Analisis Tentang Pelaksanaan Adat Perkawinan Masyarakat Jawa (Timur) Di Desa Tanjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu

  

ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN ADAT PERKAWINAN

MASYARAKAT JAWA (TIMUR) DI DESA TANJUNG MEDAN

KECAMATAN TAMBUSAI UTARA KABUPATEN ROKAN HULU

  Oleh: Sulastri

  ˡ ), Hambali ²), Ahmad Eddison ³) ˡ ) Mahasiswa Program Studi PPKn Universitas Riau

  ²) Dosen Program Studi PPKn Universitas Riau Jln. Binawidya kilometer 12 Kampus Unri Panam

  No. Hand Phone : 085271057051

  

ABSTRAK

  This Research aim to to know what is there are change in execution of ceremony marriage of Java society ( Timur). According to Gilin and of Gilin change of social as a(n) variation of of way of living which have been accepted. Either due geographical change, culture of material, resident composition, idiologi and caused by diffusion and or new inventions in society. This research of writer conduct in Countryside Foreland Field District Of Tambusai North Sub-Province of Rokan Hulu;Upstream take place from October 2012 till finish research. Population in this research is entire/all Java society which was berdomosili in Countryside Foreland Field District Of Tambusai North Sub-Province of Rokan Hulu;Upstream amounting to 260 family heads and of pinisepuh 4 people. technique intake of sampel is sampling purposive of sampel in this research is 26 family head people and 4 people of pinisepuh. Technique data collecting the used is in the form of Technique Observation, Technique Interview, Technique Documentation, Technique Study Bibliography and Technique Enquette. In analysing data use descriptive method qualitative. As for hypothesis in this research is There Are Change Of Procedures Custom of Perkawinanan Society East Java In Countryside Foreland Field District Of Tambusai North Sub- Province of Rokan Hulu. this Research result indicate that there are change with percentage 65,83% and including into measuring rod which categorizing " yes" that is with measuring rod 50,01%-100%. Becoming raised to be hypothesis to be accepted and proven that There Are Change Of Procedures Custom of Perkawinanan Society East Java In Countryside Foreland Field District Of Tambusai North Sub-Province of Rokan Hulu.

  Keyword : Execution, Custom Marriage, this East Java

  PENDAHULUAN

  Masyarakat bangsa Indonesia merupakan masyarakat majemuk, dalam arti bahwa masyarakat Indonesia terdiri atas beraneka macam suku bangsa, keanekaragaman kebudayaan serta lingkungan hidup yang bermacam-macam pula. Kenyataan yang obyektif itu, memberikan gambaran tersendiri mengenai berbagai unsur kebudayaan Indonesia yang memberikan corak yang khas dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat.

  Masyarakat yang ada di Desa Tanjung Medan adalah masyarakat transmigrasi yang mayoritas adalah suku Jawa, menurut Hamidy dan Mukhtar Ahmad (1993:77-98), keragaman etnik yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan aset yang sangat penting dalam menjalin rasa Nasionalisme. Hal ini sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang artinya walaupun beda-beda tapi satu jua. Sistem nilai dan norma yang bersumber adat dan tradisi suatu daerah merupakan kekayaan budaya baik bagi suku bangsa maupun warga masyarakat.

  Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU No.1 Tahun 1974:1) Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, sistem perkawinan pada masyarakat Jawa khususnya masyarakat Jawa Timur di Desa Tanjung Medan pada zaman dahulu sebelum tahun 2000-an dalam upacara pasang tarub selalu menggunakan lambang-lambang seperti seperti pohon tebu, pohon pisang, buah- buahan, dll. Namun pada saat ini lambang tersebut mulai hilang karena banyak memilih yang lebih praktis yaitu dengan menyewa tarub. Selain itu yang mengalami perubahan yaitu dalam upacara adat buncalan gantal. Dahulu gantal terbuat dari lintingan sirih yang diikat dengan benang lawe yang di dalamnya diisi dengan pinang muda, sirih yang digunakan bukan asal sirih tapi sirih temu ros. Yaitu sirih urat-urat bagian kanan kirinya saling bertemu. Namun pada saat ini sirih yang digunakan sudah tidak ditentukan lagi bahkan gantal banyak terbuat dari lintingan daun pisang yang diikat dengan benang.

  Berbicara mengenai Perubahan adat perkawinan sebagaiamana yang tertera di atas yaitu adat yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan karena para orang tua kebanyakan mulai lupa dan kurang tahu pada rangkaian acara dan kelengkapan sehingga makna akan nilai-nilai dan lambang- lambang yang terkandung di dalamnya mulai hilang, selain itu terjadi perkawinan yang berbeda suku di dalam masyarakat sehingga dengan mudah mereka mengambil cara yang praktis sehingga tidak memakai adat yang sebenarnya. Hal ini banyak terjadi pada orang-orang yang merantau dan pendatang, maka dalam prosesi pernikahannya hanya sekedarnya saja. Sehingga tradisi yang murni menjadi banyak dipengaruhi oleh tradisi setempat yang menjadikan tradisi pernikahan adat jawa menjadi kabur. Kemudian faktor uang dan waktu juga mempengaruhi perubahan pelaksanaan adat perkawinan.

  Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah Terdapat Perubahan Dalam Pelaksanaan Adat Perkawinan masyarakat Jawa (Timur) di Desa Tanjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu ”.

  Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: “Untuk mengetahui apakah terdapat perubahan dalam pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Jawa (Timur) di Desa Tanjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini penulis lakukan di Desa Tanjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu. Adapun waktu penelitian ini berlangsung dari bulan Oktober 2012 sampai selesai penelitian.

  Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Jawa yang berdomosili di Desa Tanjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu yang berjumlah 260 kepala keluarga dan pinisepuh 4 orang.

  Berdasarkan populasi diatas, dalam menentukan sampel penulis mengacu pada pendapat suharsimi arikunto. Apabila subjek kurang dari 100, dapat diambil semua sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto,2002:112).

  Berdasarkan pendapat diatas penulis menentukan sampel 10% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 30 orang.

  Teknik Pengumpulan Data

  Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan cara Teknik Observasi,Wawancara, Dokumentasi, Studi Kepustakaan, Angket.

  Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Adapun langkah-langkah untuk mengolah data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkna semua data yang diinginkan 2.

  Mengklasifikasi alternatif jawaban responden 3. Menentukan besar persentase alternatif jawaban responden dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

  F P = X 100% N P= besar persentase alternatif jawaban F= frekuensi alternatif jawaban N= Jumlah populasi penelitian 4. Menyajikan data dalam bentuk tabel 5. Memberi penjelasan dan menarik kesimpulan

  Hasil analisis tersebut kemudian di kelompokkan menurut persentasi jawaban angket responden dan menjadi tolak ukur dalam pengambilan kesimpulan adalah sebagai berikut: 1. Sebesar 50,01 % - 100% = Ya ( Terdapat Perubahan ) 2. Sebesar 0% - 50,00% = tidak (Tidak Terdapat Perubahan )

  (Sutrisno Hadi, 1990: 229)

  HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hasil Angket Tahap-Tahap Adat Perkawinan Yaitu: Tahap pembicaraan 1. Nglamar

  Dalam acara nglamar ini biasanya yang melamar adalah pihak calon pengantin pria. Pada masa lalu, orang tua calon pengantin pria mengutus salah seorang anggota keluarganya untuk meminang dan menanyakan apakah si gadis yang akan dilamar sudah ada yang memiliki apa belum.

Tabel 4.8 Acara Nglamar dalam tahap pembicaraan

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 23 76.67%

  2. Tidak 7 23.33%

  Jumlah

  30 100% Sumber: Data Olahan Lapangan Tahun 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.8 di atas bahwa dari 23 orang atau 76.67% responden menjawab “ya” bahwa acara nglamar dalam tahap pembicaraan telah mengalami perubahan, alasanya karena tidak mempunyai saudara kandung yang dekat untuk diutus kerumah gadis yang hendak dilamar jadi yang datang kerumah pihak perempuan langsung orang tua si lelaki. dan 7 orang atau 23.33% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan dalam acara nglamar karena ada perwakilan dari saudara-saudara kandung untuk di utus kerumah perempuan yang akan di lamar .

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa acara nglamar dalam tahap pembicaraan di Desa Tanjung Medan mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” sebanyak 23 orang atau 76,67%.

  Tahap kesaksian 1. Srah-srahan

  Yaitu menyerahkan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan pelaksanaan acara sampai hajat berakhir. Pada zaman dulu, srah-srahan dilakukan sebelum malam midodareni. Orang tua dan keluarga calon pengantin pria memberikan beberapa barang kepada orang tua calon pengantin wanita.

Tabel 4.9 Acara srah-srahan dalam tahap kesaksian

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 17 56.67%

  2. Tidak 13 43.33%

  Jumlah

  30 100% Sumber: Data Olahan Lapangan Tahun 2012 Dari hasil data pada tabel 4.9 di atas bahwa dari 17 orang atau 56.67% responden menjawab “ya” bahwa acara srah-srahan telah mengalami perubahan dengan alasan pada saat ini srah-srahan hanya sebuah formalitas bahwa si lelaki hendak datang kerumahnya ingin mengikat perempuan yang akan dinikahinya. dan 13 orang ata u 43.33% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan dalam acara srah-srahan dengan alasan apabila dilakukan sebelum malam midodareni lebih praktis.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat srah-srahan pada tahap kesaksian mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” sebanyak 17 orang atau 56,67%.

  2. Peningsetan

  Peningsetan dari kata singset artinya mengikat erat dengan saling tukar cincin atau si lelaki memberikan cincin pada perempuan yang akan dinikahinya. dalam hal ini terjadinya komitmen akan sebuah perkawinan antara putra putri kedua pihak dan para orang tua pengantin yang akan menjadi besan.

Tabel 4.10 Acara peningsetan dalam tahap kesaksian

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 25 83,33%

  2. Tidak 5 16,67%

  Jumlah

  30 100% Sumber: Data Olahan Lapangan Tahun 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.10 di atas bahwa dari 25 orang atau 83,33% responden menjawab “ya” bahwa terdapat perubahan dalam acara peningsetan karena mereka melaksanakan acara peningsetan yaitu saling tukar cincin dilaksanakan dalam acara ijab qobul dengan alasan mereka ingin langsung melaksanakan perkawinan yang sah dan ingin menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan 5 orang atau 16,67% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan dalam acara peningsetan dengan alasan mereka masih menggunakan acara peningsetan karena si lelaki minta jangka waktu mencari modal untuk pesta pernikahan nanti.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat peningsetan pada tahap kesaksian mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” sebanyak 25 orang atau 83,33%.

  3. Asok tukon

  Asok tukon pada hakikatnya adalah penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keuangan kepada keluarga pengantin putri.

Tabel 4.11 Acara Asok Tukon Dalam Tahap Kesaksian

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 26 86.67%

  2. Tidak 4 13.33%

  Jumlah

  30 100% Sumber: Data Olahan 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.11 di atas bahwa dari 26 orang atau 86.67% responden menjawab “ya” bahwa terdapat perubahan dalam pelaksanaan acara asok tukon karena pihak keluarga calon pengantin laki-laki melaksanakan pesta pernikahan sendiri di rumahya. Sehingga tidak membantu dana untuk pesta di rumahnya si calon pengantin putri. dan 4 orang atau 13.33% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan karena mereka masih memakai acara asok tukon dengan alasan untuk meringankan keluarga pengantin putri.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat Asok Tukon pada tahap kesaksian mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” sebanyak 26 orang atau 86.67%.

4. Gethok dina Gethok dina yaitu menetapkan kepastian hari untuk ijab qobul dan resepsi.

  Untuk mencari hari, tanggal, bulan biasanya dimintakan saran kepada orang yang ahli dalam perhitungan Jawa yaitu dengan penghitungan hari baik berdasarkan patokan primbon Jawa.

Tabel 4.12 Acara Gethok Dina Dalam Tahap Kesaksian

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 23 76.67%

  2. Tidak 7 23.33% 30 100%

  Jumlah

  Sumber: data olahan 2012 Dari hasil data pada tabel 4.12 di atas bahwa dari 23 orang atau 76.67% responden menjawab

  “ya” mengalami perubahan dalam acara gethok dina dengan alasan untuk mencari hari, tanggal dan bulan mereka hanya melibatkan pihak keluarga calon pengantin putra dan calon pengantin putri tanpa didampingi oleh ahli dalam perhitungan jawa dan 7 orang atau

  23.33% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan karena untuk mencari hari, tanggal, bulan dipercayakan kepada ahli dalam perhitungan jawa dengan alasan mereka takut apabila mencari sendiri terjadi hal-hal gaib karena salah memilih hari untuk pesta.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat gethok dina pada tahap kesaksian mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” sebanyak 23 orang atau 76.67%.

  Tahap siaga 1. Sedhahan Yaitu cara mulai merakit sampai membagi undangan.

Tabel 4.13 Acara Sedhahan Dalam Tahap Siaga

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 27 90%

  2. Tidak 3 10% 30 100%

  Jumlah

  Sumber: data olahan 2012 Dari hasil data pada tabel 4.13 di atas bahwa dari 27 orang atau 90% responden menjawab “ya” mengalami perubahan dalam acara sedhahan dengan alasan dengan perkembangan zaman dan semakin canggihnya teknologi sehingga pembuatan undangan sudah tidak dibuat sendiri lagi melainkan langsung diserahkan kepada pencetak undangan tersebut kemudian yang akan melaksanakan pesta tinggal terima bersih dan 3 orang atau 10% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan dalam acara Sedhahan karena untuk meminimalisir dana buat persiapan pesta.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam acara Sedhahan pada tahap siaga mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” sebanyak 27 orang atau 90%.

  2. Kumbakarnan

  Pertemuan membentuk panitia hajatan mantu

Tabel 4.14 Acara kumbakarnan Dalam Tahap Siaga

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 0%

  2. Tidak 30 100%

  Jumlah

  30 100% Sumber: data olahan 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.14 di atas bahwa dari 0 orang atau 0% responden menjawab “ya” mengalami perubahan dalam acara kumbakarnan dan 30 orang atau 100% yang menjawab

  “tidak” mengalami perubahan dalam acara kumbakarnan karena sampai saat ini masih digunakan guna untuk meringankan beban tuan rumah yang melaksanakan hajatan.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat kumbakarnan pada tahap siaga tidak mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “tidak” mengalami perubahan sebanyak 30 orang atau 100%.

  3. Jenggolan Atau Jonggolan

  Jenggolan atau jonggolan yaitu calon pengantin sekalian melapor ke KUA (tempat domisili calon pengantin putri). Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan, artinya memberi tanda di Kantor Pencatatan Sipil akan ada hajatan

  mantu , dengan cara ijab.

Tabel 4.15 Acara Jenggolan Atau Jonggolan Dalam Tahap Siaga

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 20 66,66%

  2. Tidak 10 33,33%

  Jumlah

  30 100% Sumber: data olahan 2012 Dari hasil data pada tabel 4.15 di atas bahwa dari 20 orang atau 66,66% responden menjawab “ya” mengalami perubahan dalam acara jenggolan atau jonggolan dengan alasan ketika mereka akan melaksanakan pernikahan tidak melapor kekantor KUA cukup datang kerumah pembantu KUA sebagai P3N kemudian pembantu KUA sendiri yang melaporkan ke kantor KUA dan 10 orang atau 33,33% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan karena ketika mereka akan melaksanakan pernikahan langsung datang ke kantor KUA dan melaksanakan ijab qobulnya di kantor KUA juga.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat Jenggolan Atau Jonggolan pada tahap siaga mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” sebanyak 20 orang atau 66,66%.

  Tahap rangkaian upacara 1. Pasang tratag dan tarub

  Pemasangan tratag yang dilanjutkan dengan pasang tarub digunakan sebagai tanda resmi bahwa akan ada hajatan mantu dirumah yang bersangkutan.

Tabel 4.16 Acara Pasang Tratag dan Tarub dalam tahap rangkaian acara

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 30 100%

  2. Tidak 0%

  Jumlah

  30 100% Sumber: data olahan 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.16 di atas bahwa dari 30 orang atau 100% responden menjawab “ya” mengalami perubahan dalam acara pasang tratag dan tarub dengan alasan pada saat ini pemasangan tratag dan tarub sudah menggunakan yang lebih praktis yaitu dengan menyewa, yang sudah lengkap dengan bunga warna-warni. kalau pada masa lalu tratag dan tarub harus dipasang dengan cara bergotong royong dengan tetangga dan kerabat terdekat serta menggunakan simbol-simbol yang lengkap dan 0 orang atau 0% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan dalam pelaksanaan pasang tratag dan tarub pada tahap rangkaian acara.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat pasang tratag dan tarub pada tahap rangkaian acara mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” mengalami perubahan sebanyak 30 orang atau 100%.

1. Kembar mayang

  Berasal dari kata kembar artinya sama dan mayang artinya bunga pohon jambe atau sering disebut Sekar Kalpataru Dewandaru, lambang kebahagiaan dan keselamatan.

Tabel 4.17 kembar mayang dalam tahap rangkaian acara

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 30 100%

  2. Tidak 0%

  Jumlah

  30 100% Sumber: data olahan 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.17 di atas bahwa dari 30 orang atau 100 % responden menjawab “ya” mengalami perubahan dalam adat perkawinan kembar mayang dengan alasan pada saat ini setelah selesai pesta, kembar mayang tersebut tidak lagi dibuang diperempatan jalan atau disungai melainkan dibuang di atas atap rumah yang maknanya agar kedua pengantin selalu ingat kepada yang maha kuasa dalam susah maupun senang dan 0 orang atau 0 % yang menjawab “tidak” mengalami perubahan dalam adat kembar mayang pada tahap rangkaian acara.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat kembar mayang pada tahap rangkaian acara mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” mengalami perubahan sebanyak 30 orang atau 100% .

  2. Pasang tuwuhan (Pasren) Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin.

  Tuwuhan biasanya berupa tumbuh-tumbuhan seperti janur kuning, daun kluwih, daun beringin, daun dadap, seuntai padi, cengkir gadhing (air kelapa muda), setandan pisang raja yang sudah masak, batang tebu hitam, bunga dan buah kapas, bunga setaman yang ditaruk di air dalam bokor.

Tabel 4.18 Acara Pasang Tuwuhan (Pasren) Dalam Rangkaian Acara

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 30 100%

  2. Tidak 0%

  Jumlah

  30 100% Sumber: data olahan 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.18 di atas bahwa dari 30 orang atau 100% responden menjawab “ya” mengalami perubahan pada adat perkawinan pasang tuwuhan (Pasren) dalam rangkaian acara dengan alasan bahan-bahan yang digunakan untuk pasren saat ini sudah banyak yang tidak ada jadi hanya menggunakan pasren seadanya dan mudah dicari seperti contoh daun beringin, cengkir gading (kelapa muda) dan 0 orang atau 0% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan dalam adat perkawinan pasang tuwuhan (pasren) dalam tahap rangkaian acara.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat perkawinan pasang tuwuhan (pasren) dalam rangkaian acara mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” mengalami perubahan sebanyak 30 orang atau 100%.

  3. Midodareni Midodareni adalah malam sebelum akad nikah dan temu pengantin/panggih di keesokan harinya.

Tabel 4.19 Acara Midodareni Dalam Rangkaian Acara

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 18 60%

  2. Tidak 12 40% 30 100%

  Jumlah

  Sumber: data olahan 2012 Dari hasil data pada tabel 4.19 di atas bahwa dari 18 orang atau 60% responden menjawab “ya” mengalami perubahan pada pelaksanaan upacara midodareni dalam rangkaian acara dengan alasan mereka ketika menikah tidak melaksanakan upacara midodareni melainkan langsung melaksanakan ijab qobul ke kantor KUA dan 12 orang atau 40% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan pada upacara midodareni dalam rangkaian acara karena mereka melaksanakan upacara tersebut.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam upacara midodareni dalam rangkaian acara mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” mengalami perubahan sebanyak 18 orang atau 60%.

  Puncak acara 1. Ijab qobul

Tabel 4.20 Acara Ijab Qobul Dalam Puncak Acara

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 0%

  2. Tidak 30 100%

  Jumlah

  30 100% Sumber: data olahan 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.20 di atas bahwa dari 0 orang atau 0% responden menjawab “ya” mengalami perubahan pada pelaksanaan ijab qobul dalam puncak acara dan 30 orang atau 100% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan pada pelaksanaan ijab qobul dengan alasan ijab qobul merupakan peristiwa penting dalam hajatan mantu dan saat yang paling mendebarkan dari rangkaian upacara yang ada. Karena pada upacara ini mempelai putra dan mempelai putri mengucapkan janji seumur hidup.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada pelaksanaan upacara ijab qobul dalam rangkaian acara tidak mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” sebanyak 0 orang atau 0% dan “tidak” mengalami perubahan sebanyak 30 orang atau 100%.

2. Upacara Panggih

  Upacara panggih mempunyai makna yaitu orang yang menunggu-nunggu, maksudnya adalah menunggu untuk dipertemukan.

Tabel 4.21 Upacara Panggih Dalam Puncak Acara

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 24 80%

  2. Tidak 6 20%

  Jumlah

  30 100% Sumber: data olahan 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.21 di atas bahwa dari 24 orang atau 80% responden menjawab “ya” mengalami perubahan pada pelaksanaan upacara panggih dalam rangkaian acara dengan alasan ketika mereka melaksanakan pernikahan tidak memakai adat panggih karena keterbatasan biaya dan mereka melaksanakan pernikahan langsung di kantor KUA dan 6 orang atau 20% yang menjawab “tidak” mengalami perubahan pada pelaksanaan upacara panggih dengan alasan ketika menikah mereka menggunakan adat tersebut dan sesuai dengan tata cara yang ada.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat upacara panggih dalam rangkaian acara mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” mengalami perubahan sebanyak 24 orang atau 80%.

  3. Buncalan Gantal

  Gantal yakni lintingan sirih yang diikat dengan benang lawe yang di dalamnya diisi dengan pinang muda. Sirih yang digunakan bukan asal sirih tapi sirih temu ros, yaitu sirih yang urat-urat bagian kanan kirinya saling bertemu.

Tabel 4.22 Upacara Buncalan Gantal

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 20 66.67%

  2. Tidak 10 13,33%

  Jumlah

  30 100% Sumber: data olahan 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.22 di atas bahwa dari 20 orang atau 66,67% responden menjawab “ya” telah mengalami perubahan pada pelaksanaan upacara buncalan gantal dengan alasan banyak yang tidak tahu apa maknanya dan ada yang tidak memakai adat tersebut karena gantal pada sekarang ini banyak yang tidak terbuat dari daun sirih melainkan terbuat dari daun pisang dan 10 orang atau 13,33

  % yang menjawab “tidak” mengalami perubahan pada pelaksanaan upacara buncalan gantal karena mereka ketika menikah memakai adat tersebut.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat upacara buncalan gantal dalam puncak acara mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab “ya” mengalami perubahan sebanyak 20 orang atau 66,67%.

  4. Sungkeman

Tabel 4.23 Upacara Sungkeman Pada Tahap Puncak Acara

  No. Alternatif jawaban Frekuensi Persentase

  1. Ya 3 10%

  2. Tidak 27 90%

  Jumlah

  30 100% Sumber: data olahan 2012

  Dari hasil data pada tabel 4.23 di atas bahwa dari 3 orang atau 10% responden menjawab “ya” mengalami perubahan pada pelaksanaan upacara sungkeman dengan alasan ketika mereka menikah dengan orang yang berbeda suku sehingga adat yang digunakan mengikuti adat suaminya dan 27 orang atau

  90 % yang menjawab “tidak” mengalami perubahan pada pelaksanaan upacara sungkeman karena sungkeman merupakan merupakan bentuk penghormatan tulus kepada orang tua dan pinisepuh.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam adat upacara sungkeman pada tahap puncak acara tidak mengalami perubahan. Hal ini disesuaikan dengan jawaban responden yang menjawab

  ”ya” sebanyak 3 orang atau 10% dan yang menjawab “tidak” sebanyak 27 orang atau 90%.

  Tabel. 4.24

Rekapitulasi Jawaban Angket Responden

NO Alternatif jawaban Jumlah N angket YA % TIDAK %

  1 23 76,67 7 23,33 100

  30

  2 17 56,67 13 43,33 100

  30

  3 25 83,33 5 16,67 100

  30

  4 26 86,67 4 13,33 100

  30

  5 23 76,67 7 23,33 100

  30

  6

  27

  90

  3 10 100

  30 7 - 30 100 100

  30

  8 20 66,66 10 33,33 100

  30

  9 30 100 - 100

  30 10 - 30 100 100

  30 -

  11 30 100 100

  30

  12

  18

  60

  12 40 100

  30 13 - 30 100 100

  30

  14

  24

  80

  6 20 100

  30

  15 20 66,67 10 13,33 100

  30

  16

  3

  10

  27 90 100

  30 Jumlah 316 1053,34 164 526,65 Rata- 19,75 65,83 10,25 32,91 rata

  Berdasarkan hasil rekapitulasi persentase jawaban angket dari responden dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Jawa Timur Di Desa Tanjung Medan telah mengalami perubahan. Berdasarkan tolok ukur pada bab III pendapat Sutrisno Hadi (1990:229) menyatakan jawaban persentase sebesar 50,01%-100% = ya terdapat perubahan dan sebesar 0%-

  50,00% tidak terdapat perubahan, maka dapat dilihat dari rata-rata responden yang menjawab pilihan jawaban (Ya) dengan rata-rata 65,83% dan yang menjawab pilihan jawaban (tidak) dengan rata-rata 32,91%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Jawa Timur Di Desa Tanjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu telah mengalami perubahan.

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan mengenai Analisis Tentang Pelaksanaan Adat Perkawinan Masyarakat Jawa (Timur) Di Desa Tanjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu yang mana dalam pelaksanaannya telah mengalami perubahan. Hal ini berdasarkan tolok ukur pada bab III pendapat Sutrisno Hadi (1990:229) menyatakan bahwa persentase sebesar 50,01%-100% = ya terdapat perubahan dan 0%-50,00% tidak terdapat perubahan. Penulis mendapat jawaban dari responden sebesar 65,83%. hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Jawa Timur Di Desa Tanjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu telah terdapat perubahan.

  Sehingga Hipotesis Yang menyatakan terdapat perubahan dalam pelaksanaan adat pernikahan Jawa Timur Di Desa Tenjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu di terima Secara Empirik hal ini terbukti dari hasil penelitian dengan persentase 65.83% dari responden yang menjawab telah terdapat perubahan, hasil ini sesuai dengan tolok ukur sebesar 50,01%-100% = ya. Sementara hasil analisis data sisanya dari 65,83% adalah 32,91% persentase ini berkisar antara 0%-50,01% = tidak. Hal ini menyatakan bahwa dalam pelaksanaan adat perkawinan Jawa Timur Di Desa Tanjung Medan Kecamatan Tambusai Utara Kebupaten Rokan Hulu tidak terdapat perubahan. Namun berdasarkan analisis data dan pendapat Sutrisno Hadi pada bab III bahwa kategori tidak ini hanya 32,91% jadi tidak cukup untuk menolak hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perubahan dalam pelaksanaan adat perkawinan masyarakat Jawa Timur Di Desa Tanjung Medan.

  Saran 1.

  Supaya masyarakat Jawa Timur yang ada di Desa Tanjung Medan dalam pelaksanaan adat perkawinan pada zaman dahulu tidak meninggalkan sepenuhya apalagi yang tidak bertentangan dengan agama dan merupakan sumber kebudayaan mereka.

2. Adanya tulisan-tulisan yang mengupas tentang adat perkawinan

  Masyarakat Jawa Timur seperti buku-buku yang bertemakan kebudayaan masyarakat Jawa pada umumnya dan budaya perkawinan pada khususnya. Agar buku-buku tersebut mudah didapat dan dipahami oleh para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

  Agoes, Sri Hartati. 2001, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Adat Jawa, PT Balai Pustaka Utama

  Hadi, sutrisno. 1990. Metodologi penelitian. Yogyakarta: Andi offset Hamidi Dan Muchtar Ahmad. 1993. Beberapa Aspek Sosial Budaya Daerah Riau,

  UIR Press atimur.blogspot.com (diakses 4 September 2012 pukul 13.30 WIB).

  Sudjono, Anas. 2003. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.

  Jakarta : Rineka Cipta Sumberkses 20 September 2012 pukul

  10.00 WIB). Sumarsono. 2007. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita.