Kepribadian Tokoh dalam Antologi Cerpen Karya Seno Gumira Ajidarma: Kajian Psikoanalisis

(1)

KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN

KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA:

KAJIAN PSIKOANALISIS

TESIS

OLEH

MUHAMMAD ANGGIE JANUARSYAH DAULAY

097009027/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN

KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA:

KAJIAN PSIKOANALISIS

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

MUHAMMAD ANGGIE JANUARSYAH DAULAY

097009027/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA: KAJIAN PSIKOANALISIS

Nama Mahasiswa : Muhammad Anggie Januarsyah Daulay Nomor Pokok : 097009027

Program Studi : Linguistik

Konsentrasi : Analisis Wacana Kesusastraan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si.) (Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A.)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE.)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 17 November 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si. Anggota : 1. Dr. T. Thyrhaya Zein, M. A.

2. Dr. Asmyta Surbakti, M. Si. 3. Dr. Nurlela, M.Hum.


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

KEPRIBADIAN TOKOH DALAM ANTOLOGI CERPEN KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA:

KAJIAN PSIKOANALISIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, November 2011


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Muhammad Anggie Januarsyah Daulay Tempat dan Tgl.Lahir : Medan, 27 Januari 1987

Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam

Alamat : Jln. Batang Kuis G. Tirta Jaya Dusun IX Tanjung Morawa

Status : Belum Menikah Pekerjaan : Dosen

Pendidikan Formal:

1. SD Negeri 105855 Tamora 1992 - 1998 2. SLTP Swasta Harapan 2 Medan 1998 - 2001 3. SMA Negeri 18 Medan 2001 - 2004 4. S1 FBS Sastra Indonesia Unimed 2004 - 2008 5. S2 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 2009 – 2011

Pendidikan Nonformal :

1. Pelatihan Bedah Buku Filosofi Kopi Dewi Lestari FBS Universitas Negeri Medan (2006)

2. Pelatihan Prigel Menulis di Media Massa FBS Universitas Negeri Medan (2007)

3. Pelatihan Menulis Karya Sastra KOMA UMN Al-Washliyah Medan (2009) 4. Pelatihan Akreditasi Tutor Universitas Terbuka Kerjasama antara UPBJJ UT


(7)

Pekerjaan :

1. Reporter Bidang Kemahasiswaan pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Medan (2007-2008)

2. Guru Komputer di Universitas Negeri Medan (2008-2009)

3. Asisten Dosen Luar Biasa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah, Medan (2009-2010)

4. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah, Medan (Sejak 2009)

5. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Terbuka, Medan (Sejak 2009)

6. Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Prima Indonesia, Medan (Sejak 2011)


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur bagi Allah SWT karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat meneguhkan hati di tengah kebimbangan dan keterputusasaan dalam menyusun, mengolah, dan menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini penulis beri judul “Kepribadian Tokoh dalam Antologi Cerpen Karya Seno Gumira Ajidarma: Kajian Psikoanalisis”. Tesis ini membicarakan struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego yang dialami oleh empat tokoh dalam empat cerpen. Teori struktur kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bagian dari kajian Psikoanalisis Sigmund Freud. Setiap manusia pasti memiliki struktur kepribadian dalam dirinya, wujud dari struktur tersebut muncul ketika manusia memiliki keinginan, penyaluran, dan penyeimbang sebagai benteng dari keinginan yang tidak terpuaskan. Oleh karena itulah, struktur kepribadian cocok digunakan dalam menganalisis antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” yang banyak menawarkan problematika kehidupan manusia beserta cara mereka meminimalisasi serta mengatasi masalah tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan adanya dinamika kerja sistem id, ego, dan superego yang hinggap pada kepribadian para tokoh. Tiga cerpen menunjukkan keselarasan prinsip kerja ketiga struktur kepribadian tokoh-tokohnya. Artinya masing-masing struktur tuntas bertanggung jawab atas dasar pijakan prinsip, cerpen tersebut berjudul “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’”, “Legenda Wongasu”, dan “Avi”. Namun ada satu judul cerpen yang salah satu struktur kepribadiannya, justru tidak sesuai dengan prinsip kerja sebagai kontrol, nilai norma, dan penyeimbang. Struktur kepribadian tersebut adalah superego, sehingga


(9)

manifestasinya menyebabkan masalah baru yang berakibat fatal bagi kehidupan seseorang, walaupun pada akhirnya desakan id berhasil diwujudkan ego. Dinamika seperti inilah yang terulas dalam penelitian ini.

Penyelesaian tesis ini telah diusahakan keilmiahannya oleh penulis. Kelemahan atau kesalahannya tetap menjadi tanggung jawab penulis. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan tesis ini.

Medan, November 2011 Penulis,

Muhammad Anggie Januarsyah Daulay NIM 097009027


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaikan tesis ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala doa, perhatian, bimbingan, arahan, serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis oleh pihak-pihak berikut ini.

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K). selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta Staf Akademik dan Administrasinya.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Linguistik Sekolah Pascasarjana USU beserta Dosen dan Staf Administrasinya.

4. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan dorongan dan motivasi.

5. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan serta membangun logika berpikir penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(11)

6. Dr. Asmyta Surbakti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik, Dosen Penguji, sekaligus sebagai teman bertukar pikiran serta telah rela berbagi waktu menyalurkan dan mendiskusikan ilmu-ilmunya kepada penulis.

7. Bapak Seno Gumira Ajidarma selaku sastrawan yang menulis antologi cerpen “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” Sebagai bahan penelitian ini.

8. Alm. Drs. Antilan Purba, M.Pd selaku dosen sekaligus sastrawan yang semasa hidup banyak memberikan masukan positif dan membangkitkan semangat penulis dalam penyelesaian tesis ini.

9. Ayahanda Drs. Syahnan Daulay, M.Pd dan Ibunda Dra. Rosdiana Siregar, yang telah memotivasi, memahami, dan senantiasa membimbing penulis dengan penuh kasih dan sayang.

10.Abangda Ibrahim R. S. Daulay, S.E, Adinda Zulkarnain H. Daulay, S.H, dan Dian Rosyalin Brangzo Daulay, S.Pd. yang telah memberikan doa tulus kepada penulis dalam mengerjakan tesis ini.

11.Alfina Gustiany Siregar, S.S. selaku teman baik yang telah begitu banyak mengorbankan waktu, perasaan, dan pikiran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

12.Mama Lina, Alm. Wak Tarigan, Wak Lilik dan Mama Inun yang tidak habis-habisnya mendoakan penulis dari awal perkuliahan sampai dapat terselesaikannya tesis ini.


(12)

13.Sahabat mahasiswa Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU angkatan 2009. Sinta Diana, Yuna, Prinsi Daulay, Yelly, Irwan, Edy, Rico, Elva, Henny, Cito, Kenny, serta teman-teman sepenanggungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

14.Teman seprofesi penulis di UT, UNPRI, dan UMN Al-Washliyah Medan.

15.Staf Administrasi Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU dan semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi kepada penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tesis ini

Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa, dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam kajian sastra, khususnya yang berhubungan dengan psikosastra dan psikoanalisis. Terima kasih.

Medan, November 2011 Penulis,

Muhammad Anggie Januarsyah Daulay NIM 097009027


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL

PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING PANITIA PENGUJI

PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI . ... ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1. 2 Pembatasan Masalah ... 6

1. 3 Rumusan Masalah ... 7

1. 4 Tujuan Penelitian ... 8

1. 4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1 Manfaat Praktis ... 9

1.5.2 Manfaat Teoretis ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, HAKIKAT, DAN LANDASAN TEORI ... 10


(14)

2. 2 Hakikat ... 15

2.2.1 Cerpen ... 15

2.2.2 Unsur-unsur Intrinsik Fiksi ... 17

2.2.2.1 Tema ... 18

2.2.2.2 Alur/Plot ... 18

2.2.2.3 Tokoh dan Penokohan ... 19

2.2.2.3.1 Penokohan dalam Cerpen ... 19

2.2.2.4 Setting atau Latar ... 20

2.2.2.5 Sudut Pandang Pencerita ... 21

2.2.2.6 Gaya Bahasa... 22

2.2.3 Kategorisasi Tokoh ... 22

2.2.4 Teknik-teknik Pembentukan Tokoh dalam Karya Sastra ... 25

2.2.4.1 Teknik Ekspositori (Analitik) ... 25

2.2.4.2 Teknik Dramatik ... 25

2.3 Landasan Teori ... 29

2.3.1 Psikologi Sastra ... 29

2.3.1.1 Esensi Psikologi ... 29

2.3.1.2 Psikologi Sastra ... 29

2.3.2 Psikoanalisis Sigmund Freud ... 31

2.3.3 Defenisi Kepribadian ... 32

2.3.4 Teori Struktur Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud ... 33

2.3.4.1 Id (das Es) ... 33

2.3.4.2 Ego (das Ich) ... 34

2.3.4.3 Superego (das uber Ich) ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 Metode Penelitian ... 37

3.2 Sumber dan Data Penelitian ... 38


(15)

3.4 Instrumen Penelitian ... 40

3.5 Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1 Hasil Penelitian ... 42

4.1.1 Identifikasi Tokoh ... 42

4.1.2 Struktur Kepribadian Sigmund Freud berupa Analisis Id, Ego dan Superego ... 54

4.1.2.1 Analisis Struktur Kepribadian Id... 54

4.1.2.1.1 Cerpen ‘’’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” ... 54

4.1.2.1.2 Cerpen ‘’Legenda Wongasu”... 55

4.1.2.1.3 Cerpen ‘’Avi” ... 55

4.1.2.1.4 Cerpen ‘’Penjaga Malam dan Tiang Listrik” ... 56

4.1.2.2 Analisis Struktur Kepribadian Ego ... 58

4.1.2.2.1 Cerpen ‘’’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” ... 58

4.1.2.2.2 Cerpen ‘’Legenda Wongasu”... 59

4.1.2.2.3 Cerpen ‘’Avi” ... 59

4.1.2.2.4 Cerpen ‘’Penjaga Malam dan Tiang Listrik” ... 60

4.1.2.3 Analisis Struktur Kepribadian Superego ... 62

4.1.2.2.1 Cerpen ‘’’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” ... 62

4.1.2.2.2 Cerpen ‘’Legenda Wongasu”... 63

4.1.2.2.3 Cerpen ‘’Avi” ... 63

4.1.2.2.4 Cerpen ‘’Penjaga Malam dan Tiang Listrik” ... 64


(16)

4.1 Pembahasan ... 81

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 100

5.1 Simpulan ... 100

5.1.1 Identifikasi Tokoh ... 100

5.1.2 Struktur Kepribadian Sigmund Freud ... 101

5.2 Saran ... 102


(17)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Identifikasi Tokoh ………. 49 2. Struktur Kepribadian Sigmund Freud ………... 67


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Biografi Seno Gumira

Ajidarma...

109

2. Biografi Sigmund Freud

...

114

3. Sinopsis Cerpen

...

122

4. Sejarah Penerbitan Cerpen

...

129

5. Sampul Cerpen

...


(19)

ABSTRAK

1.2.1 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian tokoh dalam antologi cerpen “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya Seno Gumira Ajidarma. Struktur kepribadian tersebut berupa id (keinginan & kebutuhan), ego (penyaluran), dan superego (Peyeimbang/kontrol/normatif). Analisis penelitian ini menggunakan teori struktur kepribadian dalam kajian Psikoanalisis Sigmund Freud.

Sumber data pada penelitian ini terdiri atas empat cerita pendek, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Masing-masing judul cerpen memiliki satu tokoh. Data yang terkumpul berupa kalimat dan paragraf merupakan data yang diambil melalui teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.

Hasil penelitian identifikasi tokoh menunjukkan (1) cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan dan teknik pikiran dan perasaan, (2) cerpen “Legenda Wongasu” menggunakan satu teknik yaitu teknik reaksi tokoh, (3) cerpen “Avi” menggunakan teknik pikiran dan perasaan dan teknik percakapan, (4) cerpen “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan/reaksi tokoh lain dan teknik reaksi tokoh. Hasil penelitian struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego yang dialami oleh para tokoh ini, memproduksi dua hasil akhir yaitu superego berhasil bertugas (positif) dan superego yang tidak berhasil (negatif) . Tiga judul cerpen yang struktur kepribadian superego (positif) para tokohnya sejalan dengan fungsi akhir sebagai normatif adalah ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, dan ”Avi. Sedangkan satu judul cerpen yang struktur kepribadian superegonya berakhir negatif adalah ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”


(20)

ABSTRACT

The purpose of this research is to describe character’s personality structures in anthology short story “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” Made by Seno Gumira Ajidarma. The personality structures consist of id (desire and needs), ego (distribution), and superego (balancer/control/normative). This research’s analysis used personality structures theory in study of psychoanalysis by Sigmund Freud.

The source of data in this research consists of four short stories, such as “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi”, and ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Each of these short stories has one main character. The collected data consist of sentences and paragraphs which collected from the techniques of character’s establishment in literature. The result of research showed (1) “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian’” short stories used two technique, discourse and feeling and thought technique, (2) “Lengenda Wongasu” short story used one technique, character’s response technique, (3) “Avi” short story used feeling and thought technique and discourse technique, (4) “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” short story used two techniques, such as discourse/other characters’ response technique and character’s response technique.

The result of personality structure research consist of id, ego, and superego that main characters’ experienced, make two final result, such as superego successfully work (positive) and superego does not work. The three of short stories which have the superego (positive) personality character that parallel with the final function as normative are ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, and ”Avi. Whereas one short story which has negative superego of personality character is”Penjaga Malam dan Tiang Listrik” Keywords: Psychoanalysis: personality structure, character


(21)

ABSTRAK

1.2.1 Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kepribadian tokoh dalam antologi cerpen “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya Seno Gumira Ajidarma. Struktur kepribadian tersebut berupa id (keinginan & kebutuhan), ego (penyaluran), dan superego (Peyeimbang/kontrol/normatif). Analisis penelitian ini menggunakan teori struktur kepribadian dalam kajian Psikoanalisis Sigmund Freud.

Sumber data pada penelitian ini terdiri atas empat cerita pendek, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Masing-masing judul cerpen memiliki satu tokoh. Data yang terkumpul berupa kalimat dan paragraf merupakan data yang diambil melalui teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.

Hasil penelitian identifikasi tokoh menunjukkan (1) cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan dan teknik pikiran dan perasaan, (2) cerpen “Legenda Wongasu” menggunakan satu teknik yaitu teknik reaksi tokoh, (3) cerpen “Avi” menggunakan teknik pikiran dan perasaan dan teknik percakapan, (4) cerpen “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan/reaksi tokoh lain dan teknik reaksi tokoh. Hasil penelitian struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego yang dialami oleh para tokoh ini, memproduksi dua hasil akhir yaitu superego berhasil bertugas (positif) dan superego yang tidak berhasil (negatif) . Tiga judul cerpen yang struktur kepribadian superego (positif) para tokohnya sejalan dengan fungsi akhir sebagai normatif adalah ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, dan ”Avi. Sedangkan satu judul cerpen yang struktur kepribadian superegonya berakhir negatif adalah ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”


(22)

ABSTRACT

The purpose of this research is to describe character’s personality structures in anthology short story “’Aku Kesepian, Sayang.’, ‘Datanglah, Menjelang Kematian.’” Made by Seno Gumira Ajidarma. The personality structures consist of id (desire and needs), ego (distribution), and superego (balancer/control/normative). This research’s analysis used personality structures theory in study of psychoanalysis by Sigmund Freud.

The source of data in this research consists of four short stories, such as “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi”, and ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Each of these short stories has one main character. The collected data consist of sentences and paragraphs which collected from the techniques of character’s establishment in literature. The result of research showed (1) “’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian’” short stories used two technique, discourse and feeling and thought technique, (2) “Lengenda Wongasu” short story used one technique, character’s response technique, (3) “Avi” short story used feeling and thought technique and discourse technique, (4) “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” short story used two techniques, such as discourse/other characters’ response technique and character’s response technique.

The result of personality structure research consist of id, ego, and superego that main characters’ experienced, make two final result, such as superego successfully work (positive) and superego does not work. The three of short stories which have the superego (positive) personality character that parallel with the final function as normative are ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, and ”Avi. Whereas one short story which has negative superego of personality character is”Penjaga Malam dan Tiang Listrik” Keywords: Psychoanalysis: personality structure, character


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak pernah lepas dari permasalahan kehidupan, sebab manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan oleh akal dan pikiran. Untuk itu, setiap manusia sebagai individu senantiasa mencoba melibatkan diri dengan orang lain untuk berinteraksi dan menelurusi jati diri di dalam kehidupan. Selain itu, manusia adalah pribadi yang sering mempertanyakan keberadaannya seiring dengan perkembangan dunia. Dalam hal ini, manusia mulai kehilangan pandangan tentang hubungan dengan sesama manusia dan nilai pribadi individu yang cenderung menimpalkan kesalahan kepada diri sendiri tanpa menghiraukan kesanggupan dan keberadaan potensi diri. Oleh karena itu, banyak ditemukan manusia yang merasa tidak berdaya, tidak mampu atau bahkan tidak bertahan dalam menghadapi suatu problematika kehidupan yang ada.

Manusia pada dasarnya selalu terhubung pada situasi-situasi tertentu di mana pun berada. Namun situasi-situasi itu bukan miliknya secara utuh, sebab setiap manusia harus membagi situasi-situasi itu dengan orang lain. Untuk itu, interaksi antara manusia yang satu dengan yang lain sangatlah diperlukan, mengingat manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa hidup berdampingan.


(24)

Selain itu, manusia juga harus menyadari bahwa setiap manusia pada dasarnya adalah sama dan juga memiliki hasrat untuk berkomunikasi antara satu dengan lainnya guna pencapaian maksud, keinginan ataupun sebagai sarana pemecahan masalah dengan adanya solusi-solusi dari pandangan pihak lain.

Seni sastra, sebagai salah satu pandangan kehidupan manusia bukan hanya sebuah karya seni estetika yang mampu menyajikan unsur kehidupan secara murni, tulus, dan menarik bagi pembaca, tetapi juga merupakan faktor lain yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca, terlebih bagaimana cara seseorang mampu keluar dari berbagai persoalan yang terlukiskan dalam karya tersebut. Hal semacam ini banyak tergambar dalam karya sastra.

Melalui karya sastra, pengarang mempunyai misi untuk membentuk pola kepribadian dari masing-masing karakter tokoh guna menjalankan alur penceritaan yang tidak monoton pada satu peristiwa saja. Lebih lanjut Supaat (2008:4) menjelaskan bahwa ”Karakteristik kepribadian manusia dapat menjelma menjadi suatu bahasa, suatu seni, dan suatu sastra”. Artinya, antara manusia dan karya sastra merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Pengarang melalui prilaku batin dan kejiwaannya mencoba menuangkan apa yang dirasa, dialami, dilihat, dan diperhatikan dalam kehidupan nyata ke dalam karya sastra melalui simbol, ikon, dan lambang.

Kelihaian pengarang merelevansikan kepribadian tokoh dalam kehidupan nyata dengan watak kepribadian tokoh dalam karya sastra yang pada akhirnya


(25)

terepresentasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Endaswara (2008: 86) yang menyatakan:

Gejala-gejala kejiwaan yang dapat ditangkap oleh sang pengarang dari manusia-manusia lain tersebut, kemudian diolah dalam batinnya dipadukan dengan kejiwaannya sendiri lalu disusunlah menjadi suatu pengetahuan baru dan diendapkan dalam batin. Jika endapan pengalaman ini telah cukup kuat memberikan dorongan pada batin sang pengarang untuk melakukan proses kreatif, maka dilahirkannya endapan pengalaman tersebut dalam wahana bahasa simbol yang dipilihnya dan diekspresikan menjadi sebuah karya sastra.

Karya sastra berbentuk antologi cerita pendek (cerpen) pada umumnya banyak disukai oleh pembaca, hal ini dapat dilihat melalui semakin merebaknya antologi-antologi cerpen dewasa ini. Oleh karena itu, minat cerpenis-cerpenis untuk melahirkan karya-karya tulis mutakhir pun semakin bergairah dan bergelora seiring perkembangan minat baca oleh sebagian penikmat sastra yang terlalu bosan dengan penceritaan-penceritaan klasik, menjadi nilai tambah pula apabila pengemasan cerpen itu menarik lalu dikemas dalam satu kemasan yang terdiri dari berbagai cerita pendek yang berbobot.

Antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” merupakan salah satu penerbitan antologi cerpen yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma, seorang penulis teks perancang visual. Sebelum dikumpulkan dalam satu buku cerpen antologi, karya-karya Seno Gumira Ajidarma lebih dulu dimuat dalam beberapa media massa. Antara lain ”Melodrama di Negeri Komunis.” (Media Indonesia, Minggu 1 Desember 2002), ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ (Majalah Djakarta, November 2002),


(26)

”Mmmwwwhhh!” (Eksotika Karmawibhangga Indonesia: Jakarta, 2002), ”Hari Pertama di Beijing.” (Koran Tempo, Minggu 3 November 2002), ”Topeng Monyet” (Suara Pembaruan, Minggu 10 Februari 2002), ”Layang-Layang” (Suara Pembaruan, Minggu 23 Desember 2001), ”Dua Perempuan dengan HP-nya” (Koran Tempo, Minggu 1 April 2001), ”Komidi Puter” (Media Indonesia, Minggu 16 Februari 2003).

Antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” banyak mengungkap seputar perasaan, problematika, dan pengalaman kehidupan yang selalu diwarnai oleh penderitaan lahir dan batin. Lima belas cerita dalam antologi cerpen ini berkisah tentang mereka yang hidup dalam suatu dunia, yang barangkali memang tidak dibuat untuk mereka, sehingga tampak aroma kekalutan batin dan gangguan kejiwaan (psikis), seperti mungkin yang dialami setiap orang yang terlanjur lahir meski tidak meminta.

Pada penelitian ini, peneliti hanya memokuskan penelitian pada empat judul cerpen, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Alasan empiris pengambilan empat judul cerita ini adalah karena konflik batin yang dialami para tokoh sangat mendominasi, di mana para tokoh sering melakukan percekcokan kejiwaan baik kepada diri sendiri maupun menyikapi perlakuan tidak adil yang dilakukan seseorang. Oleh sebab itu kepribadian para tokoh sedang diuji oleh hadirnya permasalahan-permasalahan tersebut, meskipun mereka sadar bahwa


(27)

mereka tidak terdaftar dalam suatu kompetisi kejiwaan apapun. Gangguan-gangguan dan keadaan yang tidak sesuai kerap dirasakan para tokoh, hal ini semakin membuat tekanan dalam kondisi kejiwaan menjadi terganggu dan mengakibatkan suatu efek tertentu sebagai respon dari ketidaksesuaian yang dirasakan. Tokoh yang diteliti dalam penelitian ini, hanya terfokus pada tokoh utama saja, hal ini dikarenakan jenis karya sastra cerpen yang hanya terdiri dari satu sampai tiga tokoh. Didukung pula oleh keadaan empat cerita pendek tersebut yang memang menghadirkan satu sampai dua orang tokoh untuk membangun cerita. Namun dalam empat cerpen tersebut, hanya tokoh utamalah yang mendominasi terjadinya konflik batin baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Empat judul cerpen ini menggugah keingintahuan peneliti menyoal struktur kepribadian yang tergambar dalam prilaku kejiwaan para tokoh dengan menggunakan teori kepribadian Sigmund Freud melalui tiga jenis struktur kepribadian, yaitu id, ego dan superego. Struktur dalam teori kepribadian tersebut merupakan bagian dari kajian psikoanalisis Sigmund Freud. Psikoanalisis merupakan cabang ilmu yang dikembangkan Sigmund Freud dan para pengikutnya sebagai studi fungsi dan prilaku psikologis, di mana dalam kajian psikoanalisis itu akan termanifestasi bagaimana pola dan keadaan kejiwaan manusia yang terganggu oleh suatu sebab yang dalam hal ini adalah kejiwaan para tokoh.

Sejalan dengan hal itu Eagleton (dalam Yustinus 2006: 47) menyatakan bahwa, ”Psikoanalisis bukan sekedar teori mengenai pikiran manusia, tetapi juga


(28)

merupakan praktik untuk menyembuhkan mereka yang mentalnya dianggap sakit atau terganggu”.

Psikoanalisis merupakan sub cabang dari pendekatan psikologi sastra, psikologi sastra sendiri merupakan kajian yang mendekati karya sastra dari sudut pandang psikologi. Cakupan psikologi yang dimaksud dapat berupa neurosis dan psikosis. Dalam penelitian ini aspek pengkajian struktur difokuskan kepada sisi penokohan yang termuat dalam teks sastra. Lebih lanjut Endaswara (2008: 70) menjelaskan:

Dapat disistemasikan bahwa fokus penelitian psikologi sastra bisa pada teks yang terkait dengan perwatakan tokoh, proses kreatif, dan pembaca. Masing-masing fokus memerlukan penelitian serius yang mungkin berbeda, yang paling utama adalah menemukan data kejiwaan apa saja dalam sastra atau yang melingkupinya.

1.2 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ditujukan untuk lebih memokuskan permasalahan dalam suatu penelitian. Adapun masalah yang dibatasi dalam penelitian ini, diuraikan sebagai berikut.

1.2.1 Identifikasi tokoh dalam antologi ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berdasarkan teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.


(29)

1.2.2 Struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa id dalam kajian psikoanalisis.

1.2.3 Struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa ego dalam kajian psikoanalisis.

1.2.4 Struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa superego dalam kajian psikoanalisis.

1. 3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian batasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

1.3.1 Bagaimanakah mengidentifikasi tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berdasarkan teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra? 1.3.2 Bagaimanakah struktur kepribadian para tokoh dalam antologi

cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa id dalam kajian psikoanalisis?

1.3.3 Bagaimanakah struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa ego dalam kajian psikoanalisis?


(30)

1.3.4 Bagaimanakah struktur kepribadian para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.”’ berupa superego dalam kajian psikoanalisis?

1. 4 Tujuan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, tujuan penelitian merupakan langkah yang paling mendasar. Sehubungan dengan hal itu, yang menjadi tujuan pada penelitian ini adalah

1.4.1 Mendeskripsikan identifikasi tokoh yang dibentuk melalui teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.

1.4.2 Mendeskripsikan struktur kepribadian id para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”

1.4.3 Mendeskripsikan strukur kepribadian ego para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”

1.4.4 Mendeskripsikan strukur kepribadian superego para tokoh dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”


(31)

1. 5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran tentang adanya hubungan antara karya sastra, terutama cerpen dengan optimalisasi struktur kepribadian manusia. Begitupun sebaliknya kajian psikoanalisis kepribadian manusia dapat dipakai untuk membedah kejiwaan penokohan dalam sebuah cerpen.

Selain itu penelitian ini diharapkan dapat membantu penikmat sastra dalam upaya meningkatkan apresiasi dan pemahaman terhadap karya sastra, khususnya terhadap cerpen-cerpen Indonesia yang beraromakan kehidupan psikologis.

1.5.2 Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala masyarakat pada umumnya untuk dapat lebih memahami dan menghayati struktur kepribadian pada manusia yang ditinjau dari kajian psikoanalisis. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bersifat konstruktif bagi perkembangan sastra dalam hal penerapan kritik sastra di dalam karya sastra itu sendiri.


(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, HAKIKAT, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam sub bab ini akan memaparkan penelitian-penelitian terdahulu yang mengkaji fenomena stuktur kepribadian dalam perspektif kajian psikoanalisis. Penelitian tersebut pernah dilakukan oleh Teguh Wirwan dengan judul ”Analisis Tokoh Ara dalam Roman ’Larasati’ Karya Pramoedya Ananta Toer: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra. (2009).

Roman Larasati merupakan salah satu roman karya Pramoedya Ananta Toer. Seorang penulis yang hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara, 3 tahun dalam penjara Kolonial Belanda, 1 tahun pada masa Orde Lama, dan 14 tahun pada masa Orde Baru. Beberapa karyanya lahir dari penjara-penjara tersebut, di antaranya Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca). Dalam roman Larasati diceritakan bahwa Ara atau Larasati adalah seorang artis panggung yang cantik, penampilannya banyak ditunggu oleh para penontonnya, bahkan ia juga punya banyak penggemar di luar dunia panggung. Ketika masa revolusi, tahun 1940-an ia tumbuh dewasa sebagai seorang gadis. Ketika pergolakan revolusi pecah, ia harus dihadapkan pada kenyataan bahwa selama ini ia selalu berada di pihak musuh. Pada saat menyaksikan penderitaan bangsanya, kesadaran dirinya sebagai anak bangsa mulai tumbuh. Ia berjanji dalam hatinya tidak


(33)

akan bermain untuk propaganda Belanda, untuk maksud-maksud yang memusuhi revolusi. Pada saat angkatan muda berjuang mati-matian, banyak angkatan tua mendapatkan kedudukan enak. Banyak terjadi pengkhianatan, korupsi yang dilakukan oleh para oportunis atau orang yang hanya mengambil keuntungan pribadi. Dalam kisah perjalanannya, Ara dihadapkan pada persoalan-persoalan yang menyebabkan konflik dalam dirinya. Sebagai seorang perempuan dan juga artis, dengan caranya sendiri ia menunjukkan sikapnya sebagai seorang pejuang. Dari kejadian-kejadian ini, timbul berbagai konflik yang terjadi dalam dirinya yang harus diselesaikan. Untuk menghadapi konflik yang terjadi, ia harus mengambil sikap serta penemuan dirinya pada situasi semacam ini.

Roman ini memaparkan dan mendeskripsikan situasi sosial yang mempengaruhi dan menjadi penyebab timbulnya berbagai sikap manusia dalam menghadapi situasi tersebut. Dalam roman ini digambarkan pula situasi pergolakan revolusi Indonesia pascaproklamasi yang tidak menentu akibat belum adanya kestabilan kekuasaan. Fokus masalah yang dibahas dalam penelitian terdahulu ini adalah kepribadian tokoh hanya kepada tokoh Ara dalam roman Larasati berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud, konflik psikologis yang dialami tokoh Ara, serta sikap tokoh Ara dalam menghadapi konflik tersebut.

Karya-karya Seno dan Pram banyak memiliki kesamaan. Pergolakan dan kekacauan batin menjadi topik utama dalam karya cerpen-cerpen mereka. Seno begitu banyak memproduksi cerpen-cerpen yang bararoma psikologis. Ketakutan, kekhawatiran dan kebingungan kerap menjadi tema dalam menghadirkan tokoh.


(34)

Seolah kehidupan nyata benar-benar menjadi acuan dalam menghasilkan karya cerpen tersebut. Seperti dalam antologi cerpen hasil karyanya berikut ini. “Atas Nama Malam”, di atas berbau kehidupann psikologis tokoh-tokohnya.

Penceritaan terkadang dimulai dari ketidakberterimaan tokoh utama tentang persoalan kehidupan, lalu menjadi pertentangan dalam batin yang nantiny berakhir pada peristiwa yang tdiak seimbang, dan sepadan dengan apa yang diharapkan oleh si tokoh. Alhasil, konflik jiwa pun terjadi. Dari hal ini, jelaslah tergambar bahwa Seno merupakan sastrawan yang senang mengangkat kehidupan kejiwaan dalam karyanya sebagai representasi dari kehidupan nyata.

Penelitian terdahulu selanjutnya menyoal stuktur kepribadian juga pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang dalam bentuk skripsi di antaranya adalah Novianti dalam “Analisis Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta Karya Mira W” (2003) dan Andi Nurwahyudi dalam “Aspek Psikologis Tokoh Utama dalam Novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sarjono”(2005). Di dalam skripsinya Novianti mengungkap kepribadian dan konflik psikologis yang dialami oleh tokoh Eko dalam novel Jangan Ucapkan Cinta karya Mira W melalui teori psikologi Gestalt.

Psikologi Gestalt mengembangkan ilusi dan peragaan untuk menunjukkan bahwa persepsi manusia bersifat subjektif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh


(35)

Novianti berdasarkan teori psikologi Gestalt, ditemukan sifat menonjol yang dimiliki tokoh Eko dalam novel Jangan Ucapkan Cinta, diantaranya adalah rasa iri, dengki dan pendendam. Sedangkan Andi Nurwahyudi dalam skripsi “Aspek Psikologis Tokoh Utama dalam Novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sarjono” mengungkap aspek kepribadian dan moral tokoh Anggraini dalam novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sarjono dengan menggunakan teori psikologi kepribadian Freud. Berdasarkan struktur kepribadian tokoh Anggraini, Andi Nurwahyudi menyimpulkan bahwa tokoh Anggraini memiliki superego yang mampu menggantikan tujuan-tujuan realistis dengan tujuan moralitas.

Penelitian berikutnya oleh Diantika Permatasari Widagdho dengan judul “Gangguan Kejiwaan Tokoh Nedena dalam Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika. Novel psikologi ini menceritakan tokoh-tokoh yang unik, dengan benang merah perselingkuhan dan anak-anak yang lahir darinya. Tiap tokohnya mempunyai konflik yang sedemikian rumit, namun mereka mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan permasalahannya masing-masing, misalnya dengan mengakhiri hidup orang lain atau dengan bunuh diri. Kekacauan tokoh dan alur dalam novel ini pada hakikatnya merupakan gambaran manusia masa kini, yakni tentang orang-orang yang sibuk menghadapi berbagai masalah tanpa sempat mendalami masing-masing masalahnya.

Selain menceritakan tokoh-tokoh dan alur yang unik, pada dasarnya Dadaisme juga menggambarkan orang-orang kelas ekonomi menengah ke atas. Tokoh-tokohnya adalah mereka yang telah “melek” teknologi dan menggunakan kamar hotel sebagai tempat selingkuh. Aleda mengobati Nedena, anak berusia


(36)

sepuluh tahun yang mengalami gangguan kejiwaan. Aleda istri Asril, mantan pacar Isabella yang kemudian berhubungan lagi setelah keduanya berkeluarga. Nedena adalah anak Yusna yang berarti keponakan Isabella, sebab Yusna kakak Isabella. Mereka tidak pernah mengetahui hubungan semacam itu karena mereka memang ada dalam “ruang gelap perselingkuhan”.

Penelitian Diantika ini menganalisis kepribadian tokoh Nedena dan faktor-faktor yang melatarbelakangi perkembangan kepribadian tokoh Nedena dalam novel Dadaisme karya Dewi Sartika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada keseimbangan antara id, ego dan superego yang dialami Nedena. Pendorong id bertentangan dengan kekuatan pengekang superego. Nedena cenderung mementingkan prinsip kenikmatan daripada aspek sosiologis yang berkembang di masyarakat, sehingga terjadi ketegangan di dalam diri atau pribadi Nedena.

Penyimpangan kejiwaan yang dialami Nedena adalah depresi dan skizofrenia, kemudian Nedena mengalami halusinasi yang memicu Nedena melakukan bunuh diri. Penyimpangan pada perilaku Nedena disebabkan tidak adanya sosok ayah yang mampu menggantikan objek cintanya (kompleks Oedipus), ditambah trauma atas kebakaran di rumahnya hingga menewaskan Ibu kandungnya.

Penelitian terdahulu yang mengkaji novel beraromakan kehidupan Negara Jepang oleh Rizal Prabudi, juga peneliti cantumkan sebagai acuan dalam penulisan tesis ini, adapun penelitian tersebut berjudul ‘Karakter Tokoh Utama dalam Novel Utsukushisa to Kanashimi” (2006). Yang menjadi objek penelitian adalah novel Utsukushisa to Kanashimi to karya Kawabata Yasunari yang diterbitkan tahun 1965.


(37)

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti karakter tokoh utama, teknik penceritaan serta simbol-simbol yang digunakan Kawabata Yasunari dalam menggambarkan karakter dan kondisi kejiwaan tokoh utama. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab tiga permasalahan tersebut adalah pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud, metode karakteristik telaah sastra, dan semiotik.

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan di atas, dapat dirangkum sebagai landasan untuk menyusun alur berpikir teoretis dalam langkah kerja penelitian ini.

2.2 Hakikat 2.2.1 Cerpen

Sebagaimana novel dan roman, cerpen termasuk jenis karya sastra fiksi yang pendek. Sesuai dengan namanya cerpen merupakan cerita yang pendek, yaitu sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Cerpen sesungguhnya lengkap dan selesai, maksudnya sebuah cerpen meskipun pendek, tetap mencakup unsur intrinsik dan ekstrinsik suatu karya sastra. Kedua unsur tersebut berfungsi saling mendukung dan membantu dalam mencapai keutuhan dan kesatupaduan. Antara unsur yang satu dengan lainnya memiliki hubungan yang erat sehingga akan mewujudkan sebuah karya yang menarik. Unsur intrinsik meliputi tema, plot, suasana, setting, perwatakan, dan sudut pandang, sedangkan unsur ekstrinsiknya adalah biografi, psikologi, sosiologi, dan filsafat (Welek dan Austin Warren, 1990: 82-134).


(38)

Sebagai salah satu karya sastra, cerpen banyak disukai pembaca karena selain bentuk ceritanya yang pendek, ia juga dapat dinikmati kapan dan di mana saja pembaca berada. Hal ini yang membuktikan bahwa cerpen memang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sahari-hari, mengingat dewasa ini sudah banyak vasiasi cerita yang unik dan menarik disajikan cerpenis-cepernis pemula maupun yang sudah berpengalaman. Untuk itu kegiatan membaca cerpen merupakan pilihan alternatif untuk mengisi waktu luang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Di mana banyak contoh kasus yang dapat menjadi pelajaran dan renungan pembaca di dalam wacana pergaulan sehari-hari.

Lebih lanjut Kratz, (2001:32) menjelaskan, ”Kegiatan membaca cerpen merupakan hal yang amat penting guna mengimbangi pergaulan dengan kenyataan sehari-hari yang semakin keras”. Di samping itu sebuah cerpen harus merupakan suatu kesatuan bentuk yang betul-betul lengkap dan utuh. Dari sisi penceritaan atau narasinya juga dituntut untuk hadir sehemat mungkin serta menimbulkan efek satu kesan saja bagi pembacanya. Hal ini dimaksudkan agar sebuah cerpen dapat menunjukkan kualitas yang bersifat pemadatan, pemusatan, dan pedalaman.

Lebih lanjut Soemardjo (1984: 92) berpendapat bahwa,

Cerpen itu harus memberi gambaran sesuatu yang tajam, inilah kelebihan bentuk cerpen dibanding sebuah novel. Kependekan dari bentuk cerpen harus mampu memberikan pukulan tajam pada pribadi pembaca, ketajaman ini dapat terletak pada unsur cerita, suasana maupun unsur watak tokohnya”.

Begitu juga tuntutan ekonomis serta efek satu kesan saja pada sebuah cerpen yang menyebabkan seorang cerpenis hanya mementingkan salah satu unsur karya


(39)

sastra, misalnya unsur penokohan saja. Pementingan dan penekanan dalam hal ini tidak berarti meniadakan unsur-unsur lain, tetapi untuk lebih memfokuskan cerita.

2.2.2 Unsur-unsur Intrinsik Fiksi

Istilah fiksi berasal dari ’fiction’ yang dalam kamus Hornby berarti rekaan, khayalan, dan merupakan cabang sastra yang mencakupi cerita pendek, novel dan roman. Di Indonesia Fiksi disebut juga cerita rekaan (cerkan). Sejalan dengan hal di atas, Aminuddin (1990: 104) mengemukakan, ”Cerkan adalah sebuah tulisan naratif yang timbul dari imajinasi pengarang dan tidak mementingkan segi fakta sejarah”. Tarigan (1985: 120-121) juga berpendapat bahwa, ”Fiksi adalah sebuah cerita yang disusun secara imajinatif suatu cabang sastra yang menyuruh karya-karya narasi imajinatif: dalam bentuk prosa, termasuk di dalamnya roman, novel dan cerpen.”

Cerita rekaan atau fiksi memiliki unsur-unsur yang membangun dan saling berhubungan sehingga terbentuklah suatu karya sastra. Salah satu unsur pembangun yang dimaksud adalah unsur instrinsik. Unsur instrinsik merupakan unsur yang berasal dari dalam sebuah fiksi tersebut, unsur instrinsik membatasi diri pada karya sastra itu sendiri, tanpa menghubungkan karya sastra dengan dunia di luar karya sastra itu. Biografi pengarang, ssejarah realita zaman ketika seorang sastrawan sedang menulis, dampak karya sastra terhadap masyarakat, dan hal-hal semacam itu tidak dipertimbangkan dalam unsur ini, karena bagian-bagian itu merupakan ranah unsur ekstrinsik, yaitu unsur yang dibangun dari luar karya sastra tersebut. Unsur instrinsik


(40)

hanya memperhatikan karya sastra sebagai sebuah dunia otonom, maka yang dikaji adalah unsur-unsur sastra itu sendiri. Unsur-unsur instrinsik terdiri dari:

2.2.2.1 Tema

Istilah tema berasal dari kata ’thema’ dalam bahasa Inggris yang berarti ide pokok untuk menjalin sebuah cerita. Tema menyangkut pokok persoalan apa yang dibahas dalam cerita rekaan. Sumardjo (1984: 57) mengemukakan bahwa, ”Tema adalah pokok pembicaraan dalam sebuah cerita.”

Sejalan dengan pendapat di atas Winarno (1990: 3) juga berpendapat, ”Tema merupakan gagasan sentral pengarang yang mendasari penyusunan suatu cerita yang sekaligus menjadi catatan dari cerita itu.”

Dari dua pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tema merupakan unsur yang amat penting dari suatu cerita, karena dengan dasar itu pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya bagaimana cerita akan dibangun dan berakhir.

2.2.2.2 Alur/Plot

Plot merupakan seleksi peristiwa yang disusun dalam urutan waktu yang menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui kejadian yang akan datang. Setiap cerita terjadi dan berkembang dari beberapa kejadian dan setiap kejadian merupakan bagian yang berkaitan antara peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya. Aminuddin (190:113) mengemukakan, ”Plot adalah


(41)

sambung-sambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting mengapa hal itu terjadi”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa plot merupakan stuktur penceritaan yang sambung-menyambung berdasarkan hukum sebab akibat yang mengemukakan mengapa hal itu terjadi.

2.2.2.3 Tokoh dan Penokohan

Aminuddin (1990: 126) berpendapat, ”Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh dan pelaku.”

Sejalan dengan pendapat di atas Jones (dalam Nurgiyantoro 1998:165) juga mengemukakan bahwa, ”Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.”

Dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan menyangkut siapa tokoh, bagaimana watak tokoh dan bagaimana watak tokoh itu dilukiskan dalam fiksi.

2.2.2.3.1 Penokohan dalam Cerpen

Unsur penokohan suatu karya sastra, khususnya dalam sebuah cerpen menjadi begitu menonjol dan sangat dominan. Namun demikian pribadi dalam cerpen tidak sama dengan pribadi orang-orang yang ada dalam kehidupan sebenarnya. Kepribadian dalam kehidupan sesungguhnya begitu kompleks, sedangkan dalam cerpen hanya perlu menonjolkan beberapa sifat saja. Tokoh cerita harus digambarkan seintens mungkin, penuh arti, dan padat. Lebih lanjut Sayuti (2000: 9-10)


(42)

berpendapat, ”Tokoh dalam cerpen biasanya langsung ditujukan pada karakternya, artinya hanya ditujukan tahapan tertentu pengembangan karakter tokohnya”. Meski demikian, aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya merupakan aspek yang lebih menarik perhatian, karena dalam penokohan, dapat digambarkan tingkah laku seseorang yang selalu digarap dalam lika-liku cerita. Oleh sebab itu dapat dikatakan tanpa tokoh, tidak mungkin ada cerita, sebab sebuah cerita tentu terdiri atas suatu peristiwa-peristiwa yang terjadi oleh sebab aksi dan reaksi tokoh-tokoh, baik antara tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan sekitar maupun antara tokoh dengan dirinya sendiri.

Tokoh yang bagus ialah tokoh yang riil dan dapat dipercaya. Maksudnya tokoh yang tampak nyata seperti betul-betul hidup, yang manusiawi dan meyakinkan. Dalam cerpen biasanya tokoh yang menonjol adalah tokoh utama, karena cerpen merupakan sebuah cerita yang konflik-konfliknya terjadi berkisaran pada tokoh utama. Menaruh perhatian pada tokoh utama adalah soal yang amat penting bagi pembaca. Melalui perhatian itulah pembaca akan merasakan kesedihan, kegembiraan, kegelisahan, keputusasaan, gejolak batin, dan semua yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh utama.

2.2.2.4 Setting atau Latar

Dalam sebuah cerita terdapat peristiwa-peristiwa yang menyangkut tokoh-tokoh dalam cerita. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di suatu tempat dan waktu


(43)

yang disebut latar atau setting. Tarigan (1984:136) mengemukakan, ”Setting atau latar adalah belakang fisik, unsur tempat, dan ruang dalam suatu cerita.”

Winarno (1990:18) ikut berpendapat, ”Setting atau latar adalah gambaran tempat, waktu atau segala situasi tempat terjadi peristiwa.”

Dapat disimpulkan bahwa unsur instrinsik ini penting dalam sebuah cerita karena setiap gerak tokoh-tokoh cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa di dalam cerita berlangsung dalam suatu tempat, ruang, dan waktu tertentu.

2.2.2.5 Sudut Pandang Pencerita

Sudut pandang pencerita menyangkut penempatan diri pengarang dalam cerita. Esten (1993: 27) mengemukakan beberapa sudut pandang pencerita:

a. pengarang sebagai tokoh utama; b. pengarang sebagai tokoh samping;

c. pengarang sebagai orang ketiga (berdiri di luar cerita); dan

d. campur aduk, kadang-kadang masuk ke dalam cerita dan kadang-kadang di luar cerita.

Dengan demikian unsur sudut pandang pencerita ini mengacu pada posisi/penempatan pengarang atau pencerita, apakah ia ada di dalam cerita atau di luar dari cerita tersebut.


(44)

2.2.2.6 Gaya Bahasa

Situmorang (dalam Ambarita 2004: 2) mengemukakan, ”Gaya bahasa adalah cara pengarang mengekspresikan atau melahirkan isi hatinya.”

Sejalan dengan pendapat di atas, Tarigan (dalam Ambarita 2004: 2) juga mengemukakan, ”Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum.”

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan pengarang untuk mengekspresikan isi hatinya untuk meningkatkan efek dengan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum.

2.2.3 Kategorisasi Tokoh

Dilihat dari segi keterlibatannya, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Sayuti (2000: 74) berpendapat, ”Tokoh utama dapat ditentukan melalui tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling banyak terlibat dengan makna atau tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Dan ketiga, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan”. Dapat disimpulkan bahwa tokoh utama ialah tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam setiap peristiwa dalam penceritaan, sedangkan tokoh tambahan merupakan tokoh yang hanya muncul dalam beberapa kali cerita, dan itu pun hanya dalam takaran cerita yang cukup pendek.


(45)

Altenbernd dan Lewis (dalam Aminuddin 1990: 128) mengemukakan pembagian tokoh menjadi dua bagian yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis.

Tokoh protagonis merupakan tokoh yang dikagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya masalah atau konflik dalam suatu cerita, berposisi dengan tokoh secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.

Nurgiyantoro juga membagi-bagi tokoh dalam keterlibatan cerita, yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat. ”Tokoh sederhana adalah tokoh yang memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat dan watak tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sedangkan tokoh bulat merupakan tokoh yang memiliki dan diungkapkan sebagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. (Nurgiyantoro 1998: 178)

Altenbernd dan Lewis (dalam Sayuti 2000: 188) berpendapat, ”Tokoh dibagi menjadi empat bagian, yaitu tokoh statis, tokoh berkembang, tokoh tipikal, dan tokoh netral”. Tokoh statis berarti tokoh yang pada hakikatnya tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi, sedangkan tokoh berkembang merupakan tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan watak sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot


(46)

yang dikisahkan. Artinya ia aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun lainnya yang pada akhirnya kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap watak dan tingkah lakunya.

Tokoh tipikal adalah tokoh yang lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan cerminan penggambaran, pencerminan, atau pertunjukan terhadap orang, atau dengan kata lain seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga di dunia nyata. Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imanjiner yang hanya hidup dalam dunia imajinatif. Ia hadir atau dihadirkan semata-mata demi cerita atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan.

Dapat disimpulkan dalam penelitian ini, peneliti membatasi pelibatan tokoh pada tokoh utama saja, namun keterlibatan tokoh pendamping relatif dicantumkan apabila konflik yang terbangun melibatkan rutinitas tokoh utama. Hal ini didasarkan pada defenisi cerpen yang merupakan cerita pendek dengan mayoritass penampilan satu sampai tiga tokoh saja untuk membangun kejadian atau konflik dalam cerita.


(47)

2.2.4 Teknik-teknik Pembentukan Tokoh dalam Karya Sastra

Setiap pengarang membuat penokohan dengan teknik yang berbeda, mereka memiliki teknik masing-masing membuat penokohan dalam karyanya, Nurgiyantoro (1998: 195-221) mengemukakan beberapa teknik yang biasanya digunakan pengarang dalam penokohan yaitu:

2.2.3.1 Teknik Ekspositori (Analitik)

Teknik analitik adalah pelukisan tokoh dalam cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung. Sejalan dengan pendapat ini, Saad (dalam Sukada 1993: 64) mengemukakan, ”Teknik analitik adalah pengarang dengan kisahnya dapat menjelaskan karaterisasi seorang tokoh.”

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik analitik adalah pengarang secara langsung menjelaskan karakterisasi tokoh melalui deskripsi, uraian, atau penjelasan

2.2.3.2 Teknik Dramatik

Teknik dramatik ini merupakan teknik di mana pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.

Teknik dramatik dibagi atas beberapa bagian yaitu: 1) Teknik Cakapan/Dialog

Keraf (1982: 163) mengemukakan, ”Teknik cakapan adalah melukiskan watak tokoh melalui presentase karakter seorang yang ditampilkan melalui dialog-dialog.


(48)

Sejalan dengan pendapat di atas Nurgiyantoro (1998: 201) mengemukakan, ”Teknik cakapan adalah teknik yang melukiskan watak tokoh melalui percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita, biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan teknik cakapan adalah teknik penggambaran watak tokoh melalui percakapan antartokoh.

2) Teknik Tingkah Laku/ Perbuatan

Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak hal dapat dipandang sebagai penunjukkan reaksi, tanggapan sifat dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya. Keraf (1982: 203) mengemukakan, ”Teknik tingkah laku adalah melukiskan watak tokoh melalui penampilan situasi-situasi yang sangkut pautnya dengan unsur-unsur karakter dari seorang tokoh. Suatu unsur watak seperti kejujuran misalnya harus didemonstrasikan melalui perbuatan-perbuatan; mengembalikan barang yang ditemukan, memugari kesalahan yang dibuat terhadap seseorang dan sebagainya.”

3) Teknik Arus Kesadaran/Psikologis

Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tidak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama menggambarkan tingkah laku batin tokoh. Teknik arus


(49)

kesadaran adalah sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, berupa tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak. Untuk memperkuat pendapat ini, Keraf (1982: 165) berpendapat bahwa, ”Teknik arus kesadaran adalah deskripsi tentang watak seseorang dapat dilakukan melalui pendekatan psikologis, terutama memakai metode bawah sadar.”

4) Teknik Reaksi Tokoh

Lubis (1960: 11) mengemukakan, ”Teknik reaksi tokoh adalah teknik melukiskan watak tokoh melalui reaksi pelakon itu terhadap kejadian.”

Dapat disimpulkan bahwa teknik reaksi tokoh adalah teknik melukiskan watak tokoh melalui reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa ”rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.

5) Teknik Reaksi Tokoh lain

Teknik ini merupakan reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar dan lain sebagainya. Sependapat dengan Nugriyantoro, Lubis (1960: 12) mengemukakan, ”Teknik reaksi tokoh lain adalah teknik melukiskan watak tokoh melalui pandangan-pandangan pelakon-pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelakon-pelakon utama itu.”


(50)

6) Teknik Pelukisan Fisik

Keraf (1982: 159) berpendapat, ”Teknik pelukisan fisik adalah melukiskan watak tokoh melalui penampilan tokoh itu sendiri tanpa dikaitkan dengan perbuatan-perbuatan. Ciri-ciri fisik seorang digambarkan dengan cermat.”

7) Teknik Pelukisan Latar

Teknik ini adalah melukiskan watak tokoh melalui penyituasian pembaca terhadap suasana cerita yang akan disajikan. Misalnya suasana rumah yang bersih, teratur, rapi, tidak ada barang yang bersifat mengganggu pandangan akan menimbulkan kesan bahwa pemilik rumah itu sebagai orang cinta kebersihan lingkungan, teliti, teratur dan sebagainya yang sejenis.

8) Teknik Pikiran dan Perasaan

Nugriyantoro (1998: 204) mengemukakan, ”Teknik pikiran dan perasaan adalah melukiskan watak melalui bagaimana keadaan dan jalan pikiran dan perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh. Lubis (1960: 13) mengemukakan, ”Teknik pikiran dan perasaan adalah melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa yang melintas dalam pikirannya.”

Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa teknik pikiran dan perasaan merupakan teknik yang melukiskan watak tokoh melalui jalan pikiran pelakon, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan serta apa yang sering dipikir dan dirasakan oleh tokoh.


(51)

2.3 Landasan Teori 2.3.1 Psikologi Sastra

2.3.1.1 Esensi Psikologi

Psikologi berasal dari perkataan Yunani ‘psyche’ yang artinya jiwa, dan ‘logos’ yang artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologis psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya. Psikologi yang membicarakan tentang jiwa, ia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tingkah laku serta aktifitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:792), ”Psikologi mengandung arti ilmu yang berkaitan dengan proses-proses mental baik normal maupun abnormal yang pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa”. Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa manusia, baik mengenai gejala-gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya yang tercermin dalam tingkah laku serta aktivitas manusia atau individu sendiri.

2.3.1.2 Psikologi sastra

Merupakan kajian sastra yang menitikberatkan pengkajian pada unsur-unsur kejiwaan yang meliputi pergolakan psikis. Pantulan kejiwaan yang terjadi dalam karya sastra itu dapat didekati dengan kajian psikologi guna menelusuri dan menguak keseluruhan aspek mental/batin. Hartoko (1990:126) berpendapat:


(52)

Psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Perhatian dapat diarahkan kepada pengarang, pembaca, atau kepada teks sastra. Sampai sekarang masih dipahami bahwa psikologi sastra diartikan sebagai penelitian terhadap pengarang dan proses penciptaan, secara teoritis dapat dipelajari hubungan antara kreativitas dan produksi karya sastra, sedangkan secara kongkret interaksi antara hidup seorang pengarang dan karyanya (biografi), atau secara umum adalah struktur kepribadian pengarang (neurosis, psikosis, trauma yang pernah dialami. Lewat tinjauan psikologi akan tampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menghidangkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia. Perhatiannya dapat diarahkan kepada pengarang, dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks itu sendiri”.

Sejalan hal di atas, Wellek dan Austin Warren (1990: 90) menerangkan, ”Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian, yaitu (1) Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pembeda, (2) Studi proses kreatif, (3) Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan (4) Studi yang mempelajari dampak sastra pada pembaca atau psikologi pembaca”.

Dari berbagai sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra sebagai kajian tentang analisis kejiwaan karya sastra sudah dianggap menjadi bagian dari kehidupan dan realitas psikologis yang tergambar jelas dengan detil-detil persoalannya. Psikologi sastra mampu mewadahi dunia batin dari pengarang sebagai bagian dari kegiatan konstruksi sosial terhadap kenyataan, entah itu disebut sebagai kisah nyata atau fiksi yang dimainkan dalam hasrat imajiner. Dengan demikian psikologi sastra dapat aplikasikan untuk mengkaji bait-bait sajak, puisi, cerita pendek, novel, monolog, dialog, seni pertunjukan, dan lainnya sebagai langkah mempertajam


(53)

realitas kemanusiaan dalam berbagai bentuk pemaknaan subyektif terhadap dinamika kehidupan.

2.3.2 Psikoanalisis Sigmund Freud

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Psikoanalisis memiliki tiga penerapan: 1) suatu metoda penelitian dari pikiran; 2) suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia, dan 3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional. Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut "psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi modern dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi.

Cakupan psikoanalisis sangat luas, bidang ilmu ini menyelidiki gejala fisik dan psikis yang sangat kompleks. Selain disebabkan oleh bervariasinya tingkah laku manusia, kompleksitas tersebut bisa didekati dari berbagai perspektif dan disiplin ilmu. Psikoanalisis menekankan penyelidikannya pada proses kejiwaan dalam ketidaksadaran manusia. Dalam ketidaksadaran inilah menurut Freud berkembang insting hidup yang paling berperan dalam diri manusia yaitu insting seks, dan selama tahun-tahun pertama perkembangan psikoanalisis, segala sesuatu yang dilakukan


(54)

manusia dianggap berasal dari dorongan ini. Seks dan insting-insting hidup yang lain, mempunyai bentuk energi yang menopangnya yaitu libido

Freud berpendapat bahwa manusia dapat menjadi neurotik – bahkan psikotik struktur mental menjadi tidak seimbang. Pada orang-orang normal, ego memiliki kekuatan untuk mengontrol insting dari id dan untuk menahan hukuman dari superego (Freud, 2006: 435). Freud sebagai pakar dibidang psikologi juga berhasil menciptakan formulasi psikoanalisis tentang kepribadian, psikoanalisis yang diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu struktur kepribadian, dinamika kepribadian dan perkembangan kepribadian. Penelitian ini hanya meniliti para tokoh melalui struktur kepribadiannya saja.

2.3.3 Defenisi Kepribadian

Kata 'kepribadian' sesungguhnya berasal dari kata latin, yaitu pesona. Pada mulanya kata persona ini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan perannya. Lambat laun, kata persona (personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial yang diterimanya.

Kepribadian menurut Semiun (2006: 28) adalah, ”Organisasi-organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik dan khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya”.


(55)

Karena tiap-tiap kepribadian adalah unik. Maka sukar sekali dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian, yang dapat kita lakukan adalah mencoba mengenal seseorang dengan mengetahui struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-cita dan persoalan-persoalan yang dihadapi seseorang.

Persoalan-persoalan tentang penyikapan kehidupan yang menyerang para tokoh secara otomatis akan berpengaruh pada kepribadiannya, oleh sebab itu luapan kepribadian tersebut akan diteliti dengan menggunakan teori stuktur kepribadian Sigmund Freud.

2.3.4 Teori Struktur Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud

Menurut Freud (2006: 594) kepribadian memiliki tiga unsur penting, yaitu id (aspek biologis), ego (aspek psikologis), dan superego (aspek sosiologis).

2.3.4.1 Id (das Es)

Id merupakan sistem kepribadian yang paling primitif/dasar yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar. Id adalah sistem kepribadian yang di dalamnya terdapat faktor – faktor bawaan. (Freud 2006:596). Faktor bawaan ini adalah insting atau naluri yang dibawa sejak lahir. Naluri yang terdapat dalam diri manuasia dibedakan menjadi dua, yaitu naluri kehidupan (life instincts) dan naluri kematian (death instincts).

Naluri kehidupan oleh Freud adalah naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego (the conservation of the individual) dan pemeliharaan kelangsungan jenis (the


(56)

conservation of the species). Dengan kata lain, naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan kepada pemeliharaan manusia sebagai individu maupun spesies. Sedangkan naluri kematian adalah naluri yang ditujukan kepada penghancuran atau pengrusakan yang telah ada” (Koswara, 1991:38-39)

Freud (2006: 597) berpendapat, “Naluri memiliki empat sifat, yakni Sumber insting, yang menjadi sumber insting adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tujuan insting adalah untuk menghilangkan ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi yang tidak dapat diredakan. Objek insting adalah benda atau hal yang bisa memuaskan kebutuhan. Pendorong insting adalah kekuatan insting itu, yang bergantung pada besar kecilnya kebutuhan.

2.3.4.2 Ego (das Ich)

Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan pribadi untuk berhubungan dengan dunia nyata (Freud 2006:599). Seperti orang yang lapar harus berusaha mencari makanan untuk menghilangkan tegangan (rasa lapar) dalam dirinya. Hal ini berarti seseorang harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataannya. Hal inilah yang membedakan antara id dan ego. Dikatakan aspek psikologis karena dalam memainkan peranannya ini, ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yaitu fungsi konektif atau intelektual (Freud 2006: 603). Ego selain sebagai pengarah juga berfungsi sebagai penyeimbang antara dorongan naluri Id dengan keadaan lingkungan yang ada.


(57)

Ego dalam perjalanan fungsinya tidak ditujukan untuk menghambat pemuas kebutuhan atau naluri yang berasal dari id, melainkan bertindak sebagai perantara dari tuntunan–tuntunan naluriah organisme di satu pihak dengan keadaan lingkungan di pihak lain. Yang dihambat oleh ego adalah pengungkapan naluri–naluri yang tidak layak atau yang tidak bisa diterima oleh lingkungan.

2.3.4.3 Superego (das über Ich)

Superego adalah aspek sosiologis dari kepribadian dan merupakan wakil dari nilai–nilai tradisional atau cita–cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orangtua kepada anak–anaknya, yang dimaksud dengan berbagai perintah dan larangan (Freud 2006:605). Dengan terbentuknya superego pada individu, maka kontrol terhadap sikap yang dilakukan orang tua, dalam perkembangan selanjutnya dilakukan oleh individu sendiri. Superego pada diri individu bisa dikatakan terdiri dari dua subsistem. “Apapun yang mereka katakan salah dan menghukum anak karena melakukannya akan cenderung menjadi suara hatinya (conscience), apa pun juga yang mereka setujui dan menghadiahi anak akan cenderung menjadi ego-ideal anak” (Freud 2006:606).

Freud berpendapat bahwa fungsi pokok dari superego dapat dilihat dari hubungannya aspek kepribadian yang lain, yaitu :

a) Merintangi implus–implus id, terutama implus seksual dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat


(58)

b) Mendorong superego untuk lebih mengejar hal–hal yang bersifat moralistis daripada yang realistis

c) Mengejar kesempurnaan

Mengakhiri uraian instansi kepribadian di atas, dapat dipahami bahwa kepribadian adalah bentukan dari tiga instansi yang berbeda fungsi dan operasinya tetapi saling mempengaruhi sehingga membentuk satu totalitas dan tidak bisa dipisahkan


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode memegang peranan penting dalam sebuah penelitian. Karena semua kegiatan yang dilakukan dalam upaya membuktikan sesuatu di dalam penelitian sepenuhnya bergantung kepada metode yang digunakan. Maksudnya untuk mencapai sasaran dan tujuan penelitian, metode merupakan kunci sekaligus kendali dalam suatu proses penelitian. Arikunto (1993: 22) mengatakan, ”Metode penelitian merupakan suatu yang sangat penting karena berhasil tidaknya penelitian dan rendahnya kualitas hasil penelitian sangat ditentukan oleh ketepatan peneliti dalam memilih metode penelitian”. Sama halnya dengan pendapat di atas, metode penelitian adalah cara mencari ketenaran dan azas-azas gejala alam, masyarakat, atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu yang bersangkutan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995: 741). Metode dalam sebuah penelitian dapat menggunakan metode kuantitatif berupa angka dan metode kualitatif berupa penjabaran melalui penyajian kata-kata.

Metode kualitatif merupakan wujud kata-kata dan bukan angka. Data ini telah dikumpulkan dalam aneka macam cara seperti observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman, dan biasanya diproses kira-kira sebelum siap digunakan atau melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis, tetapi analisis kualitatif


(60)

tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas (Miles, Matthew, dan Huberman 1995: 15-16).

Merujuk kepada rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu dengan menggambarkan data melalui analisis struktur kepribadian berupa id, ego, dan superego dalam kajian Psikoanalisis. Menurut Arikunto (2003: 309) “Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan”.

Dengan metode deskriptif, maka hasil penelitian yang diperoleh melalui proses identifikasi dan analisis data dideskripsikan secara objektif.

3.2 Sumber dan Data Penelitian

Sumber penelitian ini adalah antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan di Jakarta oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Antologi cerpen yang berisikan 15 cerpen ini merupakan cetakan pertama pada tahun 2004 dan terdiri atas 196 halaman. Bergambar separuh wajah wanita pada bagian sampul depan dan tulisan singkat penulis pada bagian belakang sampul. Sampul depan dan belakang berwarna putih kekuning-kuningan dengan ukuran 14 x 21 cm. Pada sampul depan bagian samping kiri antologi cerpen ini bertuliskan nama pengarang yang berbaris ke bawah. Selain itu, bagian bawah yang masih pada sampul depan, pengarang mencantumkan judul antologi cerpen ”Aku Kesepian, Sayang. Datanglah, Menjelang Kematian”.


(61)

Sumber data pada penelitian ini terdiri atas empat cerita pendek, yaitu ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’”, ”Legenda Wongasu”, ”Avi” dan ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Empat cerpen tersebut menceritakan konflik batin yang dialami oleh empat tokoh, masing-masing cerita memiliki tokoh yang kerap mengalami percekcokan kejiwaan baik kepada diri sendiri maupun menyikapi perlakuan tidak adil yang dilakukan seseorang.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan teknik baca dan catat. Adapun tahap-tahap yang dilakukan pada kedua teknik ini antara lain.

1. Melakukan pembacaan secara keseluruhan terhadap antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” yang terdiri dari empat cerita guna pengenalan dan identifikasi tokoh.

2. Data yang terkumpul berupa kalimat dan paragraf merupakan data yang mewakili suatu konflik dalam cerita yang berkaitan dengan empat tokoh. 3. Data berupa kalimat dan paragraf yang dikumpulkan tersebut merupakan

data yang diambil melalui teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra/sesuai kebutuhan penelitian.

4. Data yan telah terkumpul kemudian dikelompokkan berdasarkan indikator dari struktur kepribadian Sigmund Freud yang meliputi tiga penanda, yaitu id, ego, dan superego.


(62)

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang dipakai untuk mengumpulkan data pada penelitian. Moleong (1989: 5) mengemukakan, ”Penelitian kualitatif menggunakan peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data.”, sejalan dengan pendapat di atas yang dikaitkan dengan jenis penelitian kualitatif pada penelitian ini, maka instrumen dalam penelitian ini adalah tabel 1 identifikasi tokoh dan tabel 2 struktur kepribadian Sigmund Freud yaitu id, ego, dan superego. Hal ini ditujukan untuk memperlancar kerja penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik tersebut sengaja digunakan mengingat data-data dalam penelitian ini berupa kalimat dan paragraf yang terdapat dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” .

Langkah-langkah yang dilakukan dengan teknik ini adalah

1. Mengidentifikasi tokoh-tokoh pada empat cerpen berdasarkan teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra/sesuai kebutuhan penelitian (lihat tabel 1)

2. Menganalisis tokoh-tokoh pada empat cerpen berdasarkan struktur kepribadian Sigmund Freud, yaitu

a. id berupa keinginan dan kebutuhan (lihat tabel 2) b. ego berupa penyaluran (lihat tabel 2)


(63)

c. superego berupa penyeimbang/kontrol/bersifat normatif (lihat tabel 2)


(64)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengkajian dan penilaian terhadap antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya Seno Gumira Ajidarma, maka diperoleh data-data yang berkaitan dengan stuktur kepribadian tokoh berupa id, ego, dan superego. Kepribadian para tokoh tersebut dianalisis berdasarkan kajian psikoanalisis Sigmund Frued. Data-data tersebut kemudian disajikan dalam dua bentuk yaitu hasil penelitian dan pembahasan.

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian dalam antologi cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” karya Seno Gumira Ajidarma ini terdiri atas (1) identifikasi tokoh dengan penerapan teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra dan (2) struktur kepribadian Sigmund Freud berupa analisis id, ego, dan superego.

4.1.1 Identifikasi tokoh

Identifikasi tokoh dalam sebuah penelitian diperlukan guna pengenalan para tokoh. Identifikasi tokoh dalam penelitian ini menggunakan teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra, teknik-teknik tersebut adalah teknik ekspositori (analitik), teknik cakapan/dialog, teknik tingkah laku/ perbuatan, teknik


(65)

arus kesadaran/psikologis, teknik reaksi tokoh, teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan fisik,teknik pelukisan latar, teknik pikiran dan perasaan. Sejalan dengan penganalisisan antologi cerpen ini, maka tidak semua teknik tersebut dapat digunakan. Hal ini dikarenakan ada beberapa teknik yang lebih mendekati ke teknik lainnya dan sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Adapun hasil identifikasi tokoh dalam penelitian ini adalah (1) cerpen ”’Aku Kesepian, Sayang.’, ’Datanglah, Menjelang Kematian.’” dengan tokoh ‘aku’, menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan dan teknik pikiran dan perasaan, (2) cerpen “Legenda Wongasu” dengan tokoh ‘Sukab’ menggunakan satu teknik yaitu teknik reaksi tokoh, (3) cerpen “Avi” dengan tokoh ‘Avi’ menggunakan teknik pikiran dan perasaan dan teknik percakapan, (4) cerpen “Penjaga Malam dan Tiang Listrik” dengan tokoh ‘Penjaga Malam’ menggunakan dua teknik yaitu teknik percakapan/reaksi tokoh lain dan teknik reaksi tokoh.

Khusus pada cerpen yang keempat ini, peneliti menyamakan teknik percakapan dengan teknik reaksi tokoh lain. Hal ini dikarenakan konflik timbul dimulai dari sebuah percakapan antara tokoh utama dengan tokoh pendamping kemudian disusul dengan terjadinya pertengkaran yang diakibatkan sikap tokoh pendamping semena-mena dan cenderung mengganggu aktivitas rutin tokoh utama sebagai penjaga malam.


(66)

Berikut kutipan teks dalam antologi cerpen yang dikategorikan berdasarkan teknik-teknik pembentukan tokoh dalam karya sastra.

1. Judul cerpen : AKSDMK (Aku Kesepian, Sayang. Datanglah, Menjelang Kematian.)

Tokoh : Aku

Teknik : 1. Percakapan

Kutipan : ”Kenapa aku selalu bertemu lelaki yang sudah beristri?

Bukan mauku menjadi pengganggu rumah tangga orang.

Pergilah. Pulanglah. Jangan kembali lagi padaku meski

aku akan selalu merindukanmu.”

”Aku tidak akan pernah melepaskan kamu, jika tahu dikau akan jatuh ke pelukan seseorang.”

”Kamu kejam, kamu tidak mempunyai perasaan. Tahu dirimu tidak bisa kawin denganku, kau bikin aku jatuh cinta padamu tanpa kebebasan. Aku tidak mau terombang-ambing begini, aku ingin jatuh cinta kepada seseorang dengan ikatan.”

”Jika hal itu kau lakukan, engkau menjerumuskan aku ke dalam kehancuran.”

”Itu sangat tidak kuinginkan. Apa yang harus kulakukan?”

Teknik : 2. Pikiran dan Perasaan

Kutipan : ”Aku keluar kamar, aku juga ingin pergi ke suatu tempat, supaya bisa duduk mendengarkan blues di sebuah tempat yang bersih dan terang. Tapi kutahu tempat seperti itu tidak ada. Semua kafe di kota ini lampunya remang-remang. Tidak ada sesuatu yang boleh terlihat sebagai kenyataan, semua orang membutuhkan mimpi, sama seperti membutuhkan nasi. Bayangkanlah betapa semua orang dalam pengaruh minuman itu pulang menjelang pagi dan


(1)

terjulur. Pertunjukan akhirnya benar-benar selesai, tukang cerita kembali memasukan kembali wayangnya ke dalam kotak dan penonton yang semuanya berkepala anjing itu pulang ke rumah dengan pengertian yang lebih baik tentang asal usul mereka sendiri.

3. “Avi”

Sebuah cerpen yang menceritakan kehidupan seorang model yang sudah berumur 30 tahun. Model itu bernama Avi. Sebelum mengakhiri pekerjaannya di dunia model, Avi mempunyai satu rencana yaitu ingin diabadikan dalam foto-foto. Maka, untuk mewujudkan keinginannya itu, dia memanggil juru foto pilihannya. Datanglah juru foto yang dikehendakinya dengan membawa sepuluh rol film lalu mereka berjanji temu di studio langganan Avi bila sedang bekerja.

Juru foto memulai memfoto sang model Avi. Sebelum sepuluh menit, satu rol sudah habis. Namun pada klik yang terakhir, tiba-tiba saja Avi menghilang, seolah ditelan bumi dan di makan langit. Juru foto pun bingung mencari Avi kemana-mana, tapi tetap tidak dia temukan.

Tiba-tiba terdengar suara Avi yang sedang memanggil juru foto pilihannya itu, namun begitu suara itu terkesan tidaklah jauh. Ternyata suara itu berasal dari kamera sang juru foto yang masih tergantung dilehernya.

Konflik timbul dalam cerpen ini, ketiga puluh enam Avi yang menjadi objek foto sang juru foto berebut ingin keluar dari klise tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan juru foto bingung harus memilih satu diantara tiga puluh enam Avi. Tidak mungkin dia mencetak ketiga puluh enam Avi sementara saat awal dia memfoto hanya ada seorang Avi. Tidaklah dia dapat menjelaskan kepada semua orang yang apabila memergoki kenapa ada tiga puluh enam Avi, padahal wajah mereka sama semua. Ini tentu mustahil. Deklarasi pun terjadi pada masing-masing Avi. Ada yang menyebutkan dia Avi yang asli, namun Avi yang satu dan yang lainnya menyebutkan justru mereka lah yang asli. Di tengah kebingungan, akhirnya juru foto mencuci tiga puluh enam rol tersebut dan munculah mereka


(2)

dalam film. Serius sekali sang juru foto itu memandangi kiranya manakah Avi yang asli. Akhirnya juru foto itu memutuskan untuk mencuci Avi pilihannya. Senang sekali Avi saat itu, karena dia dapat keluar dari film dan bisa kembali ke dunia nyata. Pilihan juru foto benar, ternyata memang benar Avi itu yang asli.

Kemudian juru foto akan bersiap mencuci film Avi tersebut, tetapi terdengar suara Avi yang bernada lemah dan pelan mengucapkan jangan cuci dirinya. Avi yang semula sangat takut dan ingin keluar dari barisan rol film tersebut, memutuskan untuk tidak memperbolehkan juru foto mencucinya. Dia ingin tetap tinggal di barisan film itu. Baginya dunia nyata dimana dia dulu bekerja sangatlah tidak sesuai harapannya. Dia mendapatkan kesenangan dan kemewahan yang justru tidak dia nikmati. Tapi di dunia barunya itu, yang masih berhubungan dengan dunia modeling, dia dapat berpose sesuka hati, tidak ada batasan waktu atau usia serta abadi tanpa diganggu oleh kenyataan sama sekali.

4. “Penjaga Malam dan Tiang Listrik”

Seorang penjaga malam mempunyai kebiasaan memukul tiang listrik setiap jam ketika malam tiba. Apabila waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, maka ia akan datang mendekati tiang listrik, akan diusapnya tiang listrik itu, dan dipukulnya tiang listrik itu dengan batu sampai dua belas kali. Tidak ada yang tahu mengapa penjaga malam itu selalu memukul tiang listrik setiap jam. Entah ia ingin agar warga tahu sudah pukul berapa atau ia ingin agar pencuri mengurungkan niatnya untuk mencuri karena ia akan terus berjaga sepanjang malam. Tapi malam itu terasa berbeda, ada pria yang telah menantinya di tiang listrik untuk menghalang-halanginya memuluk tiang listrik pertanda waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi.

Kehadiran pria misterius di hadapan sang penjaga malam, membuat aktivitas penjaga malam menjadi terganggu. Beberapa kali penjaga malam memberikan pernyataan agar tidak mengganggunya memukul tiang listrik, tak diindahkan oleh peria misterius itu. Setiap kali penjaga malam bergerak dari satu


(3)

tiang ke tiang yang lain selalu saja tepat waktu pria misterius hadir kembali di hadapannya, yang tujuannyatidak lain ingin mengganggu penjaga malam. Ejekan-ejekan dan senyum busuk pria misterius seolah-olah merendahkan diri si penjaga malam.

Lalu tibalah beberapa menit sebelum tepat pukul satu, ketika desakan keinginan penjaga malam yang terhalang-halangi. Dengan ayunan dari pinggang mengambil benda tajam, mengarah tepat ke pria misterius. Akhirnya tiang listrik pun tepat dipukul satu kali sebagai pertanda waktu menunjukkan pukul satu tanpa penghalang tadi yang sudah roboh di bawahnya.


(4)

Lampiran 4

Sejarah Penerbitan Cerpen

1. ”’Aku Kesepian, Sayang.’ ’Datanglah, Menjelang

Kematian.’”, majalah Djakarta!, November 2002

2. ”Legenda Wongasu”, harian Kompas, Minggu 3 Maret

2002; dimuat kembali dalam Waktu Nayla, Cerpen Pilihan Kompas 2003 (Penerbit Buku Kompas: Jakarta, 2003)

3. ”Avi”, majalah Djakarta!, Juni 2002

4. ”Penjaga Malam dan Tiang Listrik”. Koran Tempo, Minggu

16 Februari 2003


(5)

Lampiran 5 Sampul Cerpen


(6)

2. Sampul Belakang dan Samping S