Alasan laki-laki memilih pasangan hidup waria berdasarkan teori hirarki kebutuhan maslow - USD Repository

  

STUDI DESKRIPTIF:

ALASAN LAKI-LAKI MEMILIH PASANGAN HIDUP WARIA

BERDASARKAN TEORI HIRARKI KEBUTUHAN MASLOW

Skripsi

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

  

Oleh

Astria Novita Sari

NIM : 029114011

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

  

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

  

Motto

“Buat hidup lebih hidup sehingga aku dapat hidup

Dan

  

Mampu menghidupi sesamaku”

“Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara, bisa jadi dirasakan

dalam semen

it, sejam, sehari, setahun.

Namun menyerah dalam perjuangan,

rasa sakit itu akan terasa selamanya.”

  

(Lance Armstrong,, mantan atlit balap sepeda AS)

  PERSEMBAHAN Karya tulis ini kupersembahkan bagi orang-orang yang hadir dalam hidupku, yang dengan tulus mencintaiku dan tetap membuat adaku menjadi berarti.

  Terima kasih, kalian telah mengisi hidupku dengan cara kalian masing-masing...

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta 16 Juni 2008 Penulis Astria Novita Sari

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma: Nama : Astria Novita Sari

  Nomor Mahasiswa : 029114011

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma Karya Ilmiah saya yang berjudul:

Studi Deskriptif Mengenai Alasan Laki- laki Memilih Pasangan Hidup Waria

  

Berdasarkan Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

  Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 16 Juni 2008 Yang menyatakan, Astria Novia Sari

  

ABSTRACT

The Reason of Men in Selecting Transsexual as Their Life Couple

Based on Maslow’s Theory of Needs Hierarchy

  

Astria Novita Sari

Faculty of Psychology

Sanata Dharma University

Yogyakarta

  This research was conducted to deeply know about the reason of men in

selecting transsexual as their life couple based on Maslow’s Theory of Needs

Hierarchy. Maslow arranged a needs hierarchy which contains various kinds of needs,

begun from the lowest to the highest needs, i.e. physiological needs, secure needs,

love and belonging needs, esteem and self-actualization needs.

  This research was qualitative research and method of research used was

descriptive qualitative. Method of data collecting used was deep interview to reveal

the reason of men in selecting transsexual as their life couple based on analysis

toward the needs of Maslow. The subject in this research comprises of three persons

by the age of 30, 38, and 23 years old. They are working as conductor of city bus,

private employees, and any of them are unemployed. These subjects had relationship

with transsexual for 4 years, 11 years and 2,5 years, respectively.

  Based on analyzed data, it could be drawn conclusion that the ma les who

choose transsexual as his life couple has unfulfilled needs for current time. Since they

live with transsexual, all of their unfulfilled needs could be fulfilled by transsexual.

These two subjects which feel unfulfilled of their physiological needs had fulfilled

their needs, because all of their needs were supported by transsexual. Meanwhile, a

subject which feels unfulfilled his need of love and belonging nowadays could fulfil

their needs because transsexual could give full of care and love up to now.

  

ABSTRAK

Alasan Laki-laki Memilih Pasangan Hidup waria

Berdasarkan Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

  

Astria Novita Sari

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

  Penelitian ini dilakukan untuk memahami secara mendalam mengenai alasan

laki- laki memilih pasangan hidup waria berdasarkan Teori Hirarki Kebutuhan

Maslow. Maslow menyusun sebuah hiraki kebutuhan mulai dari yang paling rendah

hingga kebutuhan yang paling tinggi yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa

aman, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, kebutuhan akan penghargaan dan

kebutuhan aktualisasi diri.

  Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dan metode penelitian yang

digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan

adalah wawancara mendalam untuk mengungkap alasan laki- laki memilih pasangan

hidup waria berdasarkan analisis terhadap kebutuhan-kebutuhan menurut Maslow.

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari tiga orang laki- laki yang berusia 30 tahun, 38

tahun, dan 23 tahun. Mereka ada yang bekerja sebagai kernet bus kota, karyawan

swasta dan ada yang tidak bekerja. Subjek telah menjalin hubungan dengan waria

selama 4 tahun, 11 tahun dan 2,5 tahun.

  Berdasarkan data yang dianalisis, dapat ditarik kesimpulan bahwa para lelaki

yang memilih pasangan hidup waria memiliki kebutuhan yang selama ini kurang

terpenuhi. Sejak hidup bersama waria semua kebutuhan para lelaki yang kurang

terpenuhi dapat dipenuhi oleh waria. Dua subjek yang merasa kurang terpenuhi

kebutuhan fisiologisnya sekarang sudah dapat memenuhi kebutuhannya karena semua

kebutuhan mereka ditanggung oleh waria. Sedangkan satu subjek yang merasa kurang

terpenuhi kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki sekarang dapat terpenuhi

kebutuhannya karena waria dapat memberikan perhatian dan kasih sayang yang

penuh selama ini.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena atas berkat dan

rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan karya tulis ini untuk memenuhi salah satu

syarat mendapatkan gelar Sarjana Psikologi.

  Terima kasih atas bantuan semua pihak yang telah mendukung penulis selama

ini dengan kritik ataupun saran, semangat, kehadiran, perhatian, gurauan, bantuan

baik mental, spritual dan materi. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa

terima kasih yang tak terhingga kepada:

  1. GOD The Almighty in Jesus Christ…yang selalu memberikan pelangi di setiap badai, senyum di setiap air mata, berkat di setiap cobaan dan jawab di setiap doaku.

  2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  3. Ibu Sylvia Carolina. MYM, S.Psi., M.Si selaku Dosen pembimbing Skripsi.

  Terima kasih banyak telah memberikan waktu, kritik, saran serta mendengarkan keluh kesahku selama ini, terlebih kesempatan yang sangat berarti dalam proses penyelesaian penyusunan skripsi ini.

  4. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi selaku dosen pembimbing akademikku. Terima kasih ibu untuk bimbingannya selama saya menjadi anak didik ibu, dan terima kasih atas kesabaran yang ibu berikan dalam mengoreksi kesalahanku untuk mejadi lebih baik.

  5. Mas Gandung, dan Mbak Nanik yang dengan sabar melayani untuk urusan kesekretariatan. Dan Pak Gik yang selalu semangat dan pantang merasa lelah, terimakasih atas pelayanannya selama kuliah di psikologi.

  6. Papa dan Mamaku tercinta. Terima kasih untuk segala sesuatunya, terlebih dukungan, doa serta harapan yang tak akan pernah lekang oleh waktu. Inilah karya

kecilku yang tidak sempurna yang aku bisa persembahkan buat Papa dan Mama.

  7. Kakakku satu-satunya ”Amex”. Makasih atas dukungannya selama ini ya Mex akhirnya aku lulus juga... Aku akan tetap menjadi adikmu yang ”Nduth” dan menjadi ”Maskot Keluarga” he...he...he...

8. Mbahkung. Terima kasih atas bantuannya selama ini karena tanpa mbahkung adek gak bisa kuliah seperti sekarang ini.

  9. My Lovely. Terima kasih untuk selalu menemaniku disaat aku sedang rapuh dan jatuh. Makasih juga untuk canda tawanya selama ini yang bisa selalu buat aku tersenyum, untuk selalu menjadi bagian dari hidupku dan aku berharap banget untuk bisa laluin sisa hidupku denganmu…

  Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk

itu dengan terbuka penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan dan

kesempurnaan penelitian ini.

  Semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak yang berkepentingan untuk membacanya, terima kasih.

  Yogyakarta 16 Juni 2008 Penulis Astria Novita Sari

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

PERNYATAAN KEAS LIAN KARYA........................................................ vi

ABSTRAK .................................................................................................... vii

ABSTRACT .................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv

DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xv

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................

  1 A. LATAR BELAKANG.................................................................

  1 B. RUMUSAN MASALAH ............................................................

  3 C. TUJUAN PENELITIAN .............................................................

  3 D. MANFAAT PENELITIAN .........................................................

  3 BAB II. DASAR TEORI...............................................................................

  5 A. WARIA ....................................................................................... 5 B. PERBEDAAN WARIA DAN HOMOSEKSUAL ..................... 9

  C. KEBUTUHAN MANUSIA ....................................................... 10 1. KEBUTUHAN SECARA UMUM ....................................... 10 2. KEBUTUHAN BERDASARKAN HIRARKI KEBUTUHAN MASLOW .............................................................................

  10 1. Kebutuhan Fisiologis....................................................... 12 2.

  Kebutuhan Rasa Aman ................................................... 13 3. Kebutuhan akan Cinta dan Rasa Memiliki ..................... 14 4. Kebutuhan akan Penghargaan ........................................ 15 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri ............................................ 16 D. ALASAN LAKI-LAKI MEMILIH PASANGAN HIDUP WARIA BERDASARKAN TEORI HIRARKI KEBUTUHAN

  MASLOW ...................................................................................

  19 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .....................................................

  23 A. JENIS PENELITIAN .................................................................. 23 B. SUBJEK PENELITIAN .............................................................. 24 C. METODE PENGUMPULAN DATA ......................................... 24 1.

  Wawancara ............................................................................ 24 D. ANALISIS DATA....................................................................... 40 E. KEABSAHAN DATA ................................................................ 42 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................

  44 A. PELAKSANAAN PENELITIAN ............................................... 44

  B. HASIL PENELITIAN ................................................................. 46 1.

  Deskripsi Subjek Penelitian .................................................. 46 2. Penyajian Data....................................................................... 46 C. PEMBAHASAN ......................................................................... 83 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................

  89 A. KESIMPULAN .......................................................................... 89 B. SARAN ....................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

  91 LAMPIRAN ..................................................................................................

  94 A. Transkrip Verbatim Wawancara Subjek I ................................... 95 B.

  Transkrip Verbatim Wawancara Subjek II.................................. 114 C. Transkrip Verbatim Wawancara Subjek III ................................ 147 D.

  Transkrip Verbatim Wawancara Pacar Subjek III ...................... 178

  DAFTAR TABEL TABEL I. Pedoman Umum Wawancara .......................................................

  25 TABEL II. Ringkasan Analisis Kebutuhan Laki- laki yang Memilih Pasangan Hidup waria .................................................................

  74 TABEL III Tabel Triangulasi....................................................................... 215

  DAFTAR SKEMA Skema 1 : Skema Hasil Penelitian Subjek I (Rn)....................................

  80 Skema 2 : Skema Hasil Penelitian Subjek II (Rd) ..................................

  81 Skema 3 : Skema Hasil Penelitian Subjek III (Ags) ...............................

  82

BAB I A. PENDAHULUAN Pada saat mendengar kata “lelaki”, akan terbayang seseorang yang gagah,

  

jantan, pemberani, macho, cool dan keren. Manusia diciptakan sebagai laki- laki dan

perempuan, dimana seorang laki- laki akan berpasangan dengan perempuan dan

begitu juga sebaliknya. Mereka akan saling melengkapi satu sama lain dengan

kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki.

  Pada umumnya laki- laki akan tertarik dengan lawan jenisnya yaitu

perempuan. Keduanya akan menjalin hubungan dan memahami satu sama lain.

  

Mereka juga akan memperkenalkan keluarga masing- masing sehingga dapat

mengenal lebih dekat dengan keluarga pasangannya. Begitu juga dengan para orang,

mereka diperkenalkan satu sama lain agar dapat lebih mengenal. Setelah kedua pihak

saling mengenal keluarga masing- masing dan merasa cocok maka mereka akan

memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

  Seorang laki- laki akan mencari istri yang sejati yang dapat menjalankan tugas

dan kodratnya sebagai perempuan seperti melahirkan, menyusui, memasak, mengurus

rumah tangga dan mendidik anak dengan baik. Mereka akan hidup sebagai suami istri

dan menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai suami dan istri. Berbeda dengan

pasangan pada umumnya dimana laki- laki akan menyukai lawan jenisnya yaitu

perempuan, tetapi ada juga laki- laki yang justru tertarik dan menyukai ”waria”

  

(singkatan dari wanita dan pria) bahkan sampai tinggal bersama dengannya (Heuken

dalam Koeswinarno, 1996).

  Padahal secara fisik, waria adalah seorang laki- laki yang mengidentifikasikan

dirinya sebagai seorang perempuan dengan cara berpenampilan dan berdandan seperti

perempuan. Waria ingin menj adi wanita sepenuhnya maka cara yang mereka gunakan

adalah berperan sebagai perempuan dan bertingkah laku sebagai perempuan, bahkan

sifatnya yang feminin lebih terlihat jelas dibandingkan perempuan normal. Maka

sebagai wanita, waria akan menyukai laki- laki normal dalam arti laki- laki itu tidak

”sakit” atau bukan seorang homoseksual. Laki- laki dan waria akan hidup bersama

seperti suami istri pada umumnya, tetapi waria tetap tidak bisa menjalankan kodrat

sebagai perempuan seperti melahirkan dan menyusui walaupun penampilan dan

tingkah lakunya seperti perempuan.

  Dalam masyarakat, waria masih belum bisa diterima dengan baik begitu juga

laki- laki yang hidup bersama waria karena mereka berbeda dengan pasangan pada

umumnya. Keluarga mereka pun biasanya tidak setuju jika anaknya yang laki- laki

menyukai dan hidup bersama dengan waria karena hal itu dianggap tidak wajar.

  

Begitu juga dengan masyarakat, mereka akan menganggap hal itu aneh bahkan

sebagian dari masyarakat menganggap ”jijik” terhadap waria (www.

  

Google/waria.com, 4 Desember 2006). Masyarakat akan lebih menerima pasangan

yang normal yaitu laki- laki dan perempuan yang memang pada dasarnya sudah

ditakdirkan untuk berpasangan. Tetapi ada juga masyarakat yang tidak terlalu peduli

  

masyarakat sekitar. Selain itu, waria dan pasangannya juga mau mengikuti peraturan

yang ada di masyarakat misalnya seperti ronda malam, jimpitan beras dan iuran-iuran

yang lain sehingga masyarakat bisa mene rimanya.

  Kehidupan laki- laki bersama waria memang merupakan hal yang tidak biasa,

maka tanggapan masyarakat terhadap hal tersebut juga berbeda-beda. Ada yang

beranggapan biasa saja yang penting tidak mengganggu masyarakat tetapi ada juga

yang mengganggap ”jijik” hal tersebut.

  Adanya beberapa pikiran dan pertanyaan yang muncul inilah yang membuat

peneliti merasa tertarik akan kehidupan laki- laki yang memilih pasangan hidup waria.

  

Maka dari itu, peneliti akan mencoba mengkaji dan melihat secara objektif mengenai

alasan laki- laki memilih pasangan hidup waria dan bagaimana kehidupan sehari- hari

mereka di tengah-tengah masyarakat.

B. Rumusan Masalah

  Apa alasan laki- laki memilih pasangan hidup waria berdasarkan Teori Hirarki Kebutuhan Maslow ?

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan laki- laki memilih pasangan hidup waria berdasarkan Teori Hirarki Kebutuhan Maslow.

  D.

  

Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis a.

  Penelitian ini ingin menyumbangkan suatu informasi mengenai faktor- faktor yang menyebabkan seorang lelaki menyukai seorang waria dan menjadi kekasihnya.

  b.

  Penambahan kajian dalam bidang Psikologi, khususnya dalam Psikologi Klinis mengenai faktor yang menyebabkan seorang lelaki menyukai waria.

2. Manfaat Praktis a.

  Penelitian ini dapat menginformasikan kepada masyarakat mengenai keberadaan lelaki yang menyukai seorang waria. Sehingga masyarakat dapat berpandangan lebih objektif, lebih toleransi, lebih humanis dan

dapat lebih memahami adanya fenomena ini dalam masyarakat.

  b.

  Dengan adanya sikap toleransi dan humanis terhadap kehidupan atau fenomena tersebut, maka akan tercipta kondisi masyarakat atau komunitas yang sehat dan ada keselarasan antara masyarakat dengan kelompok mereka yaitu seorang lelaki yang menyukai waria., dengan keberagaman dan keunikan dari individu- individu yang ada di dalamnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Waria Definisi waria, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), adalah

  

kependekan dari wanita pria, pria yang berjiwa dan bertingkah laku seperti wanita;

pria yang mempunyai perasaan seperti wanita. Dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia karangan Yus Badudu-Zain (1998), juga dikatakan bahwa waria yang

merupakan kependekan dari wanita pria, merupakan pria yang jiwa, tingkah laku,

serta fisiknya bersifat wanita atau kewanita-wanitaan memang bukan dibuat-buat,

tetapi merupakan bawaan dari lahir (Pria-pria Jelita Upaya Miring Fantasi &

Penyimpangan Seks).

  Boellstorff (2003) juga mengungkapkan bahwa waria adalah akronim dari

wanita dan pria, secara kasar bisa diartikan sebagai male transvestite atau laki- laki

yang berpenampilan seperti seorang perempuan.

  Drs. Marcel Latuihamallo, Msc, Ketua Mitra Indonesia, memaparkan bahwa

pada dasarnya secara fisiologis, waria itu sebenarnya adalah pria. Namun pria ini

mengidentifikasikan dirinya menjadi seorang wanita. Misalnya, dalam penampilan

dandanannya, mereka mengenakan busana dan aksesori seperti halnya wanita, bahkan

kadang aksesoris dan dandanannya terlihat berlebihan. Dalam pengertian secara

umum, waria adalah seorang laki- laki yang secara jasmani sempurna dan jelas, tetapi

  

secara psikis cenderung bertingkah laku sebagai orang dari jenis kelamin yang

berlainan (Koeswinarno, 1996 dan P. Esty dan Sugoto, 1998).

  Wenas (Yanti dalam P. Esty dan Sugoto, 1998) mengatakan bahwa istilah

waria sendiri memang ditujukan untuk penderita transseksual atau seseorang yang

memiliki fisik berbeda dengan keadaan jiwanya. Huffman, K., Vernoy, M., Vernoy, J

(1997) mengungkapkan bahwa transseksualisme adalah ketika seseorang secara fisik

memiliki jenis kelamin tertentu tetapi secara psikologis berlawanan dan memiliki

keinginan yang kuat untuk mengubah tubuhnya secara fisik dengan jenis kelamin

yang berlawanan dengan yang dimilikinya. Sejalan dengan definisi tersebut, menurut

PPDGJ III F.64.0, transseksualisme adalah suatu hasrat untuk hidup dan diterima

sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya.

  Edwards (2000) berpendapat bahwa transseksual adalah laki- laki atau

perempuan yang merasa identitas seksualnya inkongruen dengan realita secara

anatomis dan secara aktif berusaha untuk menyelesaikan konflik ini melalui tinjauan

ulang fungsi seksual sesuai tugasnya.

  Maka sampai saat ini posisi waria masih belum dapat diakui dan diterima,

dalam arti mereka tidak seperti layaknya laki- laki dan perempuan yang memiliki

kedudukan atau status yang jelas dalam masyarakat kita. Seperti yang dipaparkan

oleh Dede Oetomo (Jawa Pos, 11 Mei 2000), kaum waria belum diterima para

pemuda metropolis. Mereka menganggap kehidupan waria itu norak dan vulgar.

Penolakan terhadap mereka tidak hanya sebatas “jijik”, tetapi sampai pada tindakan-

  

waria juga merupakan bagian komunitas dari manusia normal. Kaum waria sendiri

sebenarnya sangat terbuka, khususnya di kalangan masyarakat bawah, akan tetapi di

masyarakat secara luas dapat dikatakan bahwa keberadaan mereka antara diakui dan

ditolak.

  Perubahan seorang laki- laki menjadi waria akan merubah kebiasaan dan

kegemaran mereka menjadi sebagaimana seorang perempuan. Mereka benar-benar

ingin menjadi wanita sepenuhnya, sehingga cara yang mereka gunakan adalah

berperan sebagai wanita dan berdandan serta bertingkah sebagai wanita untuk

mendapatkan kepuasan. Hal ini juga menjurus pada perilaku seks mereka. Secara

psikologis, mereka yang merasa dirinya sebagai perempuan akan cenderung mencari

pasangan (seks) seorang laki- laki (Koeswinarno, 1996). Dalam Koeswinarno (1989)

diungkapkan bahwa seorang waria tidak akan melayani seorang laki- laki yang

mengidap kelainan sebagai homoseks. Dalam pemuasan dorongan seksnya, waria

melakukan hubungan seks dengan seorang laki- laki yang normal dalam arti bahwa

laki- laki itu tidak ”sakit” atau bukan seorang homoseksual.

  Tidaklah mudah bagi waria untuk menjalin hubungan dengan orang lain,

apalagi dalam mencari pasangan atau kekasih. Maka seorang waria biasanya akan

mengorbankan segala sesuatu yang dimilikinya untuk membuat pasangannya senang

sehingga laki- laki itu tidak meninggalkan dirinya. Bagi waria uang bukan menjadi hal

yang sangat penting, tetapi kesenangan dan kepuasan dari laki- lakilah yang lebih ia

butuhkan. Maka asalkan laki- laki itu dapat memenuhi kebutuhan waria maka waria

  Hal ini dapat kita lihat dalam budaya waria yang terdapat pada pertunjukkan

seni tradisional seperti kesenian warok Ponorogo. Warok dikisahkan sebagai orang

yang sangat sakti dan untuk mempertahankan kesaktiannya mereka memelihara

gemblak, yaitu laki- laki muda yang umumnya berusia antara 9 – 17 tahun. Gemblak

ini bertugas sebagai pelayan rumah tangga sekaligus sebagai pemuas seksual bagi

Sang Warok yang sedang menimba ilmu. Mereka kerap diperlakukan sebagai seorang

waria, baik dalam perilaku maupun pena mpilan. Koeswinarno (1996)

mengungkapkan bahwa ada beberapa waria yang ditemukan dalam penelitian pernah

menjadi gemblak.

  Waria sering digunakan untuk pelampiasan nafsu laki- laki saja. Seperti yang

terdapat di Oman ,waria yang bekerja sebagai pelacur sering dikenal dengan Xanith

yang lebih berfungsi sebagai pelacur dengan harga yang lebih murah dibandingkan

dengan pelacur wanita (Koeswinarno,1996). Laki- laki yang hanya ingin mencari

kepuasan namun tidak mau mengeluarkan uang yang banyak akan memilih waria

sebagai tempat pelampiasan nafsunya.

B. Perbedaan Waria dan Homoseksual

  Secara umum waria didefinisikan sebagai individu yang secara fisik laki- laki

namun secara kejiwaan mereka adalah wanita. Persepsi diri semacam ini

menimbulkan keinginan untuk mengubah jenis kelamin mereka ke dalam bentuk

yang berlawanan. Manifestasi yang muncul adalah bagaimana mengekspresikan diri

seperti seorang wanita. Selain itu, secara seksual mereka memiliki ketertarikan

kepada sesama jenis, yaitu laki- laki.

  Sebaliknya, homoseksual adalah seseorang yang memiliki ketertarikan secara

romantis dan seksual kepada anggota jenis kelamin yang sama. Namun, mereka tidak

mempersepsi identitas mereka sebagai anggota dari lawan jenis dan tidak berusaha

untuk menjadi anggota dari jenis kelamin yang berlawanan.

  Waria merasa dirinya sebagai wanita walaupun mempunyai organ kelamin

pria normal. Karena merasa sebagai wanita, waria ingin berpenampilan seperti

mereka dan tertarik pada pria. Sedangkan pria homoseksual menyadari bahwa dirinya

adalah seorang laki- laki, tetapi tertarik pada sesama jenis, karena menyadari dirinya

seorang laki- laki, seorang homoseksual pria bisa jadi berpenampilan sangat maskulin

(Kompas, 17 Maret 2003).

  Penelitian yang dilakukan oleh Langevin,et. al (1978) menunjukkan bahwa

tingkat femininitas waria lebih tinggi daripada laki- laki homoseksual. Maka dengan

femininitas yang ia miliki biasanya waria menjalin hubungan dengan laki- laki

normal.

C. KEBUTUHAN MANUSIA 1. Kebutuhan Secara Umum

  Kartono (1987) mendefinisikan kebutuhan sebagai setiap kekurangan yang

ada pada individu sebagai persayaratan untuk tetap hidup, baik yang berupa

kegemaran, maupun kebutuhan fisiologis, atau penyesuaian yang optimal terhadap

lingkungan. Sedangkan Winkel memandang kebutuhan sebagai suatu kekosongan

yang diperlukan bagi kesejahteraannya, paling sedikit menurut pikirannya sendiri

(Winkel, dalam Purwaningsih, 2002).

  Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkah

laku manusia timbul karena adanya suatu kebutuhan, dan tingkah laku manusia

tersebut mengarah pada pencapaian tujuan yang dapat memenuhi atau memuaskan

kebutuhan itu (Handoko, 1992). Sarwono (1995) berpendapat bahwa setiap manusia

memiliki kebutuhan yang pemunculannya berbeda-beda tergantung pada kondisi

individu yang bersangkutan. Manusia ingin mendapatkan atau memenuhi semua

kebutuhan dan keinginannya masing- masing dalam porsi yang memang sesuai

dengan kehendaknya sendiri.

2. Kebutuhan Berdasarkan Hirarki Kebutuhan Maslow

  Kebutuhan karena adanya ketidakseimbangan dalam diri individu membuat

individu yang bersangkutan melakukan suatu tindakan. Tindakan itu mengarah pada

suatu tujuan, tujuan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Bila

kebutuhan yang pertama sudah terpenuhi, maka akan terjadi ketidakseimbangan pada

  

taraf yang lebih tinggi. Keadaan ini menimbulkan kebutuhan baru dan seterusnya

sehingga manusia boleh dikatakan tidak pernah diam (Handoko, 1992).

  Kebutuhan manusia secara umum dibedakan menjadi dua, yang pertama

adalah kebutuhan biologis atau kebutuhan primer dan yang keduaadalah kebutuhan

sekunder atau kebutuhan psikologis. Kebutuhan primer mutlak harus dipenuhi karena

kebutuhan ini menunjang manusia agar tetap hidup, diantaranya adalah makan,

minum, tempat tinggal, bernafas, beristirahat, dan seterusnya. Sedangkan kebutuhan

psikologis adalah kebutuhan yang jika dipenuhi akan membuat orang lebih bahagia

hidupnya. Contoh kebutuhan sekunder adalah kasih sayang, pujian, rasa aman,

kebebasan dan lain- lain (Handoko, 1992).

  Seorang ahli psikologi bernama Abraham Maslow membedakan motif

manusia berdasarkan taraf kebutuhannya, mulai dari kebutuhan biologis manusia

yang dibawa sejak lahir, sampai dengan kebutuhan psikologis yang kompleks. Ia

kemudian menyusun sebuah hirarki kebutuhan yang berisi kebutuhan biologis dan

psikologis dari tingkatan yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi.

Menurut Maslow manusia dimotivasikan oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat

sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari sumber genetis atau

naluriah. Hal ini merupakan konsep fundamental dari teori Maslow.

  Menurut Maslow suatu motif akan menguasai tingkah laku seseorang bila

motif yang berada di bawahnya sudah terpenuhi. Tingkah laku manusia mula- mula

dikuasai oleh kebutuhan yang paling rendah yaitu motif fisiologis, seperti lapar, haus

  

(Handoko, 1992). Maslow menyebutkan 5 kebutuhan manusia di dalam hirarkinya.

Kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam hirarki tersebut bersifat saling melengkapi satu

dengan yang lainnya (Kanuk, dalam Schiffman dan Kanuk, 2000).]

  Maslow menyusun kebutuhan-kebutuhan tersebut ke dalam urutan yang

berbentuk seperti piramid atau anak tangga, dengan susunan serta keterangan sebagai

berikut (dimulai dari kebutuhan yang paling rendah tingkatannya) : (dalam Goble, 1987)

1. Kebutuhan Fisiologis

  Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar, kuat dan jelas dibandingkan kebutuhan lainnya. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis terdiri dari kebutuhan-kebutuhan yang pemuasannya ditujukan pada pemeliharaan proses-proses biologis dan kelangsungan hidup. Termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah kebutuhan untuk makan, minum, oksigen, tidur, dan beraktivitas, seks, tempat berteduh dan berlindung dari segala suhu dan rangsang sensoris (Ziegler & Hjelle, 1981). Seseorang akan menekan atau mengabaikan kebutuhan lainnya sampai kebutuhan ini terpenuhi atau terpuaskan. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan dasar memiliki pengaruh ya ng cukup besar pada tingkah laku manusia apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi atau terpuaskan.

  Maslow juga mengatakan bahwa orang dapat saja menyusun daftar panjang tentang kebutuhan fisiologisnya, tergantung seberapa rinci orang tersebut ingin membuatnya.

  Goble (1987) menulis bahwa kebutuhan fisiologis dapat pula disebut sebagai kebutuhan primer, karena telah ada sejak manusia dilahirkan.

  Jika seseorang mengalami kekurangan dalam kebutuhan fisiologisnya, ia akan

mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan

fisiologisnya terpenuhi. Lebih lanjut Maslow menambahkan, bahwa kebutuhan

fisiologis berbeda dengan kebutuhan lain setidaknya dalam dua hal.

  

Pertama, kebutuhan fisiologis merupakan satu-satunya kebutuhan yang sangat

mungkin untuk dipenuhi atau bahkan dipenuhi secara berlebihan. Sedangkan

yang kedua adalah bahwa kebutuhan fisiologis memiliki pemunculan yang

berulang (Feist & Feist, 1998).

2. Kebutuhan Akan Rasa Aman

  Kebutuhan ini meliputi kebebasan, keteraturan, aman secara finansial,

dan menjalin relasi yang harmonis dengan anggota keluarga. (Koeswara, 1989).

  

Kebutuhan ini akan muncul pada diri individu apabila kebutuhan fisiologisnya

terpenuhi. Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, manusia kemudian akan

didorong oleh keinginan mencari perlindungan atau memperoleh rasa aman.

  Inti dari kebutuhan ini adalah untuk memperoleh kepastian yang layak

dari lingkungannya (Ziegler & Hjelle, 1981). Hal- hal yang termasuk dalam

kategori kebutuhan ini diantaranya adalah jaminan keamanan fisik, kestabilan

atau keseimbangan, dan perlindungan (Feist & Feist, 1998 ; Kanuk, dalam apabila kebutuhan fisiologisnya terpenuhi. Kebutuhan akan rasa aman muncul dan mema inkan peranan dalam bentuk mencari tempat perlindungan, membangun privasi individual, mengusahakan keterjaminan finansial melalui asuransi atau dana pensiun, dan sebagainya.

  Maslow percaya bahwa kita membutuhkan sedikit banyak sesuatu yang sifatnya rut in dan dapat diramalkan. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.

3. Kebutuhan Akan Cinta dan Rasa Memiliki

  Setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpenuhi, kebutuhan seseorang akan meningkat pada kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki. Feist & Feist (1998) menulis bahwa bagi sebagian besar manusia, kebutuhan fisiologis dan rasa aman sudah terpuaskan dengan baik, tetapi tidak demikian halnya dengan kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki. Sebagian besar manusia akan menetap pada tingkat kebutuhan ini hingga tercapai kestabilan untuk dicintai dan diterima oleh orang lain. Hal- hal yang termasuk dalam kategori kebutuhan ini diantaranya adalah cinta, kasih sayang dan penerimaan (Kanuk, dalam Schiffman dan Kanuk, 2000). Menurut Maslow kebutuhan cinta disini tidak boleh dikacaukan dengan seks, yang dapat dipandang sebagai kebutuhan fisiologis semata. Tanpa kasih sayang, pertumbuhan dan perkembangan akan terhambat karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial (Goble, 1987).

  Kebutuhan akan rasa memiliki mendorong individu untuk membangun mengakibatkan individu merasa kesepian dan tidak berdaya. Kebutuhan rasa memiliki-dimiliki akan terpenuhi bila kita menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain.

  Kebutuhan-kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang dapat dideskripsikan sebagai berikut (As’ad 1991; Goble 1987) : a.

  Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dimana dia hidup dan bekerja.

  b.

  Kebutuhan akan disayangi oleh teman-teman dan orang lain dimana dia hidup dan bekerja.

  c.

  

Kebutuhan akan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting.

  d.

  Kebutuhan untuk bisa berprestasi.

  e.

  Kebutuhan untuk bisa bekerja sama.

  Kebutuhan ini akan menjadi sulit untuk dipenuhi karena faktor mobilitas kita sendiri, misalnya sering berpindah-pindah tempat kerja, rumah rumah maupun kota. Kita tidak memiliki cukup banyak waktu untuk mengembangkan rasa saling memiliki sehingga kadang kala ada orang yang merasa kesepian walau banyak orang disekelilingnya (Schultz, 1998).

4. Kebutuhan Akan Penghargaan

  Kebutuhan akan penghargaan oleh Maslow dibagi menjadi 2 yaitu: a. Penghargaan yang berasal dari diri sendiri.

  b.

  Penghargaan yang berasal dari orang lain.

  Penghargaan yang berasal dari diri sendiri berupa hasrat individu untuk memperoleh rasa percaya diri, kompetensi, kekuatan pribadi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan (Koeswara, 1989; Goble, 1987). Sedangkan penghargaan dari orang lain berupa prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, nama baik serta penghargaan (Goble, 1987). Maslow menekankan bahwa terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada individu menghasilkan rasa dan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat dan rasa mampu. Sebaliknya jika kebutuhan ini tidak terpuaskan maka akan menyebabkan individu tersebut mengalami perasaan rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah dan rasa tidak berguna (Koeswara, 1989).

  Schultz (1998) berpendapat bahwa penghargaan yang berasal dari orang lain merupakan hal yang utama, karena kita akan cenderung lebih mudah untuk berpikir baik tentang diri kita sendiri jika kita merasa yakin bahwa orang lain berpikir baik tentang diri kita.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri

  Saat seseorang telah memenuhi kebutuhannya akan penghargaan, ia akan mulai membentuk dasar yang kuat untuk menapaki kebutuhan selanjutnya yaitu aktualisasi diri (Feist & Feist, 1998). Kebutuhan ini mengacu pada keinginan individu untuk menggunakan potensi, bakat dan kemampuan yang dimilikinya secara maksimal, sehingga ia dapat menjadi apapun sesuai dengan

  

yang optimal akan memberi kesempatan bagi individu untuk mengembangkan

potensinya secara maksimal (Bruno, 1983).

  Aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi

tingkatannya dalam teori hirarki kebutuhan Maslow. Definisi aktualisasi diri

menurut Maslow adalah penggunaan dan pemanfaatan secara penuh bakat,

kapasitas, potensi-potensi dan lain- lain. Orang-orang yang teraktualisasi dirinya

dapat memenuhi dirinya dan melakukan sesuatu secara maksimal. Maslow

menyebutkan bahwa orang yang teraktualisasi dirinya adalah orang yang berusia

lanjut, cenderung dipandang sebagai keadaan puncak atau keadaan akhir bukan

suatu proses dinamis yang terus aktif sepanjang hidup. Namun sering penelitian

Maslow terhadap orang yang teraktualisasi diri atau istilah lainnya adalah

menjadi manusiawi secara penuh, maka Maslow mengkategorikan orang-orang

yang teraktualisasikan dirinya sebagai berikut (Goble, 1987) : a.

  

Orang yang teraktualisasi dirinya adalah orang yang berkembang atau

menemukan jati diri dan berkembangnya potensi-potensi yang ada atau yang terpendam.

  b.

  

Harapan-harapan dan hasrat pribadi tidak dibiarkan menyesatkan pengamatan

mereka sendiri.

  c.

  

Tegas dan memiliki pengertian yang lebih jelas tentang mana yang benar dan

mana yang salah.

  d.

  

Mampu menembus dan melihat realitas yang tersembunyi dan e.

  

Memiliki sifat rendah hati, mampu mendengarkan orang lain dengan penuh

kesabaran, mampu mengakui bahwa mereka tidak tahu segala-galanya dan orang lain mampu mengajari mereka tentang sesuatu.

  f.