PENDIDIKAN MORAL ANAK PADA KELUARGA BROKEN HOME (Studi Kasus di Desa Pucangrejo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2017) - Test Repository

  

PENDIDIKAN MORAL ANAK PADA KELUARGA BROKEN HOME

(Studi Kasus di Desa Pucangrejo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal

Tahun 2017)

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendididikan

  

Oleh

KHOIROTUZ ZAINIYAH

NIM 11113005

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

  

INSTITUT AGAMA ISLAM

NEGERI SALATIGA

2017

  

MOTTO

:ا م ّلسو هيلع للها ى ّلص للها وسر لاق : ل اق ةريره ىبا نع

  ْمُهُنَسْحَا اًناَمْيِا َنْيِنِمْؤُمْلا ُلَمْك ) دوواد ىبا ( هاًقُلُخ

“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah

yang paling mulia akhlaknya”. (HR. Abu Daud)

  

PERSEMBAHAN

  Atas rahmat dan ridho Allah Swt, skripsi ini dipersembahkan untuk: 1.

  Kedua orang tuaku tercinta Bapak Waris Anwar dan Ibu Muzaroah, karena dengan bimbingan, kasih sayang, dan doa keduanya aku melangkah ke depan dengan optimis untuk meraih cita-cita.

  2. Kakak saya Nurul Latifah yang selalu membimbing, memberikan dorongan dan inspirasi dalam hal kuliah dan selalu ada saat aku butuhkan.

  3. Keluarga besarku yang selalu mendoakan keberhasilanku.

  4. Kepada seluruh sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

  5. Teman sejawat seperjuangan angkatan 2013 terlebih khusus kelas PAI. A, teman-teman PPL, KKN, dan teman lainnya di IAIN SALATIGA yang telah memberikan motivasi, inspirasi dan semangat belajar 6. Kepada teman-temanku di kos dan di rumah yang selalu memberikan semangat kepadaku.

  7. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga.

  

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

  Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasiih lagi Maha Penyanyang. Segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah-Nya. Sholawat serta salam penulis sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul: “PENDIDIKAN MORAL ANAK PADA KELUARGA BROKEN HOME

  (Studi Kasus di Desa Pucangrejo Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal) dapat terlesaikan.

  Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.

  Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

  3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

  4. Bapak Rasimin, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselaikan dengan baik.

  5. Para dosen pengajar di lingkungan IAIN Salatiga, yang telah membekali pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  6. Keluarga, saudara, sahabat semua yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaikan skripsi ini

  7. Berbagai pihak secara langsung dan tidak langsung yang telah membantu baik moral maupun materil dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

  Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis menyadari dan mengakui bahwa dalam penulisan ini jauh dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan, kemampuan dan pengetahuan penulis. Sehingga masih banyak kekurangan yang perlu untuk diperbaiki dalam skripsi ini.

  Dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan sumbangan bagi pengetahuan dalam dunia pendidikan.

  Wassalamu’alaikum Wr. Wb

  Salatiga, 28 Juli 2017

  

ABSTRAK

  Khoirotuz Zainiyah. 2017. Pendidikan Moral Anak Pada Keluarga Broken Home (Studi Kasus di Desa Pucangrejo Kecamatn Gemuh Kabupaten Kendal) Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

  Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Rasimin, M.Pd.

  Kata Kunci : Pendidikan Moral Anak, Keluarga Broken Home

  Penelitian ini membahas tentang Pendidikan Moral Anak Pada Keluarga Broken Home (Studi Kasus di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal). Fokus penelitian yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pola pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, 2) Adakah faktor penghambat dan pendukung dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, 3) Bagaimana solusi yang ditemukan dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal? Dengan demikian, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken

  

home dan solusi yang ditemukan dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken

home.

  Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (Field Research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada. Kemudian mengadakan reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisis data.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal dengan menggunakan: metode teladan, Hiwar (percakapan), pembiasaan diri dan pengalaman, nasihat dan hukuman. Sedangkan faktor penghambat dan pendukung: karena faktor anak malas untuk belajar, perilaku menyimpang anak dan kurangnya pemahaman dalam pendidikan Islami. Adapun faktor pendukung yaitu pemberian pendidikan moral sejak dini sehingga anak terbiasa dengan sadar berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku, memberikan pendidikan yang tidak hanya anak belajar di pendidikan formal anak juga perlu belajar di pendidikan non formal. Solusi dalam masalah ini dengan pemberian moral yang mendalam, pentingnya agama untuk membentengi moral anak dan membatasi pergaulan anak.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN LOGO ...................................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. iii PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KELULUSAN ............................................... v MOTTO ......................................................................................................... vi PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................... viii ABSTRAK ..................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B.

  Fokus Penelitian .......................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5 D.

  Kegunaan Penelitian .................................................................... 6 E. Definisi Operasional .................................................................... 7 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 9 BAB II. LANDASAN TEORI .......................................................................

  11 A. Pendidikan Moral Anak ............................................................... 11 1. Pengertian pendidikan moral anak ...........................................

  11 2. Urgensi pendidikan moral anak dalam keluarga ....................

  17 3. Metode pembentukan moral ....................................................

  21

  4. Tahapan perkembangan pendidikan moral ............................ 26

  5. Karakteristik anak dalam setiap fase perkembangan ........... 27

  B. Keluarga Broken Home.................................................................. 30

  1. Pengertian Keluarga broken home ......................................... 30

  2. Faktor penyebab keluarga menjadi broken home .................... 33

  3. Dampak terhadap anak keluarga broken home ....................... 35

  BAB III. METODE PENELITIAN................................................................ 37 A. Pendekatan dan jenis penelitian ................................................... 37 B. Lokasi penelitian .......................................................................... 38 C. Sumber data ................................................................................ 38 D. Prosedur pengumpulan data ......................................................... 39 E. Analisis data ................................................................................. 40 F. Pengecekan keabsahan data ......................................................... 42 G. Tahap-tahap penelitian ................................................................. 42 BAB IV. PAPARAN DATA DAN ANALISIS ............................................. 44 A. Paparan Data ............................................................................... 44 B. Analisis data ................................................................................ 50 BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 78 A. Kesimpulan ................................................................................. 78 B. Saran-saran ................................................................................... 79 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 79 LAMPIRAN-LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL

Tabel 4.5 Jumlah Kepala KeluargaTabel 4.8 Daftar Responden Penyebab Keluarga Broken

  …………………………………..……..……….48

Tabel 4.7 Daftar Responden

  ………………………………...…47

Tabel 4.6 Jumlah Keluarga Broken Home

  ………….……...……...……...……....…46

  …………………….45

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut UsiaTabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

  ……………………....……45

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan

  ………………………………..44

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama

  ………………………………......43

  Home ……………………………………..………………………..72

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya pendidikan bagi manusia merupakan suatu keharusan, karena

  manusia dalam keadaan yang tidak berdaya, sangat membutuhkan bantuan dan bimbingan orang lain untuk dapat berdiri sendiri. Manusia lahir tidak langsung dewasa yang mengidentifikasikan manusia dengan oral yang berlaku, dan manusia yang bertanggung jawab, manusia yang sanggup mempertanggung jawabkan segala akibat dari perbuatannya.

  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Sadullah, 2014: 111-112).

  Dasar pendidikan moral yang tepat pertama kali seharusnya dilakukan oleh pihak keluarga (orang tua). Dasar-dasar moral biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Menurut Ki Hajar Dewantara rasa cinta, rasa bersatu, dan lain-lain perasaaan dan keadaan jiwa yang pada umumnya sangat bermanfaat untuk berlangsungnya pendidikan, terutama pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, sehingga terdapat pusat-pusat pendidikan lain yang menyamainya (Ahiri, 2014: 45-46). Keluarga merupakan salah satu unit sosial yag hubungan antar anggotanya terdapat saling ketergantungan yang tinggi. Oleh karena itu, konflik dalam keluarga merupakan suatu keniscayaan (Lestari, 2012: 102-103).

  Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Dengan peran orang tua dalam pendidikan moral sehingga anak akan menunjukkan peningkatan prestasi belajar, diikuti dengan perbaikan sikap.

  Penanaman pendidikan moral sejak dini sangatlah bermanfaat bagi perkembangan anak. Agar mampu menjadi anak yang baik dimasa depan dan tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan luar yang sudah sangat bebas dan terbuka. Dengan diberikannya pendidikan moral bagi anak, diharapkan dapat menjadi acuan dan tolak ukur anak dalam berperilaku, sehingga ketika sudah dewasa menjadi lebih bertanggung jawab dan menghargai sesamanya serta mampu menghadapi tantangan zaman yang cepat berubah.

  Pemberian pendidikan moral yang diberikan orang tua kepada anak merupakan suatu persiapan kematangan anak dalam menghadapi masa demi masa untuk perkembangan di masa yang akan datang, karena anak adalah amanah dari Allah Swt yang wajib dirawat dan dibimbing. Pentingnya peranan orang tua menjadi tonggak utama dalam pendidikan moral anak.

  Sebagaimana Firman Allah Swt.

  

َييِقَّتُوْلِل اٌَْلَعْجاَّ ٍيُيْعَأ َةَّسُق اٌَِتاَّيِّزُذَّ اٌَِجاَّْشَأ ْيِه اٌََل ْةَُ اٌََّتَز َىُْلُْقَي َييِرَّلاَّ

اًهاَهِإ

  Artinya: Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah

  kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Furqon: 74).

  Fenomena keluarga broken home dalam masyarakat saat ini sudah menjadi hal yang wajar atau biasa. Keluarga broken home merupakan pasangan suami dan istri yang mengalami permasalahan dalam keluarga kemudian memutuskan untuk mengakhiri suatu hubungan dengan kata perceraian yang pada umumnya berdampak pada psikologis anak baik dalam pendidikan maupun lingkungan sosialnya. Perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma karena kurang adanya perhatian, kasih sayang atau salah satu dari orang tua yang tidak ikut berperan dalam proses tumbuh kembangnya pendidikan anak, sehingga anak merasa kehilangan salah satu figure teladan yang seharusnya menjadi panutan dalam perilaku moral anak. Sesudah perceraian, menuntut peran ganda dari orang tua untuk memperhatikan pendidikan moral anak, sehingga anak dalam bersikap tidak merasa kehilangan sosok panutan teladan dalam hidupnya.

  Keluarga Broken home sangat berpengaruh besar pada mental anak, akibat dari broken home dapat merusak jiwa anak. Kedudukan orang tua menjadi elemen penting dalam mengarahkan, memberi dasar pendidikan dan kepribadian bahkan sebagai pemantau perkembangan dan tata perlakuan anak.

  Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan pertikaian ini antara lain: persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memperoleh anak putra atau putri, dan persoalan prinsip hidup yang berbeda (Dagun, 2002: 114). Seorang anak yang dibesarkan dalam keadaan di mana ia tidak pernah mengecap kasih sayang orang tua, akan sulit menciptakan kasih sayang, proses ini tidak mudah karena sudah harus dimulai pada usia yang muda (Gunarsa, 2007: 38).

  Keluarga pecah (broken home) dapat dilihat dari dua aspek: yang pertama keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga meninggal dunia atau telah bercerai, dan kedua orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak di rumah atau tidak memperlihatkan hubungan yang kasih sayang. Misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis sehingga berdampak terhadap anak, seperti malas belajar, menyendiri, agresif, membolos, dan suka menentang orang tua atau guru (Hurlock, 1978: 216).

  Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud mengkaji lebih lanjut melakukan penelitian dengan judul “Pendidikan Moral Anak Pada Keluarga

  Broken Home (Studi Kasus di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten

  Kendal) ”.

B. Fokus Penelitian

  Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pola pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa

  Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal? 2. Adakah faktor penghambat dan pendukung dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh,

  Kabupaten Kendal? 3. Bagaimana solusi yang ditemukan dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten

  Kendal? C.

   Tujuan Penelitian

  Berdasarkan fokus penelitian di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pola pendidikan moral anak pada keluarga broken home di

  Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal

  2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal 3. Untuk mengetahui solusi yang ditemukan dalam pendidikan moral anak pada keluarga broken home di Desa Pucangrejo, Kecamatan Gemuh, Kabupaten

  Kendal D.

   Kegunaan Penelitian

  Manfaat penelitian ini sehubungan dengan pendidikan moral anak (studi kasus pada keluarga broken home antara lain mempunyai manfaat yang dilihat dari manfaat teoritis dan manfaat praktis.

  1. Manfaat Teoritis a.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah khasanah keilmuan dalam ilmu pendidikan Islam dan pendidikan moral.

  b.

  Dapat memberikan masukan tentang pendidikan moral anak pada keluarga broken home.

  c.

  Dapat memperkaya teori tentang pendidikan moral anak pada keluarga broken home.

  2. Manfaat praktis a.

  Memberikan informasi kepada orang tua tentang pendidikan moral anak yang mengalami keluarga broken home b.

  Mengetahui peran orang tua terhadap pendidikan moral anak yang mengalami keluarga broken home c.

  Dapat mengetahui dan meminimalisir pendidikan moral anak yang mengalami keluarga broken home sehingga sesuai dengan kaidah syariat Islam d. Diharapkan dapat memberikan dorongan kepada orang tua dan masyarakat serta elemen yang terkait untuk berperan menciptakan suatu lingkungan yang bermoral dan beradab sehingga tercipta pribadi yang luhur dan berakhlakul karimah.

E. Definisi Operasional 1.

  Pendidikan moral anak a.

  Pendidikan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Sadullah, 2014: 111- 112). b.

  Moral Moral berasal dari bahasa latin mores dari suku kata mos, yang artinya adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, perasaan, sikap, akhlak, dan cara berfikir. Dalam bahasa Arab, kata moral sering disamakan dengan akhlaq yang merupakan jamak dari kata Khuluq yang berarti tingkah laku atau budi pekerti. Moral dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah etika, tata krama, budi pekerti yang berkaitan dengan perilaku manusia. Menurut Istilah moral merupakan suatu keyakinan tentang benar dan salah, baik da buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran (Subur, 2015:54).

  c.

  Anak Dalam pandangan (Islam), anak merupakan amanah (titipan) Allah

  Swt yang harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh setiap orang tua. Sejak lahir anak telah diberikan berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai penunjang kehidupannya di masa depan (Khorida & Fadlillah, 2014: 44).

2. Keluarga Broken Home a.

  Keluarga Secara etimologis, Ki Hajar Dewantara (Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati:

  1991) kata keluarga berasal dari kata kawula dan warga. Kawula berarti

  “abdi”, yakni “hamba” dan warga berarti anggota. Sebagai abdi dalam

  keluarga wajiblah seseorang menyerahkan segala kepentinga- kepentingannya kepada keluarganya. Sebaliknya sebagai warga atau anggota seseorang berhak sepenuhnya untuk ikut mengurus segala kepentingan keluarganya (Sadullah, 2014: 186-187).

  b.

  Broken Home Terdiri dari dua suku kata yaitu broken dan home. Broken berasal dari kata break-broke-broken, artinya yaitu rusak, pecah, patah. Sedangkan

  home yaitu rumah. Jadi, broken home artinya rumah tangga yang

  berantakan (tidak harmonis), jauh dari suasana nyaman, tentram, dan damai (Sudarsono & Salimin, 1994: 37).

F. Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini, maka akan dikemukakan sistematika hasil yang secara garis besar dapat dilihat sebagai sebagai berikut: BAB I memuat kajian tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian penelitian terdahulu, definisi operasional dan sistematika penulisan.

  BAB II tentang berbagai teori yang menjadi landasan teoritik penelitian, meliputi: pengertian pendidikan moral anak, urgensi pendidikan moral anak dalam keluarga, metode pembentukan moral, tahapan pendidikan moral, karakteristik anak dalam setiap fase perkembangan, pengertian broken home, faktor penyebab keluarga menjadi broken home dan dampak terhadap anak keluarga broken home.

  BAB III tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

  BAB IV menjelaskan lebih lanjut tentang paparan data dan analisis data berdasarkan hasil penelitian. BAB V berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian dan saran-saran dari penulis sebagai sumbangan pemikiran berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah diperoleh dan daftar pustaka.

BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral Anak 1. Pengertian Pendidikan Moral Anak a. Pengertian Pendidikan moral Pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik mendapatkan awalan

  “me” sehingga menjadi “mendidik”, berarti memelihara dan memberi

  latihan diperlukan adanya sebuah pengajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, kemudian pengertian pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan (Islamuddin, 2012: 3).

  Di dalam Alqur’an ada beberapa ayat tentang pendidikan, salah satunya Q.S. Al-Baqarah: 151 yang berbunyi:

  َباَتِكْلا ُنُكُوِّلَعُيَّ ْنُكيِّكَصُيَّ اٌَِتاَيآ ْنُكْيَلَع ُْلْتَي ْنُكٌِْه لاُْسَز ْنُكيِف اٌَْلَسْزَأ اَوَك َىُْوَلْعَت اًُُْْكَت ْنَل اَه ْنُكُوِّلَعُيَّ َةَوْكِحْلاَّ

  Artinya:

  “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.

   Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Sjarkawi, 2008: 42- 43).

  Jadi, menurut penulis pendidikan adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak mampu menyelesaikan tugas hidupnya tanpa bergantung bantuan dari orang lain.

  Fungsi pendidikan ditinjau dari sudut pandangan sosiologis dan

  

antropolgi, fungsi utama pendidikan untuk menumbuhkan kreativitas

  peserta didik, dan menanamkan nilai yang baik. Karena itu tujuan akhir pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi kreatif peserta didik agar menjadi agar menjadi manusia yang baik, menurut pandangan manusia dam Tuhan Yang maha Esa (Thoha, 1996: 59).

  Tujuan pendidikan (Depdiknas, 2003) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

  Nasional pasal 3, “tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

  Selain pembahasan pendidikan juga fokuskan pada moral, dari berbagai sumber dapat diperoleh yaitu: dalam bahasa Arab, kata moral sering disamakan dengan akhlaq yang merupakan jamak dari kata Khulq yang berarti tingkah laku atau budi pekerti. Moral dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah etika, tata krama, budi pekerti yang berkaitan dengan perilaku manusia (Subur, 2015: 54).

  Moral berasal dari bahasa latin (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai, atau tata cara cara kehidupan, adapun moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan prinsip moral. Seseorang dapat dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang ini sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya (Susanto, 2011: 45).

  Moral dalam arti istilah merupakan suatu yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Moral secara eksplisit terkait dengan proses sosialisasi individu, dimana tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral juga menjadi sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan siswa harus mempunyai moral jika ingin dihormati oleh sesama (Subur, 2015: 54-55).

  Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa moral adalah nilai-nilai atau kebiasaan baik dan buruk yang diterima dan diterapkan dalam perbuatan kehidupan sehari-hari yang lebih difokuskan pada anak anak usia 6-12 tahun yang telah menerima pendidikan moral dari

  formal maupun non formal.

  Diterangkan oleh nabi sendiri, bahwa misinya adalah untuk menyempurnakan akhlak.

  ِقَلاْخَلأْا َحِلاَص َنِّوَتُلأِ ُتْثِعُت اَوًَِّإ .

  Artinya: “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan

  akhlak yang mulia (Miftahul huda, 2009: 21-22).

  Pendidikan moral berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN dan tujuan kelembagaan sekolah serta tujuan pendidikan moral yang diberikan pada tingkat sekolah dan perguruan tinggi, maka pendidikan moral di Indonesia bisa dirumuskan untuk sementara sebagai berikut:

  Maksud pendidikan moral adalah pendidikan yang mengenai dasar- dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa hingga ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan (Ulwan, 1981: 174).

  Penulis mengartikan pendidikan moral adalah suatu usaha yang mengembangkan diri sesuai kebutuhan, yang diyakini benar oleh seseorang atau kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya.

  Tujuan pendidikan moral, kematangan moral menuntut penalaran- penalaran yang matang dalam arti moral. Suatu keputusan bahwa sesuatu yang baik barangkali dianggap tepat, tetapi keputusan itu baru disebut matang apabila dibentuk oleh suatu proses penalaran yang matang. Oleh sebab itu tujuan dari pendidikan moral adalah kematangan moral, dan jika kematangan moral itu adalah sesuatu yang harus dikembangkan, maka seharusnya para guru dan pendidik serta orang tua mengetahui proses perkembangan dan cara-cara membantu perkembangan moral tersebut (Budiningsih, 2008: 26).

  Terdapat dua lembaga yang berperan mengajarkan pendidikan moral yaitu lembaga formal dilakukan oleh sekolah dan non formal oleh keluarga dan masyarakat. Pendidikan moral melalui keluarga, peran orang tua sangat dominan dalam menanamkan nilai-nilai moral dan disesuaikan dengan tumbuh kembang jiwa anak. Anak-anak akan patuh pada perintah orang tuanya untuk melakukan yang baik. Sedang pendidikan moral melalui masyarakat biasanya berupa norma sosial. Norma merupakan kaidah, aturan yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi warganya, agar kehidupan masyarakat berjalan dengan tertib. Ada beberapa norma yang harus dipatuhi dalam masyarakat antara lain; norma kesopanan, norma agama, norma kesusilaan dan norma hukum. Norma diatas sangat membantu untuk mewujudkan moral yang baik (Taofeqoh, 2007: 5).

  b.

  Anak Dalam pandangan agama Islam, anak merupakan amanah (titipan)

  Allah Swt yang harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh setiap orangtua. Sejak lahir anak telah diberikan berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai penunjang kehidupannya dimasa depan. Apabila potensi-potensi ini tidak diperhatikan, nantinya anak akan mengalami hambatan-hambatan dalam pertumbuhan maupun perkembangannya.

  Rasulullah Saw bersabda:

  ْيِه اَه َنَلَسَّ َِْيَلَع ََُللا ىَلَص ََِللا ُلُْسَز َلاَق ُلُْقَي َىاَك ًَََُأ َةَسْيَسُُ يِتَأ ْيَع ًَِِاَسِجَّوُيَّ ًَِِاَسِصٌَُّيَّ ًَِِاَدَُِِْي ٍُاََْتَأَف ِةَسْطِفْلا ىَلَع ُدَلُْي اَلِإ ٍدُْلَْْه

  Artinya:

  “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikanny a Yahudi, Nasrani, dan Majusi‟.

  (HR. Bukhari dan Muslim)

  Fitrah dalam hadis dia atas mengandung makna potensi (kemampuan dasar anak). Para mufasirin menyebutkan bahwa fitrah diartikan sebagai potensi kebaikan yang dibawa anak sejak lahir. Menurut Baharudin, istilah fitrah dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sisi bahasa dan agama. Dari sisi bahasa, makna fitrah adalah suatu kecenderungan bawaan alamiah manusia. Sementara dari segi agama, fitrah mengandung makna keyakinan agama, yaitu manusia sejak lahir telah memiliki fitrah agama taukhid yang mengesakan Tuhan. (Kholida, 2013: 45).

2. Urgensi pendidikan moral anak dalam keluarga

  Pendidikan moral haruslah dimengerti dalam arti yang jauh lebih luas dari pada sekedar pengajaran tentang etika atau moral. Pendidikan moral adalah seluruh proses dan semua usaha orang-orang dewasa untuk membantu orang-orang muda, agar hati mereka semakin tulus dan tindakan- tindakan mereka semakin berkenaan di hati Tuhan dan sesama (Nugraha, 2005: 92).

  Pendidikan merupakan suatu usaha keharusan bagi manusia karena pada hakikatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, dan tidak langsung dapat berdiri sendiri, dapat memelihara dirinya sendiri. Manusia pada saat lahir sepenuhnya memerlukan bantuan orang tuanya, karena itu pendidikan merupakan bimbingan orang dewasa mutlak diperlukan manusia.

  Anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak pada usia 6-12 tahun ketika sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang actual dan terwujud yang menyangkut suatu perbuatan (Daradjat, 1970: 109).

  Hakikatnya anak merupaan titipan Tuhan Yang Maha Esa kepada orang tuanya untuk mendidiknya, membesarkannya menjadi manusia dewasa yang penuh tanggung jawab, terutama tanggung jawab moral. Orang tua tidak boleh bertindak sewenang-wenang terhadap anaknya (Sadullah, 2014: 10).

  Moral selalu mengacu pada baik buruk manusia, sehingga moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari kebaikan manusia. Norma moral dipakai sebagai tolok ukur segi kebaikan manusia. Menurut Magnis Suseno yang dikutip Hendrowibowo, moral adalah sikap hati yang terungkap dalam sikap lahiriah. Moralitas terjadi jika seseorang mengambil sikap yang baik, karena ia sadar akan tanggung jawabnya sebagai manusia. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik sesuai dengan nurani (Hendrowibowo, 2007: 85).

  Di dalam Alqur’an ada beberapa ayat tentang moral/ etika, salah satunya QS. Ahzab: 21 yang berbunyi:

  َمَْْيْلاَّ َََّللا ُْجْسَي َىاَك ْيَوِل ٌةٌََسَح ٌةَْْسُأ ََِّللا ِلُْسَز يِف ْنُكَل َىاَك ْدَقَل اًسيِثَك َََّللا َسَكَذَّ َسِخ لآا

  Artinya:

  “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ( yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

  

  Islam sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dari aspek moral ini dan mengeluarkan petunjuk yang sangat berharga di dalam melahirkan anak dan kebiasaan yang tinggi. Berikut ini sebagian riwayat dan petunjuk Rasul di dalam upaya mendidik anak dari aspek moral.

  Mereka bertanggung jawab untuk membersihkan lidah anak-anak dari kata-kata mencela dan buruk serta, dari segala perkataan yang menimbulkan penurunan moral dan buruknya pendidikan. Jika pendidikan yang utama menurut pandangan Islam itu, pada tahapan pertama bergantung pada kekuatan perhatian dan pengawasan, maka selayaknya bagi para ayah, ibu, pengajar dan orang yang bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan dan moral untuk menghindarkan anak-anak dari perilaku menyimpang (Ulwan, 1981: 177-180).

  Masa anak-anak disebut juga sebagai masa Shabi, berlangsung dari anak berumur 6 sampai 12 tahun. Pada masa inilah anak mulai lebih mengenal keadaan lingkungan sekitarnya, bermain, sekolah di playgrup, taman kanak-kanak dan sekolah dasar sampai tamat. Pada masa ini anak tumbuh dengan pesat, begitu juga psikisnya. Peran orangtua dan keluarga sangat penting dalam masa kini, karena merupakan masa pembentukan pribadi dan karakter anak, serta masa untuk mulai sendiri, berprakarsa (berkehendak sendiri) dan menyelesaikan tugas (Muchtar, 2008: 66-67).

  Pendidikan anak harus dilakukan melalui tiga lingkungan, yaitu keluarga, sekolah dan organisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Sejak timbulnya peradaban manusia sampai sekarang, keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak manusia. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Sekolah sebagai pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak ialah dalam keluarga (Hasan, 2010: 18).

  Peralihan bentuk pendidikan informal (keluarga) ke formal (sekolah) memerlukan kerja sama antara orang tua dan sekolah (pendidik). Sikap anak terhadap sekolah akan dipengaruhi oleh sikap orang tua mereka. Oleh karena itu, diperlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah (pendidik) yang menggantikan tugasnya selama di sekolah. Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya serta menunjukkan kerja samanya dalam cara anak belajar di rumah atau membuat pekerjaan rumahnya (Hasan, 2010: 19).

  Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan dan menanamkan kebiasaan. Selain itu, peranan keluarga adalah mengerjakan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah. Dengan kata lain, ada keseimbangan antara materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah, pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak telah disadari oleh banyak pihak (Hasan, 2010: 19).

  Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila orang tua berperan dalam pendidikan, anak akan menunjukkan peningkatan prestasi belajar, diikuti dengan perbaikan sikap, kedisiplinan, serta aspirasi anak untuk belajar sampai perguruan tinggi, bahkan setelah bekerja dan berumah tangga (Hasan, 2010: 20).

3. Metode/ pola pembentukan pendidikan moral

  Menurut konsep Tazkiyatun Nafs Imam Ghazali: Secara etimologi, Tazkiyatun nafs berasal dari kata

  “tazkiyat” dan “an-nafs”. Kata “tazkiyat” berasal dari bahasa Arab yakni isim masdar dari

  “zaka” yang berarti penyucian. Kata “an-nafs” adalah jiwa, jiwa yang tidak dimaknai sebagai nafsu. Dengan demikian, secara terminologi, Tazkiyatun nafs bermakna sebagai penyucian jiwa (Sholihin, 2003: 130-131).

  Tazkiyatun nafs merupakan proses penyucian jiwa, pengembalian jiwa pada

  fitrahnya, dan pengobatan jiwa-jiwa yang sakit agar menjadi sehat kembali, melalui terapi-terapi sufistik (Sholihin, 2004: 175).

  Selanjutnya, di dalam kitab Bidayat Al-hidayah, Al-Ghazali mengatakan bahwa tazkiyatun nafs merupakan usaha menyucikan diri dari sifat memuji diri sendiri. dasar dari pemikiran tazkiyatun nafs berasal dari keyakinan para sufi bahwa jiwa manusia pada fitrahnya adalah suci.

  Disebabkan oleh adanya pertentangan dengan badan, yang dalam hal ini dapat diartikan sebagai keinginan nafsu, maka hal tersebut mengakibatkan jiwa tidak suci bahkan tidak lagi sehat. Dalam hubungan dengan sifat-sifat jiwa yang ada dalam diri manusia, tazkiyatun nafs menurut Al-Ghazali berarti pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan, dan setan yang kemudian mengisi dengan sifat-sifat ketuhanan (Jaelani, 2000: 56).

  Bentuk Tazkiyatun Nafs a.

  Tazkiyatun nafs sebagai pembinaan akhlak manusia Menurut Al-Ghazali, jiwa yang sehat bersumber dari akhlak terpuji.

  Sebaliknya, jiwa yang sakit bersumber dari akhlak tercela. Sehingga dalam hal ini, kualitas jiwa seseorng dapat dinilai dengan bagaimana penampilan akhlak seseorang.Terdapat 3 cara, yaitu:

  1) Takhalli adalah upaya seseorang untuk menghilangkan sifat-sifat tercela dari maksiat lahir dan maksiat bathin (Asmaran, 1996: 66).

  2) Tahalli adalah upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji, tahalli juga berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan perbuatan baik, kewajiban yang bersifat luar adalah kewajiban yang bersifat formal, seperti sholat, puasa, dan haji. Tahalli juga dibagi kedalam tujuh tingkatan: taubat, khauf dan raja’, zuhud, fakir, sabar.

  Ridha dan muraqabah.

3) Tajalli adalah hilangnya hijab dari sifat sifat kebasyariyyahan

  (kemanusiaan), jelasnya nur yang sebelumnya ghaib, dan fananya segala sesuatu ketika tampaknya wajah Allah. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa ketika melakukan takhalli dan tahalli tidak berkurang, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilkakukan dengan kesadaran dan rasa cinta dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya. (Amin, 2012: 214-220). b.

  Tazkiyatun nafs dalam bentuk terapi jiwa Argumentasi Al-Ghazali terhadap terapi jiwa adalah bahwa jiwa dapat diobati sebagaimana tubuh dapat diobati. Pengobatan penyakit jiwa dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dengan mendiagnosis jenis penyakit dan sebab-sebabnya. Al-Ghazali menegaskan bahwa ketaatan merupakan obat, sedangkan kemaksiatan merupakan racun yang berpengaruh terhadap hati atau jiwa. Al-ghazali mengatakan:

  “Ketahuilah bahwa semua akhlak yang buruk disembuhkan dengan ilmu dan amal. Penyembuhan tiap penyakit (jiwa) ialah dengan melawan penyebabnya. Oleh karena itu, kita harus meneliti dulu sebab-sebabnya.

  ” Dari pernyataan di atas, Al-Ghazali sangat menekankan bagaimana ilmu dan amal sangat penting dalam penyembuhan jiwa. Ilmu dalam hal ini berfungsi untuk mengetahui sebab dan akibat suatu penyakit jiwa. Selanjutnya, setelah mengetahui penyebabnya, seseorang dapat menghilangkan penyebabnya, seseorang dapat menghilangkan penyebabnya dan melakukan perbuatan (amal) yang dianggap sebagai lawan dari sifat jelek yang muncul. Amal dilakukan harus berdasarkan syariat (Sholihin, 2003: 188).

  Beberapa metode pendidikan moral menurut Abdurrahman an Nahlawi adalah : a.

  Metode Hiwar (percakapan)

  Hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau melalui tanya jawab mengenai suatu topik atau melalui tanya jawab.

  b.

Dokumen yang terkait

PENGARUH HUBUNGAN ORANG TUA ANAK DAN PENERIMAAN DIRI TERHADAP KEPUTUSASAAN PADA REMAJA DARI KELUARGA BROKEN HOME

2 7 11

POLA PENGASUHAN REMAJA DALAM KELUARGA BROKEN HOME AKIBAT PERCERAIAN (Studi Deskriptif Kualitatif di Kecamatan Jebres Kota Surakarta)

1 0 128

PERKEMBANGAN MORAL ANAK DALAM KELUARGA AYAH BERFUNGSI GANDA Studi Terhadap Tiga Keluarga Muslim Single Parent di Desa Kanigoro Kec. Ngablak Kab.Magelang Tahun 2008 - Test Repository

0 0 84

MODEL PENDIDIKAN AKHLAK ANAK USIA DINI (Studi Kasus pada Masyarakat Alas Roban Desa Sentul Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Tahun 2009)

0 0 174

PENGARUH KEHARMONISAN KELUARGA TERHADAP AKHLAK REMAJA (Studi Kasus pada Remaja Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2010) - Test Repository

0 1 109

PELAKSANAAN IJAB KABUL PERNIKAHAN DENGAN SISTEM PERHITUNGAN WAKTU (Studi Kasus Desa Jetak, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang) - Test Repository

0 0 119

MODEL PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA MUSLIM (Studi Kasus di Desa Pulutan Rw 03 Tahun 2015) SKRIPSI

0 1 139

POLA PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA TKW Studi Kasus di Keluarga TKW Dusun Tugu, Desa Banding, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang 2014 SKRIPSI

0 0 148

Remaja Putus Sekolah antara Harapan dan Tantangan (Studi di Desa Ngemplak Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang Tahun 2015) - Test Repository

0 1 125

PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL DALAM KELUARGA BEDA AGAMA( Studi Kasus pada Tiga Keluarga Islam dan Kristen di Desa Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang)

0 0 103