PERAN WALI BAPTIS TERHADAP HIDUP MENGGEREJA REMAJA KATOLIK PAROKI SANTO IGNATIUS, DANAN, WONOGIRI JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama K
PERAN WALI BAPTIS
TERHADAP HIDUP MENGGEREJA
REMAJA KATOLIK PAROKI SANTO IGNATIUS, DANAN, WONOGIRI
JAWA TENGAH
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Antonius Dedy Wibowo
NIM: 071124012
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahakan kepada: Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu menguatkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Orang tua, yang selalu memberikan dorongan untuk belajar dengan serius dan segera menyelesaikan skripsi ini.
Margaretha Widi Astuti, yang memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. v
MOTTO
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada gunanya lagi selain dibuang dan diinjak orang.” (Mat 5:13)
ABSTRAK
Judul skripsi PERAN WALI BAPTIS TERHADAP HIDUP
MENGGEREJA REMAJA KATOLIK PAROKI SANTO IGNATIUS,
DANAN, WONOGIRI, JAWA TENGAH dipilih berdasarkan pada fakta bahwa
para wali baptis paroki Santo Ignatius Danan, Wonogiri, Jawa Tengah sangat memprihatinkan. Kenyataan menunjukkan bahwa wali baptis ada yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan berhenti setelah proses pembaptisan selesai. Hal ini terjadi karena sebagian besar wali baptis belum memahami tugasnya sebagai seorang wali baptis dan terjadi sikap saling menunggu antara wali baptis dan remaja Katolik. Bertitik tolak pada kenyataan tersebut, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para wali baptis di paroki Santo Ignatius Danan, Wonogiri, Jawa Tengah mendapatkan titik terang mengenai tugas wali baptis yang sesungguhnya sehingga mampu melayani.
Persoalan pokok pada skripsi ini adalah bagaimana para wali baptis dapat menyadari dan menjalankan tugasnya dalam mendampingi anak baptisnya terutama remaja yang saat ini sedang tidak aktif di paroki dan tidak rajin ke gereja. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu pemberian kuesioner kepada wali baptis dan remaja sudah dilaksanakan. Studi pustaka juga diperlukan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran untuk direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam melaksanakan tugasnya bagi para wali baptis.
Hasil akhir menunjukkan bahwa peran wali baptis itu sangat penting. Wali baptis mempunyai peran mendampingi anak baptis sampai seumur hidup. Peran wali baptis tidak kalah penting dengan peran katekis, karena peran wali baptis mendampingi anak baptis untuk mencapai kematangan iman seperti halnya orang tua. Untuk mencapai kematangan iman hendaknya wali baptis sudah dewasa dalam iman dan sadar akan perannya sehingga menjalankan tugasnya. Namun wali baptis kebanyakan belum mengetahui dan sadar akan tugasnya, untuk keperluan itu penulis menawarkan rekoleksi dengan tujuan untuk mengulas kembali tugas seorang wali baptis, sekaligus dengan penjabarannya. viii
ABSTRACT
The title of this writing is THE ROLE OF GODFATHER ON THE
CHURCH LIFE OF CATHOLIC ADOLESCENTS AT SAINT IGNATIUS
PARISH, DANAN, WONOGIRI, CENTRAL JAVA. It is chosen based on the
concern that many Godfathers are not so aware of their responsibility. The fact that some Godfathers cannot perform their task well and they think that the task finishes until the baptism ceremony. It happens because most Godfathers do not understand their task. Therefore, the aim of the writing is to help Godfathers at Parish of Saint Ignatius Danan, Wonogiri, Central Java to understand their task so that they are able to perform their task well.
The main problem is how Godfathers are aware of and perform their task in guiding Godchildren, especially the adolescents who do not get involved in church activites or even do not go to the church anymore. It needs accurate data to make research about this problem. Therefore, the questionnaire were distributed to Godfathers and adolescents at the parish. Library research is done to get a theoretical understanding which will become a contribution to Godfather in performing their task.
The result of this research shows that the role of Godfathers is very important. They have responsibility for their Godchildren for life. The role of Godfather is not less important than the catechist’s role, because Godfather has responsibility to guide Godchild to reach his or her maturity of faith, like the parents’ role. To reach the faith maturity it needs Godfathers who are mature in faith and conscious to their role to perform their task. However, many Godfathers are not aware of their task. Therefore the writer proposes a recollection to explain the task of a Godfather, as well as its application in life. ix
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus yang menuntun pikiran, hati dan hidup penulis sampai titik terakhir menyelesaikan skripsi yang berjudul PERAN WALI
BAPTIS TERHADAP HIDUP MENGGEREJA REMAJA KATOLIK PAROKI SANTO IGNATIUS, DANAN, WONOGIRI, JAWA TENGAH.
Skripsi ini lahir dari suatu keprihatinan yang ada di paroki Santo Ignatius Danan, Wonogiri, Jawa Tengah di mana para remaja banyak yang tidak aktif dalam hidup menggereja. Selain itu juga terdapat wali baptis yang hanya menjalankan tugasnya ketika proses pembabtisan berlangsung. Peran wali baptis bukan hanya suatu simbol, namun wali baptis adalah orang yang bertugas untuk membimbing dan mendampingi anak baptisnya dalam hidup menggereja.
Banyak orang telah memberikan dukungan dengan berbagai peran sehingga menjadi bagian dari skripsi ini. Oleh karena itu dengan penuh rasa terima kasih perkenankanlah penulis menghadirkan kembali nama-nama yang sangat berharga berikut ini:
1. Rm. Drs. H. J. Suhardiyanto, S.J. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang senantiasa memberikan dukungan dalam seluruh proses menyelesaikan skripsi ini.
2. Rm. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. selaku dosen pembimbing utama yang selalu mendampingi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Rm. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen Penguji sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak perhatian dan mendukung seluruh perjalanan penulis di Prodi IPPAK. x
4. Ibu Yulia Supriyati, M.Pd. selaku dosen penguji yang telah berkenan mendampingi penulis dalam penelitian serta memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Bapak, Ibu, Romo dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan kepada penulis.
6. Keluarga tercinta: Bapak dan Ibu Stephanus Parino, Gregorius Agung Dwi Wardoyo, Heronimus Suhardiyanto, Sirilus Hari Prasetya yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan dalam menyelesaikan perkuliahan.
7. Keluarga Bapak dan Ibu Petrus Soeratno yang dengan setia selalu mendukung penulis, baik moral maupun material.
8. Keluarga Bapak Agustinus Karno yang memberikan bantuan uang kuliah sehingga penulis dapat kuliah di IPPAK USD dan memperkenankan penulis untuk tinggal dirumah Bapak Agustinus Karno selama tiga semester.
9. IPPAK USD yang memberikan beasiswa kepada penulis sehingga dapat meringankan uang kuliah penulis sampai akhirnya bisa selesai.
10. Rm. P. Frans Yosnianto, OFM. Cap. yang memberikan bantuan berupa uang kuliah kepada penulis sehingga penulis dapat dengan lancar belajar di IPPAK.
11. Ibu Maria Herlina yang mendukung penulis dengan memberikan bantuan berupa uang saku setiap bulan sehingga penulis merasa terbantu dalam dll.
fotocopy
12. Sr. Sesilia SFD yang senantiasa memberikan dorongan di dalam menghadapi tantangan-tantangan selama penulis belajar di IPPAK USD. xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv MOTTO ..................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................... vii ABSTRAK .................................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................... xi KATA PENGANTAR ............................................................................... x DAFTAR ISI .............................................................................................. xiii DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 4 C. Pembatasan Masalah ........................................................................ 5 D. Rumusan Masalah ............................................................................ 5 E. Tujuan Penulisan .............................................................................. 5 F. Manfaat Penulisan ............................................................................ 6 G. Relevansi Penulisan ........................................................................ 7 H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 8 BAB II. WALI BAPTIS DAN REMAJA KATOLIK DALAM HIDUP MENGGEREJA ............................................................................ 10 A. Wali Baptis ...................................................................................... 10
1. Sejarah Sakramen Baptis ............................................................ 11
2. Pembaptisan dalam Gereja Katolik ............................................ 12
3. Pengertian Wali Baptis ............................................................... 15
4. Kualifikasi Wali Baptis .............................................................. 16
5. Peran Wali Baptis ....................................................................... 16
6. Urgensi Wali Baptis.................................................................... 18
B. Kehidupan Menggereja Remaja ...................................................... 20
1. Kehidupan Menggereja ............................................................... 20
a. Paroki Desa .......................................................................... 21
b. Gereja Lokal Sebagai Persekutuan Hidup Menggereja ....... 22
c. Kehidupan Menggereja yang Relevan Masa Kini ............... 24
2. Remaja ........................................................................................ 25
a. Pengertian Remaja ................................................................ 25
b. Ciri Khas Remaja ................................................................. 26
c. Kehidupan Menggereja Remaja ........................................... 30
BAB III. METODOLOGI, HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ............................................................................. 32 A. Sejarah Paroki Santo Ignatius Danan Wonogiri.............................. 32 B. Kehidupan Menggereja Remaja Paroki Santo Ignatius, Danan, Wonogiri .......................................................................................... 36 C. Latar Belakang Penelitian ............................................................... 37 D. Metodologi Penelitian ..................................................................... 38
1. Tujuan Penelitian ........................................................................ 39
2. Metode Penelitian ....................................................................... 40
3. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................... 40
4. Responden Penelitian ................................................................. 40
5. Instrumen Penelitian ................................................................... 41
6. Variabel Penelitian ..................................................................... 42
E. Hasil Penelitian ............................................................................... 44
1. Wali Baptis ................................................................................... 44
2. Remaja Katolik ........................................................................... 53
F. Pembahasan Hasil Penelitian .......................................................... 61
1. Wali Baptis ................................................................................ 61
a. Identitas Responden ............................................................ 61
Peran Wali Baptis Terhadap Kehidupan Menggereja Remaja b.
.... 62
c. Motivasi Menjadi Wali Baptis ............................................ 63
d. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Proses Pendampingan Terhadap Anak Baptis ................................ 65
e. Keterlibatan Wali Baptis di Lingkungan dan dalam Melakukan Pendekatan kepada Anak Baptis ..................... 67
f. Bentuk Pendampingan Pembinaan yang Diharapkan ......... 68
g. Usulan untuk Peningkatan Peran Wali Baptis .................... 69
2. Remaja Katolik ......................................................................... 70
a. Hal Ikwal Wali Baptis ......................................................... 70
b. Pandangan Remaja Katolik Terhadap Wali Baptis Berkaitan dengan Tugas Pokok Wali Baptis ....................... 71
c. Faktor yang Mendukung dan Menghambat Remaja untuk Selalu Terbuka kepada Wali Baptis .......................... 73 d. Bentuk Pendampingan Pembinaan yang Diharapkan ......... 74
BAB IV. USULAN PROGRAM REKOLEKSI WALI BAPTIS PAROKI ST. IGNATIUS DANAN WONOGIRI..................................... 77 A. Usulan Program .............................................................................. 77 B. Alasan Pemilihan Program .............................................................. 78 C. Alasan Pemilihan Tema dan Tujuan .............................................. 79 D. Persiapan Rekoleksi Wali Baptis Paroki St. Ignatius Danan, Wonogiri ......................................................................................... 80 E. Pemikiran Dasar .............................................................................. 81 F. Pengembangan Langkah-Langkah .................................................. 82 BAB V. PENUTUP ..................................................................................... 96 A. Kesimpulan ..................................................................................... 96 B. Saran ................................................................................................ 99 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 101 LAMPIRAN ................................................................................................ 103 Lampiran 1: Surat Penelitian untuk Paroki ............................................. (1) Lampiran 2: Surat Penelitian untuk ketua Lingkungan .......................... (2) Lampiran 3: Hasil Wawancara dengan Pendamping Remaja ................ (3) Lampiran 4: Gambar Yesus ................................................................... (4)
Lampiran 5: Kuesioner Penelitian untuk Wali Baptis ............................ (5) Lampiran 6: Kuesioner Penelitian untuk Remaja ................................... (10)
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat . (Dipersembahkan
kepada Umat Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AG : Ad Gentes , Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja, 7 Desember 1965.
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), (V. Kartosiswoyo, Lich.Iur.Can. dkk, Penerjemah). Diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 25 Januari 1983.Bogor: Grafika Mardi Yuana.
KGK : Katekismus Gereja Katolik , (P. Herman Embuiru, SVD, Penerjemah).
Ende: Percetakan Arnoldus. LG : Lumen Gentium , Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja pada 21 Noveber 1964.
C. Singkatan Lain
FX : Fransiskus Xaverius hal. : Halaman xvii xviii Kan : Kanon KAS : Keuskupan Agung Semarang Komkat : Komisi Kateketik KWI : Konfrensi Waligereja Indonesia LCD : Liquid Crystal Display MAWI : Majelis Waligereja Indonesia PWI : Panitia Waligereja Indonesia Rekat : Remaja Katolik Rm : Romo SD : Sekolah Dasar SMP : Sekolah Menengah Pertama SR : Sekolah Rakyat St : Santo Tt : Tanpa Tahun YB : Yohanes Baptis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaptisan merupakan langkah pertama ke arah kesatuan hidup dan mati
bersama Kristus (KWI, 1996: 418). Sebagai langkah pertama menuju persatuan dengan Kristus, sakramen baptis menjadi “Gerbang sakramen-sakramen” (KHK, kan. 849). Menjadi gerbang artinya sakramen babtis menjadi sakramen pertama yang harus diterima sebelum seseorang menerima sakramen lainnya. Sakramen merupakan tanda dan sarana keselamatan yang mengungkapkan dan menguatkan iman, mempersembahkan penghormatan kepada Allah dan menghasilkan pengudusan manusia (Prasetya, 2011: 18). Dengan menerima sakramen baptis, umat Katolik dapat menerima sakramen-sakramen lainnya sehingga bersama dengan Gereja akan memperoleh rahmat tak ternilai dari Allah.
Sakramen baptis merupakan salah satu dari tiga sakramen inisiasi. Sakramen baptis menginisiasikan, memasukkan, mengantar orang ke dalam Gereja sebagai anggotanya (KWI, 1996: 418). Umat yang akan menerima sakramen baptis hendaknya didampingi oleh seorang wali baptis.
Calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisiasi kristiani, dan bersama orang tua mengajukan calon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis menghayati hidup kristiani yang sesuai dengan baptisnya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptis itu (KHK, kan. 872).
Berdasarkan pengalaman yang terjadi selama ini, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman refleksi bersama umat termasuk kaum muda dan remaja,
wali baptis dirasa belum berperan sebagaimana yang diamanatkan oleh Gereja.
Penulis menyadari bahwa peran wali baptis selama ini hanya tampak sebagai formalitas. Seorang wali baptis mempunyai peran yang tak kalah pentingnya dengan katekis. Keberadaan wali baptis tidak hanya penting pada saat pembaptisan, tetapi juga bertanggung jawab mendampingi calon baptis secara terus-menerus (Prasetya, 2011: 49).
Wali baptis bertugas mengingatkan anak baptisnya untuk menerima Komuni Pertama dan sakramen Penguatan atau Krisma, menegur jika yang didampingi malas pergi ke gereja atau mengikuti kegiatan hidup menggereja, menegur jika yang didampingi tergoda meninggalkan imannya, dan lain sebagainya (Prasetya, 2011: 50). Tidaklah bijaksana apabila orang tua memilih wali baptis yang sudah lanjut usia (meskipun memenuhi persyaratan di atas) karena yang sering terjadi adalah wali baptis tersebut sakit-sakitan bahkan meninggal dunia saat anak sangat memerlukan kehadirannya (Prasetya, 2011: 51). Keberadaan wali baptis jangan dipahami sebatas hal formal belaka, tetapi harus ditempatkan dalam kerangka pendampingan terus-menerus bagi anak dalam menatap masa depannya mengingat masa depan anak masih panjang dengan segala tantangan dan kesulitan jamannya (Prasetya, 2011: 52).
Seluruh tahap dalam inisiasi kristen merupakan tanggung jawab semua umat beriman. Di dalam konsili Vatikan II mengenai Karya Misioner Gereja (Ad
Gentes ) art. 14 dinyatakan bahwa inisiasi kristen di dalam katekumenat harus
diselenggarakan bukan saja oleh para katekis atau para imam, tetapi oleh seluruh jemaat beriman, terutama oleh para wali baptis. Wali baptis memiliki peran yang sentral dalam inisiasi Katolik. Para wali baptis perlu meningkatkan perannya
dalam mendampingi baptisan baru. Wali baptis perlu memahami bahwa perannya tidak hanya penting pada saat inisiasi berlangsung tetapi juga setelah proses itu selesai.
Wali baptis adalah seorang beriman yang dipilih oleh ketua lingkungan, orang tua, atau katekumen sendiri berdasarkan teladan, keutamaan dan persahabatannya, dan ia harus disetujui oleh imam dan umat. Tugas wali baptis adalah mendampingi katekumen pada hari “pemilihan”, dalam perayaan-perayaan sakramen inisiasi dan pada masa “mistagogi”. Wali baptis diharapkan menunjukkan jalan kepada katekumen untuk menerapkan injil dalam hidupnya sendiri dan dalam hubungannya dengan masyarakat. Wali baptis harus menolong dalam keragu-raguan dan kebimbangan. Wali baptis harus memberi kesaksian dan menjaga perkembangan hidup kristianinya. Wali baptis melaksanakan tugasnya secara resmi sejak hari “pemilihan”, yakni waktu memberi kesaksian mengenai katekumen di muka umat. Tugas wali baptis tersebut berlangsung secara terus menerus sesudah inisiasi, karena baptisan perlu ditolong supaya tetap setia pada janji-janji baptisnya (Sumarno Ds., 2011: 12).
Persyaratan wali baptis menurut KHK 1983 kan. 874 adalah: memiliki kecakapan dan maksud untuk melaksanakan tugasnya, telah berumur genap 16 tahun kecuali Keuskupan atau Paroki menentukan lain, seorang Katolik yang menerima sakramen Krisma dan Ekaristi dan hidup sesuai dengan iman dan tugas yang diterimanya, tidak dijatuhi atau dinyatakan ternoda oleh suatu hukuman kanonik, bukan ayah atau ibu dari calon baptis sendiri.
Pembaptisan bukan menjadi akhir perjalanan dalam Gereja Katolik, yang berarti sudah dibaptis sudah bebas dan bisa menerima sakramen lain secara
langsung. Pembaptisan merupakan sebuah permulaan, karena meskipun orang sudah menerima hidup baru dalam Roh Kudus, namun ia tetap wajib memperbaharui dirinya (Rm 12:2; bdk. Ef 4:23; Kol 3:10), menghayati hidup baru itu (Rm 6:4) dan hidup menurut Roh (Gal 5:16-18.25; bdk. Rm 8:13-14). Dengan demikian jelaslah bahwa wali baptis tetap berperan dalam pendampingan katekumen untuk menuntun menuju hidup baru dalam naungan Roh Kudus.
Keprihatinan yang dialami oleh paroki St. Ignatius Danan, Giriwoyo adalah kuantitas katekumen setiap tahunnya mengalami penurunan dan juga banyak anak muda yang pindah agama karena faktor perkawinan serta terseret oleh kemajuan jaman. Hal ini sangat perlu diperhatikan karena masa depan Gereja ada di tangan para kaum muda. Setelah melihat uraian di atas, wali baptis sangat mempunyai peranan yang penting untuk kehidupan rohani umat terutama remaja sehingga tidak ikut arus jaman yang semakin deras. Tanggung jawab perkembangan iman umat bukan hanya di tangan romo, suster, katekis namun wali baptis dan orang tua juga mempunyai tanggung jawab yang besar pula untuk kehidupan beriman umat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana situasi hidup menggereja remaja Katolik paroki St. Ignatius Danan Wonogiri?
2. Bagaimana peran para wali baptis di paroki St. Ignatius Danan Wonogiri?
3. Sejauh mana pentingnya para wali baptis terhadap kehidupan menggereja
remaja Katolik paroki St. Ignatius Danan Wonogiri?
4. Bagaimana pandangan remaja Katolik paroki St. Ignatius Danan terhadap wali baptis?
5. Apakah para wali baptis sadar dan mengerti akan tugasnya?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya ranah permasalahan yang dapat dikaji, penulis membatasi penelitian ini pada Peran Wali Baptis terhadap Kehidupan Menggereja Remaja Katolik Paroki St. Ignatius, Danan, Wonogiri, Jawa Tengah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, rumusan masalah yang menjadi perhatian penulis adalah:
1. Bagaimana realitas peran wali baptis terhadap kehidupan menggereja Remaja Katolik paroki St Ignatius Danan Wonogiri?
2. Apakah Peran wali baptis berjalan sebagaimana mestinya dalam kehidupan menggereja Remaja Katolik paroki St Ignatius Danan Wonogiri?
3. Bagaimana meningkatkan Peran wali baptis supaya manfaatnya semakin nyata bagi Remaja Katolik paroki St Ignatius Danan Wonogiri dalam hidup menggereja?
E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini antara lain:
1. Menemukan realitas peran wali baptis terhadap kehidupan menggereja Remaja Katolik paroki St. Ignatius Danan Wonogiri.
2. Mengetahui sejauh mana peran wali baptis sudah berjalan dalam mendampingi hidup menggereja Remaja Katolik paroki St. Ignatius Danan Wonogiri selama ini.
3. Menemukan solusi/cara meningkatkan peran wali baptis supaya semakin berpengaruh positif secara nyata bagi remaja Katolik paroki St Ignatius Danan Wonogiri sehingga para remaja Katolik tetap setia terhadap imannya.
F. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang dapat dipetik dari penulisan skripsi ini antara lain: 1.
Akademis
Setelah memahami peran wali baptis terhadap kehidupan menggereja remaja Katolik paroki St. Ignatius Danan, Wonogiri, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan, keterampilan dan kemampuan penulis untuk tugas perutusan sebagai katekis pada masa yang akan datang sehingga dalam perutusan penulis selalu ingat akan sebuah pentingnya tanggung jawab dalam hidup menggereja nantinya.
2. Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung setiap pelayanan umat khususnya umat paroki St. Ignatius Danan, Wonogiri, baik yang dibaptis maupun yang dipercaya menjadi wali baptis, sehingga dalam pelaksanaannya berdaya guna bagi kedua belah pihak serta mampu membukakan jalan bahwa
seorang wali baptis itu sangat penting dan berperan bagi anak baik remaja maupun dewasa demi perkembangan Gereja.
3. Kateketis
Skripsi ini mampu memberikan sumbangan dalam bentuk pendampingan yang tepat untuk wali baptis sehingga peran wali baptis sungguh terlaksana sesuai dengan apa yang dicita-citakan Gereja.
G. Relevansi Penulisan
Penelitian tentang Peran Wali Baptis terhadap remaja Katolik belum pernah ada. Terlebih penelitian ini relevan untuk membantu umat meningkatkan dan mengetahui peran wali baptis sehingga mengembangkan kehidupan rohani remaja Katolik paroki setempat. Selain itu dengan penulisan ini juga diharapkan menyadarkan betapa pentingnya kerja sama antar komponen umat sehingga Gereja akan tetap kokoh. Menurut penulis penelitian ini sangat relevan demi kemajuan bersama serta dapat menyadarkan bahwa sangatlah penting tugas atau peran wali baptis dalam kehidupan menggereja terutama dalam mendampingi remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri sehingga mereka bisa merasa dibimbing dan mendapat perhatian dari Gereja.
H. Sistematika Penulisan
Penulis memilih judul skripsi Peran Wali Baptis terhadap Kehidupan Menggereja Remaja Katolik Paroki St. Ignatius Danan Wonogiri, Jawa Tengah.
Maka penulis akan menguraikan penulisan tersebut dengan memaparkan lima bab sebagai berikut: Pemaparan bab I berisikan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penelitian, relevansi penulisan, dan sistematika penulisan. Pemaparan ini bertujuan memberikan gambaran umum tentang hal-hal informatif maupun persoalan teknik yang akan penulis gunakan lebih lanjut dalam penulisan skripsi ini.
Bab II berisi kajian teori yang menyajikan teori-teori dari berbagai buku dan literatur untuk melandasi pemikiran dan gagasan tentang peran wali baptis terhadap hidup menggereja paroki St. Ignatius Danan, wonogiri. Kajian teori juga menyajikan hasil dari berbagai studi terdahulu dalam konteks kajian masalah yang sama atau serupa. Kajian teori meliputi: sejarah sakramen baptis , peran wali baptis; wali baptis , pembaptisan dalam Gereja Katolik, urgensi wali baptis, kualifikasi wali baptis, selanjutnya penulis juga memaparkan mengenai kehidupan menggereja; pengertian kehidupan rohani, paroki desa, Gereja lokal sebagai persekutuan hidup menggereja.
Bab III adalah metodologi, hasil dan pembahasan penelitian yang mencakup latar belakang penelitian; metodologi penelitian yang mencakup tujuan penelitian, metode penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian, variabel penelitian. Tahap berikutnya penulis akan mengkaji hasil penelitian dan membahas hasil penelitian. Kajian terhadap hasil penelitian meliputi deskripsi, analisis dan reduksi data hasil penelitian. Pembahasan hasil
penelitian dilakukan dengan interpretasi pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan relevan.
Pada bab IV ini penulis akan mencoba membuat usulan program yang cocok berdasarkan hasil penelitian, sehingga nanti akan berkesinambungan tidak hanya berhenti pada penelitian saja.
Penulisan tahap akhir yakni bab V penulis akan membuat kesimpulan umum dan saran sebagai penutup. Demikianlah rancangan sistematika penulisan skripsi yang akan segera penulis kerjakan.
BAB II
WALI BAPTIS DAN REMAJA KATOLIK DALAM HIDUPMENGGEREJA
Pada bab II ini, penulis akan membahas mengenai wali baptis dan remajayang diperkuat dengan pandangan para ahli dari berbagai sumber. Pendapat para ahli tersebut penulis rangkum sehingga memperkuat apa yang hendak diteliti.
Selain itu pendapat para ahli ini berfungsi sebagai pendukung berbagai gagasan penulis, baik gagasan yang telah dituangkan dalam bab I maupun pada bab-bab berikutnya. Pada bab II ini memiliki dua variabel. Variabel pertama adalah wali baptis yang mencakup: sejarah sakramen baptis, pembaptisan dalam Gereja Katolik, pengertian wali baptis, kualifikasi wali baptis, peran wali baptis, urgensi wali baptis. Variabel kedua mengenai kehidupan menggereja remaja: pertama mengenai kehidupan menggereja yang mencakup pengertian kehidupan menggereja, yang ke dua membahas mengenai remaja yang mencakup pengertian remaja, ciri khas remaja, kehidupan menggereja remaja.
A. Wali Baptis
Pada bagian ini penulis akan memaparkan mengenai pokok-pokok penting Wali Baptis. Penulis akan mengajak melihat kembali mengenai pendapat para ahli mengenai wali baptis. Pada bagian awal ini penulis akan membahas mengenai sejarah sakramen baptis, pembaptisan dalam Gereja Katolik, pengertian wali baptis, kualifikasi wali baptis, peran wali baptis dan urgensi wali baptis. Berikut ini uraian lebih lanjut mengenai wali baptis.
1.
Sejarah Sakramen Baptis
Pembaptisan berasal dari bahasa Yunani dari kata batizwin, baptismos= yang artinya mencelupkan ke dalam air atau membasuh dengan air (Banawiratma, 1989: 79). Sakramen baptis merupakan pintu gerbang bagi sakramen-sakramen lain (Prasetya, 2011: 7). Pernyataan tersebut didukung oleh KHK kan. 849 yang mengatakan bahwa “baptis merupakan pintu gerbang sakramen-sakramen”.
Pembaptisan merupakan sakramen pertama dan utama dalam Perjanjian Baru sekaligus merupakan pintu kehidupan kekal dari kerajaan Allah. Hal ini selaras dengan kehendak Kristus, bahwa semua orang yang dibaptis memiliki kehidupan kekal (Yoh 3:5). Seorang yang menjadi Kristiani berarti menggabungkan diri atau menjadi anggota Gereja. Untuk menjadi anggota Gereja, para calon anggota harus menjalani suatu masa perkenalan dan masa latihan yang biasa disebut dengan inisiasi. Inisiasi Kristiani itu merupakan perkembangan yang berlangsung cukup lama mengikuti suatu pola yang kurang lebih sama. Pola tersebut dapat dibedakan dalam tiga tahap empat masa. Tiga tahap tersebut antara lain: tahap pertama pelantikan katekumen, tahap kedua pemilihan calon baptis dan tahap ketiga sakramen-sakramen inisiasi. Adapun empat masanya yakni masa prakatekumenat, masa katekumenat, masa photizomenat dan masa mistagogi (Komkat KAS, 1997: 19).
Inisiasi bermula sejak awal kehidupan umat Kristiani. Sejak semula, jemaat perdana telah memandang perlu adanya inisiasi untuk menjadi anggota penuh jemaat Kristiani, inisiasi tersebut berkedudukan sebagai syarat mutlak. Menurut ajaran resmi Gereja Katolik, Yesus Kristus mendirikan semua sakramen termasuk
inisiasi (Groenen, 1992: 25). Menurut Perjanjian Baru, baptis sungguh terjadi dengan membenamkan orang ke dalam air. Hal tersebut selaras dengan pembaptisan yang dilakukan oleh Yohanes Pembabtis di sungai Yordan (Prasetya, 2011: 13). Menurut Banawiratma (1989: 81), baptisan yang ada sekarang ini bukan murni kebiasaan orang Kristiani. Baptisan ini sudah dikenal di kalangan Yahudi, yakni baptisan proselit (suatu ritus pentahiran di samping sunat bagi laki- laki). Secara historis pembaptisan yang ada sekarang merupakan pembaptisan yang dilakukan dalam rangka melanjutkan pembaptisan Yohanes Pembaptis (Groenen, 1992: 28).
Sejarah wali baptis bermula dari adanya penjamin dalam tradisi pembaptisan Gereja purba. Sebelum menjadi wali para penjamin saat upacara pelantikan katekumen disebut sebagai penobat (Komisi Liturgi MAWI, 1986: 48). Sebagai penobat, penjamin bertindak sebagai saksi bagi para calon baptis. Setelah upacara pelantikan, para penjamin dapat saja menjadi wali baptis. Mereka dapat bertindak sebagai wali baptis terutama mereka telah menjadi saksi untuk Gereja dan untuk Kristus di hadapan manusia.
2. Pembaptisan dalam Gereja Katolik
Menjadi orang Kristiani merupakan suatu proses (KWI, 1996: 419). Proses menuju pembaptisan dalam Gereja Katolik perlu melalui tiga pola inisiasi. Pola tersebut dapat dibedakan dalam tahap-tahap berikut: tahap pertama, orang dalam status simpatisan diangkat menjadi katekumen. Seorang katekumen perlu mengikuti katekumenat yakni masa persiapan dengan pelajaran-pelajaran dan upacara-upacara kecil yang bersifat sakramentali. Tahap kedua, seorang
katekumen diangkat menjadi calon baptis. Tahap ketiga, calon baptis menjadi baptisan baru melalui pembaptisan yang diterimanya. Manusia dibabtis berarti menerima sakramen, yaitu tanda dan sarana rahmat/keselamatan (Banawiratma, 1989: 12).
Dibaptis berarti umat Kristiani sudah membentuk perjanjian. Perjanjian itu dijalin Allah melalui Yesus Kristus yang taat sampai mati, dibangkitkan oleh Allah dan masuk ke dalam keselamatan yang sempurna (Ardhi Wibowo, 1993: 7). Dengan dibabtis orang diikutsertakan dalam wafat dan kebangkitan Kristus (Rm 6:3-6; bdk. Kol 2:1), mati bagi dosa dan hidup baru dalam Kristus. Perikop tersebut menyatakan bahwa dengan dibaptis umat Kristiani juga bertobat dari dosa-dosa dan Umat pun beroleh keselamatan dari Allah. Penyelamatan berarti Allah melalui Yesus Kristus membebaskan manusia dari situasi malang yang disebabkan oleh dosa manusia, yang menolak cintakasih Allah (Ardhi Wibowo, 1993: 7).
Menerima sakramen baptis berarti orang dimasukkan ke dalam paguyuban umat beriman Katolik yang disebut Gereja, dengan segala hak dan kewajibannya sebagai anggota Gereja Katolik. Orang tersebut mempunyai kewajiban untuk mengambil bagian dalam panggilan imamat, kenabian, dan rajawi Kristus.
Jadi, kaum beriman Kristiani, yang berkat Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus, dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat Kristiani dalam Gereja dan di dunia (LG 31).
Tidak hanya kewajiban, orang tersebut juga mempunyai hak sebagai anggota Gereja Katolik (Prasetya, 2011: 23). Hak tersebut antara lain “hak untuk menerima sakramen-sakramen, dikuatkan oleh Sabda Allah, dan ditopang oleh
bantuan rohani Gereja lainnya” (KGK 1269). Menerima sakramen baptis berarti orang dibebaskan dari dosa.
Oleh pembaptisan, diampunilah semua dosa, dosa asal, dan semua dosa pribadi serta siksa –siksa dosa. Didalam mereka yang dilahirkan kembali, tidak tersisa apapun yang dapat menghalang-halangi mereka untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Baik dosa Adam maupun dosa pribadi demikian pula akibat-akibat dosa, yang terparah darinya adalah pemisahan dari Allah, semuanya tidak ada lagi dan dilahirkan kembali menjadi anak Allah (KGK 1263).
Menerima sakramen baptis berarti orang diharapkan membangun sikap dan semangat pertobatan, yaitu meninggalkan dunia yang lama atau cara hidup yang lama untuk hidup dalam dunia yang baru dan cara hidup baru. Melalui tindakan pertobatan ini, orang tersebut diharapkan mengalami kedekatan hidup dengan pribadi Allah Tritunggal Mahakudus.
Allah menganugerahkan rahmat pengudusan, rahmat pembenaran, yang menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan ilahi supaya percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya dan mencintai-Nya; menyanggupkan dia oleh anugrah-anugrah Roh Kudus, supaya hidup dan bekerja di bawah dorongan Roh Kudus; menyanggupkan dia oleh kebajikan-kebajikan susila supaya bertumbuh dalam kebaikan (KGK 1266).
Menerima sakramen baptis berarti orang menerima dan mengenangkan Kristus dalam hidupnya sehari-hari, dimana manusia tinggal dalam aneka perbedaan sebagai anggota Gereja Katolik, baik perbedaan suku, status sosial, pendidikan, jenis kelamin, dan sebagainya, seperti yang dikatakan santo Paulus. “Dalam hal ini, tidak ada orang Yahudi dan orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan karena kamu semua adalah satu didalam Kristus Yesus” (Gal 3:28). Dengan demikian, di hadapan Yesus Kristus, semua anggota Gereja Katolik adalah satu dan sama, tidak ada diskriminasi yang membedakan keberadaan mereka (Prasetya, 2011: 26).
3.
Pengertian Wali Baptis
Wali baptis adalah seorang beriman Katolik, baik ia laki-laki maupun perempuan, yang sudah dewasa usia dan imannya yang ditunjuk untuk mendampingi proses perkembangan iman orang yang dibaptis, baik kanak-kanak maupun orang dewasa (Prasetya, 2011: 49).
Menurut Crichton (1990: 62), wali baptis adalah orang yang membantu orang tua memenuhi kewajiban-kewajiban mereka, di mana orang tersebut tidak memiliki hubungan darah dengan si anak.
Wali baptis oleh Yohanes Chrysostomus yang dikutip dalam buku bina
liturgia 5 juga disebut “bapa rohani” hal ini mau menunjukkan sifat kemesraan
seorang ayah yang mendidik ‘anak-anak’nya dalam hal-hal rohani dan mendorong mereka kepada kebajikan (Komisi Liturgi MAWI, 1986: 49).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, wali baptis dapat didefinisikan sebagai orang yang sungguh mempunyai kewajiban penting untuk menjaga, mendampingi dan membantu orang tua dalam mendampingi anak sehingga semakin hari anak semakin memiliki iman yang kokoh sehingga tidak mudah untuk mengikuti arus jaman yang semakin deras serta smakin hari semakin aktif dalam mengikuti kegiatan menggereja.
4. Kualifikasi Wali Baptis
Tugas wali baptis sangat penting dan akan menentukan keberlangsungan iman anak baptisnya (Prasetya, 2011: 50). Untuk itu perlu kaidah yang tepat untuk pemilihan wali baptis. Berikut ini kualifikasi wali baptis berdasarkan KHK kan. 874 sebagai berikut:
- Ditunjuk oleh wali baptis sendiri atau oleh orangtuanya atau oleh orang yang mewakili mereka atau, jika mereka itu tidak ada, oleh pastor paroki atau pelayan baptis, selain itu ia cakap dan mau melaksanakan tugas itu;
- Telah berumur genap enam belas tahun;
- Seorang Katolik yang telah menerima penguatan dan sakramen Mahakudus, lagi pula hidup sesuai dengan iman dan tugas yang diterimanya;
- Tidak terkena suatu hukuman kanonik yang dijatuhkan atau dinyatakan secara legitim; • Bukan ayah atau ibu dari calon baptis.
Dengan demikian pencarian wali baptis hendaknya dilakukan dengan upaya yang bijaksana terutama harus sesuai dengan syarat-syarat yang memenuhi kualifikasi di atas.
5. Peran Wali Baptis
Setiap calon baptis hendaknya mempunyai wali baptis namun bukan demi sahnya pembaptisan karena tanpa wali baptis, pembaptisan tetap sah. Hal ini ditujukan untuk orang yang dalam kondisi sakratul maut dan sangat terdesak. Wali Baptis memiliki dua peran utama, peran pertama sebagai saksi upacara pembaptisan: dalam pembaptisan, wali baptis bertindak sebagai wakil umat/jemaat. Oleh karena itu, biasanya ada beberapa persyaratan yang bersifat umum yang ditetapkan oleh Gereja setempat untuk para wali baptis ini. Peran kedua melindungi anak baptis. Peran kedua ini membutuhkan jauh lebih banyak keterlibatan, yaitu hubungan yang berkelanjutan dengan si anak. Tidak dipungkiri
bahwa terkadang umat menginginkan seorang teman atau sanak-saudara yang tinggal jauh untuk menjadi wali baptis, tetapi lebih bijak sana apabila memilih wali baptis yang dapat bertemu dengan anak secara teratur.
Wali baptis adalah orang yang dianggap tepat untuk menjadi penjamin pada Sakramen Penguatan ketika anak sudah cukup besar untuk menerimanya. Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau sesuatu yang menghalangi orang tua untuk membesarkan anaknya dalam iman Katolik, wali baptis mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa anak memperoleh pendidikan iman yang diperlukan (Prasetya, 2011: 50).
Keberadaan dan tugas wali baptis tidak hanya penting pada saat pembaptisan, tetapi juga bertugas untuk mendampingi calon baptis terus menerus sampai dapat hidup secara kristiani dan setia melaksanakan kewajiban- kewajibannya sesuai dengan baptisan yang telah diterimanya (Prasetya, 2011: 49).
Calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisiasi kristiani, dan bersama orang tua mengajukan calon baptis bayi untuk dibaptis dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis menghayati hidup kristiani yang sesuai dengan baptisannya dan memenuhi dengan setia kewajiban yang melekat pada baptis itu (KHK, kan. 872).
Kongkretnya adalah wali baptis harus mengingatkan anak baptisnya untuk menerima Komuni Pertama dan sakramen Penguatan atau Krisma, menegur jika yang didampingi malas pergi ke Gereja atau mengikuti kegiatan Gerejawi, menegur jika yang didampingi tergoda meninggalkan imannya, dan lain sebagainya, dengan demikian keberadaan wali baptis tersebut akan berlangsung terus, selama hidupnya. Oleh karena itu hendaknya dalam memilih wali baptis, meskipun sudah memenuhi kriteria harus memikirkan pula jangan sampai usianya
terlalu tua karena demi kelangsungan tugasnya yang berlangsung terus menerus (Prasetya, 2011: 50).
Peranan wali baptis adalah mendampingi katekumen pada hari ‘pemilihan’, dalam perayaan sakramen-sakramen inisiasi dan pada masa ‘mistagogi’. Artinya wali baptis menunjukan jalan kepada katekumen supaya menerapkan injil dalam kehidupannya sendiri dan dalam hubungannya dengan masyarakat. Wali baptis harus menolong anak baptis dalam keragu-raguan dan kebimbangannya. Wali baptis pun harus memberi kesaksian dan menjaga perkembangan hidup kristianinya (KWI, 1996: 426).
6. Urgensi Wali Baptis
Urgensi wali baptis terletak pada sebuah kepentingan bahwa seorang katekumen hanya boleh dibaptis apabila didampingi oleh seorang beriman yang menjadi wali baptisnya (Sumarno Ds., 2011: 12). Wali baptis merupakan seorang beriman yang dipilih oleh katekumen berdasarkan teladan, keutamaan dan persahabatannya. Wali baptis mendampingi katekumen pada hari pemilihan, dalam perayaan sakramen-sakramen inisiasi dan masa mistagogi. Wali baptis diharapkan dapat menunjukkan jalan kepada katekumen untuk mewujudkan (menerapkan) Injil dalam hidupnya sendiri dan dalam hubungannya dengan masyarakat. Wali baptis diharapkan dapat mendampingi dalam keragu-raguan dan kebimbangan, memberi kesaksian dan menjaga perkembangan hidup Kristiani para baptisan baru agar tetap setia pada janji baptis. Dengan melihat begitu besarnya tugas seorang wali baptis, seorang wali baptis tidak bisa lepas begitu saja