Tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika di Sekolah Menengah Pertama Negeri kelas VIII se-Kecamatan Samigaluh - USD Repository
TINGKAT KEKONST FISIKA DI SEKOL Diajuk Me FAKULTA JURUSAN PRO U STRUKTIVISAN BELAJAR SISWA PADA PE LAH MENENGAH PERTAMA NEGERI KE SE-KECAMATAN SAMIGALUH SKRIPSI
jukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana PendidikanProgram Studi Pendidikan Fisika DISUSUN OLEH: NORIWIBOWO NIM: 051424011 TAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN AN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
OGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA PELAJARAN ELAS VIIIN A
Motto: Kupersembahkan Kepada:
ABSTRAK
Noriwibowo “Tingkat Konstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika DiSekolah Menengah Pertama Negeri Kelas VIII Se-Kecamatan Samigaluh”. Skripsi
Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(JPMIPA) Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta 2005.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimanakah
tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika di Sekolah Menengah
Pertama Negeri se-Kecamatan Samigaluh.Penelitian ini dilaksanakan di SMPN se-Kecamatan Samigaluh dengan
mengambil sampel sebanyak 102 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Desember 2009 sampai Januari 2010.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket yang berisi pernyataan-pernyataan kekonstruktivisan siswa dalam belajar fisika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekonstruktivisan belajar siswa
pada pelajaran fisika di Sekolah Menengah Pertama Negeri Kelas VIII se-Kecamatan
Samigaluh dikategorikan “cukup konstruktivis” yang diperoleh dari rata-rata tingkat
kekonstruktivisan belajar siswa yaitu 63,31. Kegiatan pembelajaran fisika yang
dilakukan adalah mempersiapkan bahan pelajaran, ikut berfikir, bertanya, membuat
gambar, membuat ringkasan, belajar sendiri dan kelompok. Dengan demikian
diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran konstruktivis belum banyak diterapkan
atau dilaksanakan oleh siswa karena guru masih menggunakan model pembelajaran
yang lama.ABSTRACT Noriwibowo “The Students’ Learning Constructiveness Level of the Physics
Subject in Class VIII at the Public Junior High Schools throughout the Sub-district of
Samigaluh”. A Thesis of Physics Education Study Program of Mathematics and
Science Department at the Faculty of Teacher Training and Educational Science in
Sanata Dharma University Yogyakarta (2005).The purpose of this research was to determine and describe the students’
learning constructiveness level in the physics class at Public Junior High School
throughout the Sub-district of Samigaluh.The research was carried out at Public Junior High School throughout the
Sub-district of Samigaluh with 102 students as sample in December 2009- January
2010.The instruments used in the research were questionnaires with items of students’ constructiveness in learning physics. The result of the research indicates that the students’ learning constructiveness
level of physics subject in Class VIII at Public Junior High School throughout the
Sub-district of Samigaluh falls in the category of ‘fairly constructive’, which was
obtained from the students’ average constructiveness level which is 63.31. The
physics learning activities carried out were preparing the learning materials, thinking
along, questioning, drawing, summarizing, self learning and group learning. It can be
concluded that the constructive learning has not been significantly applied or
performed by the students since the teachers still use the old-fashioned learning
model.KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, rahmat
dan karunia-NYA, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Kelas VIII se-Kecamatan Samigaluh”.Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Fisika Di FPMIPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat dukungan, saran, ide-ide dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu penulis dengan kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada: 1.Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma atas pemberian ijin penelitian.
2. Bapak Drs. Domi Severius, M.Si selaku Kaprodi Jurusan Pendidikan Fisika yang telah memberikan ijin dan bantuannya.
3. Dr. Paul Suparno, SJ., M.S.T, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan penuh kesabaran membimbing serta membantu penyelesaian skripsi ini.
4. Drs.Wagino, selaku kepala UPTD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh yang telah berkenan memberikan ijin penelitian
5. Sugiyantoro, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SLTPN 1 Samigaluh yang telah berkenan memberikan ijin penelitian.
6. Sugiyono, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SLTPN 2 Samigaluh yang telah berkenan memberikan ijin penelitian.
7. Edi Suyanta Macarius S.Pd, selaku Kepala Sekolah SLTPN 3 Samigaluh yang
8. Drs. Soemarni, selaku Kepala Sekolah SLTPN 4 Samigaluh yang telah berkenan memberikan ijin penelitian.
9. Bu Heny dan Bapak A. Sugeng atas bantuan dan pelayanannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
10. Bapak Supardjono dan Ibu Lasmini yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan dan doa sehingga skripsi ini dapat selesai.
11. Kakakku Istriyana, Sunarto, dan adikku Maretiyani yang selalu memberikan dukungan.
12. Mas Win yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
13. Kekasihku Agatha Pepy Yerinta yang penuh kesabaran dan cinta dalam mendukung penulisan skripsi ini.
14. Siswa-siswi SMPN 1, SMPN 2, SMPN 3, SMPN 4, khususnya kelas VIIIA yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian ini.
15. Teman-teman seperjuangan angkatan 2005 pendidikan Fisika.
16. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan bagi
perkembangan dunia pendidikan. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna,
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan tulisan ini sangat
diharapkan dan akan diterima dengan senang hati.DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul .................................................................................................. i
Halaman Persetujuan ........................................................................................ ii Halaman Pengesahan ....................................................................................... iii Halaman Motto dan Persembahan ................................................................... iv Halaman Pernyataan Keaslian Karya ............................................................... v Abstrak ............................................................................................................. vii Abstract ............................................................................................................ viii Kata Pengantar ................................................................................................. ix Daftar Isi........................................................................................................... xi Daftar Tabel ..................................................................................................... xiii Daftar Lampiran ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ....................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4 BAB II DASAR TEORI A.
Hakikat Fisika ...................................................................................... 5
B.Konstruktivisme Dalam Pendidikan .................................................... 8
1. Pengetahuan ............................................................................. 8 2. Hal Yang Membatasi Konstruksi Pengetahuan ........................ 10 3. Konstruktivisme Personal dan Sosial ....................................... 11E.
Kaitan Teori Dengan Penelitian Selanjutnya ....................................... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ............................................................................... 19 B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 20 C. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 20 D. Instrumen Penelitian....................................................................... 21 E. Validitas ......................................................................................... 25 F. Metode Analisis Data ..................................................................... 26 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ...................................................................................... 29 B. Analisis Hasil Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh ..................... 32 C. Pembahaan Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh ..................... 34 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... 49 B. Saran ..................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 51
LAMPIRAN ..................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
Tabel 1 : Kisi-kisi kuesioner siswa belajar konstruktivis ........................... 22
Tabel 2 : Kriteria penskoran setiap siswa untuk pernyataan kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika ................ 28 Tabel 3 : Data Hasil Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Di Sekolah Menengah Pertama Negeri Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh .................................... 29Tabel 4 : Jumlah keseluruhan siswa pada tingkat konstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika di Sekolah Menengah Pertama Negeri Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh ........... 32
Tabel 5 : Data Jawaban Alasan Setiap Kategori Kuesioner ....................... 34
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian Di SMPN 1 Samigaluh ........... 54
Lampiran 2 Surat Permohonan Ijin Penelitian Di SMPN 2 Samigaluh ........... 55
Lampiran 3 Surat Permohonan Ijin Penelitian Di SMPN 3 Samigaluh ........... 56
Lampiran 4 Surat Permohonan Ijin Penelitian Di SMPN 4 Samigaluh ........... 57
Lampiran 5 Surat Rekomendasi UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh SMPN 1 Samigaluh .................................. 58 Lampiran 6 Surat Rekomendasi UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh SMPN 2 Samigaluh .................................. 59 Lampiran 7 Surat Rekomendasi UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh SMPN 3 Samigaluh .................................. 60 Lampiran 8 Surat Rekomendasi UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh SMPN 4 Samigaluh .................................. 61 Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di SMPN 1 Samigaluh ....................................................................... 62 Lampiran 10 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di SMPN 2 Samigaluh .................................................................... 63 Lampiran 11 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian DiLampiran 12 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di SMPN 4 Samigaluh .................................................................... 65
Lampiran 13 Kuesioner .................................................................................... 66
Lampiran 14 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar SiswaPada Pelajaran Fisika Di SMPN 1 se-Kecamatan Samigaluh .... 71 Lampiran 15 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Di SMPN 2 se-Kecamatan Samigaluh .... 73 Lampiran 16 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Di SMPN 3 se-Kecamatan Samigaluh .... 74 Lampiran 17 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Di SMPN 4 se-Kecamatan Samigaluh .... 75 Lampiran 18 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Di SMPN se-Kecamatan Samigaluh ....... 77
Lampiran 19 Lembar Jawaban Siswa .............................................................. 82
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap siswa mempunyai cara untuk mengerti sendiri. Maka penting bahwa setiap
siswa mengerti kekhasannya dan juga keunggulan dan kelemahannya dalam mengerti
sesuatu. Mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat bagi mereka sendiri. Setiap
siswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkonstruksikan pengetahuannya yang
kadang-kadang sangat berbeda dengan teman-teman yang lain.Pengalaman sebagai hasil perbuatan siswa, selanjutnya diolah dengan
menggunakan kerangka berfikir dan pengetahuan yang dimilikinya untuk
membangun pengetahuan. Dengan cara ini siswa dapat mengembangkan pemahaman
bahkan mengubah pemahaman sebelumnya menjadi baik.Pengetahuan yang dibentuk dengan sendirinya harus memunculkan dorongan
untuk mencari atau menemukan pengalaman baru. Pembelajaran yang menekankan
proses pengetahuan oleh siswa sendiri dan mengutamakan keaktifan siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya khususnya fisika dinamakan pembelajaran
konstruktivis.Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan merupakan bentukan (konstruksi)
orang yang sedang belajar. Dalam konteks sekolah, pengetahuan siswa selama proses
2
ini siswa dapat mengalami proses mengkonstruksi pengetahuan baik berupa konsep,
ide maupun pengertian tentang sesuatu yang sedang dipelajarinya. Agar proses
pembentukan pengetahuan dapat berkembang, maka kehadiran pengalaman baru
menjadi penting, bila tidak membatasi pengetahuan siswa.Pengajaran konstruktivis juga bertujuan agar siswa mempelajari dan memahami
pengetahuan tertentu. Pembelajaran konstruktivis lebih berlandaskan keyakinan
bahwa siswa terlibat aktif secara penuh dalam proses pengkonstruksian pengetahuan.
Keaktifan siswa tidak hanya dipandang secara fisik tetapi secara kognitif. Dalam
pembelajaran konstruktivis siswa tidak sekedar menerima saja pengetahuan dari
orang lain. Siswa membentuk pengetahuannya sendiri dan pengetahuannya selalu
mengalami reorganisasi, karena adanya suatu pemahaman dan pengalaman yang baru
(Piaget, 1971 dalam Suparno, 1997: 18). Proses pembentukan berjalan terus menerus
dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang
baru. Pada saat kegiatan belajar berlangsung, siswa harus aktif untuk
mengkonstruksikan pengetahuan untuk diri sendiri. Kata aktif disini berarti siswa
harus menelusuri masalah, mencari penjelasan dari kejadian-kejadian yang ditemui
dan menggunakan penalaran mereka untuk menyelesaikan masalah yang ditemui.Dalam sistem belajar mengajar konstruktivis, sangat penting bahwa guru diberi
kebebasan untuk mengembangkan kelasnya berdasarkan situasi perkembangan
berfikir anak didik. Guru perlu diberi keleluasaan untuk mencoba bermacam-macam
3
meningkatakan kreativitas siswa dalam membentuk pengetahuan mereka. Jadi guru
dalam pembelajaran konstruktivis lebih sebagai fasilitator dan mediator. Guru dapat
membangun suasana yang merangsang siswa aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sehingga proses penbelajaran akan berjalan optimal. Untuk
mengkonstruksi pengetahuan siswa memiliki perbedaan, hal ini disebabkan keadaan
siswa berbeda. Perbedaan ini harus membuat guru lebih cermat dalam memilih
metode belajar untuk siswanya.Berangkat dari masalah-masalah yang telah tercantum diatas maka diperlukan
suatu pembelajaran yang sesuai dengan hakekat fisika. Suatu pembelajaran yang
dapat menciptakan proses kegiatan belajar sehinggga siswa lebih aktif belajar untuk
mengkonstruksikan pengetahuannya. Guru dapat merancang pembelajaran fisika
yang membuat situasi dimana siswa dapat berinteraksi dengan guru sehingga
pembelajaran fisika tercapai secara optimal.Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, penulis ingin mengetahui sejauh mana kekonstruktivisan belajar siwa pada pelajaran fisika.
B. Perumusan masalah
Permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika Di SMP Se-Kecamatan Samigaluh kelas VIII?
4 C. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimanakah
tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika Di SMP Se-Kecamatan
Samigaluh kelas VIII.D. Manfaat penelitian Bagi peneliti, guru, dan calon guru: 1. Memberikan gambaran tentang tingkat kekonstruktivisan siswa terhadap proses belajarnya.
2. Memberikan informasi berharga tentang strategi pembelajaran untuk meningkatkan kekonstruktivisan siswa dalam belajar.
BAB II DASAR TEORI A. Hakikat Fisika Fisika merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (sains). Oleh karena itu,
hakekat fisika dapat ditinjau dan dipahami melalui hakekat sains. Beberapa saintis
mencoba mendefinisikan sains sebagai berikut:1. Sains adalah bangunan pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode berdasarkan observasi (Kartika Budi, 1998:161).
2. Sains adalah suatu sistem untuk memahami semesta melalui data yang dikumpulkan melalui observasi atau eksperimen yang dikontrol (Kartika Budi, 1998:161).
3. Sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang termotivasi oleh keingintahuan akan alam disekelilingnya dan keinginan untuk memahami, menguasai, dan mengolahnya demi memenuhi kebutuhan 4. Menurut Conant, sains adalah bangunan atau deretan konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimentasi dan observasi, yang berguna dan bernilai untuk eksperimentasi serta observasi selanjutnya (Kartika Budi, 1998:161).
Oleh karena itu, kalau kita membicarakan sains maka yang tergambar dalam
konsekuen akan melatarbelakangi guru pada pilihan strategi pembelajaran (Kartika
Budi, 1998:162).1. Aspek Produk
Istilah produk yang ditetapkan pada prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-
teori, di dalam sains menyatakan bahwa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip,
hukum-hukum, atau teori-teori itu adalah rekaan atau buatan manusia dalam rangka
memahami dan menjelaskan alam bersama dengan berbagai fenomena yang terjadi di
dalamnya. Fakta adalah sesuatu yang terjadi yang dapat berupa keadaan, sifat atau
peristiwa. Konsep adalah suatu ide yang merupakan generalisasi dari berbagai
pengalaman khusus yang dinyatakan dengan istilah atau simbol tertentu yang dapat
diterima sesuai budaya setempat (Kartika Budi, 1998:162). Prinsip dan hukum adalah
hubungan sebab akibat antara dua konsep atau lebih yang merupakan generalisasi dari
beberapa kejadian khusus. Yang membedakan hukum dari prinsip adalah hukum
memiliki ciri khas, antara lain ditentukan secara khusus, berguna untuk
pengembangan ilmu selanjutnya dan untuk memecahkan berbagai masalah sains serta
diberi nama khusus sebagai apresisi pada penemuannya yang pertama kali
mensosialisasikan atau orang yang berjasa dalam bidangnya (Kartika Budi,
1998:164).2. Aspek Proses Aspek proses merupakan metode memperoleh pengetahuan, metode itu dikenal
sebagai metode keilmuan. Jadi proses sains adalah eksperimen yang meliputi
penemuan masalah dan perumusannya, perumusan hipotesis, merancang percobaan,
melaksanakan pengukuran, menganalisis data, dan menarik kesimpulan (Kartika
Budi, 1998:161).Dalam pengajaran sains, aspek produk ini muncul dalam bentuk kegiatan belajar
mengajar. Ada tidaknya aspek proses di dalam pengajaran sains sangat tergantung
pada guru. Untuk memberikan porsi yang lebih besar pada aspek proses, kepada
siswa perlu diberikan ketrampilan-ketrampilan, antara lain mengamati, membuat
penggolongan, mengukur, berkomunikasi, menafsir data, melakukan eksperimen, dan
sebagainya secara bertahap, sesuai dengan taraf kemampuan berfikir anak dan materi
pelajaran yang sejalan dengan kurikulum yang berlaku.3. Aspek Sikap Aspek sikap adalah keyakinan, opini dan nilai-nilai yang harus dipertahankan
oleh seorang ilmuwan khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan
baru, diantaranya tanggung jawab, rasa ingin tahu, disiplin, tekun, jujur, dan terbuka
terhadap pendapat orang lain. Dalam pengajaran sains, aspek sikapnya dapat terlibat
apabila guru secara sadar dan terus menerus memperhatikan, mengarahkan, menegur,
Uraian di atas menjelaskan bahwa fisika mencakup produk, proses dan sikap.
Oleh karena itu, suatu ciri pendidikan sains adalah bahwa sains lebih dari sekedar
kumpulan yang dinamakan fakta (Kartika Budi, 1998: 62). Sains merupakan
kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses (Kartika Budi, 1998: 62).
Bagaimanapun juga, kebanyakan anak-anak tidak berkembang dalam hal pemahaman
konsep-konsep ilmiah dan prosesnya secara terintegrasi dan fleksibel. Sebagai
contoh, mereka dapat menghafalkan berbagai konsep dan fakta, tetapi tidak dapat
menggunakannya untuk menjelaskan fenomena dalam kehidupan yang berhubungan
dengan konsep tersebut (Kartika Budi, 1998: 63). Konsekuensinya untuk
memperkecil masalah ini, pembelajaran sains di sekolah diharapkan memberikan
berbagai pengalaman pada pihak yang mengizinkan mereka untuk melakukan
berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (Kartika Budi, 1998: 63). Anak juga
didorong untuk memberikan penjelasan atas pengamatan mereka dalam diskusi kelas
dan melalui tulisan.B. Konstruktivisme Dalam Pendidikan 1. Pengetahuan
Filsafat konstruktivis menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi
(bentukan) kita sendiri. Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah
suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia
maupun dunia sejauh dialaminya. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus
dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang
baru (Suparno, 1996: 18).Menurut Glasersfeld, pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang
sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat berarti dua
macam, pertama, bila kita berbicara tentang kita sendiri, lingkungan menunjuk pada
keseluruhan obyek dan semua relasinya yang kita abstrasikan dari pengalaman kita.
Kedua, bila kita memfokuskan diri pada suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk
pada sekeliling hal itu yang telah kita isolasikan (Suparno, 1997: 19).Para konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang
kepada yang lain bahkan secara prinsipil. Tidak ada kemungkinan mentransfer
pengetahuan karena setiap orang membangun pengetahuan pada dirinya (Suparno,
1996: 5).Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari pikiran yang
mempunyai pengetahuan (guru) ke pikiran orang yang belum mempunyai
pengetahuan (murid). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide,
dan pengertiannya kepada murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan
dikonstruksikan oleh si murid dengan pengalamannya sendiri. Bahkan siswa yang
salah menangkap dan mengerti dari apa yang diajarkan oleh gurunya menunjukkan
bahwa pengetahuan itu harus dikonstruksikan sendiri atau paling sedikit
2. Hal Yang Membatasi Konstruksi Pengetahuan
Battencourt dalam (Suparno, 1996: 22) menyebutkan hal yang dapat membatasi
proses konstruksi pengetahuan manusia antara lain (1) konstruksi lama kita (2)
domain pengalaman kita (3) jaringan struktur kognitif kita. Hasil dan proses
konstruksi pengetahuan kita yang lampau dapat menjadi pembatas konstruksi
pengetauan kita yang mendatang. Konsepsi kita yang lampau dapat membatasi
konseptualisasi kita berikutnya. Unsur-unsur yang kita abstraksikan dari pengalaman
lampau, cara kita mengabstraksikan dan mengorganisir konsep-konsep, aturan main
yang kita gunakan untuk mengerti sesuatu, semuanya punya pengaruh pada
pembentukan pengetahuan berikutnya.Pengalaman kita yang terbatas akan sangat membatasi perkembangan
pembentukan pengetahuan kita pula. Menurut konstruktivisme, pengalaman akan
fenomena baru akan menjadi unsur yang sangat penting dalam pengembangan
pengetahuan kita dan kekurangan dalam hal ini akan membatasi pengetahuan kita
pula.Struktur kognitif merupakan suatu sistem yang saling berkaitan. Konsep, gagasan,
gambaran, teori dan sebagainya yang membentuk struktur kognitif saling
berhubungan satu dengan yang lain. Inilah yang oleh Toulmin (1972) disebut ekologi
konseptual. Setiap pengetahuan yang baru harus juga cocok dengan ekologi
konseptual tersebut, karena manusia cenderung untuk menjaga stabilitas ekologi
3. Konstruktivisme Personal dan Sosial
Terdapat dua tradisi besar dalam konstruktivisme, yaitu konstruktivisme
psikologis dan sosiologis. Konstruktivisme psikologis bercabang dua, yaitu yang
lebih personal (Piaget) dan lebih sosial (Vygotsky); sedangkan konstruktivisme yang
sosiologis berdiri sendiri (Suparno, 1997: 43). Berikut adalah tiga konstruktivisme
dalam kaitan pembentukan pengetahuannya yang lebih pribadi, sosial, ataupun yang
menyangkut keduanya.a.
Konstruktivisme Psikologi Personal (Piaget). Konstruktivisme psikologis diawali dengan meneliti bagaimana seorang anak
membangun pengetahuan kognitifnya. Hal ini dengan meneliti pembentukan
pengetahuan dan perkembangan pengetahuan anak-anak. Pada tahap awal, yang lebih
disoroti adalah pembentukan pengetahuan dalam pribadi seorang anak, yaitu dengan
melihat bagaimana seorang anak itu pelan-pelan membentuk skema, mengembangkan
skema, dan mengubah skema. Hal ini lebih menekankan bagaimana si individu
dengan sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan pengalaman
dan objek yang dihadapi (Suparno, 1997: 43-44).b.
Sosiokulturalisme (Vygotsky). Sosiokulturalisme lebih menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang
lain terlebih yang punya pengetahuan yang lebih baik dan sistem yang secara kultural
telah berkembang dengan baik.
sosiokultural, kegiatan seseorang dalam mengerti sesuatu dipengaruhi oleh
partisipasinya dalam praktek-praktek sosial dan kultural yang ada, seperti situasi
sekolah, masyarakat, teman, dan lain-lain (Suparno, 1997: 45-47).c.
Kontruktivisme Sosiologis. Konstruktivisme sosiologis berpandangan bahwa pengetahuan merupakan hasil
penemuan sosial dan sekaligus juga merupakan faktor dalam perubahan sosial.
Kenyataan ini dibentuk secara sosial dan ditentukan secara sosial. Konstruktivisme
sosiologis menekankan bahwa pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial,
bukan konstruksi individual. Kaum konstruktivisme sosiologis cenderung mengambil
fungsi dan peran masyarakat begitu saja dalam pembentukan manusia. Kaum sosial
mempertahankan bahwa pengetahuan ilmiah adalah secara sosial dibentuk dan
dibenarkan. Suasana, lingkungan, dan dinamika pembentukan ilmu pengetahuan
adalah sangat penting. Mereka ini mengesampingkan mekanisme psikologis individu
dan konstruksi pengetahuan. Mereka lebih menekankan lingkungan sosial yang
menentukan kepercayaan individu (Suparno, 1997: 47-48).C. Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses Belajar
Menurut kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk
menemukan sesuatu, lebih dari pada suatu proses mekanik untuk mengumpulkan
sesuatu. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu
mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban,
menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan
pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dan lain–lain untuk membentuk konstruksi
yang baru (Suparno, 1997: 61).Setiap pelajar mempunyai cara untuk mengerti sendiri. Maka penting bahwa
setiap pelajar mengerti kekhasannya dan juga keunggulan dan kelemahan dalam
mengerti sesuatu. Mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat bagi mereka
sendiri yang kadang sangat berbeda dengan teman-teman yang lain. Dalam kerangka
ini sangat penting bahwa pelajar dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam
cara belajar yang cocok dan juga penting bagi pengajar untuk menciptakan
bermacam-macam situasi dan metode yang membantu pelajar (Suparno, 1997: 62-
63).Siswa sudah membawa pengertian tertentu dalam kelas sebelum pelajaran formal
dimulai. Inilah pengalaman dasar mereka untuk dapat mengembangkan pengetahuan
baru. Juga mereka membawa perbedaan tingkat intelektual, personal, sosial,
emosional kultural masuk kelas. Ini semua mempengaruhi pemahaman mereka
(Suparno, 1997: 64).D. Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses Mengajar
Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari
guru ke murid, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Bagi konstruktivis, mengajar berati partisipasi dengan pelajar dalam
membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap
kritis, mengadakan justikasi. Jadi mengajar adalah bentuk belajar sendiri (Suparno,
1997: 65).Menurut prinsip konstruktivis, seorang pengajar/guru punya peran sebagai
mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan
baik. Maka tekanan pada siswa yang belajar bukan pada disiplin atupun guru yang
mengajar. Fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator ini dapat dijabarkan dalam
beberapa tugas (Suparno, 1997: 66) antara lain sebagai berikut: Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid ambil tanggungjawab dalam membuat desain, proses, dan penelitian. Maka jelas memberi kuliah atau
model ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.Selain itu, guru menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang
merangsang keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan
gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya. Menyediakan sarana
yang merangsang berfikir siswa secara produktif, menyediakan kesempatan dan
pengalaman yang paling mendukung belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa.
Selanjutnya memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siwa
itu jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan
murid itu berlaku untuk menghadapi persoalan yang baru berkaitan. Guru membantu
dalam mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan murid. Seorang guru harus melihat
murid bukan sebagai lembaran kertas putih kosong atau tabula rasa. Guru perlu
belajar mengerti cara berfikir siswa, sehingga dapat membantu memodifikasinya.Menurut Von Glaserfeld, pengajar perlu membiarkan murid menemukan cara
yang paling menyenangkan dalam pemecahan persoalan. Murid kadang suka
mengambil jalan yang tidak disangka, yang tidak konvensional untuk memecahkan
suatu soal. Bila seorang guru tidak menghargai cara penemuan mereka, ini berarti
menyalahi sejarah perkembangan sains, yang dimulai juga dari kesalahan-kesalahan
(Suparno, 1997: 15).Dalam sistem konstruktivis guru dituntut penguasaan bahan yang luas dan
mendalam. Guru perlu mempunyai pandangan sangat luas mengenai pengetahuan
dari bahan yang mau diajarkan. Pengetahuan yang luas dan mendalam akan
memungkinkan seorang guru menerima pandangan dan gagasan-gagasan murid yang
berbeda dan juga memungkinkan untuk menunjukkan apakah gagasan-gagasan murid
itu sejalan atau tidak. Penguasaan bahan memungkinkan sorang guru mengerti
macam-macam jalan atau model untuk sampai kepada suatu pemecahan persoalan,
dan tidak terpaku kepada suatu model (Suparno, 1997: 16).Kecuali mengajar bahan, guru sangat perlu juga mengerti konteks dari bahan itu,
sehingga sangat penting untuk seorang guru, misalnya guru fisika, mengerti kecuali
isinya juga bagaimana isi itu dalam perkembangan sejarah sains berkembang.
Pemahaman historis ini akan meletakkan suatu pengetahuan dalam konteks yang
mudah dipahami, daripada terlepas begitu saja.Karena tugas guru adalah membantu agar siswa lebih dapat mengkonstruksi
pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang kongkrit, maka strategi mengajar
perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi murid. Sehingga bagi
konstruktivisme, tidak ada suatu setrategi mengajar yang satu-satunya dan dapat
digunakan dimanapun dalam situasi apapun. Strategi yang disusun, selalu hanya
menjadi jawaban dan saran, tetapi bukan suatu menu yang sudah jadi. Setiap guru
yang baik akan memperkembangkan caranya sendiri. Mengajar adalah suatu seni, ini
menuntut bukan hanya penguasaan teknik, tetapi juga intuisi (Suparno, 1997: 44).Langkah-langkah dalam pengelolaan pembelajaran yang konstruktivis akan
dilihat dari 3 sisi yakni: persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada tahap persiapan
(sebelum guru mengajar) hal yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan bahan
yang mau diajarkan; mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan
digunakan, mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif
belajar, mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa, serta
mempelajari pengetahuan awal siswa.
menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga siswa merasa
menemukan sendiri pengetahuan mereka, mengikuti pikiran dan gagasan siswa,
menggunakan variasi metode pembelajaran seperti studi kelompok, studi museum, di
luar sekolah, tempat laboratorium, tempat bersejarah dan lain-lain, mengadakan
praktikum terpimpin maupun bebas, tidak mencerca siswa yang berpendapat salah
atau lain, menerima jawaban alternatif dari siswa, kesalahan konsep siswa
ditunjukkan dengan arif, menyediakan data anomali untuk menantang siswa berfikir,
siswa diberi waktu berfikir dan merumuskan gagasan mereka, siswa diberi
kesempatan mengungkapkan pikirannya, siwa diberi kesempatan untuk mencari
pendekatan dengan caranya sendiri dalam belajar adan menemukan sesuatu, serta
evaluasi yang kontinu dengan segala prosesnya.Tahap terakhir adalah evaluasi (sesudah proses pembelajaran). Pada tahap ini
guru memberikan pekerjaan rumah, mengumpulkannya dan mengoreksinya, memberi
tugas lain untuk pendalaman, tes yang membuat siswa berfikir, bukan hafalan
(Suparno, 2000: 45-50).E Kaitan Teori Dengan Penelitian Selanjutnya Terdapat dua hal utama yang terkandung dalam kajian filsafat konstruktivisme
yaitu: 1) pengetahuan merupakan hasil konstruksi seseorang melalui proses belajar
yang ditandai adanya suatu perubahan ke arah yang lebih baik; 2) belajar merupakan
Pada dasarnya sains merupakan kesatuan antara aspek proses, hasil, serta sikap.
Pada penelitian ini aspek hasil dan proses telah diindentifikasi berdasarkan kajian
filsafat konstruktivisme. Sedangkan kajian kecenderungan sikap siswa diidentifikasi
melalui beberapa teori sikap yang memiliki relevansi dengan konteks penelitian ini.
Kajian teori sikap melatarbelakangi dalam perancangan lembar kuesioner dalam
rangka menghimpun data sikap yang melandasi siswa terhadap penerapan metode
pembelajaran.Kristalisasi dari beberapa kajian teori yang melatarbelakangi penelitian ini
bermuara pada perancangan dan penyusunan metodologi penelitian yang didalamnya
memuat sejumlah hal seperti: perancangan dan penyusunan instrument penelitian,
analisis data, pembahasan hasil analisis data, serta perancangan penarikan kesimpulan
berdasarkan hasil penelitian ini.BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Mardalis (1990) menyatakan
bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan,
mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini
terjadi atau ada. Penelitian deskriptif ini tidak menguji atau tidak menggunakan
hipotesis, tetapi hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai variabel yang
akan diteliti. Sedangkan menurut Sugiono (1999) penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap
obyek yang akan diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya,
tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan berlaku umum.