BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis - FITRI APRILIANA SARI BAB II

  1. Persalinan

  a. Definisi Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010, h:4).

  Sedangkan menurut Saifuddin (2006, h: 100) persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

  b. Tanda persalinan Tanda persalinan yaitu his persalinan, his persalinan mempunyai ciri khas pinggang terasa nyeri yang menjalar kedepan yang sifatnya teratur, interval makin pendek dan kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks, makin beraktifitas (jalan) kekuatan makin bertambah (manuaba,2010;h.173).

  Pengeluaran lendir dan darah dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas. Terjadi pendarahan karena pembuluh darah kapiler pecah (Manuaba, 2010 ;h.173).

  Pengeluaran cairan pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan,. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan dapat berlangsung dalam waktu 24 jam (Manuaba, 2010 ; h.173).

  c. Tahap persalinan 1) Kala I

  Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Proses ini terbagi 2 fase yaitu fase laten (8jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7jam) dimana serviks membuka 3-10 cm (sulistyawati,2010; h.7). lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida 8 jam. Berdasarkan kurva Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1cm/ jam dan pembukaan multigravida 2cm/jam (manuaba,2010; h.173).

  2) Kala II Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multigravida 30 menit. Gejala dari kala II menurut manuaba (2010; h.173): a) His semakin kuat, dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. b) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah dan ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak.

  c) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan, karena tertekannya pleksus frankenhauser.

  d) Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu, suboksiput bertindak sebagai hipomoklion berturut turut lahir ubun ubun besar, dahi, hidung dan muka dan kepala seluruhnya.

  e) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti dengan putar paksi luar, yaitu penyesuaian kepala terhadap punggung.

  f) Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan : kepala dipegang pada os oksiput dan dibawah dagu, ditarik curam kebawah untuk melahirkan bahu depan dan curam keatas untuk melahirkan bahu belakang, setelah kedua bahu lahir, ketika dikait untuk melahirkan sisa badan bayi, bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.

  3) Kala III Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta, karena sifat retrksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda tanda uterus menjadi bundar, uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat bertambah panjang. (manuaba,2010; h.174).

  4) Kala IV Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena pendarahan post partum paling sering terjadi 2jam pertama.

  Observasi yang dilakukan meliputii tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan, kontraksi uterus ,terjadi pendarahan . pendarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500cc (manuaba, 2010; h.174).

  a. Partograf Menurut manuaba (2010; h. 157) dengan penerapan partograf diharapkan bahwa angka kematian maternal dan perinatal dapat diturunkan dengan bermakna sehingga mampu menunjang sistem kesehatan nasional menuju tingkat kesejahteraan masyarakat. Penerapan partograf ditujukan pada kehamilan normal yang direncanakan untuk persalinan pervaginam. Untuk dapat menjamin keberhasilan partograf dengan baik maka partograf tidak dipergunakan pada kasus persalinan prematur, persalinan dengan hamil ganda,kelainan letak, persalinan dengan induksi.

  b. Mekanisme persalinan Mekanisme persalinan menurut Hanifa (2007; h. 187) Bentuk jalan lahir atau lorong panggul yang tidak teratur dan dimensi dimensi kepala janin yang relatif besar, jelas bahwa tidak semua diameter kepala dapat melewati semua diameter panggul. Oleh karena itu diperlukan suatu proses adaptasi atau akomodasi bagian bagian kepala dapat bersangkutan terhadap berbagai segmen panggul untuk menyelesaikan kelahiran perubahan perubahan posisi dibagian presentasi ini merupakan mekanisme persalinan.

  Gerakan gerakan kardinal pada persalinan adalah enggagment, penurunan, fleksi, rotasi dalam, ekstensi, rotasi luar dan ekspulsi,. Meskipun pada, proses pendidikan gerakan gerakan diajarkan terpisah, namun pada kenyataannya mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan dari gerakan gerakan yang berlangsung pada saat yang sama.

  c. Komplikasi pada persalinan Persalinan menyebabkan beberapa komplikasi diantaranya: ketuban pecah sebelum waktunya, persalinan prematur, tidak adanya kemajuan dalam persalinan, denyut jantung janin yang abnormal, kelainan posisi janin, kehamilan ganda, distosia bahu, emboli cairan ketuban, persalinan postterm,dan operasi caesar (hanifa, 2007; h. 599).

  a. Definisi Persalinan abnormal yaitu persalinan dengan komplikasi masalah masalah kontraktilitas atau integritas (power) uterus, keadekuatan pelvis

  (passage), dan komplikasi janin (passenger) (Liu, 2007; h.167).

  Sedangkan persalinan postterm yaitu persalinan dengan umur kehamilan 42 minggu atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus neagle dengan siklus haid rata rata 28 hari (candranita, 2008; h. 104). b. Etiologi Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm belum jelas. Bahwa terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat dari gangguan terhadap timbulnya persalinan (hanifa, 2010; h. 686) c. Faktor Predisposisi

  1) Rata rata usia kehamilan 280 hari terhitung dari hari pertama haid terakhir dengan perhitungan rumus neagle: bulan kurang dari 3 dari hpht ditambah 7 untuk memperoleh tanggal taksiran persalinan. Menentukan tanggal yang tepat membutuhkan pemeriksaan fisik,riwayat haid dan parameter lainnya (James, DKK, 2002, h: 187)

  2) Pada postterm insufisisensi plasenta menyebabkan protein plasenta dibawah normal sehingga transpor kalsium tak terganggu dan glukosa menurun sehingga pengangkutan molekul tinggi seperti asam amino,lemak mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterin (Feryanto, 2011, h :89). 3) Keadaan umur ibu yang terlalu muda atau umur dimana alat-alat reproduksi belum matang.

  4) Menurut Sulaiman S, Djamhoer M, Firman FW (2004, h: 12), bahwa faktor predisposisi dari kehamilan postterm salah satunya adalah ibu primigravida muda karena kadar hormon progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oxytosin berkurang.

  5) Pada saat menjelang persalinan hormon progesteron tidak cepat turun sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin yang dapat menimbulkan kontraksi otot otot rahim berkurang (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 319). Hormon progesteron tidak cepat turun disebabkan karena penurunan hormon progesteron dalam kehamilan merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses bimolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitifitas uterus terhadap ksitosin, maka proses penurunan hormon progesteron memerlukan waktu (Prawirohajo, 2009, h: 686).

  6) Peningkatan kadar kortisol plasma janin sehingga mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan mempebesar sekresi estrogen yang berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin,pada janin yang menyebabkan janin mengalami cacat bawaan seperti anensefalus,hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kalenjar hipofisis pada janin yang menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga menyebabkan postterm (Feryanto, 2011, h: 86). 7) Penyakit diabetes mellitus ketika ibu hamil atau sebelum hamil yang menyebabkan insidensi janin besar ( Abdul BS, 2006, h: 307)

  Diabetes mellitus akan terdapat makrosomia dan anensefalus atau cacat bawaan yang merupakan faktor insidensi disproporsi kepala panggul ( Abdul BS, 2006, h: 291), yang akan menimbulkan kesulitan turunnya kepala ke rongga panggul dan menyebabkan kehamilan postterm (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 639). 8) Rendahnya kadar corisol pada darah bayi sehingga kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya his (Hanifa Wiknjosastro,

  2007, h: 318).

  9) Hipertensi adalah penyakit yang salah satunya disebabkan oleh pola makan ibu yang berlebihan yang dapat menimbulkan komplikasi yaitu bayi terlalu besar atau makrosomia (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 161). makrosomia merupakan faktor insidesi predisproporsi kepala panggul akan kesulitan turunnya kepala janin ke rongga panggul dan menyebabkan kehamilan posterm (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 639).

  d. Patofisiologi 1) Pada saat menjelang persalinan hormon progesteron tidak cepat turun sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin yang dapat menimbulkan kontraksi otot otot rahim berkurang (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 319).

  2) Mengakibatkan tidak adanya kontraksi dari janin untuk memulai proses persalinan (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 319). 3) Bila kehamilan possterm di rencanakan untuk tidak segera di lahirkan,mempunyai keyakinan bahwa janin dapat hidup terus didalam lingkungan intrauterin (Hanifa Wiknjosastro, 2006, h: 306).

  e. Tanda Dan Gejala 1) Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali / 20 menit atau secara obyektif dengan kardiotografi kurang dari 10 kali / 20 kali (Taufan, 2010, h. 40).

  2) Pada bayi akan ditemukan tanda tanda lewat waktu (postterm) yang terbagi menjadi: a) Stadium I : kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.

  b) Stadium II: seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan ) dikulit. c) Stadium III: seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat (Taufan, 2010, h: 40).

  d) Berat badan ibu turun dan lingkaran perut mengecil dan air ketuban berkurang (Taufan, 2010, h: 40).

  f. Pemeriksaan Penunjang 1) Sitologi vagina : indeks kariopiknotik meningkat (> 20%) (Taufan, 2010, h: 42).

  2) Foto rontgen : melihat inti penulangan terutama pada os kuboid, proximal tibia dan bagian distal femur (Taufan, 2010, h: 42). 3) USG: menilai jumlah dan kekeruhan air ketuban , derajat maturitas plasenta, besarnya janin, keadaan janin (Taufan, 2010, h: 42). 4) Kardiotografi : menilai kesejahteraan janin (raektif atau tidak reaktif) maupun CST (negatif atau positif) (Taufan, 2010, h: 42). 5) Amnioskopi : warna air ketuban (Taufan, 2010, h: 42).

  g. Komplikasi Komplikasi pada persalinan dapat terjadi pada ibu dan janin menurut Varney (2007, h: 780-692), antara lain:

  1) Pada ibu Mengakibatkan persalinan traumatis/pendarahan post partum dan ibu menjadi cemas karena kehamilan yang melewati tafsiran persalinan

  2) Pada janin Makrosomia, insufisiensi plasenta (pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion (terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang kental, perubahan abnormal jantung janin) hipoksia janin, mekonium), cacat bawaan, dan kematian janin. h. Penatalaksaan Medis Penatalaksaan medis dapat dilihat pada gambar 1.

  Kehamilan Lewat Waktu Identifikasi janin

  Pemeriksaan Umum intrauterine

  • Laboratorium lengkap
  • NST>Fungsi ginjal dan hati
  • Sistem hematopoictik
  • Amnioskopi • Evaluasi 1-2 minggu

  Kehamilan risiko tinggi Skor Bishop Nilai

  Nilai < 6 5-6 Nilai > 7 Pematangan serviks

  • Kateter Foley 24 jam
  • Prostaglandin vaginal interval 12
  • Pecah ketuban

  Induksi persalinan Langsung seksio sesarea Induksi gaga;

  • Pramigravida lanjut usia • Disiosia serviks

  Induksi berhasil

  • Riwayat obstetril buruk • Gawat janin
  • Lahir spo>Asfiksia intrauterine • Reptur uteri iminens
  • Operasi vag
  • Ketuban keruh, kental • Ternyata disproporsi sefalopelvis
  • Ketuban pecah, keruh Gambar 1. Bagan Penatalaksanaan kehamilan tepat waktu

  (Sumber: Manuaba, 2008, h: 106) i. Penatalaksanaan persalinan postterm

  a. Penatalaksanaan persalinan postterm dengan stimulasi persalinan Stimulasi persalinan dapat dilakukan dengan teknik farmakologis, teknik mekanik, dan teknik pemberian oksitosin intravena.

  1) Teknik farmakologis terdiri dari:

  a) Prostaglandin E2, aplikasi lokal gel prostaglandin E2 (dinoproston) banyak digunakan untuk mematangkan serviks.

  Pemakaian prostaglandin E2 dosis rendah meningkatkan keberhasilan induksi, mengurangi insiden persalinan yang berkepanjangan, dan mengurangi dosis oksitosin maksimal dan total.

  b) Prostaglandin E1, misoprostol (Cytotec) adalah suatu prostaglandin E1 sintetik dan saat ini tersedia dalam sediaan tablet 100 µg untuk mencegah alkuspeptikum.

  c) Misoprostol Vaginal, tablet misoprostol yang dimasukkan ke dalam vagina.

  d) Misoprostol Oral, misoprostol per oral memiliki efektifitas untuk mematangkan serviks dan menginduksi persalinan setara dengan pemberian intravaginal. 2) Teknis mekanis terdiri dari:

  a) Dilator serviks higroskopis Inisiasi pembukaan serviks dengan dilator serviks osmotik higroskopik telah lama diterima sebagai metode yang efektif sebelum dilakukan terminasi kehamilan. b) Pelucutan selaput ketuban Induksi persalinan dengan ”melucuti” (striping) atau

  “menyisir” (sweeping) selaput ketuban merupakan praktik yang sering dilakukan. Pelucutan selaput ketuban merupakan tindakan yang aman dan berkaitan dengan penurunan insidensi gestasi posmatur. 3) Teknik pemberian oksitosin intravena.

  Teknik pemberian oksitosin intravena memiliki tujuan untuk menimbulkan pembukaan serviks dan penurunan janin sekaligus menhindari stimulasi berlebihan terhadap uterus dan/ atau timbulnya status janin yang tidak meyakinkan (Cunningham, 2005, h: 517-521).

  Metode induksi yang digunakan pada kasus postterm ini adalah metode induksi dengan oxytosin.

  Metode induksi dengan oxytosin drip diberikan dengan:

  a) 5 IU oxytosin dalam 500 cc. Mulai 8 tetes/menit, dinaikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai maksimal 20 tetes/ menit.

  b) Bila flabot I habis belum inpartu, teruskan dengan flabot kedua yang berisi 5U dengan tetesan tetap, atau diisi 10 U oxytosin dengan jumlah tetesan setengah tetesan semula dan dinaikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai maksimal 20 tetes/menit. c) Bila flabot II gagal, penderita diistirahatkan 24 jam kemudian diulangi lagi.

  Induksi pada wanita DM gunakan larutan infus non dextrosa (misal: Na CL, RL)

  d) Apabila berhasil lakukan persalinan spontan pervaginam (Bantuk HT, 2007, h:19 ).

  Indikasi pada pemberian induksi drip oxytosin (1) Indikasi ibu i. Pre eklamsi / eklamsi. ii. Pendarahan antepartum. iii. KPD umur kehamilan >36 minggu. iv. Hidramnion akut. v. Kehamilan possterm. (2) Indikasi pada janin (a) Diabetes mellitus.

  (b) Kematian intra uteri. (c) Serotinus (d) Fetus yang terlalu besar.

  Kontraindikasi (a) Mutlak

  (1) CPD (2) Tumor yang menghalangi jalan lahir (3) Kelainan letak : lintang, sungsang letak kaki (4) Kelainan presentasi : muka, dahi

  (5) Bekas SC dengan persangkaan CPD (6) Bekas myomectomi.

  (7) Gemelli anak I dengan kelainan letak. (b) Relatif

  (1) Grande multi (2) Bekas SC.

  (c) Induksi akan memiliki kemungkinan berhasil lebih besar pada:

  1. Pengawasan baik.

  2. Presentasi belakang kepala.

  3. Kehamilan hampir/ aterm.

  4. Cerviks cukup matang.

  5. Kepala telah masuk PAP (H. III) (d) Tindakan operasi sectio cesarea dapat dipertimbangkan pada:

  1) Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang. 2) Pembukaan yang belum matang. 3) Persalinan lama. 4) Terjadi tanda gawat janin. 5) Primigravida tua. 6) Kematian janin dalam kandungan. 7) Pre eklamsi. 8) Hipertensi menahun. 9) Infertilitas. 10) Kesalahan letak janin (Bantuk HT, 2007, h: 17). Tujuan dilakukannya seksio sesaria adalah:

  a) Mengatasi disproporsi sefalo-pelvik dan aktivitas uterus yang abnormal b) Mempercepat kelahiran untuk keselamatan ibu dan janin

  c) Mengurangi trauma janin (misalnya presentasi bokong prematur kecil) dan infeksi janin (misalnya resiko tertular infeksi herpetik atau HIV)

  d) Mengurangi resiko pada ibu (misalnya gangguan jantung tertentu, lesiintrakranial/keganasan serviks) e) Memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keyakinan. j. Prognosa ibu dan bayi

  Keadaan ibu pada persalinan postterm, tidak timbulnya his karena kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta, dan kerentanan akan stress (Mansjoer, dkk, 2001, h: 275).

  Morbiditas/moralitas ibu: dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/pendarahan postpartum akibat bayi besar. Aspek emosi: ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan. Komentar tetangga atau teman seperti “belum lahir juga?” akan menambah frustasi ibu (Prawirohardjo, 2009, h: 692).

  Menurut Mansjoer, dkk (2001, h: 276), keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi: k. Stadium I. Kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas. l. Stadium II. Seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit. m. Stadium III. Seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.

  1. Tinjauan Manajemen Varney Manajemen merupakan satu proses pemecahan masalah dalam melaksanakan asuhan, yang mencerminkan satu metode pengaturan dan pengorganisasian antara pikiran dan tindakan yang digambarkan dalam satu proses kegiatan asuhan berdasarkan kebutuhan ibu yang diberi asuhan yang beranjak dari diagnosis dan permasalahan yang mnyertai. Proses yang menggambarkan pengaturan antara pikiran dan tindakan dalam melaksanakan asuhan harus didukung oleh ilmu pengetahuan yang terfokus dan sikap yang sesuai (Mandriwati, 2008, h: 5).

  Proses manajemen kebidanan menurut Varney terdiri dari 7 langkah yang harus dilaksanakan berurutan, dan secara periodik perlu diulang ulang sesuai dengan kondisi ibu yang diberi asuhan. Proses manajemen menggambarkan langkah yang sistematis, dan pola pikir yang diaplikasikan dalam semua situasi yang membutuhkan asuhan.

  Manajemen langkah Varney dalam memberi asuhan yang sistematis sebagai berikut:

  Langkah pertama : Pengumpulan Data

  Pengumpulan data yaitu mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi ibu dan bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan pelvik sesuai indikasi, meninjau pemeriksaan laboratorium terdahulu, semua data tersebut berasal dari sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi pasien. Bidan mengumpulkan data dasar awal secara lengkap, bahkan jika ibu dan bayi baru lahir mengalami komplikasi yang mengharuskan mereka mendapat konsultasi dari dokter sebagai bagian dari penatalaksaan kolaborasi (varney, 2006; h. 27.)

  Langkah kedua : Interpretasi Data

  Interpretasi data berawal dari data dasar kemudian diproses menjadi suatu masalah atau diagnosis serta kebutuhan kesehatan yang diidentifikasi secara khusus. Kata masalah dan diagnosis sama sama digunakan karena beberap masalah tidak dapat diidentifikasikan sebagai sebuah diagnosis, tetapi perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana asuhan kebidanan yang menyeluruh. Masalah sering kali bisa diidentifikasi berdasarkan pengalaman bidan mengenali masalah seseorang dalam diagnosis kebidanan yaitu yang sesuai dengan kategori apapun dalam nomenklatur diagnostik standar. Standar nomenklatur diagnosis kebidanan adalah:

  a. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi

  b. Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan

  c. Memiliki ciri khas kebidanan

  d. Didukung oleh clinikal judgenment dalam praktek kebidanan e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.

  Dengan demikian, dari semua temuan yang diperoleh, masalah atau diagnosis dapat diidentifikasi dan bisa saja sebaliknya (varney, 2006 ; h. 27)

  Langkah ketiga : Identifikasi Diagnosa Potensial

  Mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial berdasarkan masalah dan diagnosis saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada penuh, dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul. Langkah ini adalah langkah yang sangat penting dalam memberi asuhan kebidanan secara aman. Seorang bidan harus mengenali masalah yang timbul pada pasien dan harus mampu memperkirakan alasan terjadinya masalah tersebut, kemudian mengambil langkah antisipasi, melakukan tindakan kewaspadaan, dan kemudian mempersipkan beberapa alternatif tindakan terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi (varney, 2006; h.27).

  

Langkah keempat : Identifikasi kebutuhan tindakan segera,

kolaborasi, dan konsultasi

  Identifikasi kebutuhan tindakan segera, kolaborasi dan konsultasi mencerminkan sifat kesinambungan proses penatalaksanaan, yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer atau kunjungan pranatal periodik, tetapi juga saat bidan melakukan asuhan berkelanjutan bagi wanita tersebut, kemudian data yang baru diperoleh dikaji dan dievaluasi. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan dokter sesuai kondisi klien (varney, 2006 ; h.27)

  Langkah kelima : Perencanaan

  Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh dengan tepat yang ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang diidentifikasi baik pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Sebuah rencana kesehatan harus menguntungkan kedua belah pihak, baik bidan atau ibu atau orang tua supaya dapat memberi asuhan kebidanan yang efektif. Oleh karena itu, setiap tugas yang dilakukan pada setiap langkah ditetapkan setelah dirumuskan dan didiskusikan bersama ibu atau orang tua sekaligus sebagai upaya menginformasikan persetujuan klien (varney, 2006 ; h. 26)

  Langkah keenam : Pelaksanaan

  Melaksanakan rencana perawatan yang sudah dibuat. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan sebagian oleh orang tua, atau anggota tim kesehatan lain. Tetapi bidan tetap berperan sebagai penanggung jawab penuh dari pelaksanaan tersebut (varney, 2006 ; 28)

  Langkah ketujuh : Evaluasi

  Merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana asuhan yang dilakukan benar benar telah mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah kedua tenteng masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan kesehatan. Rencana tersebut menjadi efektif bila bidan mengimplentasikn semua tindakan dalam rencana, dan menjadi tidak efektif bila tidak diimplentasikan (varney, 2006; h. 28) Menurut Mufdillah Pendokumentasian data perkembangan dalam bentuk SOAP S (Subyektif) : Data dari pasien, di dapat dari anamnesa.

  O (Obyektif) : Hasil pemeriksaan dignostik dan pendukung yang lahir dan catatan medik lain.

  A (Obyektif) : Analisis dan interpretasi berdasarkan data yang terkumpul dibuat kesimpulan.

  1) Diagnosis 2) Antisipasi diagnosa/masalah potensial 3) Perlunya tindakan segera

  P (Planning) : Gambaran pendokumentasian dari tindakan. Evaluasi didalamnya termasuk: 1) Asuhan Mandiri 2) Kolaborasi 3) Tes Dignostik 4) Konseling

  2. Teori Asuhan Kebidanan

  a. Pengkajian Data subyektif 1) Biodata yang mencakup identitas pasien

  a) Nama Identitas di mulai dengan nama pasien, yang harus jelas dan lengkap: nama depan, nama tengah (bila ada), nama keluarga, dan nama panggilan akrabnya (Matondang, DKK. 2009, h: 5).

  b) Umur Keadaan umur ibu yang terlalu muda atau umur dimana alat-alat reproduksi belum matang.

  Menurut Sulaiman S, Djamhoer M, Firman FW (2004,

  h: 12), bahwa faktor predisposisi dari kehamilan postterm salah satunya adalah ibu primigravida muda karena kadar hormon progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oxytosin berkurang.

  c) Agama Data tentang agama dan suku bangsa juga memantapkan identitas, disamping itu perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering berhubungan dengan agama dan suku bangsa. Kebiasaan, kepercayaan dan tradisi dapat menunjang namun tidak jarang dapat menghambat perilaku hidup sehat (Matondang, DKK. 2009, h: 6). d) Pendidikan Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling tentang bahaya potterm dan cara mengatasinya sesuai dengan pendidikannya (Eny, 2009, h: 132)

  e) Pekerjaan Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut (Eny, 2009, h: 132).

  Hanifa (2007, h: 726) menyatakan kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan anensefalus yang merupakan penyebab terjadinya persalinan postterm.

  f) Alamat Tempat tinggal pasien juga harus dituliskan denagn jelas dan lengkap, dengan nomor rumah, jalan, RT, RW, kelurahan, kecamatannya, serta bila ada nomor telponnya. Kejelasan alamat ini amat diperlukan agar sewaktu waktu dapat dihubungi (Matondang, DKK. 2009, h: 5).

  2) Keluhan utama Anamnesis tentang penyakit pasien diawali dengan keluhan utama, yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat, perlu diperhatikan bahwa keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama disampaikan oleh pasien (Matondang, dkk. 2009, h: 6-7).

  Ibu mengalami usia kehamilan yang telah melewati 294 hari atau genap 42 minggu (Chrisdiono, 2004, h: 32).

  Ibu merasakan bahwa gerakan janin menjadi jarang yaitu kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit), (Wiknjosastro, 2007, h: 319)

  3) Riwayat kesehatan

  a) Riwayat kesehatan yang lalu Riwayat kesehatan yang lalu digunakan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat penyakit seperti diabetes millitus, anemia, dan hipertensi.

  Ibu hamil dengan Diabetes mellitus akan terdapat makrosomia dan anensefalus atau cacat bawaan yang merupakan faktor insidensi disproporsi kepala panggul (Abdul BS, 2006, h: 291), yang akan menimbulkan kesulitan turunnya kepala ke rongga panggul dan menyebabkan persalinan postterm (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 639).

  Penyakit anemia yang pernah diderita ibu sebelum hamil dapat berpotensi terjadi anemia kembali pada saat kehamilan sekarang, sedangkan anemia dalam kehamilan merupakan penyebab terjadinya cacat janin atau anesefalus (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 448). Anesefalus adalah faktor presdisposisi terjadinya persalinan postterm (Sulaiman S, Djmahoer M, Firman FW, 2004, h: 13).

  Riwayat penyakit hipertensi yang pernah diderita sebelum hamil akan berpotensi terjadi kembali pada masa kehamilan. Sedangkan hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya diabetes mellitus (Abdul BS, 2006, h: 282) yang merupakan penyebab terjadinya persalinan postterm (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 639)

  b) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat kesehatan sekarang digunakan untuk mengetahui adanya penyakit anemia dan diabetes mellitus dan hipertensi dalam kehamilan sekarang yang berpotensi terjadinya persalinan postterm.

  Anemia dalam kehamilan merupakan penyebab terjadinya cacat janin atau anesefalus (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 448). Anesefalus adalah faktor presdisposisi terjadinya persalinan postterm (Sulaiman S, Djmahoer M, Firman FW, 2004, h: 13).

  Ibu hamil dengan diabetes mellitus akan terdapat makrosomia dan anensefalus atau cacat bawaan yang merupakan faktor insidensi disproporsi kepala panggul (Abdul BS, 2006, h: 291), yang akan menimbulkan kesulitan turunnya kepala ke rongga panggul dan menyebabkan persalinan postterm (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 639).

  Pada penderita penyakit hipertensi yang merupakan faktor resiko terjadinya diabetes mellitus (Abdul BS, 2006, h: 282) yang merupakan penyebab terjadinya persalinan postterm (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 639). c) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat kesehatan keluarga digunakan untuk mengetahui adanya riwayat penyakit keluarga yang menderita diabetes mellitus, hipertensi, dan riwayat keluarga yang menderita persalinan postterm.

  Diabetes mellitus dalam keluarga berpotensi menurun kepada keluarga atau anak, penyakit Diabetes mellitus akan terdapat makrosomia dan anensefalus atau cacat bawaan yang merupakan faktor insidensi disproporsi kepala panggul (Abdul BS, 2006, h: 291), yang akan menimbulkan kesulitan turunnya kepala ke rongga panggul dan menyebabkan persalinan postterm (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 639).

  Riwayat keluarga yang menderita penyakit hipertensi berpotensi menurun kepada keluarga atau keturunannya. Sedangkan hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya diabetes mellitus (Abdul BS, 2006, h: 282) yang merupakan penyebab terjadinya persalinan postterm (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 639).

  Bila keluarga ada yang mempunyai riwayat melahirkan postterm maka kemungkinan besar ibu juga akan melahirkan postterm (Sulaiman S, Djamhoer M, Firman FW, 2004, h: 13)

  4) Riwayat perkawinan Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah syah atau tidak, karena bila melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan psikologisnya (Eny, 2009, h: 133)

  5) Riwayat obstetrik

  a) Riwayat menstruasi Menanyakan usia saat menarce, frekuensi; rentang jira tidak teratur, lama, jumlah darah yang keluar, karakteristik darah yang keluar, periode menstruasi terakhir, dismenorea, pendarahan pada uterus disfungsional, penggunaan alat kebersihan, sindrom syok toksik, gejala pramenstruasi/sindrom premenstruasi dan gejala perimenopause (Varney, 2006, h: 33)

  b) Riwayat KB Yang perlu dikaji adalah ibu hamil apakah ibu pernah menggunakan KB atau tidak. Pada saat menjelang persalinan hormon progesteron tidak cepat turun sehingga kepekaan uterus terhadap oksotosin yang dapat menimbulkan kontraksi otot-otot rahim berkurang (Wiknjosastro, 2007, h: 319)

  c) Data psikososial Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya (Eny, 2009. h: 134-135).

  d) Data pengetahuan Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang kehamilan (Eny, 2009, h: 136).

  6) Pola pemenuhan kebutuhan sehari hari Pemenuhan kebutuhan dan kebiasaan ibu hamil sehari- hari memiliki peran penting dalam proses kehamilan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan , diantaranya: a) Nutrisi Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuansi, banyaknya, jenis makanan, makanan pantangan.

  Kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan anensefalus (Hanifa, 2007, h: 726) yang merupakan penyebab terjadinya persalinan postterm (Sulaiman S, Djamhoer M, Firman FW, 2004, h: 13).

  Fadlun dan Feryanto (2012, h: 86) menambahkan teori kartisol/ACTH janin sebagai ”pemberi tanda” persalinan adalah janin. Akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin yang mempengaruhi plasenta sehingga progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada janin yang mengalami cacat bawaan seperti anesefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga menyebabkan persalinan postterm.

  b) Eliminasi Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar.

  Adakah keluhan saat BAB dan BAK, frekuensi untuk menilai gangguan pencernaan. Ada juga pengaruh kontraksi pada uterus, kepala janin sulit turun ke rongga panggul jika kandung kemih dan kolon dalam keadaan penuh (Hanifa, 2007, h: 592). c) Istirahat Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien , berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca, mendengarkan musik.

  Memastikan klien sudah tercukupi dalam istirahat, karena untuk persiapan persalinan (Eny, 2009, h: 136) d) Personal hygiene

  Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.

  Menggambarkan frekuensi mandi, gosok gigi, ganti pakaian dan keramas selama hamil dan terakhir melakukan aktivitas tersebut (Sarwono, 2009, h: 32)

  e) Aktivitas Menggambarkan pola aktivitas sehari hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktifitas terhadap kesehatannya.

  Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas yang dilakukan oleh pasien dalam kegiatan sehari-hari (Eny, 2009, h: 137 ) Data obyektif 1) vital sign

  Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu yang berkaitan dengan kondisi yang dialami.

  a) Temperatur/ suhu Suhu tubuh normal 35, 36-37 derajat celcius (Varney, 2007, h: 686).

  b) Nadi dan pernafasan Nadi berkisar antara 60–80x/menit (Varney, 2007, h: 686). c) Tekanan darah Bertujuan untuk mengetahui tekanan darah ibu pada waktu bersalin. Pastikan mengecek dengan baik dan dilakukan di antara kontraksi (Varney, 2007, h: 686)

  2) Pemeriksaan fisik

  a) Rambut : dikaji untuk mengetahui karakter umum (kering, berminyak), kerontokan, menggunakan rambut palsu atau tidak, infeksi kulit kepala, ketombe, kutu rambut (Varney, 2006, h: 35).

  b) Kepala : dikaji untuk mengetahui nyeri kepala, lama, waktu ketika timbul nyeri, keparahan, tindakan meredakan, nyeri dan keefektifannya, faktor penyebab untuk mengetahui, gejala terkait, pusing (Varney, 2006, h: 35).

  c) Mata : konjungtiva tampak anemi atau tidak pada penderita anemia memicu kehamilan possterm (Sulaiman S, 2004, h: 13)

  d) Hidung : untuk mengkaji adanya sumbatan pada hidung epitaksis (pendarahan pada hidung), cedera, frekuensi flu (Varney, 2010, h: 36)

  e) Mulut : bertujuan untuk mnegetahui sakit gigi, pendarahan, lesi, nyeri, edema gusi, kesulitan mengunyah atau menelan (Varney, 2010, h: 36).

  f) Telinga : Untuk menegevaluasi ketajaman pendengarannya dan perubahan terbaru pada pendengarannya, sakit telinga, infeksi (Varney, 2010, h: 36). g) Leher : untuk mengetahui kekakuan pada leher, keterbatasan gerakan leher, pembesaran thyroid, pembesaran atau nyeri tekan pada kalenjar getah bening (Varney, 2010, h: 37).

  h) Dada dan axilla : untuk menilai adanya gangguan pada pernafasan (varney, 2007; h.45). i) Abdomen : palpasi pada bagian janin lebih jelas karena berkurangnya air ketuban (Chrisdionom, 2004, H: 32) j) Genetalia : untuk mnegtahui adanya varises, pendarahan luka, cairan yang keluar, pengeluaran dari uertra, kalenjar bartholini dan skene, cairan yang keluar (Mandriwati, 2008, H: 185). k) Extremitas : untuk mngetahui adanya oedem , varises (Varney, 2010, h: 36).

  Status obstetrikus

  a. Inspeksi Muka : apakah ada cloasma gravidarum atau tidak, apakah ada oedema dimuka (mandriwati, 2008; h.186).

  Dada : untuk mengetahui pembesaran mammae, puting susu menonjol, datar / masuk, pengeluaran colostrum dan cairan, benjolan pada payudara, pembesaran kalenjar ketiak (Mandriwati, 2008, h: 185)

  Abdomen : untuk mengetahui pembesaran abdomen dan kesesuaian dengan umur kehamilan(Mandriwati, 2008, h: 186) b. Palpasi 1) Mamae : apakah ada benjolan atau tidak, untuk mengetahui pengeluaran kolostrum (Mandriwati, 2008, h: 185).

  2) Abdomen: Leopold I : menentukan tinggi fundus uteri untuk mengetahui tuanya kehamilan dapat diketahui.

  Tua kehamilan disesuaikan dengan hari pertama haid terakhir ( Hanifa Winkjosastro, 2007, h: 156). Leopold II : menentukan batas samping uterus dan menentukan letak punggung janin yang membujur dari atas ke bawah menghubungkan bokong dan kepala ( Hanifa Winkjosastro , 2007, h: 156). Leopold III : menentukan bagian terbawah janin (Hanifa Winkjosastro, 2007. h: 156).

  Pada bagian bawah lebih jelas karena berkurangnya air ketuban (Chrisdiono, 2004, h: 32). Leopold IV : menentukan bagian mana yang sudah masuk dalam pintu atas panggul. Bila belum masuk teraba ballotment kepala (Hanifa Winkjosastro, 2007, h: 156).

  3) Pengukuran TFU TFU normal pada kehamilan 28 minggu sekurangnya 25 cm, pada 32 minggu 27 cm, pada 36 minggu 30 cm. Pada kehamilan 40 minggu fundus uteri turun kembali dan terletak kira-kira 3 jari di bawah prosesus xifoidesus (Hanifa Winkjosastro, 2007, h: 156). 4) Auskultasi DJJ

  Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan dari DJJ yang kurang dari 120 atau lebih 160 kali per menit.

  Kegawatan janin ditunjukkan dari DJJ yang kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali per menit (JNPKKR. 2008. h: 41) dijumpai abnormalitas detak jantung janin pada kehamilan postterm dengan pemeriksaan auskultasi (Chrisdiono, 2004, h:

  5) His Tidak turunnya hormon progesteron, menyebabakan tidak tombulnya his sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin yang dapat menimbulkan kontraksi otot-otot rahim kurang dan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan postterm (Hanifa Wiknjosastro, 2007, h: 319). 6) Pemeriksaan dalam :

  (a) Cairan vagina: terdapat bercak darah, pendarahan pervaginam atau mekonium.

  (b) Vagina: luka parut divagina mengindikasikan adanya riwayat robekan perineum atau tindakan episiotomi sebelumnya.

  (c) Pembukaan : untuk mengetahui pembukaan dan penipisan serviks.

  (d) Effacement : sudah masuk kedalam rongga panggul atau belum, dan penipisan berapa persen.

  (e) Bagian terbawah : apakah bagian terbawah janin kepala, pastikan penunjuknya (ubun ubun kecil, ubun ubun besar, atau frontela magna) dan celah (sutura) sagitalis untuk menilai derajat penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah ukuran kepala janin sesuai dengan ukuran jalan lahir (JNPKKR, 2008, h: 44)

  7) Pemeriksaan penunjang (a) USG (ultrasonografi) untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta.

  (b) KTG (kardiotokografi) untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.

  (c) Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanan dinilai apakah reaktif atau tidak ada dan tes tekanan oksitosin) (Chrisdiono, 2004, h: 33).

  c. Interpretasi Data Setelah pengkajian data ibu dan janin selesai, langkah selanjutnya menentukan diagnosis berdasarkan rangkaian masalah yang telah didentifikasi.

  Ny. L. . . G. . . P. . . A. . . , Umur. . . Tahun, hamil. . minggu, janin tunggal hidup intrauteri, preskep, puka/puki, belum/dalam persalinan dengan postterm.

  Masalah ibu: kecemasan, serviks yang belum matang, persalinan traumatis akibat janin besar, meningkatnya pendarahan pasca persalinan, karena penggunaan oksitosin untuk induksi (Abdul BS, 2006, h: 305).

  d. Diagnosa potensial Mengidentifikasi masalah / diagnostik potensial berdasarkan masalah dan diagnosis saat ini, berkenaan dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada penuh.

  1) Pada ibu Morbiditas/moralitas ibu dan aspek emosi

  2) Pada janin Gawat janin atau parinatal yang disebabkan karena makrosomia (yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalian, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, samapai kematian bayi), insufisiensi plasenta, dan cacat bawaan (Prawirorahardjo, 2009, h: 691-692)

  e. Perencanaan 1) Beritahu ibu bahwa akan dilakukan persalinan dengan induksi oxytosin.

  2) Observasi kemajuan persalinan dengan pengawasan 10 yaitu: tekanan darah tiap 4 jam, suhu tiap 4 jam, nadi tiap 30 menit, pernafasan tiap 30 menit, DJJ tiap 30 menit, kontraksi uterus

  (HIS) tiap 30 menit, periksa Bandle ring tiap 30 menit, pembukaan serviks tiap 4 jam, penurunan kepala tiap 4 jam, dan monitor urin tiap 2 jam. 3) Memberitahu ibu hasil dari pemeriksaan. 4) Berikan kehadiran pendamping persalinan. 5) Anjurkan ibu makan dan minum sebagai pencegahan dehidrasi. 6) Atur posisi ibu, anjurkan ibu untuk tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap. 7) Anjurkan posisi ibu miring kiri agar kepala cepat turun. 8) Persiapkan tempat, alat, dan baha serta obat obatan. 9) Dokumentasikan semua hasil kedalam partograf.

  f. Pelaksanaan 1) Beritahu ibu bahwa akan dilakukan persalinan dengan induksi oxytosin.

  2) Memantau keadaan ibu dan janin : denyut jantung janin setiap setengah jam, frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap setengah jam, nadi setiap setengah jam, pembukaan serviks setiap 4jam, penurunan bagian terbawah janin setiap 4 jam, tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4jam, produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam (JNPKKR, 2008, H: 55)

  3) Memberikan dukungan persalinan untuk mengurangi nyeri persalinan, memberi kenyamanan dalam bentuk yang sederhana, efektif, murah, resiko rendah (Hidayat Asri, 2010,

  h: 34)

  4) Menghadirkan pendamping persalinan, kehadiran seorang pendamping tetap dan terus menerus, berusaha untuk menciptakan kenyamanan fisik dan emosional, kehadiran pendamping persalinan bermanfaat bagi ibu/bayi dan proses persalinan(Hidayat Asri, 2010, h: 34) 5) Memberikan makanan dan minuman yang diinginkan ibu.

  6) Memerintahkan ibu untuk tidak mengejan ketika mereka sendiri tidak dapat menghindarinya (Kuncara, 2006, h: 26) 7) Memberikan posisi yang nyaman saat persalinan. Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberi kemudahan baginya untuk beristirahat diantara kontraksi (JNPKKR, 2008, H: 82).

  8) Kandung kemih kosong dan anjurkan ibu berkemih setiap 2jam atau lebih seringjika kandung kemih terasa penuh (JNPKKR, 2008, H: 82).

  9) Persiapan alat, bahan dan obat obatan: Partus set (didalam wadah stenlis yang berpenutup) :

  (a) 2 klem kelly atau 2 klem kocher (b) Gunting tali pusat (c) Benang tali pusat atau klem plastik (d) Kateter nelaton (e) Gunting episiotomi (f) Klem ½ kocher (g) 2 sarung tangan DTT atau steril (h) Kasa atau kain kecil (i) Gulungan kapas basah

  (j) Tabung suntik 2 ½ atau 3 ml dengan jarum IM sekali pakai (k) Kateter penghisap de lee (l) 4 kain bersih (m) 3 handuk atau kain

  Bahan (a) Partograf (b) Catatan kemajuan persalinan (c) Kertas kosong atau formulir (d) Pena (e) Termometer (f) Pita pengukur (g) Doppler (h) Jam yang mempunyai jarum detik (i) Stetoskop (j) Tensimeter (k) Sarung tangan bersih 5 pasang (l) Larutan klorin (m) Perlengkapan pelindung pribadi : masker, kacamata, dan alas yang tertutup (n) Sabun cuci tangan (o) Deterjen (p) Sikat kuku dan gunting kuku (q) Celemek plastik (r) Lembar plastik untuk alas tempat tidur ibu saat persalinan (s) Kantong plastik (t) Sumber air bersih yang mengalir

  (u) Wadah untuk larutan klorin 0, 5% (v) Wadah untuk air DTT Perlengkapan resusitasi: (a) Balon resusitasi dan sungkup no. 0 dan 1 (b) Lampu sorot (c) Tempat resusitasi Obat obatan yang diperlukan: 8 ampul oksitosin 1ml 10 U, 20 ML lidocain, 3 botol RL, 2 kanula no. 16 dan 18G, 2 ampul metil ergometrin, 10 kapsul amoksilin, vitamin k1 ampul.

  g. Evaluasi 1) Pemantauan hasil induksi 2) Pemantauan hasil keadaan ibu dan janin 3) Ibu sudah merasa nyaman 4) Keluarga mendampingi persalinan 5) Ibu bersedia makan dan minum 6) Ibu bersedia mengejan saat ada kontraksi 7) Ibu sudah memilih posisi yang nyaman saat persalinan 8) Kandung kemih ibu kosong 9) Partus set telah siap

  Dalam menjalankan tugas dan fungsinya di masyarakat, seseorang bidan mempunyai kewenangan yang diatur dalam peraturan dan perundang undangan kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi secara hukum baik untuk bidan maupun untuk masyarakat terhadap malpraktik yang mungkin dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan, peraturan, perundangannya adalah sebagai berikut, Landasan hukum dalam praktik kebidanan yaitu:

  1. Peraturan menteri Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

  1464/Menkes/per/x/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan (Depkes RI, 2010)

  Bab III Penyelenggaraan Praktik Pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi: 1) pelayanan kesehatan ibu 2) pelayanan kesehatan anak 3) pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

  Pasal 10 1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf 3 diberikan pada masa pra hail, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui masa antara dua kehamilan. 2) Pelayanan kesehatan ibu sebaigamana dimaksud pada ayat 1 meliputi; a) Pelayanan Konseling pada masa pra hamil

  b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

  c) Pelayanan persainan normal

  d) Pelayanan ibu menyusui

  e) Pelayanan konseling pada masa antar dua kehamilan

  3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebaigamana dimaksud pada ayat 2 berwenang untuk a) Episiotomi

  b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II

  c) Penanganan kegawat daruratan dilanjutkan dengan perujukan

  d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

  e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

  f) Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala 3 dan postpartum h) Penyuluhan dan konseling i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil j) Pemberian surat keterangan kematian k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

  2. Standar Pelayanan Kebidanan

  a. Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I