Hubungan antara culture shock dan prestasi akademik pada mahasiswa asal Papua - USD Repository

  

HUBUNGAN ANTARA CULTURE SHOCK DAN PRESTASI AKADEMIK

PADA MAHASISWA ASAL PAPUA

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi

  

Maria Fransiska Ansiga

089114020

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2012

  

HUBUNGAN ANTARA CULTURE SHOCK DAN PRESTASI AKADEMIK

PADA MAHASISWA ASAL PAPUA

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi

  

Maria Fransiska Ansiga

089114020

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2012

  Motto:

Manusia hanya berusaha dan berdoa,

Hasil akhirnya, kita pasrahkan kepada Tuhan

  

Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang

dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu

  • -1 Tesalonika 5 : 18-

  

Dengan perilaku dan hati yang baik, kita tidak harus

menjadi jiwa yang harus meminta. Karena seluruh hidup

kita sudah merupakan doa dan ikhlas setelah itu tutup

doa kita dengan kata AMIN.

  • Mario Teguh-

    Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan

    mengatasi setiap kegagalan, tanpa kehilangan semangat.

  • Winston Chuchill-

    Pendidikan memunyai akar yang pahit, tetapi buahnya manis

SKRIPSI ini kupersembahkan untuk, Tuhan Yesus Kristus, yang selalu setia menemani dan menjadi penolongku yang terbaik. Juga bagi orang-orang yang sangat berharga dan motivator utama dalam hidupku,

  (Alm.) Papaku, Mamaku Serta kedua orang adikku, Vinsen dan Victor Ansiga.

  

HUBUNGAN ANTARA CULTURE SHOCK DAN PRESTASI AKADEMIK

PADA MAHASISWA ASAL PAPUA

Maria Fransiska Ansiga

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara culture shock dan prestasi

akademik pada mahasiswa asal Papua. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya hubungan

negatif antara culture shock dan prestasi akademik. Artinya, semakin tinggi nilai culture shocknya

maka nilai prestasi akademiknya akan semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Subyek dalam

penelitian ini adalah mahasiswa asli asal Papua angkatan 2010 yang berjumlah 70 orang.

Penelitian ini menggunakan teknik korelasi product moment, untuk mengetahui hubungan antara

kedua variabel. Data culture shock diperoleh dengan mengedarkan skala dan prestasi akademik

dilihat dari nilai Indeks Prestasi (IP) semester 3. Nilai koefisien reliabilitas dalam penelitian ini

adalah 0.875. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara culture shock

dan prestasi akademik. Hal ini terjadi karena data yang diperoleh tidak linear (p = 0.691).

Akibatnya, hipotesis dalam penelitian ini ditolak.

  Kata Kunci: Culture shock, Prestasi akademik, Mahasiswa asal Papua

  

THE CORRELATION BETWEEN CULTURE SHOCK AND ACADEMIC

ACHIVEMENT ON STUDENT FROM PAPUA

Maria Fransiska Ansiga

ABSTRACT

  This research is to know about relation between culture shock and academic achievement

on student from Papua. Hypothesis from this research is there are negative relation between

culture shock and academic achievement. Thats mean as higher as culture shock values that make

reduction from academic achievement‟s values and otherwise. The subject from this research is 70

Papuans student from 2010 class. This research use „product moment‟ correlation technic to know

about relation between two variables. Culture shock‟s data is gotten from spreading the

questionnaire and academic achievement is looked from performance index (IP) from third

semester. Reliability coefisien values in this research is 0,875. This research show that there isn‟t

relation between culture shock and academic achievement. This things is because data from this

research is not linear (p = 0.691). That‟s make hypotesis from this research is rejected.

  Key word: Culture shock, academic achievement, Papuans student

KATA PENGANTAR

  Puji syukur dan ucapan terima kasih kepada Tuhan Yesus atas segala rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Hubungan antara Culture Shock dan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Asal Papua” dengan sangat baik.

  Dalam proses mengerjakan Skripsi ini, hadir banyak orang yang membantu penulis dengan cara yang berbeda-beda, sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan kepada:

  1. Dr. Christina Siwi., H., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing Akademik.

  2. Ibu Titik Kristiyani., S. Psi., M. Psi., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  3. Bapak Drs. H. Wahyudi., M. Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

  Terima kasih atas segala bantuan yang telah bapak berikan dan kesediaan membimbing saya dalam mengerjakan skripsi ini sampai akhir.

  4. Bapak Y. Agung Santosa., M.A., dan Bapak Y. Heri Widodo., S. Psi., M. Psi., terima kasih untuk masukan-masukan statistiknya.

  5. Seluruh dosen-dosen yang ada di Fakultas Psikologi Universitas

  6. Staf sekretariat Fakultas Psikologi, Ibu Nanik, Pak Gie dan Mas Gandung. Terima kasih untuk kebersamaannya, selama menjalani aktivitas perkuliahan dan pada saat menjadi pengawas ujian.

  7. Staf laboratorium Fakultas Psikologi, Mas Muji dan Mas Doni. Terima kasih untuk bantuannya dan keramahannya.

  8. Kedua orang tuaku yang selalu ada dan menjadi motivator buatku.

  Untuk (Alm.) Papa, meskipun ragamu tidak bersamaku, tetapi kutahu kau selalu ada di dekatku memberikan bantuan, doa dan semangat.

  Untuk Mamaku, terima kasih, ma. Usaha, pengorbanan dan doamu adalah hal yang paling berharga dalam hidupku.

  You‟re is a miracle in my life. Love you so much.

  9. Kedua orang adikku tersayang, Vinsen Ansiga dan Victor Ansiga.

  Kehadiran kalian selalu membuatku untuk berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Dan mengajarkanku untuk bisa menjadi kakak dan sahabat yang baik.

  10. Teman dekat dan terbaikku, Ditya. Terima kasih atas semua bantuan, semangat dan masukan-masukannya buatku selama mengerjakan skripsi ini.

  11. Sahabat seperjuangan dan terbaikku, Katharina Wineke Rumlus, Sefriana Ermelinda, Anik Sulistyowati dan Eka Tandhi Lembang.

  12. Temen-temen terbaikku, Nita, Martha, Desi, Nindi, Agnes, Nopai dan Rina. Terima kasih untuk kebersamaan dan bantuannya selama 4 tahun ini ya….

  13. Teman-teman yang membantu mengedarkan angket, Agus (P-Mat ‟10), Hengki (APMD ‟08), Amos (APMD „08), Alan (UPN „08), Carolina (IPPAK ‟08), Kak Sammy (Asrama Fak-Fak) dan Yosepina (UTY ‟08). Terima kasih ya….

  14. Temen-temen Psikologi, Paulin, Meili, Skolas, Kika, Anis, Anggun, Risa, Ines, Vicke, Budi, Henri, Vinsen, Putri, Mitha, Dian, Ayu, Dewi, Mila, Wawan, Aik, Agung, Puput, Chelly, Adit dan seluruh teman- teman angkatan 2008. Terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya.

  15. Teman-teman seperjuangan dan senasibku, Tiwi dan Stanley. Tetap semangat ya, teman. Kita pasti bisa!!

  16. Teman-teman KKNku (yang terbaik deh), Putri (Psi), Novi (Farm), Vinsen (Psi), Ria (Farm), Tiwi (Farm), Pandu (Farm), Dewi (Farm) dan Vita (SaSing). Pengalaman tinggal bersama kalian selama 1 bulan, akan selalu jadi kenangan manis buatku. Hidup Brayut-Dungsari! 17. Teman-teman Kos Griya Amada, Elya, Mbak Kia, Eki dan Sepen.

  Tidak lupa untuk Bapak dan Ibu kos, terima kasih atas kebaikannya selama 4 tahun tinggal bersama kalian.

  19. Semua pihak yang telah ikut membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Dengan penuh kesadaran diri, penulis menyadari bahwa Skripsi ini bisa berjalan berkat bantuan kalian. Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam- dalamnya untuk semua bantuannya. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan Skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi sederhana ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

  Yogyakarta, Agustus 2012 Penulis

  (Maria Fransiska Ansiga)

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL……………………………………………… ............... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii HALAMAN MOTTO ...................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... vi ABSTRAK ....................................................................................................... vii ABSTRACT ..................................................................................................... viii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ......................................... ix KATA PENGANTAR ..................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ............................................................................................ xviii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xx BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah.......................................................................

  1 B. Rumusan Masalah ................................................................................

  8 C. Tujuan Penelitian .................................................................................

  8

  BAB II. LANDASAN TEORI .........................................................................

  9 A. Culture Shock .......................................................................................

  9 1. Pengertian Culture Shock ...............................................................

  9

  2. Tahap Terjadinya Culture Shock.................................................... 17

  3. Gejala Culture Shock ..................................................................... 21

  4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Culture Shock ....................... 28

  B. Prestasi Akademik ............................................................................... 31

  1. Pengertian Prestasi Akademik ....................................................... 31

  2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik ................. 32

  C. Mahasiswa ............................................................................................ 36

  1. Pengertian Mahasiswa ................................................................... 36

  2. Pengertian Mahasiswa Asal Papua ................................................ 37

  3. Kebiasaan Mahasiswa Papua ......................................................... 38

  D. Dinamika Hubungan Antara Culture Shock dan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa Asal Papua ............................................................... 39

  E. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 46

  BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 47 A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 47 B. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................................ 47 C. Definisi Operasional ............................................................................ 47

  D. Sampel dan Subyek Penelitian ............................................................. 48

  E. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 50

  F. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ................................................... 52

  1. Validitas ......................................................................................... 52

  2. Seleksi Item .................................................................................... 52

  3. Reliabilitas ..................................................................................... 57

  G. Metode Analisis Data ........................................................................... 58

  1. Uji Asumsi ..................................................................................... 58

  a. Uji Normalitas .......................................................................... 58

  b. Uji Linearitas ........................................................................... 59

  2. Uji Hipotesis .................................................................................. 59

  BAB IV. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 60 A. Pelaksanaan Tryout .............................................................................. 60 B. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 60 C. Analisis Data ........................................................................................ 60

  1. Uji Normalitas ................................................................................ 61

  2. Uji Linearitas ................................................................................. 62

  3. Uji Hipotesis .................................................................................. 63

  D. Deskripsi Subyek Penelitian ................................................................ 64

  1. Indeks Prestasi Semester ................................................................ 64

  4. Kelengkapan Orang Tua ................................................................ 66

  5. Jenis Kelamin ................................................................................. 66

  E. Deskripsi Data Penelitian ..................................................................... 66

  F. Pembahasan .......................................................................................... 68

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 73 A. Kesimpulan .......................................................................................... 73 B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 73 C. Saran .................................................................................................... 74

  1. Bagi Subyek Penelitian .................................................................. 74

  2. Bagi Bidang Ilmu Pengetahuan ..................................................... 74

  3. Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75 LAMPIRAN ..................................................................................................... 81

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Penilaian hasil belajar mahasiswa per semester ................................ 32 Tabel 2. Blueprint skala

  “culture shock” ......................................................... 51 Tabel 3. Blueprint skala

  “culture shock sebelum uji coba ............................. 54 Tabel 4. Blueprint skala

  “culture shock setelah uji coba ............................... 55 Tabel 5. Blueprint skala

  “culture shock setelah dilakukan penyusunan ulang. 57 Tabel 6. Hasil uji normalitas ............................................................................ 61 Tabel 7. Hasil uji linearitas .............................................................................. 62 Tabel 8. Deskripsi perolehan indeks prestasi semester .................................... 64 Tabel 9. Deskripsi berdasarkan tempat tinggal ................................................ 65 Tabel 10. Deskripsi berdasarkan kelompok lingkungan tempat tinggal .......... 65 Tabel 11. Deskripsi berdasarkan kelengkapan orang tua ................................. 66 Tabel 12. Deskripsi berdasarkan jenis kelamin ............................................... 66 Tabel 13. Mean teoritik dan mean empiris ...................................................... 67

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir ............................................................... 45 Gambar 2. Scatter plot ..................................................................................... 63

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Skala culture shock ...................................................................... 82 Lampiran 2. Reliabilitas skala uji coba culture shock ..................................... 87 Lampiran 3. Reliabilitas skala culture shock setelah dilakukan seleksi item .. 90 Lampiran 4. Uji Normalitas ............................................................................. 92 Lampiran 5. Uji Linearitas ............................................................................... 92 Lampiran 6. Uji T ............................................................................................ 93

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas,

  banyak remaja yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu perguruan tinggi. Para remaja tersebut berusaha untuk memilih perguruan tinggi dengan kualitas yang baik untuk menunjang masa depan mereka. Di Indonesia sendiri, perguruan tinggi yang memiliki kualifikasi tersebut paling banyak berada di Pulau Jawa (Hidajat, dkk dalam Niam, 2008).

  Keadaan tersebut membuat remaja dari daerah lain, salah satunya dari Papua, memutuskan untuk melanjutkan pendidikan mereka ke Pulau Jawa.

  Remaja asal Papua dipilih karena cukup banyak remaja asal timur Indonesia ini, yang memilih pulau Jawa untuk melanjutkan pendidikan mereka. Terlihat dari jumlah mahasiswa asal Papua yang ada di Yogyakarta saja, mencapai kurang lebih 7.500 orang. Jumlah ini terdiri atas mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di jenjang S1, S2 dan S3 (Aliansi Mahasiswa Papua Jogja, 2011). Jumlah ini jika dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari daerah lain tergolong banyak. Misalnya, dibandingkan dengan jumlah

  Keadaan tersebut didukung oleh suatu studi survei yang dilakukan Boveington (2007), kepada 26 orang mahasiswa asal Papua yang kuliah di beberapa perguruan tinggi di Jawa Timur. Berdasarkan survei tersebut, diketahui alasan mereka kuliah di Pulau Jawa, karena mereka merasa mutu pendidikan di Papua masih kurang baik. Selain itu, para mahasiswa lebih percaya akan mendapatkan manfaat yang lebih besar jika melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Pulau Jawa.

  Berdasarkan penelitian Boveington (2007) tersebut, ditemukan beberapa hal yang menunjukkan bahwa pendidikan yang ada di Papua masih kurang baik, antara lain kemampuan yang dosen miliki kurang seimbang dengan materi perkuliahan yang diberikan. Sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan belajar juga masih kurang lengkap. Mutu dari jurusan- jurusan yang adapun masih mereka anggap kurang baik. Tidak hanya itu, berdasarkan wawancara dengan seorang mahasiswa dari Papua, diketahui bahwa nilai yang diperoleh selama studi dapat dinegosiasikan.

  Keputusan mahasiswa asal Papua tersebut dikarenakan mereka ingin memperoleh pendidikan yang lebih baik. Ini dilakukan sebab mereka ingin membangun Papua. Hal tersebut sesuai dengan cita-cita yang dimiliki oleh para mahasiswa. Bagi mahasiswa asal Papua dengan mendapatkan pendidikan yang lebih baik, mahasiswa tersebut ingin memperbaiki ketertinggalan dan membagikan ilmu yang mereka miliki. Mereka menyebutkan ingin “Papua yang maju” sebagai impian mereka (Boveington, 2007).

  Perilaku mahasiswa asal Papua yang belajar ke Pulau Jawa dan setelah selesai studi kembali ke kampung halaman, membuat mereka dapat digolongkan ke dalam sojourner. Menurut Ady, Klineberg & Hull (dalam Ward, Bochner & Furnham, 2001) sojourner adalah orang-orang yang datang sementara waktu di tempat yang baru dan setelah tujuan tercapai akan kembali ke tempat asal. Keadaan tersebut membuat mahasiswa asal Papua yang ada di Pulau Jawa rentan mengalami culture shock.

  Hal tersebut didukung oleh Irwin (2007) yang mengatakan bahwa menjadi seorang sojourner merupakan aspek penting dalam kehidupan seorang antropologi. Oleh karena itu, antropolog beresiko mengalami culture

  shock . Penelitian Pyvis & Chapman (2005) juga menunjukkan bahwa

  meskipun mahasiswa belajar di negerinya sendiri, tetapi diajar oleh pengajar dari budaya yang berbeda juga dapat mengalami culture shock.

  Culture shock merupakan suatu gejala yang dialami oleh seseorang

  sebagai bagian dari pengalamannya setelah pindah ke lingkungan budaya yang berbeda. Hal ini muncul akibat ketidakmampuan orang tersebut menggunakan pengetahuan dan referensi budaya yang dimiliki untuk hidup di tempat baru (Cameron & Kirkman, 2010). Keadaan tersebut memunculkan perasaan cemas hampir setiap orang saat berada dalam lingkungan budaya yang baru (Lysgaard dalam Martin & Nakayama, 2004).

  Bagi mahasiswa asal Papua yang memutuskan untuk belajar di Pulau jawa, rentan mengalami culture shock. Hal ini disebabkan mahasiswa yang datang dari Papua masih memiliki pola pikir yang primitif. Mahasiswa yang berasal dari Papua masih dibesarkan dengan cara-cara yang konvensional oleh orang tua mereka. Misalnya, ada beberapa orang tua yang mengajarkan kepada anak mereka bahwa pendidikan itu tidak penting, sebab belajar di rumah saja sudah cukup. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang mahasiswa asal Papua.

  Dampak culture shock paling rentan dan kuat terjadi pada kalangan mahasiswa, sebab mahasiswa sedang berada pada proses pengembangan diri dan masa peralihan dari remaja menuju dewasa awal. Selain itu, mahasiswa juga harus menghadapi masa transisi untuk memasuki perguruan tinggi (Furnham & Bochner dalam Ward, Bochner & Furnham, 2001). Keadaan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Thomson, Rosenthal & Russell (2006) yang menunjukkan bahwa remaja mudah digoncang oleh perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Apalagi perubahan yang berkaitan dengan adanya perubahan budaya yang mudah menimbulkan culture shock.

  Biasanya orang yang mengalami culture shock akan menunjukkan yang mengalami gejala culture shock merasa kerinduan yang sangat kuat kepada orang-orang terdekatnya, seperti teman dan keluarga (Lysgaard dalam Heine, 2008).

  Bagi mahasiswa asal Papua yang belajar di Pulau Jawa, memiliki peluang untuk mengalami culture shock berkaitan dengan pendidikan yang sedang dijalani. Hal ini dikarenakan ada perbedaan budaya antara lingkungan di Papua dan Jawa. Adanya perbedaan budaya tersebut perlu diperhatikan karena budaya merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Pendidikan dipengaruhi oleh budaya. Cara seseorang dalam belajar akan ditentukan dari budaya yang membesarkan orang tersebut. Tidak hanya itu, perbedaan budaya juga berpengaruh pada tujuan, harapan dan gaya berkomunikasi di dalam kelas (Powell & Anderson, dalam Ward, Bochner & Furnham, 2001; Samovar, Porter & McDaniel, 2010).

  Hal tersebut didukung dengan penelitian Novera (2004) kepada 25 orang mahasiswa Indonesia di Australia. Diketahui bahwa persoalan beda budaya mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri untuk berinteraksi di dalam kelas dan menjalin hubungan dengan pengajar atau dosen. Perbedaan gaya belajar berpengaruh pada kemajuan pendidikan mahasiswa. Penelitian Poedjiastutie (tanpa tahun) kepada 10 orang mahasiswa luar negeri yang belajar di Malang, ditemukan bahwa culture shock yang yang belajar di sebuah universitas di Australia, menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengalami culture shock mengalami masalah dengan metode pengajaran yang mempengaruhi gaya belajar mereka.

  Keadaan tersebut didukung oleh pendapat Lese & Robbins (dalam Ward, Bochner & Furnham, 2001) yang mengatakan bahwa culture shock mempengaruhi kemampuan mahasiswa berkaitan dengan perolehan prestasi akademik dan penyesuaian sekolah. Chataway & Berry (dalam Ward, Bochner & Furnham, 2001) juga mendukung pendapat tersebut. Mereka mengatakan bahwa masalah akademik merupakan masalah yang paling menonjol dirasakan oleh mahasiswa perantau.

  Penelitian yang dilakukan oleh Amponsah (2010) kepada 329 mahasiswa non UK yang sedang menempuh gelar sarjana di UK juga menunjukkan bahwa akademik merupakan masalah yang paling membuat stres. Mahasiswa non UK mengalami tuntutan yang lebih dalam pekerjaannya dan cemas menghadapi rencana masa depan akademik mereka. Penelitian lain yang dilakukan oleh Petrides, Chamorro-Premuzic, Frederickson dan Furnham (2005) kepada 901 pelajar di Inggris, menemukan hal yang sama. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa pelajar yang memiliki kepribadian (1)

  extraversion : sikap pendiam, tidak ramah dan suka menyendiri; (2) psycotism:

  agresif, bermusuhan, mengalami gangguan kejiwaan; dan (3) neuroticism:

  Prestasi akademik merupakan suatu hal yang penting bagi mahasiswa, karena mencerminkan pengetahuan yang dimiliki selama mengikuti kegiatan belajar (Kauseri & Suprananto, 2012). Prestasi yang diperoleh mahasiswa dapat menunjukkan tingkat keberhasilan individu tersebut dalam belajarnya (Buku Peraturan Akademik Universitas Sanata Dharma, 2010). Prestasi yang diperoleh akan membantu mahasiswa dalam menggapai cita-citanya dan masa depan yang lebih baik.

  Mahasiswa juga diharapkan mampu bekerja lebih keras dari sebelumnya untuk menghadapi tugas akademik. Hal ini terjadi karena pada saat masuk dan belajar di perguruan tinggi, mahasiswa akan menghadapi suasana persaingan yang relatif lebih ketat dibanding di masa SMA. Tugas- tugasnya juga relatif lebih berat dan bervariasi dan mahasiswa juga dituntut untuk mampu belajar secara mandiri (Shohib, 2005). Tidak hanya itu, kemampuan mahasiswa dalam bekerja sama dan motivasi yang dimiliki dalam belajar turut mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam memperoleh prestasi (Chen, Irvine & York, Shade & New, Thomas dalam Ward, Bochner & Furnham, 2001). Keadaan ini mampu mengakibatkan mahasiswa merasa stress dengan akademiknya (Furnham & Bochner dalam Furnham, 2004).

  Berdasarkan hasil uraian tersebut, maka peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai hubungan antara culture shock dan prestasi akademik

  B. Rumusan Masalah

  Apakah ada hubungan antara culture shock dan prestasi akademik pada mahasiswa asal Papua?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara culture shock dan prestasi akademik pada mahasiswa asal Papua.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritik: Penelitian ini dapat menambah literatur pengetahuan dan riset penelitian di Indonesia mengenai culture shock, sebab penelitian mengenai

  culture shock di Indonesia masih sangat minim. Mengingat Indonesia

  merupakan negara yang kaya akan ragam budaya. Selain itu, penelitian ini juga ingin memberikan sumbangan pengetahuan di bidang antropologi dan psikologi, khususnya psikologi budaya.

  2. Manfaat Praktis: Bagi subyek penelitian, dari hasil penelitian ini dapat dijadikan

BAB II LANDASAN TEORI A. Culture shock

1. Pengertian Culture Shock

  Istilah culture shock diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960 oleh seorang antopolog bernama Kalvero Oberg dalam sebuah artikel. Dia menggambarkan culture shock sebagai reaksi orang setelah menyadari bahwa dirinya berada pada suatu tempat baru, aneh dan tidak dikenal (Bochner dalam Lonner & Malpass, 1994). Reaksi yang muncul ketika seseorang mengalami culture shock adalah respon-respon yang negatif, seperti perasaan depresi, frustrasi dan disorientasi karena berada dalam lingkungan yang baru dan berbeda budaya (Oberg dalam Smith & Bond, 1993).

  Oberg (dalam Yusuf, 1991) menjelaskan beberapa aspek yang terdapat dalam culture shock, yaitu: a. Ketegangan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan adaptasi psikologis.

  Budaya merupakan hal yang berkaitan dengan cara hidup seseorang, seperti berpikir, merasa dan berperilaku (Porter & Samovar (dalam Samovar & Porter, 1982) dalam Mulyana & masalah, belajar dan kebiasaan yang dimiliki (Kroeber & Kluckhohn dalam Berry, Poortinga, Segall & Dasen, 1999).

  Ketika seseorang masuk dalam lingkungan budaya yang baru, orang tersebut berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Dalam proses menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, orang harus beradaptasi secara fisik dan juga psikologis. Secara fisik, orang mungkin akan jauh lebih mudah beradaptasi, misalnya dengan makanan, pemandangan di lingkungan sekitar atau iklim (Ariestanty & Andri, 2007).

  Sedangkan secara psikologis, orang terkadang lebih sulit untuk beradaptasi. Hal ini dikarenakan orang tersebut telah memiliki sifat dasar bawaan sebagai hasil bentukan budayanya (Yusuf, 1991). Oleh karena itu, ketika seseorang yang berada dalam lingkungan budaya yang baru, sering mengalami ketegangan dalam dirinya sebagai usaha untuk beradaptasi secara psikologis.

  b. Merasa kehilangan dan adanya perampasan perhatian yang didapat dari teman-teman, status, profesi dan hak milik.

  Pada saat seseorang menyadari keberadaannya dalam suatu lingkungan budaya yang berbeda, akan mulai muncul respon orang tersebut merasa sendirian di dalam lingkungannya yang baru. Keadaan ini muncul karena orang tersebut mulai hidup terpisah dengan orang-orang terdekatnya dan mulai merasa kehilangan dukungan (Sandhu & Asrabadi dalam Furnham, 2004).

  Selain itu, muncul perasaan bahwa orang-orang yang ada di sekitarnya, seperti teman barunya tidak menunjukkan sikap sensitif kepada mereka (Pujiriyani & Rianty, 2010).

  Pada saat orang tersebut mulai berinteraksi dengan orang- orang baru yang ada di lingkungannya, orang tersebut juga akan memiliki status yang baru sebagai hasilnya. Keadaan ini muncul karena hubungan dengan orang-orang tertentu akan memunculkan label tertentu yang kemudian dijadikan status mereka dalam lingkungan tersebut (Santrock, 2002).

  c. Merasa ditolak dan, atau dibuang oleh anggota-anggota kebudayaan baru.

  Cara orang dalam berkomunikasi, kondisi yang dialami dalam berkomunikasi, bahasa dan gaya bahasa yang digunakan, serta perilaku-perilaku nonverbal yang muncul, semuanya itu merupakan respon seseorang terhadap budayanya dan fungsi dalam berkomunikasi dengan orang lain sangat penting. Komunikasi membuat orang dapat saling mengerti, memahami dan menerima keberadaan orang lain (Porter & Samovar (dalam Samovar & Porter, 1982) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009).

  Pada saat seseorang berada dalam lingkungan budaya yang baru, orang tersebut harus bisa beradaptasi dengan cara berkomunikasi dalam kebudayaan tersebut. Hal ini harus dilakukan karena ketika seseorang tidak mampu berkomunikasi dengan baik, maka akan muncul kesalahpahaman dalam memaknai informasi yang disampaikan (Porter & Samovar (dalam Samovar & Porter, 1982) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009). Berdampak pula pada perasaan diterima dalam lingkungan tersebut.

  Selain itu, perbedaan struktur makna budaya yang dimiliki oleh masing-masing orang juga turut mempengaruhi kemampuan dalam menerima. Jika terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi, maka akan timbul perasaan tidak diterima (Noesjirwan (d alam Zainnu‟ddin, 1986) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009). d. Bingung dalam peran, harapan peran, nilai-nilai, rasa, dan identitas diri.

  Setiap budaya memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda- beda satu sama lain. Dimana, sistem nilai yang ada tersebut digunakan untuk mengatur perilaku anggotanya. Selain itu, setiap budaya juga memiliki bahasa, aturan dan norma yang berbeda-beda dan berpengaruh pada cara seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Tidak hanya itu, setiap budaya juga memiliki harapan yang berbeda untuk setiap anggotanya (Mulyana dalam Mulyana & Rakhmat, 2009).

  Perbedaan-perbedaan yang ada tersebut, akhirnya berdampak pada kebingungan yang dialami oleh orang yang masuk ke lingkungan budaya yang baru. Dimana, orang tersebut harus berperilaku sesuai dengan budaya yang ada di lingkungannya yang baru. Padahal orang tersebut sudah terbiasa hidup dengan budayanya yang lama. Hal ini tentunya akan mengganggu orang tersebut untuk bisa menjalankan perannya dengan baik (Mulyana dalam Mulyana & Rakhmat, 2009).

  Di samping itu, perbedaan tersebut juga berpengaruh pada identitas diri seseorang. Dimana, saat seseorang mengalami suatu pada saat berinteraksi dengan orang baru, identitas diri seseorang juga akan ikut berubah. Hal tersebut disebabkan karena orang tersebut harus menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan sosial tempat interaksi terjadi (Kluckholn dalam Samovar, Porter & McDaniel, 2007). Keadaan seperti itu tentu juga dialami oleh orang yang berada dalam lingkungan budaya yang baru dan berbeda.

  e. Terkejut, cemas, bahkan benci dan marah setelah menyadari perbedaan kebudayaan.

  Pada saat seseorang menyadari bahwa dirinya berada dalam lingkungan budaya yang berbeda, akan mulai muncul respon- respon negatif dalam diri orang tersebut. Respon-respon negatif tersebut biasanya muncul dalam bentuk perasaan cemas, tidak berdaya dan mudah marah (Church dalam Heine, 2008). Perasaan tersebut muncul karena setiap budaya memiliki pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan serta perilaku yang dilakukan. Hal tersebut berfungsi sebagai model bagi tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan seseorang tinggal dalam suatu lingkungan tertentu (Porter & Samovar (dalam Porter & Samovar) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009). merasa berbeda dengan lingkungannya. Selain itu, kecenderungan orang yang menggunakan budaya yang dimiliki sebagai suatu hal yang harus diikuti, juga dapat memunculkan masalah. Dimana, ketika seseorang ada yang tidak mengikuti, maka akan muncul ketidakharmonisan dalam hubungan (Mulyana dalam Mulyana & Rakhmat, 2009).

  Hal ini dapat memunculkan perasaan marah dan benci karena merasa budaya yang ada di lingkungannya yang baru aneh dan tidak masuk akal (Oberg (dalam Irwin); Guanipa dalam Prasetya, 2008).

  f. Merasa memiliki ketidakmampuan untuk menanggulangi sesuatu dengan kebudayaan yang baru.

  Setiap budaya memiliki aturannya masing-masing dan berbeda satu sama lain. Hal tersebut mempengaruhi cara orang dalam bertindak, berkomunikasi dan merespon hal-hal yang dialami dalam hidup (Porter & Samovar (dalam Samovar & Porter, 1982) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009). Selain itu, perbedaan budaya juga mempengaruhi timbulnya perbedaan dalam struktur makna budaya, yaitu aturan dan nilai yang dimiliki dalam

  (Noesjirwan (dalam Zainnu‟ddin, 1986) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009).

  Setiap budaya memiliki aturan dan nilai tersendiri dalam bertindak dan mengatasi situasi-situasi yang sulit dan menegangkan. Aturan dan nilai yang dimiliki suatu budaya, belum tentu cocok jika digunakan dalam budaya yang lain (Noesjirwan (dalam Zainnu‟ddin, 1986) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009).

  Oleh karena itu, pada saat seseorang berada di lingkungan budaya yang baru, orang tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan aturan dan nilai setempat. Hal tersebut perlu dilakukan karena dapat mempengaruhi kemampuan orang tersebut untuk menyelesaikan masalahnya di lingkungan yang baru. Pada saat orang tersebut mengalami masalah dan tetap menggunakan struktur makna budayanya, tanpa memperhatikan struktur makna budaya setempat, maka yang terjadi masalah itu semakin besar (Noesjirwan (dalam Zainnu‟ddin, 1986) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009). Pada akhirnya, orang tersebut merasa tidak mampu untuk mengatasi masalahnya sendiri. Meskipun masalah yang dihadapi tersebut, baginya hanya masalah yang sederhana. dalam Martin & Nakayama, 2004). Meskipun orang tersebut hanya tinggal dalam kurun waktu yang singkat. Hal ini terjadi karena orang tersebut merasa tidak nyaman dan mengalami disorientasi saat berada di lingkungan yang baru, ditambah petunjuk-petunjuk yang ada di lingkungan baru tersebut tidak dapat dikenali (Martin & Nakayama, 2004).

  Petunjuk-petunjuk tersebut merupakan tanda-tanda yang berkaitan dengan seribu satu cara yang dimiliki oleh seseorang, untuk mengendalikan diri dalam hidup sehari-hari. Selain itu, tanda-tanda tersebut juga digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain (Oberg (dalam Hooves) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009). Seseorang yang kehilangan petunjuk dalam hidup dan merasakan suatu ketidaknyamanan saat berada di lingkungan yang baru, juga dapat menimbulkan perasaan negatif dalam dirinya. Biasanya orang tersebut akan mengalami perasaan cemas, tidak berdaya dan lekas marah. Orang tersebut juga merasakan rindu pada lingkungannya yang lama (Church dalam Heine, 2008).

  Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

  culture shock merupakan reaksi negatif yang dialami oleh seseorang, yang muncul pada saat memasuki lingkungan yang baru dan asing.

2. Tahap Terjadinya Culture Shock

  a. Tahap Honeymoon Tahap ini lebih ditekankan pada reaksi-reaksi senang dan bahagia pada awal kedatangan. Muncul juga perasaan terpesona, daya tarik yang kuat dan memiliki semangat yang besar (Oberg dalam Ward, Bochner & Furnham, 2001). Selain itu, muncul juga perasaan yang positif karena memiliki pengalaman yang baru, bisa bertemu dengan orang-orang baru dan dapat mencoba makanan- makanan baru.

  Pada tahap ini, individu menikmati kemampuannya dapat berkomunikasi dengan bahasa setempat dan gembira dapat berpartisipasi dengan lingkungannya yang baru dan asing (Lysgaard dalam Heine, 2008). Tahap ini terjadi selama beberapa hari atau minggu hingga enam bulan, bergantung pada kegiatan yang akan dihabiskan oleh orang tersebut selama berada di lingkungan yang baru (Oberg (dalam Hooves) dalam Mulyana & Rakhmat, 2009). Ada pula individu yang menjalaninya selama satu tahun. Selama bulan-bulan pertama ini, biasanya merupakan waktu yang sangat baik. Sebab waktu tersebut merupakan proses pertama mengenal hal-hal baru dapat dilakukan dengan baik (Pujiriyani & Rianty, 2010). sedang belajar untuk mengenali lingkungannya. Baginya seluruh keadaan baru yang dialami merupakan suatu hal yang unik dan masih menyenangkan. Dalam melewati tahap honeymoon ini, ada individu yang kurang mampu untuk mengenali lingkungannya dengan baik. Individu yang kurang mampu tersebut akan memasuki tahap yang selanjutnya, yaitu crisis atau culture shock (Pujiriyani & Rianty, 2010).

  b. Tahap Crisis atau Culture Shock Tahap ini dikarakteristikan dengan munculnya perasaan ketidakcakapan, merasa kecewa, cemas dan marah (Oberg dalam

  Ward, Bochner & Furnham, 2001). Muncul juga perasaan tidak puas, tidak sabar, sedih, khawatir dan tidak mampu. Perasaan tersebut muncul karena pengalaman-pengalaman negatif yang dirasakan oleh individu dan keinginan untuk mencoba beradaptasi dengan budaya yang baru. Pengalaman menggetarkan yang individu rasakan di awal kedatangan karena memiliki pengalaman yang baru dan asing hilang.

  Pada tahap ini, individu seringkali menyadari bahwa kemampuan berbahasa individu tidak cukup baik untuk jenis olahraga yang populer, atau makanan aneh yang mereka makan pada waktu libur festival. Tahap ini berlangsung selama 6 sampai 18 bulan setelah melewati tahap honeymoon (Lysgaard dalam Heine, 2008).

  c. Tahap Recovery Tahap ini meliputi kemampuan individu memecahkan krisis yang dimiliki dan mempelajari budaya yang ada di lingkungan barunya (Oberg dalam Ward, Bochner & Furnham, 2001).

  d. Tahap Adjustment Tahap ini menggambarkan perasaan senang dan telah memiliki kemampuan fungsional yang baik dalam lingkungan barunya (Oberg dalam Ward, Bochner & Furnham, 2001). Dimana, individu mulai merasa terbiasa dan mulai menikmati pengalaman yang dimiliki. Kemampuan berbahasa individu juga mulai meningkat dan dapat mengikuti pola kehidupan sehari-hari.

  Individu juga lebih mampu untuk bersahabat dengan orang-orang lokal dan dapat beradaptasi dengan hal-hal di lingkungan yang baru. Individu sudah tidak merasa aneh di lingkungan barunya.

  Keadaan ini dapat bertahan selama beberapa tahun lamanya (Lysgaard dalam Heine, 2008).