PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DI DESA KUTOWINANGUN KEC. TINGKIR - Test Repository
PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA
AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM
ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK DI DESA KUTOWINANGUN KEC.
TINGKIR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
M. Yusuf Eka Putra
NIM : 21110015
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI'AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
MOTTO
34. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
13. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk Kedua orang tuaku, Mama Rina dan Bapak Rukhul
sebagai wujud kasih sayang atas bimbingan dan kepedulian tiada batas untuk anak-
anaknya.
Untuk adik-adik perempuanku Putri dan Jihan semoga dengan selesainya skripsi dapat
menginspirasi kalian untuk selalu semangat belajar dan menggapai cita-cita.
Untuk keluarga besar yang juga memberikan semangat tiada henti untuk selalu berada
di jalan Allah.
Untuk teman-teman Ahwal Al-Syakhshiyyah 2010
Dan untuk seseorang yang selalu menemaniku dimanapun, kapanpun, dan seperti
apapun ENS. Dan untuk semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini dan
tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih yang sebsar-besarnya .
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala
puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNYA sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa
tercurah kepada nabi Muhammad SAW yang telah menuntun ummatnya kejalan yang di
ridhoi Allah SWT.Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan banyak pihak. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd, selaku rektor IAIN Salatiga 2.
Bapak Syukron Ma'mun, M.Si., selaku ketua jurusan Ahwal Al- Syakhshiyyah
3. Bapak Moh Khusen, M.A selaku pembimbing akademik 4.
Bapak Drs. Machfudz, M.Ag,. Selaku dosen pembimbing skripsi 5. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga.
6. Warga desa Kutowinangun Kec. Tingkir 7.
Teman-teman Ahwal Al-Syakhshiyyah 2010 8. dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam segala hal untuk menyelesaikan skripsi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Terima Kasih Wassalamu'alikum Warahmatullahi Wabarakatuh Penulis
ABSTRAK Putra, M. Yusuf Eka. 2015. Penerapan Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda
Agama Dalam Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Desa Kutowinangun Kec. Tingkir.
Skripsi. Fakultas Syari'ah. Jurusan Ahwal Al- Syakhshiyyah.Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Drs. Machfudz, M.Ag.
Peneltian ini merupakan upaya mengetahui bagaimana penerapan Hak dan
kewajiban pengasuhan anak dalam keluarga beda agama menurut Hukum Islam dan UU
No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Pertanyaan utama yang ingin dijawab
melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri
beda agama dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun Kec.
Tingkir?. Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam
pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir? Jenis penelitian ini merupakan peneltian deskriptif kualitatif menafsirkan danmenuturkan situasi yang sedang terjadi di masyarakat mengenai penerapan hak dan
kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut hukum islam dan
undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis penerapan hak dan
kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di
desa Kutowinangun Kec. Tingkir juga untuk mengetahui penerapan hak dan kewajiban
suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec.
Tingkir. selama kurang lebih 3 minggu. Dalam kurun waktu tersebut penulis
mewawancarai beberapa nara sumber dan menganalisa hasil wawancara tersebut
dengan dokumen-dokumen yang berupa ayat Al- qur’an, hadits, pendapat para ulama fiqh dan Undang-undang perlindungan anak no 23 Tahun 2002.Berdasarkan hasil penelitian, pengasuhan anak merupakan tanggung jawab
penuh bagi kedua orang tua untuk menanamkan aqidah sebagaimana yang terdapat
dalam ayat Al- qur’an,hadits, dan pendapat para ulama sebagai pondasi Hukum Islam.Dalam hal pengasuhan anak keluarga beda agama, belum sepenuhnya berjalan sesuai
dengan Hukum Islam dan UU No. 23 Tahu 2002 Tentang perlindungan anak. Keluarga
beda agama tersebut belum sepenuhnya mengetahui bahwa pegasuhan anak telah
diatur dalam Hukum Islam yang menyebabkan ketidak seimbangan pengasuhan anak
dalam hal pendidikan agama. Selain itu UU No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan
anak juga menjelaskan bahwa seharusnya kedua orang tua dapat menyeimbangkan
pendidikan agama dalam keluarga beda agama. Sehingga yang terjadi anak akan
mendapatakan haknya dengan seimbang.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................... iNOTA PEMBIMBING .......................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................... iv
MOTTO ............................................................................... v
PERSEMBAHAN .................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................. vii
ABSTRAK ............................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................... 3 C. Tujuan dan Kegunaan .................................................... 3 D. Penegasan Istilah ........................................................... 4 E. Telaah Pustaka ............................................................... 6 F. Metodologi Penelitian ................................................... 8 G. Sistematika Penulisan .................................................... 10
BAB II KONSEP PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM
ISLAM DAN UNDANG-UNDANG No. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Tinjauan Terhadap Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam 1. Pengertian pengasuhan anak ................................. 12 2. Bentuk-bentuk pengasuhan anak ........................... 13 B. Konsep Pengasuhan Anak Menurut UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ........................................... 20BAB III PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK DI KUTOWINANGUN KEC.TINGKIR A. Gambaran Umum Daerah Penelitian1. Letak dan keadaan geografis ............................ 29
2. Keadaan penduduk........................................... 30
3. Daftar lembagabidang keagamaan dan pendidikan keagamaan kelurahan Kutowinangun ............. 33 B.
Gambaran Kasus Penerapan Hak dan kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak di Desa Kutowinangun Kec. Tingkir
1. Penerapan Hak dan kewajiban suami isteri beda agama terhadap pengasuhan anak pada keluarga N
...................................................................... 37
2. Penerapan Hak dan kewajiban suami isteri beda agama terhadap pengasuhan anak pada keluarga E ...................................................................... 43
BAB IV ANALISIS PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI
ISTERI BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUTHUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMO 23 TAHUN
2002 A.Analisis Pengasuhan Anak Dalam Keluarga Beda Agama menurut Hukum Islam ................................................... 50 B.
Analisis penerapan hak dan kewajiban Suami Isteri Beda Agama dalam Pengasuhan Anak Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ............ ................................................................................... 57
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................... 61 B. Saran .............................................................................. 62 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada manusia. Itu adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT, sebagai jalan bagi manusia
untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya (Tihami dan Sahrani, 2009:06). Pernikahan merupakan tujuan syariat yang dibawa Rasulullah yaitu penataan kebutuhan manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi.
Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan dan melangsungkan keturunan. Keturunan merupakan anak dari hasil pernikahan yang memiliki kemiripan sifat dan bentuk fisik dari suami isteri yang terikat dalam hubungan resmi. Keberadaan anak pada umumnya sangat didambakan oleh setiap pasangan suami isteri. Karena tidak sedikit suami isteri yang menikah tapi belum diberi kepercayaan untuk mempunyai anak. Didalam kelangungan hidupnya anak merupakan tanggung jawab yang dilimpahkan bagi pasangan suami isteri.
Suami isteri memiliki hak dan tanggung jawab secara bersama yang diantaranya adalah anak yang mempunyai nasab yang jelas (Tihami dan Sahrani, 2009). Kewajiban bagi suami isteri lainnya adalah mengasuh anak, yaitu mendidik dan memelihara, mengurus makanan, minuman, pakaian dan kebersihannya dalam periode umurnya yang pertama ( Al Barry, 1977:51). Dalam pengasuhan anak, seorang wanita atau isterilah yang memiliki keutamaan dibanding laki-laki atau suami, karena wanita dinilai lebih mampu dalam hal pengasuhan anak dibandingkan laki-laki. Wanita dinilai lebih tekun, lebih sabar, lemah lembut dan lebih banyak waktunya.
Dalam hubungan pernikahan umumnya pasangan laki-laki dan perempuan memiliki kepercayaan agama yang sama dalam melangsungkan pernikahan.
Namun penulis menemui fenomena banyaknya pernikahan beda agama yang terjadi. Pernikahan beda agama adalah pernikahan yang berlangusng diantara laki-laki dan perempuan yang memiliki kepercayaan agama yang berbeda. Narasumber yang penulis temui berjumlah dua pasang suami istri beda agama yaitu suami yang memiliki keyakinan kristen dan isteri yang memiliki keyakinan islam dan suami yang berkeyakinan Islam dan istri yang berkeyakinan kristen. Hubungan tersebut terus berlanjut sampai mempunyai keturunan atau anak.
Hal yang menarik bagi penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai tumbuh kembang anak dari pasangan suami istri beda agama ini karena di dalam upaya pengasuhan anak, pemerintah sendiri telah menetapkan perlindungan anak dengan UU No.23 Tahun 2002. Hal tersebut menjadikan dasar bagi penulis untuk melakukan studi kasus terhadap masalah diatas dengan judul PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM
ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.DI DESA KUTOWINANGUN KEC. TINGKIR
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun Kec.
Tingkir? 2. Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir? C.
Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut
1. Untuk mengetahui penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun Kec. Tingkir.
2. Untuk mengetahui penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir.
Kegunaan dari hasil penelitian ini, penulis harapkan dapat memberikan manfaat antara sebagai berikut.
1. Sebagai stimulan untuk mengembangkan ataupun mencari tema pembahasan dalam penyusunan skripsi selanjutnya.
2. Dapat memberikan pemahaman tentang pengasuhan anak dalam keluarga beda agama menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
3. Dapat menambah perbendaharaan penelitian khususnya jurusan Ahwal Al- Syakhsiyyah.
D. Penegasan istilah
Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini, sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Skripsi ini berjudul Hak Dan Kewajiban Ssuami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan UU RI NO.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
1. Hak dan kewajiban Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung pada kita sendiri.
Kewajiban sesuatu yang dilakukan dengan tanggung jawab (Depdiknas: 1988).
2. Suami isteri beda agama Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita.Isteri adalah wanita yang menjadi pasangan hidup resmi seorang pria. (Depdiknas: 1988).
Suami isteri beda agama adalah pasangan hidup resmi antara pria dan wanita yang memiliki perbedaan keyakinan agama. (Depdiknas: 1988).
3. Pengasuhan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pengasuhan adalah proses, cara, perbuatan mengasuh. Menurut Gunarsa (2002) dikutip dari
Pratiwi, bahwa pola asuh orangtua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (makan, minum, pakaian, dan lain sebagainya) dan kebutuhan psikologis (afeksi atau perasaan) tetapi juga normanorma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.
4. Anak Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Depdiknas: 1988).
5. Hukum Islam Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan al- qur’an dan hadits; hukum syara.
6. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak Yaitu peraturan yang mengatur tentang segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Jadi hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Hukum islam dan UU No. 23 Tahun 2002 adalah bentuk tanggung jawab pasangan suami isteri dalam mendidik dan mengasuh anak yang dipelajari menurut hukum Islam dan UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak ( RI: 2002).
E. Telaah Pustaka
Setelah diadakan penulusuran, dapat ditemui banyak penelitian dan karya tulis mengenai pengasuhan anak, diantaranya: Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Laila Miftahul Jannah
Mahasiswa STAIN Salatiga dengan judul penelitian “ Kekerasan Orang
tua Terhadap Anak Sebagai Penyebab Dicabutnya Hak Asuhnya ( Studi Komparasi antara Kompilasi Hukum Islam dan KUHperdata) . Skripsi ini
membahas tentang pencabutan hak asuh anak akibat kekerasn yang dilakukan oleh pemegang hak asuh anak. Dalam skripsi ini, pembahasan hak asuh anak setelah putusan pengadilan menjatuhkan putusan dalam tinjauan komparasi antara KHI dan KUHPerdata.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Umi Azizah Mahasiswa STAIN Salatiga dengan judul penelitian “Hak Asuh Anak Akibat Putusnya
Perkawinan Karena Perceraian (Studi Analisisis Kompilasi Hukum
Islam). Skripsi ini membahas secara umum bagaiamana pandangan Kompilasi Hukum islam dalam memutuskan hak asuh anak ketika terjadi perceraian
Ketiga, penelitian yang dilakukan Muhammad Imamul Umam Mahasiswa STAIN Salatiga dengan judul penelitian
“Hak Asuh Anak
dalam Perkara Cerai Talak Karena Istri Murtad (Studi Analitis Penetapan
PA No. 447/Pdt.G/2003/PA.Sal) ”. Skripsi ini membahas mengenai hasilputusan yang ditentukan oleh Hakim Pengadilan Agama Salatiga. Dalam putusan tersebut menerangkan tentang hak asuh setelah terjadinya putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Pengadilan Agama Salatiga.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh David Idris Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul
“Tinjauan Makasid Asy
Syariah Imam Asy Syatibi Terhadap Hak Asuh Anak (Hadhanah) Bagi
yang murtad”. Skripsi ini membahas hak asuh anak bagi ibu yang murtad
ditinjau dari maqosid as syariahh mengenai maslahat dan mafsadat jika pengasuhan anak ada pada ibu yang murtad. Sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbang para Hakim dalam Istinbat hukum hak asuh anak bagi ibu yang murtad.
Kelima, penilitian yang dilakukan oleh Muhlisin Mahasiswa STAIN Salatiga dengan judul “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap
Anak Akibat Perceraian (Studi Komparasi Putusan Pengadilan Agama
Nomor 256/Pdt.G/2004/PA.SAL dan Yurisprudensi Mahkamah Agung
Nomor 386 K/AG/2005 ”. Skripsi ini membahas tentang hasil putusan
setalah terjadinya perceraian, dimana anak berhak untuk mendapatakan perlindungan dan berhak mendpatakan pengasuhan dari orang tua meskipun setelah terjadinya perceraian.
F. Metodologi penelitian 1.
Jenis penelitian Penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif yang termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Peneltian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan 2 keadaan/ lebih, hubungan antarvariabe; perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi dan lain-lain.
2. Sumber data Sumber data adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian.
Yang dimaksud dengan sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Kesalahan-kesalahan dalam menggunakan atau memahami sumber data, maka data yang diperoleh juga akan meleset dari yang diharapkan. (Bungin:2001).
Sumber data dalam penilitian ini berupa hasil wawancara dengan narasumber, Al- qura’an dan hadits, pendapat para ulama fiqh, dan UU
No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selain itu, penulis juga memperoleh data mengenai gambaran umum daerah penelitian, tempat ibadah, kelompok ibadah, dan pendidikan keagamaan dari kelurahan Kutowinangun.
3. Metode pengumpulan data a.
Wawancara Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview). Dengan wawancara mendalam, bisa digali apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang menyangkut masa lampau, masa kini maupun masa sekarang.
(Bungin, 2010 : 67).
Proses wawancara terhadap narasumber di kelurahan Kutowinangun membutuhkan waktu kurang lebih 3 minggu dalam beberapa kali sesi tanya jawab. Narasumber tersebut meliputi keluarga NT dan NM, keluarga NR dan EH, dan beberapa masyarakat setempat.
b.
Telaah Dokumen Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy).
Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan lainnya. (Sarosa, 2012:61)
Dalam penelitian yang diperoleh berupa ayat Al- qur’an, Hadits, Undang-Undang, Buku, catatan, rekaman wawancara, dan data kelurahan Kutowinangun.
c.
Observasi Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.
Observasi yang dilakukan penulis antara lain mengamati pola hidup sehari-hari dan keagamaan,dan kehidupan sosial narasumber.
4. Teknik Analisis Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, penulis menganalisis data dengan menggunakan pendekatan analisis (analitical approach) yaitu mengetahui makna yang terkandung oleh istilah- istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional.(Ibrahim, 2006:310) G.
Sistematika penulisan
BAB I Pendahuluan Dalam bab ini berisi latar belakang masalah yang akan dikaji penulis, agar tidak terjadi kerancuan, penulis memberikan penegasan istilah, rumusan masalah sebagai titik fokus pembahasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian.
BAB II Konsep Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan Undang- Undang Perlindungan Anak Bab ini berisi tinjauan terhadap pengasuhan anak dari pasangan suami istri beda agama, konsep pengasuhan anak dari suami istri beda agama menurut hukum Islam, dan konsep pengasuhan anak dari suami istri beda agama menurut undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
BAB III Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak Di Desa Kutowinangun Kecamatan Tingkir Bab ini berisi gambaran umum desa Kutowinangun Kec. Tingkir dan gambaran umum kasus mengenai penerapan hak dan kewajiban suami istri beda agama dalam pengasuhan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir
BAB IV Analisis Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Bab ini berisi kasus mengenai penerapan hak dan kewajiban suami istri beda agama dalam pengasuhan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir dan analisis penerapan hak dan kewajiban dari suami istri beda agama dalam pengasuhan anak menurut hukum Islam dan undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
BAB V Penutup Bab ini berisi kesimpulan dan saran
BAB II KONSEP PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Tinjauan terhadap pengasuhan anak menurut hukum Islam 1. Pengertian pengasuhan anak Pengasuhan atau biasa disebut parenting merupakan proses
menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak memasuki usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan ayah (orang tua biologis dari anak), namun bila orang tua biologisnya tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas ini diambil oleh kerabat dekat termasuk kakak, nenek dan kakek, orang tua angkat, atau oleh institusi seperti panti asuhan.
Menurut Myers (1992) pengasuhan anak paling tidak mencakup beberapa aktivitas berikut yaitu : melindungi anak, memberikan perumahan atau tempat perlindungan, pakaian, makanan, merawat anak (termasuk memandikan, mengajarkan cara buang air, dan memelihara bila anak sakit), memberikan kasih sayang dan perhatian pada anak, berinteraksi dengan anak dan memberikan stimulasi kepadanya, serta memberikan kemampuan sosialisasi dengan budayanya.
Agar anak memiliki perkembangan yang optimal, perlu adanya kerjasama dari orang tua dan juga interaksi yang cukup baik antara anak dan orang tua terutama ibu. Bentuk interaksi dan pemberian stimulasi yang tepat pada anak akan menghasilkan dampak positif bagi tumbuh kembang anak. Misalnya, memberikan contoh kata-kata positif yang diperdengarkan pada anak sejak kecil sehingga anak mampu meniru dan menerapkan hal tersebut sampai dewasa.
Setiap orang tua memiliki caranya masing-masing dalam menddik dan mengasuh anak. Latar belakang ekonomi, sosial, budaya , bahkan agama menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan anak. Untuk itu setiap orang tua wajib memahami karakter dan jiwa anak sehingga perbedaan pada orang tua tidak menimbulkan konflik dalam pengasuhan anak.
2. Bentuk-bentuk pengasuhan anak
Menurut Suardiman (1983 : 22) pengertian pola asuh adalah cara mengasuh anak, usaha memelihara, membimbing, membina, melindungi anak untuk kelangsungan hidupnya.
Bentuk-bentuk pengasuhan anak antara lain : a.
Pola asuh permisif Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang cenderung terhadap kemauan si anak. Apapun yang diinginkan anak sekalipun itu hal-hal yang negatif selalu diijinkan orang tua, seperti membolos, pergaulan bebas, dan sebagainya. Pola pengasuhan anak semacam ini seringkali diakibatkan karena orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga mengabakan kewajiban dalam mendidk anak. Orang tua hanya memberikan materi tanpa pengarahan ataupun perhatian khusus pada anak sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi perkembangan anak.
Anak yang diasuh dengan metode semacam ini cenderung kurang perhatian, tidak memiliki kemampuan sosialisasi yang baik, serta kurang menghargai orang-orang di sekitarnya.
b.
Pola asuh otoriter Pola asuh otoriter adalah bentuk pengasuhan anak yang bersifat memaksa, keras, dan otoriter. Hal ini dapat dicerminkan dari peraturan-peraturan yang dibuat orang tua tanpa memperhatikan kemauan si anak. Orang tua tidak segan- segan memberikan hukuman mental maupun fisik apabila anak melanggar peraturan.
Anak yang menginjak usia remaja maupun dewasa akan sangat tertekan dengan pola pengasuhan semacam ini. Mereka lebih senang berada diluar rumah, mudah sedih dan berpikir negatif tentang orang tua. Namun, dampak positif dari pola pengasuhan ini adalah anak menjadi pribadi yang mandiri, disiplin, dan lebih bertanggung jawab dalam meraih kehidupan yang lebih baik. c.
Pola asuh otoritatif Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya.
Anak yang diasuh dengan pola semacam ini akan lebih percaya diri, cerdas, ceria, kreatif, terbuka pada orang tua, menghormati orang tua, tidak mudah stres maupun depresi, dan disegani masyarakat sekitar.
(http://pgpaud2009.blogspot.com/2013/05/polapengasuhan- anak-dalam-keluarga.html)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasuhan anak dalam keluarga beda agama Dalam kehidupan berumah tangga, perbedaan merupakan hal yang umum dialami setiap pasangan. Perbedaan latar belakang, sosial, budaya, agama merupakan hal yang wajar meskipun seringkali menimbulkan ketidakharmonisan. Perbedaan tersebut dapat diatasi seiring dengan saling memahami satu sama lain dan mengutamakan kepentingan bersama yaitu keberhasilan dalam mengasuh dan mendidik anak.
Perbedaan agama atau prisip adalah hal yang seringkali dihadapi dalam kehidupan rumah tangga pasangan berbeda agama. Hal ini tentu akan berdampak besar bagi perkembangan fisik dan mental anak.
Dasar rasa cinta anak terhadap Tuhan serupa dengan dasar rasa cintanya terhadap orang tua. Jika orang tua mengenalkan konsep Tuhan, anak akan menerima dengan sungguh-sungguh. Dalam mengenalkan itu biasanya sikap orang tua cenderung menekankan sikap-sikap yang berkenan di hati mereka sendiri. (Spock, 1991:91).
Selain faktor agama itu sendiri, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan anak dalam keluarga beda agama.
Menurut Triwardani (2001) dikutip dari Pratiwi menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh yaitu: sosial, ekonomi, pendidikan, kepribadian, nilai-nilai yang dianut orang tua, dan jumlah anak.
Pergaulan orang tua dengan lingkungan sekitar akan mempengaruhi bagaimana cara mereka dalam mendidik anak, apabila lingkungan tersebut lebih banyak orang yang berpendidikan rendah, atau bahkan apabila orang tua itu sendiri yang berpendidikan rendah, maka orang tua juga cenderung tidak akan menanamkan pendidikan yang tinggi untuk anak-anaknya. Hal tersebut juga dapat terjadi karena faktor ekonomi dan juga kurangnya wawasan orang tua tentang pentingnya pendidikan untuk masa depan.
4. Pengasuhan anak menurut hukum Islam
Hadhanah dalam perspektif islam diatur dengan sangat jelas sejak anak masih dalam rahim ibunya, seperti hak waris, hak wakaf, dan hak nasab. Menurut Dahlan (1999) dikutip dari Hannah (2014) hadhanah secara terminologis adalah merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena tidak bisa memenuhi keperluannya sendiri.
Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa pada prinsipnya hukum merawat dan mendidik anak adalah kewajiban bagi orang tua, karena apabila anak yang masih kecil dan belum mumayyiz tidak dirawat dan didik dengan baik, maka akan berakibat buruk pada diri dan masa depan mereka, bahkan bisa mengancam eksistensi jiwa mereka. Oleh karena itu anak-anak tersebut wajib dipelihara, diasuh, dirawat dan dididik dengan baik. Dalam surat Al Baqoroh ayat 233 telah diterangkan dengan jelas sebagai berikut :
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan “ (QS. Al Baqarah : 233)
Dalam ayat tersebut terkandung penjelasan bahwa tanggung jawab pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab penuh seorang ayah, namun demikian, seorang suami atau ayah itu sendiri juga wajib bertanggung jawab terhadap kebutuhan ibu. Hal ini diperkuat dengan ilustrasi apabila anak tersebut disusui oleh perempuan lain maka ayah wajib membayar perempuan yang menyusui anaknya tersebut.
Sedangkan mengenai hak dalam hadhanah, hak seorang ibu terhadap anak lebih kuat daripada hak ayah. Menurut schacht (1985:214) ibu mempunyai hak merawat dan memelihara anak dalam keadaan masih kecil sampai berumur tujuh atau sembilan tahun. Ini bukan merupakan kewajiban, akan tetapi hak yang dapat menjadi hilang apabila ibu memutuskan perkawinan kemudian mempunyai hubungan terlarang dengan orang yang berbeda mahram dengan anak.
Selain itu, sosok ayah sebagai seorang pendidik yang baik dikisahkan dalam Alquran melalui figur Luqman sebagai berikut :
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada
Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (12) dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(13) dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-
Kulah kembalimu. “(14) (QS. Luqman : 12-14).
Menurut Rafiq (1998) dikutip dari Nurrudin dan Tarigan (2006), setidaknya ada delapan nilai-nilai pendidikan yang harus diajarkan orang tua kepada anaknya seperti berikut ini : 1.
Agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT
2. Tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu yang lain.
3. Berbuat baik kepada orang tua, sebagai bukti kesyukuran anak.
4. Mempergauli orang tua secara baik-baik (ma’ruf) 5.
Setiap perbuatan betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
6. Menaati perintah Allah SWT. Seperti shalat, amar ma’ruf dan nahi munkar, serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan.
7. Tidak sombong dan angkuh.
8. Sederhana dalam bersikap dan bertutur kata Proses pemeliharaan anak dan pendidikannya akan dapat berjalan dengan baik, jika kedua orang tua saling bekerja sama dan saling membantu. Tentu saja ini dapat dilakukan dengan baik jika keluarga tersebut benar-benar keluarga yang sakinah dan mawaddah. (Nuruddin & Tarigan : 2006) B.
Konsep pengasuhan anak menurut UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
Dalam pasal 1 undang-undang ini, yang dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.
Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dalam pasal 2 undang-undang ini, Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip- prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: nondiskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak.
Di dalam bab II mengenai asas dan tujuan, berisi pasal 3 yang menjelaskan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Selanjutnya dalam bab III mengenai hak dan kewajiban anak, ditegaskan dalam pasal 4 bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kemudian pasal 5 menerangkan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Selanjutnya, pasal 6 menguraikan tentang setiap anak yang berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
Pasal 7 mengandung pengertian bahwa setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.