan laki-laki dan wanita. Perhubungan mana sedikit banyak
berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan (mengasuh) anakanak. Keluarga di sini merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa keluarga
adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat tinggal
yang biasa di sebut dengan sanak keluarga, kaum kerabat, group yang
antara lain mempunyai ikatan batin sehingga saling mempengaruhi, saling
memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.
2. Macam Kondisi Keluarga
Banyak sekali kondisi-kondisi keluarga yang justru menjadi hazard
(hancur) bagi setiap anggota keluarga yang dan tentunya beresiko bagi
tergangunya mental bagi para anggotanya.
Kondisi-kondisi keluarga yang dapat menjadi hazard (hancur)
diantaranya adalah :
23
a. Keluarga yang Tidak Fungsional
Keluarga yang tidak berfungsi menunjuk pada keadaan keluarga
tetap utuh (intake) terdiri dari kedua orang tua dari anak-anaknya.
Mereka masih menetap dalam satu rumah. Jadi strukturnya tidak
mengalami perubahan, hanya fungsional yang tidak berjalan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang utuh tetapi tidak
fungsional lebih berakibat buruk pada anak (Notosoedirjo, 2001: 23).
b. Perceraian dan perpisahan
Perceraian dan perpisahan karena berbagai sebab antara anak
dengan orang menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi
pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Kesimpulan umum dapat
dipetik bahwa perceraian dan perpisahan dapat berakibat buruk bagi
perkembangan kepribadian anak (Notosoedirjo, 2001: 122).
c. Perlakuan dan Pengasuhan
Perlakuan orang tua kepada anak berkaitan dengan apa yang
dilakukan orang tua atau anggota keluarga lain kepada anak. Apakah
dibiarkan (meghlect) diperlakukan secara kasar (violence) atau
dimanfaatkan secara salah (abuse), atau diperlakukan secara penuh
toleransi dan menciptakan iklim yang sehat. Semunaya mempengaruhi
perkembangan anak dan mungkin juga berpengaruh pada anggota
keluarga secara keseluruhan. Tindakan keluarga yang membiarkan
anak diperlukan secara kasar atau diperlakukan yang semestinya tidak
perlu, akan mempengaruhi perkembangan mental anak.
24
Kondisi keluarga yang “sehat” dapat meningkatkan kesehatan mental
anak dan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya, kondisi keluarga yang
tidak kondusif dapat berakibat gangguan mental bagi anak, diantaranya
adalah gangguan tingkah laku, kecemasan, minder, sedih, takut, bimbang,
sulit dan beberapa gangguan mental lainnyan (Notosoedirjo, 2001: 123).
3. Arti Keluarga Bagi Anak
Keluarga mempunyai arti yang penting bagi anak kehidupan
keluarga tidak hanya berfungsi memberikan jaminan makan kepad anak,
dengan demikian hanya meperhatikan perkembangan fisik anak,
melainkan juga memegang fungsi lain yang penting bagi perkembangan
mental anak, diantaranya adalah :
a. Sosiologi Anak
Anak bersosialisasi yaitu belajar dalam pergaulan, pertama-tama
dilakukan dalam keluarga. (Notosoedirjo, 2001: 198) Mengingat
pentingya peran keluarga bagi penyelesaian berbagai masalah yang
dihadapi anak, maka keluarga perlu menyediakan waktu untuk
berkumpul sambil minum dan makan bersama-sama yang disebut
family lable talk.
Jadi family table talk mempunyai peranan yang penting karena
dia tidak hanya memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengeluarkan keluhan-keluhannya juga memberikan bimbingan.
25
b. Tata Cara Kehidupan Keluarga
Tata cara kehidupan keluarga akan memberikan suatu sikap serta
perkembangan kepribadian anak yang tertentu pula. Kita akan
meninjau tiga jenis tata cara kehidupan keluarga, yaitu:
1) Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis
Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis itu membuat
anak mudah bergaul, aktif dn ramah tamah. Hal ini bukan berarti
bahwa anak bebas melakukan segala-galanya tanpa bimbingan dari
keluarganya (orang tua).
2) Tata cara kehidupan keluarga yang membiarkan
Keluarga yang sering membiarkan tindakan anak akan
membuat anak tidak aktif dalam kehidupan sosial dan dapat
dikatakan anak menarik diri dari kehidupan sosial. Hal ini anak
mengalami banyak frustasi dan mempunyai kecenderungan untuk
mudah membenci orang lain.
3) Tata cara kehidupan keluarga yang otoriter
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang otoriter ini
biasanya akan bersifat tenang, tidak melawan, tidak agresif dan
mempunyai tingkah laku yang baik. Anak akan selalu berusaha
menyesuaikan pendiriannya dengan kehendak orang lain (yang
berkuasa, orang tua).
26
Dengan demikian kreatifitas anak akan berkurang, daya
fantasinya juga kurang. Hal ini mengurangi kemampuan anak untuk
berfikir abstrak (Notosoedirjo, 2001: 201).
Dari tiga jenis tata cara kehidupan di atas Baldwin mengatakan
bahwa lingkungan keluarga yang demokratis merupakan tata cara
yang terbaik untuk memberikan kemampuan penyesuaian diri.
Namun demikian tata cara susunan keluarga ini kenyatannya
tidak terbagi secara tajam berdasarkan ciri-ciri keluarga, yaitu tata
cara kehidupan keluarga yang demokratis, membiarkan dan tata cara
kehidupan keluarga yang otoriter.
4. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak
Mengenai kewajiban seorang ayah dan ibu terhadap anak sudah
diatur dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah: 233 yang berbunyi :
ُ ََ الْ َُ ا ل ِ دَا
ض ْع هَ أ َ َْ ََل َد ٌ ُ َّه َح ُْ ل َيْ ِه َك ا ِم ل َي ْ ِه ۖ ل ِ َم ْه أ َ َر ا َد أ َ ْن ي ُت ِ َّم
ِ ت ي ُ ْر
ۚف
َ ال َّر
ِ َ ض ا َع ة َ ۚ ََ َع ل َى الْ َم ُْ ل ُُ ِد ل َ ً ُ رِ ْز ق ٍُ ُ َّه ََ كِ ْس َُ ت ٍُ ُ َّه ب ِ الْ َم ْع ُر
ٌض ا َّر ََ ا ل ِ َد ة ٌ ب ِ َُ ل َ ِد ٌ َا ََ ََل َم ُْ ل ُُ د
ُ َّ ََل ت ُ َك ل
ْ َُ س إ ِ ََّل
ٌ ْف و َف
َ ُ س َع ٍ َ ا ۚ ََل ت
ص ا
اَل َع ْه
َ ِ ل َ ً ُ ب ِ َُ ل َ ِد يِ ۚ ََ َع ل َى الْ َُ ارِ ثِ ِم ث ْ ُل َٰ َذ ل
َ ِ ك ۗ ف َ إ ِ ْن أ َ َر ا دَا ف
َ َ ت َ َر اضٍ ِم ى ْ ٍ ُ َم ا ََ ت
ح َع ل َيْ ٍِ َم ا ۗ ََ إ ِ ْن أ َ َر ْد ت ُ ْم أ َ ْن
َ ش ا َُ رٍ ف َ ََل ُج ى َ ا
س ل َّ ْم ت ُ ْم َم ا آ ت َيْ ت ُ ْم
َ ح َع ل َيْ كُ ْم إ ِ َذ ا
َ ض عُُا أ َ َْ ََل َد كُ ْم ف َ ََل ُج ى َ ا
ِ ت َ ْس ت َ ْر
َّ ف ۗ ََ ا ت َّق ُُا
َّ َّللا َ ََ ا ْع ل َ ُم ُا أ َ َّن
ص ي ٌر
ِ َ ب ِ الْ َم ْع ُر
ِ َ َّللا َ ب ِ َم ا ت َ ْع َم ل ُُنَ ب
27
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anak selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan, karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu, apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Departemen Agama, 1989: 57).
Kewajiban ayah terhadap anak, yaitu antara lain:
a. Mencukupi kebutuhan ekonomi, baik pangan maupun sandang,
perumahan dan kesehatan.
b. Mendidik anak secara benar dan baik.
c. Mengasuh anak-anak.
d. Menentukan masa depan anak (Djaelani, 1995: 208).
5. Hak-Hak Anak
Hak adalah sesuatu yang harus diterima. Seorang anak mempunyai
hak dari orang tuanya, diantaranya sebagai berikut :
a. Hak anak dalam nasab. Hak anak untuk ditetapkan atau diakui dalam
susunan nasab bukanlah hak dia sendiri sebagai satu-satunya hak yang
harus dimiliki (Shafiyarrahman, 2003: 47).
b. Hak mendapatkan makanan dan minuman yang dapat menumbuhkan
daging dan menguatkan tulang, yakni hak untuk disusui.
c. Hak mendapatkan nama yang pantas hingga dia bisa dipanggil berbeda
dengan orang lain. Syari‟at Islam menganjurkan bahwa memberi nama
kepada anak harus nama yang baik (Shafiyarrahman, 2003: 58).
28
d. Hak untuk ditebus dengan menyembelih kambing pada hari ketujuh
dari kelahirannya, dalam ilmu fiqih disebut aqiqah. (Shafiyarrahman,
2003:64)
e. Hak untuk dihilangkan penyakitnya, seperti dikhitan, dicukur dan
selalu dijaga kebersihannya. Syari‟at Islam mengajak pada kebersihan,
maka tidaklah aneh bila menghilangkan kotoran dan penyakit dari anak
itu merupakan suatu kewajiban (Shafiyarrahman, 2003: 70).
f. Hak untuk diasuh, dirawat dalam arti dilindungi dan dijaga. Dalam hal
ini lebih dikenal dengan sebutan hadhanah. Syariat Islam telah
memberi perlindungan terhadap keluarga dan meresmikan jalan yang
lurus agar kejernihan itu tetap langgeng dan berlanjutlah kelembutan
dan kasih sayang, hingga anak-anak hidup dalam pemeliharaan ayah
dan ibu dengan penghidupan yang mulia, jauh dari kekurangan dan
ketidaklurusan (Shafiyarrahman, 2003: 91).
g. Hak untuk diberi nafkah hingga dewasa dan mampu mendapatkan rizki
sendiri (Shafiyarrahman, 2003: 97).
h. Hak untuk mendapatkan pengajaran, pendidikan dan budi pekerti yang
luhur. Hal ini merupakan fase sendiri dan penyempurna terhadap
kesiapan
anak
untuk
mengarungi
(Shafiyarrahman, 2003: 99).
29
samudera
kehidupan
B. BrokenHome
1. Pengertian Broken Home
Broken home berasal dari dua kata yaitu broken dan home. Broken
berasal dari kata break yang berarti keretakan, sedangkan home
mempunyai arti rumah atau rumah tangga (Shadily, 1996: 81).
Jadi broken home adalah keluarga atau rumah tangga yang retak. Hal
ini dapat disebut juga dengan istilah konflik atau krisis rumah tangga.
Diantara krisis yang terjadi dalam rumah tangga adalah :
a. Ketegangan hubungan atau konflik suami istri.
b. Konflik orang tua dengan anak
c. Konflik dengan mertua.
d. Bahkan konflik sesama anak (Takariawan, 1997: 183).
Ketegangan suami istri merupakan krisis yang amat mendasar dan
harus segera mendapat penyelesaian, dan mengupayakan pencegahan
sebelum terjadinya konflik.
Menurut David, keluarga retak atau broken home dinamakan dengan
istilah keluarga kacau. Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan
selalu mendua. Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah),
dan kurang peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan
dan diperlakukan secara tidak wajar atau kejam, karena kesenjangan
hubungan antara mereka dengan orang tua. Keluarga kacau selalu tidak
rukun. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap relasi (anak). Orang tua
menggambarkan kemarahan satu sama lain dan hanya ada sedikit relasi
30
antara orang tua dengan anak-anaknya. Anak terasa terancam dan tidak
disayang. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan. Anakanak mendapatkan kesan bahwa mereka tidak diinginkan keluarga.
Dinamika keluarga dalam hanyak hal sering menimbulkan kontradiksi,
karena pada hakekatnya tidak ada keluarga. Rumah hanya sebagai terminal
dan tempat berteduh oleh individu-individu.
Adakalanya suami terlalu sibuk dengan berbagai urusan di luar rumah
dan tidak mau memberikan empati (perhatian) terhadap kesibukan istri.
Suami hanya ingin memberikan hak-hak istri berupa pemenuhan materi
dan kebutuhan biologis. Namun lebih dari itu, istri memerlukan perhatian,
kasih sayang dan kemesraan hubungan.
Adakalanya istri menuntut, istri menjadi uring-uringan dan bersikap
tidak hormat lagi kepada suami, yang kemudian memiliki sikap
“permusuhan” secara diam-diam atau tertampakkan (Shohib, 1998: 20).
Berbagai ketegangan dalam hidup suami istri, bisa jadi termasuk
bagian dari bumbu kehidupan rumah tangga. Tetapi bila bumbu itu
berlebihan, akan mengakibatkan masakan menjadi tidak enak atau bisa
menjadi racun yang membunuh, artinya jika ketegangan itu berlebihan bisa
mengakibatkan hancurnya sebuah keluarga.
Pendapat lain mengenai pengertian
TERHADAP BUDI PEKERTI SISWA SMK ISLAM
SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
TAMARA ISLAMI DIANI RAKASIWI
NIM. 111-13-057
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
ً قُوا أَنفُ َس ُك ْم َوأَهْ لِي ُك ْم َن...
ارا
“ Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
(Q.S At-Tahrim: 6)
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk:
1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai bapak Kasim dan
ibu Marliah atas perjuangannya banting tulang, kalimah do‟a dan seluruh
pengorbanannya
telah
mengukir
segala
asa,
cita
dan
harapan
membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran serta memberikan
segalanya baik moral maupun spiritual bagi kelancaran studyku
senantiasa Allah meridhoinya.
2. Keluarga besarku yang selama ini mendukung penuh setiap langkah juga
memfasilitasi segala apa yang aku butuhkan.
3.
Kepada Mr. N yang selalu siap membantu problema skripsi dan hati ini.
4. Teman-temanku yang memberikan canda tawanya untuk menghiburku
saat jenuh menghampiri.
5. Kepada keluarga besar SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga yang
berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Kepada pihak FC yang memfasilitasi dalam penyelesaian skripsi.
7. Kepada keluarga besar Perpustakaan di Salatiga.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya. Sholawat dan salam tercurah kepada khotamul anbiya Muhammad
SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Skripsi yang berjudul “ Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap
Budi Pekerti SiswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran
2016/2017” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Stara Satu (S.1) pada fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan
Pendidikan Agama Islam Negeri Salatiga.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
juga arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini
dapat terselesaikan. Oleh karna itu penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada:
1. Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI
4. Imam Mas Arum, M.Pd selaku dosen pempimbing skripsi yang dengan tulus,
ikhlas membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
5. Drs. Abdul Syukur, M.Si selaku pembimbing akademik.
6. Segenap Dosen dan karyawan IAIN Salatiga.
viii
ix
ABSTRAK
Tamara Islami Diani Rakasiwi. 2017.Implikasi Keluarga Broken Home
Terhadap Budi Pekerti SiswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum M.Pd.
Kata Kunci : Budi pekerti, keluarga broken home.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui dampak broken home
terhadap budi pekerti siswa. Pertanyaan yang ingin di jawab melalui penelitian ini
adalah (1) Bagaimana kondisi keluarga siswa broken home SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017? (2) Bagaimana budi pekerti siswa
dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun
Pelajaran 2016/2017? (3) Sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap
budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran
2016/2017?. Dengan demikian, tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui kondisi keluarga broken home siswaSMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017. mengetahui budi pekerti
siswa dari keluarga broken home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun
pelajaran 2016/2017. mengetahui implikasi keluarga broken home terhadap budi
pekerti siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) dan
bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dan penelitian ini meliputi sumber
primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi
sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1)kondisi keluarga broken home dari
siswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga memiliki kondisi berbeda.
Diantaranya terdapat keluarga yang tidak harmonis, Keluarga yang mendua,
keluarga kacau, keluarga yang bercerai. (2)Sedang budi pekerti siswa broken
home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga dikategorikan dalam 2 bentuk, yaitu
budi pekerti baik dan budi pekerti tidak baik. (3) Dan implikasi keluarga broken
home terhadap budi pekerti siswaSMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
memberikan dampak negatif dan positif. Diantaranya membuat anak menjadi
tidak menurut dengan orang tuanya, menjadi tidak percaya diri dan takut untuk
keluar, membuat anak tidak mau lagi melaksanakan kebiasaan yang dilakukan
sebelum broken home, membuat anak menjadi kekurangan kasih sayang,
membuat anak mudah mendapatkan pengaruh buruk lingkungan, membuat anak
menjadi mandiri.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN BERLOGO ..............................................................................
ii
NOTA DINAS PEMBIMBING ....................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
v
MOTTO ........................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN ..........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR………………………………………… ...................
viii
ABSTRAK………………………………………… .....................................
x
DAFTAR ISI………………………………………… ..................................
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................
7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
8
D. Kegunaan Penelitian ....................................................................
8
E. Penegasan Istilah .........................................................................
9
F. Langkah-langkah Penelitian ........................................................
11
G. Sistematika Penulisan ……………………………………….. ...
18
BAB II Kajian Pustaka
A. Penegasan Arti Keluarga .............................................................
21
B. Broken Home................................................................................
30
C. Mengatasi Konflik Keluarga .......................................................
40
xi
D. Pendidikan Dalam Keluarga………………………………… ....
43
E. Budi Pekerti..................................................................................
45
F. Penelitian Terdahulu....................................................................
52
BAB III Pelaksanaan Penelitian
A. Paparan Data ……………..................................................... ......
55
1. Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah........………………... ...........
55
2. Letak Geografis…............................................................... ...........
56
3. Identitas Sekolah....................................…………………. ...........
56
4. Data Lengkap… .............................................................................
57
5. Kontak Sekolah ..............................................................................
57
6. Visi Misi dan Tujuan......................................................................
57
7. Data Siswa dan Guru......................................................................
60
8. Struktur Organisasi........................................................... .............
62
B. Temuan Penelitian........................................................................
63
1. Kondisi Keluarga Broken Home .....……………………… .........
63
2. Budi Pekerti Siswa Broken Home………………………… ..........
67
3. Implikasi Keluarga Broken Home. .................................................
69
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kondisi Keluarga Broken Home ..................................................
73
B. Budi Pekerti Siswa Broken Home ................................................
77
C. Implikasi Keluarga Broken Home......................................... .......
79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................
xii
84
B. Saran ............................................................................................
85
C. Penutup.........................................................................................
86
Daftar Pustaka ................................................................................................
87
Riwayat Hidup Penulis..................................................................................
98
Pedoman Wawancara.....................................................................................
90
Foto................................................................................................................
92
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah suatu ikatan kehidupan bersama antara pria dan
wanita yang dihalalkan Allah Swt. untuk mendapatkan kebahagiaan dan
kesejahteraan serta anak keturunan yang shalih dan shalihah. Begitu juga
perkawinan adalah hal yang naluriyah dan ibadah, sebagai cermin pergaulan
manusia dan melaksanakan perintahNya (Basri, 2004: 130). Suami istri yang
menjadi faktor utama suatu perkawinan seharusnya memiliki kesadaran dan
tanggung jawab dan kewajiban-kewajibannya dalam menanggapi hikmah dan
tujuan yang luhur. Kedua pasangan suami istri bukan saja diletakkan atas
dasar dorongan seksual yang menggebu-gebu dan perasaan cinta yang buta.
Akan tetapi didasari pemikiran dan persiapan yang masak serta kedewasaan
yang sesungguhnya.
Kesadaran yang paling penting untuk membina dan melestarikan
perkawinan, bukan hanya terletak di bahu warga yang sedang berlayar
terutama adalah dipuncak kedua pemimpin bahtera kehidupan tersebut, yakni
suami dan istri yang bertanggung jawab akan kelestariannya. Suami atau istri
yang memiliki sifat-sifat kepribadian yang tidak simpatik dan tetap
membangkang dalam kehidupan keluaraga mudah menimbulkan kebosanan
bagi orang lain. (Basri, 2004: 76) memberikan teori bahwa faktor kedewasaan
yang mencangkup fisik, mental dan sosial perlu mendapatkan perhatian
seseorang sebelum melangsungkan perkawinan. Sebab, dalam perkawinan
mereka diharapkan berkemampuan dalam menghadapi dan menyelesaikan
persoalan demi persoalan secara baik. Kedewasan akan memberikan daya
guna dan perwujudanya cukup dalam hal pertanggung jawab dan kemasakan
akal pikiran. Oleh karena itu, suami istri yng telah dewasa diharapkan mampu
bertindak dan dapat berhati-hati serta mempertimbangkan manfaat dan
mudharat dari suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukannya.
Keluarga akan terhimpun dari beberapa anggota yang terdiri dari pria
dan wanita yang usianya berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan ini akan
menyebabkan adanya perbedaan dalam pemikiran, keinginan, kebiasaan dan
tingkah laku. Kemampuan menghadapi setiap perbedaan sehingga tidak
menggoyahkan taraf kerukunan dan ketenangan hidup dalam keluarga yang
hanya mungkin dilakukan seseorang yang telah dewasa dalam arti
sesungguhnya.
Kehidupan berkeluarga yang didalamnya akan dijumpai bermacammacam persoalan ringan atau berat. Semua masalah memerlukan kedewasaan
dalam menghadapi dan menyeselsaikan persoalan. Selain itu diperlukan
keluasan ilmu pengetahuan, pengalaman, sifat tekun dan tabah serta sabar
dalam menghadapinya. Betapa banyak perkawinan yang telah gagal
disebabkan cara pengambilan keputusan yang mentah dan tekesan amat
tergesa-gesa dan akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari (Basri,
2004: 78).
Sebuah
keluarga
tidaklah
selalu
dalam
damai
dan
tenang
perkembangannya. Tidak jarang badai dan topan kemudian datang
2
menghampiri, menggoncang dan menguji taraf ketahanan badan dan mental
para pendirinya. Ada yang tidak tahan dan kuat menghadapi berbagai
gelombang ombak dan badai, hingga keluarga itu hancur berkeping-keping
dalam perceraian yang menyakitkan (Basri, 200: 135). Hubungan harmonis
diperlukan dalam sebuah keluarga baik antara sesama anggota keluarga
maupun antar anggota keluarga dengan masyarakat. Hubungan yang baik
maka akan terbina keluarga yang rukun dan damai, sehingga peranan orang
tua dalam pembinaan anak sebagai tunas bangsa berhasil dengan baik dan
makimal. Orang tua yang bijak hendaknya jangan salah tafsir terhadap anakanak yag sudah diserahkan kepada sekolah untuk dididik, bahwa seluruhnya
tanggung jawab sekolah, karenan kewjiban sekolah hanya membantu
keluarga dalam mendidik anak-anak, tentunya ketika berada di sekolah
(sahrani, 2011: 58).
Seseorang membentuk keluarga barangkali sangat mudah, namun tidak
demikian melestarikan dan mengupayakan keutuhannya. Membentuk
keluarga tidak semudah membangun istana, yang hanya perlu perangkat
materi yang bersifat kebendaan. Seseorang membangun keluarga berkualitas
sesuai tuntunan agama yag terdiri dari manusia yang saling berbeda sifat,
sikap, dan latar belakang kehidupannya. Pernikahan yang hanya dilandasi
pertimbangn seksual, kecantikan, kecerdasan, kekayaan, dan pekerjaan yang
mapan seringkali berantakan dan berakhir dengan masalah yang tidak
terselesaikan. Disebabkan pasangan suami istri yang tidak pandai merawat
cinta kasih yang ada, sehingga keharmonisan keluarga tidak tercapai.
3
Keharmonisan berasal dari kata harmonis, yang diartikan selaras, serasi
(Poerwadarminta, 1983: 347).
Keluarga harmonis merupakan wujud rumah tangga yang baik. Suami
yang menjadi kepala keluarga harus bisa menopang hidup keluarganya,
memberikan tempat tinggal yang layak, makanan, pakaian yang baik bagi
seluruh anggota keluarga. Demikian pula istri yang memiliki peran yang tidak
kalah penting. Dia harus bisa mendidik anak-anaknya dan mengurusi segala
keperluan rumah tangga. (Ayuningtyas, 2016: 8)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007: 390) bahwa
keharmonisan yaitu suatu keadaan yang harmonis, keselarasan dan keserasian
dalam rumah tangga yang perlu dijaga. (Basri, 1996: 111) memberikan teori
tentang keharmonisan keluarga, yaitu keluarga yang rukun berbahagia, tertib,
disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam
kebajikan, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling
menghormati, taat pada Allah, selalu melaksanakan ibadah, berbakti pada
yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan waktu luang
dengan hal yang positif dan masing-masing anggota kelurga merasakan
adanya ikatan batin, sehingga mempengaruhi, memperhatikan, menyerah diri,
melengkapi dan menyempurnakan serta mampu memenuhi dasar keluarga.
Telah di nyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 1992 pasal 1 ayat 11 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera, bahwa yang di maksud dengan keluarga
sejahtera adalah:
4
“keluarga yang di bentuk berdasarkan perkawinan yang sah mampu
memenuhi kebutuhan hidup yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota,
antara keluarga dan masyarakat”.
Tentang
broken home sendiri dapat dilihat dari dua aspek yaitu
keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari
kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai, juga orang tua tidak
bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu
sering tidak di rumah, atau tidak memperlihatkan kasih sayang lagi. Misalnya
orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara
psikologis.
Saat ini masalah pendidikan yang menyangkut akhlak, moral,
etika, tata krama dan budi pekerti luhur mencuat di permukaan, karena
banyak perilaku yang menyimpang melanda kehidupan masyarakat. Di
kalangan pelajar dan mahasiswa terjadi peristiwa-peristiwa menyimpang
antara
lain ketergantungan narkoba, pemerkosaan, keluhan orang
tua
mengenai kurangnya sopan santun remaja terhadap orang tua, tindakan
agresi (rusak/menyengsarakan) baik verbal maupun nonverbal yang dapat
dilihat
dari tayangan berita di televisi,
serta
terjadinya tawuran antar
individu maupun kelompok. Fenomena ini yang sering tergambar dalam
pola asuh dan pergaulan anak tidak terarah, serta arahan pendidikan yang
diberikan orang tua dan juga sekolah-sekolah negeri atau swasta pada
umumnya.
5
Di SMK Tingkir terdapat anak-anak yang berasal dari keluarga broken
home. Sebagian besar dari mereka tinggal di panti asuhan yang berada di
SMK tersebut, dan sebagian lagi ada yang tinggal bersama salah satu orang
tuanya atau keluarga yang lain. Berdasarkan pengalaman ketika PPL (Praktik
Pengalaman Lapangan) penulis menemukan beberapa anak yang mengalami
broken home namun tak seutuhnya menjadikannya pribadi yang anti sosial,
pemurung,
minder,
sedih,
membenci
orang
tuanya,
memberontak,
temperamental, berlaku kasar, acuh tak acuh, berperilaku tidak sopan, prestasi
yang menurun,kedangkalan spiritual, mudah terpengaruh lingkungan yang
kurang baik, seperti mulai mencoba merokok, minum-minuman keras, obatobatan terlarang sebagai pelarian baginya untuk mendapatkan kebahagiaan.
Namun ada pula yang memiliki kemapuan kognitif, afektif dan psikomotorik
yang baik.
Dari segi sosial sendiri siswa yang mengalami broken home tidak
semuanya menjadi siswa yang pendiam dan suka menyendiri, bahkan
kebalikan dari itu mereka sangat ramah terhadap lingkungan juga orang-orang
baru di sekitar mereka. Ketika mereka berhadapan dengan orang yang lebih
tinggi jenjang pendidikannya meskipun usia mereka lebih tua mereka tetap
sopan.
Dalam hal beribadah, siswa yang mengalami broken home malah
menjadi lebih aktif ketimbang siswa yang lainnya. Contohnya ketika
memasuki waktu sholat, maka siswa broken home segera pergi ke mushola
yang ada di lingkungan sekolah maupun lingkungan yayasan.
6
Meskipun sebagian besar siswa yang berlatar belakang broken
homememiliki budi pekerti yang baik, namun terdapat beberapa siswa yang
memiliki budi pekerti yang kurang baik, seperti suka merokok, melawan saat
di nasihati, tidak hormat terhadap orang tua dan lain sebagainya.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat di lihat bahwa tidak semua
siswa broken home menjadikannya pribadi yang terpuruk, suka membolos,
anti sosial, jauh dari Tuhan, tidur di kelas, membantah saat di ingatkan, dan
lain sebagainya.
Berdasarkan keadaan-keadaan di atas, maka penulis tertarik untuk
mengambil sebuah judul “ Implikasi Keluarga Broken Home terhadap
Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun
Pelajaran 2016/2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka yang menjadi
kajian rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi keluarga broken home siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017?
2. Bagaimana budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017?
3. Sejauh mana implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa
SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017?
7
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kondisi keluarga broken home siswa SMK Islam
Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017.
2. Untuk mengetahui budi pekerti siswa dari keluarga broken home SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga tahun pelajaran 2016/2017.
3. Untuk mengetahui implikasi keluarga broken home terhadap budi pekerti
siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017.
D. Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, penulis
membagi manfaat penelitian ini menjadi tiga poin, yaitu:
1. Bagi Penulis
a. Menambah pengetahuan tentang kondisi keluarga broken home.
b. Memberi gambaran langsung mengenai bagaimana budi pekerti siswa
dari keluarga broken home yang ada di SMK.
c. Sebagai sarana pengembangan pola pikir peneliti dalam bidang ilmu
pengetahuan.
2. Bagi Lembaga
a. Sebagai sarana kajian dalam ilmu pengetahuan
b. Memberi masukan pada kepala sekolah dan guru bahwasannya
pembinaan budi pekerti sangat penting bagi siswa broken home.
8
c. Sebagai sarana kajian pertimbangan bagi lembaga formal mauapun non
formal.
3. Bagi ilmu Pengetahuan
Dapat memberi manfaat secara teoristis tentang implikasi keluarga
broken home terhadap siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah ini dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas
kata-kata atau istilah kunci yang diberikan dengan judul penelitian
IMPLIKASI KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP BUDI PEKERTI
SISWA SMK ISLAM SUDIRMAN TINGKIR SALATIGA TAHUN
PELAJARAN 2016/2017. Istilah-istilah tersebut meliputi:
1. Implikasi
Menurut para ahli implikasi adalah
konsikuensi atau akibat
langsung dari suatu penelitian.
2. Keluarga
Keluarga dalam UU No 10 Tahun 1992 adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya atau
ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Keluarga juga bisa di artikan
sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita,
perhubungan di mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan
dan membesarkan anak-anak. Keluarga merupakan satu kesatuan sosial
yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa (Ahmadi,
1985:75)
9
3. Broken home
Broken berasal dari kata break yang artinya keretakan, sedang
home mempunyai arti rumah atau rumah tangga. Jadi broken home adalah
keluarga atau rumah tangga yang retak (Hasan Shadily, 1996:81).
4. Budi Pekerti
Secara etimologis, istilah budi pekerti, atau dalam bahasa Jawa
disebut budi pakerti, dimaknai sebagai budi berarti pikir, dan pakerti
berarti perbuatan. Berangkat dari kedua makna kata budi dan pakerti
tersebut. Ki Sugeng Subagya (Februari 2010) mengartikan istilah budi
pakerti sebagai perbuatan yang dibimbing oleh pikiran; perbuatan yang
merupakan realisasi dari isi pikiran atau perbuatan yang dikendalikan oleh
pikiran.Budi pekerti dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah tingkah
laku, perangai, akhlak juga mengandung makna perilaku yang baik,
bijaksana dan manusiawi. Didalam perkataan itu tercermin sifat, watak
seseorang dalam perbuatan sehari-hari.
5. Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga
Siswa SMK Islam Sudirman adalah siswa yang berasal dari
keluarga dengan berbagai kondisi, seperti keluarga religius (ayah dan
ibunya seorang pemuka agama, misal), keluarga ekonomi (mulai dari
menengah keatas sampai menengah kebawah). Siswa yang berada di SMK
Islam Sudirman memiliki berbagai macam keberagaman, seperti siswa
dengan berbagai prestasi dan siswa yang memiliki kenakalan.
10
F. Langkah-langkah Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan pada siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian
yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa dasarnya menyatakan
dalam keadaan sebenarnnya atau sebagaimana adanya (natural setting)
dengan tidak merubah dalalm bentuk simbol-simbol atau bilangan.
2. Metode Penelitian
Sedangkan
berdasarkan
sifat
masalahnya
penelitian
ini
menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode
penelitian yang berusaha mengambarkan dan menginterprestasikan obyek
sesuai dengan apa adanya. (Sukardi, 2003:157). Penelitian mengambarkan
Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti Siswa SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga.
Agar sasaran penelitian yang diterapkan dapat tercapai maka dalam
metode ini perlu adanya langkah-langkah yang sistematis, berencana yang
sesuai dengan konsep ilmiah. Sistematis artinya penelitian ini dilaksanakan
sesuai dengan kerangka tertentu, dari yang paling sederhana sampai
kompleks hingga tujuan tercapai secara efektif dan efesien. Berencana
artinya penelitian sudah dipikirkan sebelum pelaksanaan. Konsep ilmiah
artinya mulai dari awal sampai akhir kegiatan penelitian selalu mengikuti
cara-cara yang sudah ditentukan yakni berupa prinsip-prinsip yang
digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. (Suharsimi, 1996:17).
11
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga yang tepatnya terletak di Jl. Tingkir Karanggede, Tingkir Lor,
Tengaran, Kota Salatiga, Jawa tengah, Indonesia.
4. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber kita memperoleh keterangan
penelitian (Tatang M. Amirin, 1990:92). Sementara (Suharsimi Arikunto,
1997:122) adalah subjek yang diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian ini
sumber data utama penelitian adalah informan atau siswa yang mengalami
broken home, juga yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
5. Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat
penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang
diperoleh dari lapangan dengan mengamati dan mewawancarai. Peneliti
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara langsung
tentang Implikasi Keluarga Broken Home Terhadap Pendidikan Budi
Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga. Adapun sumber
data langsung peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan kepala
sekolah, guru, dan sampel siswa, keluraga, serta pengamatan.
12
b. Data Sekunder
Yaitu data yang di dapat dari sumber bacaan dan berbagai
macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan
dokumen resmi dan instansi. Peneliti menggunakan data sekunder ini
untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang telah
dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan.
6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dugunakan untuk memperooleh data
yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur atau
kepustakaan (library research) maupun data yang dihasilkan dari lapangan
(field research). Adapun metode pengumpulan data yang digunakan
sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan adalah alat pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik
gejala-gejala yang diselidiki. (Achmadi, 2005:70). Menurut Sukardi,
observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan salah
satu panca indera penglihatan sebagai alat bantu utamanaya untuk
melakukan pengamatan langsung, selain panca indera biasanya penulis
menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan antara lain
buku catatan, kamera, film proyek, check list yang berisi objek yang
diteliti dan lain sebagainya. (Sukardi, 2003:78) metode ini digunakan
13
untuk melihat langsung bagaimana keseharian pendidikan budi pekerti
siswa di sekolah maupun di panti asuhan (lingkungan sekolah).
b. Metode wawancara
Metode wawancara / interview adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewe) yang memeberikan jawaban atas pertanyaan
itu (Moleong, 2009:186). Peneliti akan melakukan wawancara dengan
kepala sekolah, guru, dan siswa SMK Islam dengan tujuan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel, baik berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
notulen rapat, dan sebagainya (Arikunto, 1989:30). Metode ini
digunakan untuk mendapatkan data siswa, profil dan sejarah sekolah
tersebut.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemuakan dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data (Moleong, 2009:208). Metode analisis data yang digunakan
adalah metode derkriptif.
14
Metode deskriptif yaitu metode analisis data yang berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. (Moleong, 2009:11). Metode ini
bertujuan untuk menyajikan deskripsi (gambaran) secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan fenomena
yang diselidiki.
Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada
dilapangan dengan cara mendeskripsiikan segala data yang telah didapat,
lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat dan akurat.
Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari wawancara dan dokumendokumen yang ada serta hasil observasi yang dilakukan.
Kemudian agar data yang diperoleh nanti sesuai dengan kerangka
kerja maupun fokus masalah, akan ditempuh tiga langkah utama dalam
penelitian ini, yaitu:
a. Reduksi
Reduksi
data
adalah
proses
memilih,
menyederhanakan,
memfokuskan, mengabstraksikan dan mengubah data kasar yang
muncul dari catatan-catatan lapangan. (Muhammad Ali, 1993:167)
reduksi data dimaksudkan untuk menentukan data ulang sesuai dengan
permasalahan yang akan penulis teliti. Mengadakan reduksi data yang
dilakukan dengan jalan abstraki yaitu usaha membuat rangkuman inti,
proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu. Data mengenai Implikasi
Keluarga Broken Home Terhadap Budi Pekerti Siswa SMK Islam
15
Sudirman Tingkir Salatiga diperoleh dan terkumpul, baik dari hasil
penelitian lapangan atau kepustakaan kemudian dibuat rangkuman.
b. Sajian Data
Sajian data (display data) adalah suatu cara merangkai data
dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk membuat kesimpulan
atau tindakan yang diusulkan. (Muhammad Ali, 1993:167)
Sajian data yang dimaksudkan untuk memilih data sesuai
dengan kebutuhan penelitian tentang Implikasi Keluarga Broken Home
Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga.
Artinya data yang telah dirangkum tadi kemudian dipilih,
sekiranya data mana yang diperlukan untuk penulisan laporan
penelitian.
c. Keabsahan Data
Dalam
tulisan
Moleong
(2009:173)
untuk
menetapkan
keabsahan (trustrowthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan.
Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu.
Ada tiga kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan
(credibility),
kebergantungan
(dependability)
dan
kepastian
(confirmability). Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik
sendiri-sendiri. Pada kriteria credibility menggunakan beberapa teknik
pemeriksaan yaitu perpanjangan, keikutsertaan, ketekunan pengamatan
16
dan triangulasi. Sedangkan kriteria kebergantungan dan kepastian
menggunakan teknik auditing.
d. Verivikasi Data
Verivikasi data atau menyimpulkan data yaitu penjelasan
tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas
menunjukan alur kausalnya, sehingga dapat diajukan proposisiproposisi yang terkait dengannnya. (Muhammad Ali, 1993:168).
Verifikasi data dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari
keseluruhan
proses
tahapan
analisis,
sehingga
keseluruhan
permasalahan mengenai bagaimana Implikasi Keluarga Broken Home
Terhadap Pendidikan Budi Pekerti Siswa SMK Islam Sudirman Tingkir
Salatiga. Sehiangga dapat dijawab sesuai dengan kategori data dan
permasalahan-permasalahannya, pada bagian akhir ini akan muncul
kesimpulan-kesimpulan yang mendalam secara komprehensif dari data
hasil penelitian. Jadi langkah terakhir ini digunakan untuk membuat
kesimpulan.
8. Tahap pra-lapangan
Dalam tahap ini, yang dialkukan peneliti adalah menyusun
rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan,
menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan
infoman dan menyiapkan perlengkapan penelitian.
17
9. Tahap pekerjaan lapangan
Pada tahap ini peneliti harus mempersiapkan diri dengan menjaga
kesehatan fisik, berpenampilan rapi dan sopan saat melakukan penelitian.
Ketika memasuki lapangan, hendaknya peneliti berbaur menjadi satu dan
menjaga keakraban dengan subyek agar tidak ada didinding pemisah
antara keduanya. Selain itu peneliti juga harus berbahasa yang baik dan
jelas agar dalam mencari informasi subyek mudah menjawabnya. Sambil
berperan serta, peneliti juga mencatan data yang diperlukan.
10. Tahap analisis data
Tahap analisis data menurut Patton dalam kutipan Moleong
(2009:103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dalam tahap analisis
ini peneliti mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberikan kode,
dan mengkategorikannya.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan peneliti susun dengan sistematika sebagai berikut:
1. Bagian awal
Bagian awal meliputi: Halaman sampul, pernyataan keaslian
tulisan, nota pembimbing, halaman pengesahan, motto, halaman
persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi.
2. Bagian Inti
Bagian inti terdiri dari beberapa bab, yaitu:
18
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini membahas beberapa sub bab, merupakan kajian pustaka
yang menyajikan tinjauan teoritik mengenai: pengertian broken home,
macam-macam broken home, faktor-faktor broken home, dampak broken
home, pengertian budi pekerti, pendidikan dalam keluarga, fungsi
pendidikan budi pekerti, hak-hak anak.
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENEMUAN
merupakan hasil penelitian yang meliputi gambaran umum lokasi dan
subyek penelitian serta penyajian data hasil penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN
Merupakan analisis tentang kondisi keluarga broken home siswa SMK
Islam Sudirman Tingkir Salatiga, budi pekerti siswa dari keluarga broken
home SMK Islam Sudirman Tingkir Salatiga, Sejauh mana implikasi
keluarga broken home terhadap budi pekerti siswa SMK Islam Sudirman
Tingkir Salatiga.
BAB V PENUTUP
penutup yang berisikan kesimpulan, saran dan kata penutup.
3. Bagian akhir
19
Bagian akhir termuat lampiran, daftar rujukan, riwayat hidup
penulis.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penegasan Arti Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan
darah dan hubungan sosial, sebagaimana berikut:
a. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan
sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya.
Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan
menjadi keluarga besar dan keluarga inti.
b. Keluarga dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu
kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau
interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya,
walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah. Keluarga
berdasarkan dimensi hubungan sosial ini dinamakan keluarga
psikologis dan keluarga pedagogis (Sochib, 1998: 17).
David
mengutip
pendapat
dari
(Sochib,
1998:
20)
mengkategorikan keluarga dalam pengertian sebagai keluarga
seimbang, keluarga kuasa, keluarga protektif, keluarga kacau dan
keluarga simbiotis:
a. Keluarga seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh keharmonisan
hubungan (relasi) antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, serta ibu
21
dengan anak. Dalam keluarga ini orang tua bertanggungjawab dan
dapat dipercaya.
b. Keluarga kuasa lebih menekankan kekuasaan daripada relasi. Pada
keluarga ini anak merasa seakan-akan ayah dan ibu mempunyai buku
peraturan, ketetapan, ditambah daftar pekerjaan yang tidak pernah
habis.
c. Keluarga protektif lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari
perasaan satu sama lain. Dalam keluarga ini ketidakcocokan sangat
dihindari, karena lebih menyukai suasana kedamaian.
d. Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan selalu mendua.
Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah) dan kurang
peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan dan
diperlakukan secara kejam, karena kesenjangan hubungan antara
mereka dengan orang tua. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap
anak. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan.
e. Keluarga simbiotis dicirikan oleh orientasi dan perhatian keluarga yang
kuat, bahkan hampir seluruhnya terpusat pada anak-anak. Keluarga ini
berlebihan dalam melakukan relasi. Orang tua banyak menghabiskan
waktu untuk memikirkan dan memenuhi keinginan anak-anaknya.
Dalam kesehariannya, dinamika keluarga ditandai oleh rutinitas kerja.
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang
yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing
anggota merasakan adanya pertautan batin, sehingga terjadi saling
22
mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.
Sedangkan
dalam
pengertian
pedagogis,
keluarga
adalah
“satu”
persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua
jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan yang bermaksud untuk
saling menyempurnakan diri (Sochib, 1998: 17).
Menurut WJS. Poerwadarminta (1984: 471), keluarga adalah
sebagai sanak keluarga, kaum kerabat. Sedangkan Abu Ahmadi (1985: 75)
berpendapat bahwa, keluarga adalah sebuah group yang terbentuk dari
perhubungan laki-laki dan wanita. Perhubungan mana sedikit banyak
berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan (mengasuh) anakanak. Keluarga di sini merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa keluarga
adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat tinggal
yang biasa di sebut dengan sanak keluarga, kaum kerabat, group yang
antara lain mempunyai ikatan batin sehingga saling mempengaruhi, saling
memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.
2. Macam Kondisi Keluarga
Banyak sekali kondisi-kondisi keluarga yang justru menjadi hazard
(hancur) bagi setiap anggota keluarga yang dan tentunya beresiko bagi
tergangunya mental bagi para anggotanya.
Kondisi-kondisi keluarga yang dapat menjadi hazard (hancur)
diantaranya adalah :
23
a. Keluarga yang Tidak Fungsional
Keluarga yang tidak berfungsi menunjuk pada keadaan keluarga
tetap utuh (intake) terdiri dari kedua orang tua dari anak-anaknya.
Mereka masih menetap dalam satu rumah. Jadi strukturnya tidak
mengalami perubahan, hanya fungsional yang tidak berjalan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang utuh tetapi tidak
fungsional lebih berakibat buruk pada anak (Notosoedirjo, 2001: 23).
b. Perceraian dan perpisahan
Perceraian dan perpisahan karena berbagai sebab antara anak
dengan orang menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi
pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Kesimpulan umum dapat
dipetik bahwa perceraian dan perpisahan dapat berakibat buruk bagi
perkembangan kepribadian anak (Notosoedirjo, 2001: 122).
c. Perlakuan dan Pengasuhan
Perlakuan orang tua kepada anak berkaitan dengan apa yang
dilakukan orang tua atau anggota keluarga lain kepada anak. Apakah
dibiarkan (meghlect) diperlakukan secara kasar (violence) atau
dimanfaatkan secara salah (abuse), atau diperlakukan secara penuh
toleransi dan menciptakan iklim yang sehat. Semunaya mempengaruhi
perkembangan anak dan mungkin juga berpengaruh pada anggota
keluarga secara keseluruhan. Tindakan keluarga yang membiarkan
anak diperlukan secara kasar atau diperlakukan yang semestinya tidak
perlu, akan mempengaruhi perkembangan mental anak.
24
Kondisi keluarga yang “sehat” dapat meningkatkan kesehatan mental
anak dan anggota keluarga lainnya. Sebaliknya, kondisi keluarga yang
tidak kondusif dapat berakibat gangguan mental bagi anak, diantaranya
adalah gangguan tingkah laku, kecemasan, minder, sedih, takut, bimbang,
sulit dan beberapa gangguan mental lainnyan (Notosoedirjo, 2001: 123).
3. Arti Keluarga Bagi Anak
Keluarga mempunyai arti yang penting bagi anak kehidupan
keluarga tidak hanya berfungsi memberikan jaminan makan kepad anak,
dengan demikian hanya meperhatikan perkembangan fisik anak,
melainkan juga memegang fungsi lain yang penting bagi perkembangan
mental anak, diantaranya adalah :
a. Sosiologi Anak
Anak bersosialisasi yaitu belajar dalam pergaulan, pertama-tama
dilakukan dalam keluarga. (Notosoedirjo, 2001: 198) Mengingat
pentingya peran keluarga bagi penyelesaian berbagai masalah yang
dihadapi anak, maka keluarga perlu menyediakan waktu untuk
berkumpul sambil minum dan makan bersama-sama yang disebut
family lable talk.
Jadi family table talk mempunyai peranan yang penting karena
dia tidak hanya memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengeluarkan keluhan-keluhannya juga memberikan bimbingan.
25
b. Tata Cara Kehidupan Keluarga
Tata cara kehidupan keluarga akan memberikan suatu sikap serta
perkembangan kepribadian anak yang tertentu pula. Kita akan
meninjau tiga jenis tata cara kehidupan keluarga, yaitu:
1) Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis
Tata cara kehidupan keluarga yang demokratis itu membuat
anak mudah bergaul, aktif dn ramah tamah. Hal ini bukan berarti
bahwa anak bebas melakukan segala-galanya tanpa bimbingan dari
keluarganya (orang tua).
2) Tata cara kehidupan keluarga yang membiarkan
Keluarga yang sering membiarkan tindakan anak akan
membuat anak tidak aktif dalam kehidupan sosial dan dapat
dikatakan anak menarik diri dari kehidupan sosial. Hal ini anak
mengalami banyak frustasi dan mempunyai kecenderungan untuk
mudah membenci orang lain.
3) Tata cara kehidupan keluarga yang otoriter
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang otoriter ini
biasanya akan bersifat tenang, tidak melawan, tidak agresif dan
mempunyai tingkah laku yang baik. Anak akan selalu berusaha
menyesuaikan pendiriannya dengan kehendak orang lain (yang
berkuasa, orang tua).
26
Dengan demikian kreatifitas anak akan berkurang, daya
fantasinya juga kurang. Hal ini mengurangi kemampuan anak untuk
berfikir abstrak (Notosoedirjo, 2001: 201).
Dari tiga jenis tata cara kehidupan di atas Baldwin mengatakan
bahwa lingkungan keluarga yang demokratis merupakan tata cara
yang terbaik untuk memberikan kemampuan penyesuaian diri.
Namun demikian tata cara susunan keluarga ini kenyatannya
tidak terbagi secara tajam berdasarkan ciri-ciri keluarga, yaitu tata
cara kehidupan keluarga yang demokratis, membiarkan dan tata cara
kehidupan keluarga yang otoriter.
4. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak
Mengenai kewajiban seorang ayah dan ibu terhadap anak sudah
diatur dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah: 233 yang berbunyi :
ُ ََ الْ َُ ا ل ِ دَا
ض ْع هَ أ َ َْ ََل َد ٌ ُ َّه َح ُْ ل َيْ ِه َك ا ِم ل َي ْ ِه ۖ ل ِ َم ْه أ َ َر ا َد أ َ ْن ي ُت ِ َّم
ِ ت ي ُ ْر
ۚف
َ ال َّر
ِ َ ض ا َع ة َ ۚ ََ َع ل َى الْ َم ُْ ل ُُ ِد ل َ ً ُ رِ ْز ق ٍُ ُ َّه ََ كِ ْس َُ ت ٍُ ُ َّه ب ِ الْ َم ْع ُر
ٌض ا َّر ََ ا ل ِ َد ة ٌ ب ِ َُ ل َ ِد ٌ َا ََ ََل َم ُْ ل ُُ د
ُ َّ ََل ت ُ َك ل
ْ َُ س إ ِ ََّل
ٌ ْف و َف
َ ُ س َع ٍ َ ا ۚ ََل ت
ص ا
اَل َع ْه
َ ِ ل َ ً ُ ب ِ َُ ل َ ِد يِ ۚ ََ َع ل َى الْ َُ ارِ ثِ ِم ث ْ ُل َٰ َذ ل
َ ِ ك ۗ ف َ إ ِ ْن أ َ َر ا دَا ف
َ َ ت َ َر اضٍ ِم ى ْ ٍ ُ َم ا ََ ت
ح َع ل َيْ ٍِ َم ا ۗ ََ إ ِ ْن أ َ َر ْد ت ُ ْم أ َ ْن
َ ش ا َُ رٍ ف َ ََل ُج ى َ ا
س ل َّ ْم ت ُ ْم َم ا آ ت َيْ ت ُ ْم
َ ح َع ل َيْ كُ ْم إ ِ َذ ا
َ ض عُُا أ َ َْ ََل َد كُ ْم ف َ ََل ُج ى َ ا
ِ ت َ ْس ت َ ْر
َّ ف ۗ ََ ا ت َّق ُُا
َّ َّللا َ ََ ا ْع ل َ ُم ُا أ َ َّن
ص ي ٌر
ِ َ ب ِ الْ َم ْع ُر
ِ َ َّللا َ ب ِ َم ا ت َ ْع َم ل ُُنَ ب
27
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anak selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan, karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu, apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Departemen Agama, 1989: 57).
Kewajiban ayah terhadap anak, yaitu antara lain:
a. Mencukupi kebutuhan ekonomi, baik pangan maupun sandang,
perumahan dan kesehatan.
b. Mendidik anak secara benar dan baik.
c. Mengasuh anak-anak.
d. Menentukan masa depan anak (Djaelani, 1995: 208).
5. Hak-Hak Anak
Hak adalah sesuatu yang harus diterima. Seorang anak mempunyai
hak dari orang tuanya, diantaranya sebagai berikut :
a. Hak anak dalam nasab. Hak anak untuk ditetapkan atau diakui dalam
susunan nasab bukanlah hak dia sendiri sebagai satu-satunya hak yang
harus dimiliki (Shafiyarrahman, 2003: 47).
b. Hak mendapatkan makanan dan minuman yang dapat menumbuhkan
daging dan menguatkan tulang, yakni hak untuk disusui.
c. Hak mendapatkan nama yang pantas hingga dia bisa dipanggil berbeda
dengan orang lain. Syari‟at Islam menganjurkan bahwa memberi nama
kepada anak harus nama yang baik (Shafiyarrahman, 2003: 58).
28
d. Hak untuk ditebus dengan menyembelih kambing pada hari ketujuh
dari kelahirannya, dalam ilmu fiqih disebut aqiqah. (Shafiyarrahman,
2003:64)
e. Hak untuk dihilangkan penyakitnya, seperti dikhitan, dicukur dan
selalu dijaga kebersihannya. Syari‟at Islam mengajak pada kebersihan,
maka tidaklah aneh bila menghilangkan kotoran dan penyakit dari anak
itu merupakan suatu kewajiban (Shafiyarrahman, 2003: 70).
f. Hak untuk diasuh, dirawat dalam arti dilindungi dan dijaga. Dalam hal
ini lebih dikenal dengan sebutan hadhanah. Syariat Islam telah
memberi perlindungan terhadap keluarga dan meresmikan jalan yang
lurus agar kejernihan itu tetap langgeng dan berlanjutlah kelembutan
dan kasih sayang, hingga anak-anak hidup dalam pemeliharaan ayah
dan ibu dengan penghidupan yang mulia, jauh dari kekurangan dan
ketidaklurusan (Shafiyarrahman, 2003: 91).
g. Hak untuk diberi nafkah hingga dewasa dan mampu mendapatkan rizki
sendiri (Shafiyarrahman, 2003: 97).
h. Hak untuk mendapatkan pengajaran, pendidikan dan budi pekerti yang
luhur. Hal ini merupakan fase sendiri dan penyempurna terhadap
kesiapan
anak
untuk
mengarungi
(Shafiyarrahman, 2003: 99).
29
samudera
kehidupan
B. BrokenHome
1. Pengertian Broken Home
Broken home berasal dari dua kata yaitu broken dan home. Broken
berasal dari kata break yang berarti keretakan, sedangkan home
mempunyai arti rumah atau rumah tangga (Shadily, 1996: 81).
Jadi broken home adalah keluarga atau rumah tangga yang retak. Hal
ini dapat disebut juga dengan istilah konflik atau krisis rumah tangga.
Diantara krisis yang terjadi dalam rumah tangga adalah :
a. Ketegangan hubungan atau konflik suami istri.
b. Konflik orang tua dengan anak
c. Konflik dengan mertua.
d. Bahkan konflik sesama anak (Takariawan, 1997: 183).
Ketegangan suami istri merupakan krisis yang amat mendasar dan
harus segera mendapat penyelesaian, dan mengupayakan pencegahan
sebelum terjadinya konflik.
Menurut David, keluarga retak atau broken home dinamakan dengan
istilah keluarga kacau. Keluarga kacau adalah keluarga kurang teratur dan
selalu mendua. Dalam keluarga ini cenderung timbul konflik (masalah),
dan kurang peka memenuhi kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan
dan diperlakukan secara tidak wajar atau kejam, karena kesenjangan
hubungan antara mereka dengan orang tua. Keluarga kacau selalu tidak
rukun. Orang tua sering berperilaku kasar terhadap relasi (anak). Orang tua
menggambarkan kemarahan satu sama lain dan hanya ada sedikit relasi
30
antara orang tua dengan anak-anaknya. Anak terasa terancam dan tidak
disayang. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan. Anakanak mendapatkan kesan bahwa mereka tidak diinginkan keluarga.
Dinamika keluarga dalam hanyak hal sering menimbulkan kontradiksi,
karena pada hakekatnya tidak ada keluarga. Rumah hanya sebagai terminal
dan tempat berteduh oleh individu-individu.
Adakalanya suami terlalu sibuk dengan berbagai urusan di luar rumah
dan tidak mau memberikan empati (perhatian) terhadap kesibukan istri.
Suami hanya ingin memberikan hak-hak istri berupa pemenuhan materi
dan kebutuhan biologis. Namun lebih dari itu, istri memerlukan perhatian,
kasih sayang dan kemesraan hubungan.
Adakalanya istri menuntut, istri menjadi uring-uringan dan bersikap
tidak hormat lagi kepada suami, yang kemudian memiliki sikap
“permusuhan” secara diam-diam atau tertampakkan (Shohib, 1998: 20).
Berbagai ketegangan dalam hidup suami istri, bisa jadi termasuk
bagian dari bumbu kehidupan rumah tangga. Tetapi bila bumbu itu
berlebihan, akan mengakibatkan masakan menjadi tidak enak atau bisa
menjadi racun yang membunuh, artinya jika ketegangan itu berlebihan bisa
mengakibatkan hancurnya sebuah keluarga.
Pendapat lain mengenai pengertian