Gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut dan Atmo karya besar S.W. - USD Repository

  GAYA BAHASA KIASAN DALAM KUMPULAN CERITA PENDEK RORO MENDUT & ATMO KARYA BESAR S.W. SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Disusun Oleh: Lilid Perwira Setya 074114003 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2013

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 24 Mei 2013 Lilid Perwira Setya

  

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah

Untuk Kepentingan Akademis

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Lilid Perwira Setya NIM : 074114003 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada

  Perpustakaan Universitas Sanata Dharma tugas akhir saya yang berjudul "Gaya Bahasa Kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W." beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk ini, mengelolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 24 Mei 2013 Yang menyatakan, Lilid Perwira Setya

  T ulisan ini ku persembahkan untuk: B apakku, (Alm) D rs. B esar S ubagiyo W agimin, T erimakasih atas cinta dan kasih sayang yang kauberi M amaku, T risminafaati, T erimakasih atas kesabaran dan kekuatan yang selalu kauberikan K akakku tersayang, P radana Puspita Paramaningtyas dan adik kecilku, K inaton Ageng L aksono

  

ABSTRAK

  Setya, Lilid Perwira. 2013. "Gaya Bahasa Kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W." Skripsi Strata 1 (S-l).

  Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Dalam tugas akhir ini diteliti gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek

  

Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W. Ada dua masalah yang dibahas: a) gaya

  bahasa kiasan apa saja yang terdapat dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut

  

& Atmo karya Besar S.W, dan b) apa saja fungsi gaya bahasa kiasan dalam

  kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W? Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis data. Data diperoleh dari kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih. Metode padan yang digunakan adalah metode padan referensial yang alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjukkan oleh bahasa atau referen bahasa. Metode ini dilanjutkan dengan metode agih yang menggunakan teknik dasar bagi unsur langsung. Setelah itu dilanjutkan dengan teknik ganti dan teknik baca markah. Pemaparan hasil analisis data dilakukan dengan metode formal dan informal.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W. terdiri atas delapan jenis, meliputi gaya bahasa persamaan atau simile, metafora, personifikasi, alusi, epitet, antonomasia, ironi, dan inuendo. Fungsi gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo terdiri dari lima macam fungsi, meliputi fungsi ironi, fungsi menghaluskan, fungsi melebihkan, fungsi keindahan, dan fungsi mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Fungsi keindahan dibagi lagi menjadi tiga, yaitu bunyi, pencitraan, dan diksi. Bunyi dibagi menjadi lima jenis yaitu aliterasi, asonansi, anafora, eufoni, dan kakafoni. Pencitraan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu citra penglihatan, citra gerakan, dan citraan lain-lain. Diksi dibagi menjadi dua jenis, yaitu kata arkaik serta kata bahasa daerah dan asing. Fungsi mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung terdiri dari dua jenis, meliputi tindak tutur tidak langsung dan tindak tutur tidak literal.

  

ABSTRACT

  Setya, Lilid Perwira. 2013. "Figure of Speech in Roro Mendut & Atmo Short Stories Antology by Besar S.W." An Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters Study Programme. Department of Indonesian Letters.

  Faculty of Letters. Sanata Dharma University. This research is intended to analyze figure of speech in Roro Mendut & Atmo Short Stories Antology by Besar S.W. There were two problem formulations: a) what kind figure of speech that found in Roro Mendut & Atmo Short Stories Antology by Besar S.W, b) what is the function figure of speech in Roro Mendut

  & Atmo Short Stories Antology by Besar S.W?

  This research is conducted in three stages. They are collecting data, analyzing data, and describing of data analyzing result. The data is collected from the Roro Mendut & Atmo Short Stories Antology. The data is collected using listening and writing method. The data in this research is analyzed using padan (identity) method and agih (distributional) method. Padan (identity) method that used is referential (identity) method is the decisive factor in the fact that showed by language or language reference. This method continued by agih method that used direct divide unsure, basic technique. And next technique that used is change technique and baca markah technique. The describtion result of data analysis is carried on by formal and informal method.

  The result of this research showed that figure of speech in Roro Mendut &

  

Atmo Short Stories Antology by Besar S.W. consist of eight types, they are simile,

metaphor, personification, allusion, epithet, antonomasia, irony, and innuendo.

  Figure of speech function in Roro Mendut & Atmo Short Stories Antology consist of five function, they were irony function, refine sense meaning function, hyperbola function, poetical function, and pronounce something indirectly function. Poetical function divided in to three types, they are sounds, imagery, and diction. Sounds divided in to five types, they are alliteration, assonance, anaphora, euphony, and kakaphony. Imagery divided in to three types, they are seeing imagery, moving imagery, and various imagery. Diction divide in to two types, which is archaic word and foreign language and local dialect. Pronounce something indirectly function consist of two types, which is indirect speech act and unliterally speech act.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena perkenan-Nyalah skripsi yang berjudul "Gaya Bahasa Kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro karya Besar S.W." dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk

  Mendut & Atmo

  memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana S-l pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan, nasihat, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan dan mengucapkan penghargaan sebagai rasa terima kasih kepada :

  1. Prof. Dr. I. Praptomo. Baryadi, M. Hum., selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar, teliti, setia membimbing dan memberikan motivasi selama proses penyusunan skripsi ini,

  2. Drs. Hery. Antono, M. Hum., selaku dosen pembimbing II atas kesabarannya memberikan koreksi dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

  3. Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dra. F.

  Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M. Hum., Drs. FX. Santosa, M.S., dan Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., atas bimbingan yang diberikan selama penulis belajar di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma,

  4. Seluruh staf Sekretariat Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini,

  5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, tempat mencari sumber data bagi keperluan penulisan skripsi ini.

  6. Keluarga tercinta, bapakku (alm) Drs. Besar Subagiyo Wagimin, mamaku Trisminafaati, kakakku Pradana Puspita Paramaningtyas, dan adikku Kinaton Ageng Laksono.

  7. Sahabat-sahabatku, Diana Maria Adriana dan Agustina Tri Tresnaning Tyas untuk kebersamaan kita selama ini,

  8. Keluarga besar (alm) Damiri Djoko Poerwito dan (almh) Lasinah Djoko Poerwito,

  9. Teman terdekatku, Gregorius Joko Briyandewo yang selalu menemani dan meluangkan waktunya.

  Penulis menyadari bahwa segala sesuatu tiada yang sempurna. Demikian juga skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun penulis terima dengan terbuka. Penulis berharap semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi masyarakat.

  Yogyakarta, 24 Mei 2013 Penulis

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ............................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................. iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI.............................................. v HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................ vii

  

ABSTRACT ............................................................................................ vii

  KATA PENGANTAR ........................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii BAB I: PENDAHULUAN .....................................................................

  1 1.1 Latar Belakang ....................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................

  3 1.3 Tujuan Penelitian..................................................................

  3 1.4 Manfaat Penelitian................................................................

  4 1.5 Tinjauan Pustaka ..................................................................

  4 1.6 Landasan Teori.....................................................................

  6 1.6.1 Pengertian Gaya Bahasa ..........................................

  6 1.6.2 Jenis-jenis Gaya Bahasa ...........................................

  7 1.6.3 Kajian Stilistika........................................................

  14 1.7 Metode Penelitian.................................................................

  18 1.7.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data .......................

  19 1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data.............................

  19 1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data .....................

  21 1.8 Sumber Data.........................................................................

  22 1.9 Sistematika Penyajian ..........................................................

  22 BAB II: JENIS-JENIS GAYA BAHASA KIASAN DALAM KUMPULAN CERPEN RORO MENDUT & ATMO KARYA BESAR S. W ............................................................

  23 2.1 Pengantar .............................................................................

  23 2.2 Persamaan atau Simile..........................................................

  23 2.3 Metafora...............................................................................

  25 2.4 Personifikasi.........................................................................

  57 2.5 Alusi.....................................................................................

  64 2.6 Epitet....................................................................................

  67 2.7 Antonomasia ........................................................................

  69 2.8 Ironi .....................................................................................

  70 2.9 Inuendo ................................................................................

  74

  BAB III: FUNGSI GAYA BAHASA KIASAN DALAM KUMPULAN CERPEN RORO MENDUT & ATMO KARYA BESAR S. W ...........................................................

  76 3.1 Pengantar .............................................................................

  76 3.2 Fungsi Ironi ..........................................................................

  76 3.3 Fungsi Menghaluskan...........................................................

  79 3.4 Fungsi Melebihkan ...............................................................

  83 3.5 Fungsi Keindahan.................................................................

  86 3.5.1 Bunyi..........................................................................

  86 3.5.1.1 Aliterasi .........................................................

  87 3.5.1.2 Asonansi ........................................................

  87 3.5.1.3 Anafora ..........................................................

  89 3.5.1.4 Eufoni ............................................................

  90 3.5.1.5 Kakafoni ........................................................

  90 3.5.2 Pencitraan ....................................................................

  91 3.5.2.1 Citra Pengelihatan ..........................................

  92 3.5.2.2 Citra Gerakan .................................................

  93 3.5.2.3 Citraan lain-lain..............................................

  94 3.5.3 Diksi.............................................................................

  97 3.5.3.1 Kata Arkaik....................................................

  97

  3.5.3.2 Kata Bahasa Daerah dan Asing....................... 100

  3.6 Fungsi Mengungkapkan Sesuatu Secara Tidak Langsung ..... 103

  3.6.1 Tindak Tutur Tidak Langsung....................................... 103

  3.6.2 Tindak Tutur Tidak Literal............................................ 105

  BAB IV: PENUTUP .............................................................................. 107

  4.1 Kesimpulan .......................................................................... 107

  4.2 Saran .................................................................................... 108 Daftar Pustaka............................................................................................ 109 Tentang Penulis ..................................................................................... 111

  DAFTAR TABEL Tabel 1: Gaya Bahasa Metafora Hidup...................................................

  40 Tabel 2: Gaya Bahasa Metafora Mati .....................................................

  54 Tabel 3: Gaya Bahasa Personifikasi .......................................................

  64 Tabel 4: Gaya Bahasa Alusi ...................................................................

  66 Tabel 5: Fungsi Menghaluskan ..............................................................

  82

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Dalam skripsi ini dilaporkan hasil penelitian tentang gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam kumpulan cerita pendek (cerpen) Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W yang diterbitkan oleh penerbit Mediantara Semesta pada tahun 2006. Kumpulan cerita pendek ini terdiri atas 6 judul, yaitu “Roro Mendut Triman”, “Atmo Jogja”, “Menelusuri Jejak Si Korban”, “Akhir Cerita Pendek Ratri”, “Laisah Dipinang”, dan “Sosok yang Hilang”. Sampai saat ini Besar S.W telah menghasilkan beberapa buku, yaitu kumpulan puisi “Ning”, kumpulan cerita rakyat “Tabiat-tabiat”, dan biografi H. M. Qiyamuddin Saman yang berjudul “Si Gembala Pulang Kandang”.

  Salah satu hal yang menonjol dalam kumpulan cerita pendek ini adalah penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan zamannya. Gaya bahasa yang digunakan terlalu modern untuk latar abad ke-17 di Tanah Jawa. Hal ini kebanyakan terdapat dalam cerita pendek “Roro Mendut Triman”. Hal lain yang menarik adalah penggunaan gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek ini.

  Berikut ini adalah contoh tuturan dalam kumpulan cerita pendek tersebut, “Majulah, jangan hanya bersilat lidah!” (Roro Mendut & Atmo, hal 12). Pada contoh tersebut terdapat gaya bahasa metafora yang ditunjukkan dengan frasa

  

bersilat lidah . Frasa bersilat lidah mempunyai makna ‘berdebat’. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2002: 669) kata lidah mempunyai arti

  ‘bagian tubuh dalam mulut yang dapat bergerak-gerak dengan mudah, gunanya untuk menjilat, mengecap, dan berkata-kata’. Kata bersilat mempunyai arti bermain atau berkelahi dengan menggunakan ketangkasan menyerang dan mempertahankan diri (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 1065).

  Penulis lebih memilih menggunakan kata bersilat lidah karena kata tersebut lebih dapat mengungkapkan ketegangan situasi ketika Tumenggung Wiroguno terhadap kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo.

  Gaya bahasa kiasan yang berjenis personifikasi, yaitu “Dinding kamarnya

  

menatap Galang penuh kesangsian” (Roro Mendut & Atmo, hal 84). Pada contoh

tersebut unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah kata menatap.

  Kata menatap merupakan sifat manusia dalam memperhatikan atau melihat suatu objek. Dalam kalimat tersebut menatap menunjukkan pengandaian bahwa dinding kamar memiliki mata sehingga dapat melihat dengan menggunakan matanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2002: 1149) kata menatap mempunyai arti melihat atau memperhatikan objek, biasanya dalam jarak dekat, dengan seksama dan durasi yang agak panjang. Dalam hal ini penulis lebih memilih menggunakan kata menatap karena dalam kalimat ini terlihat bahwa seluruh perhatian dinding kamar itu tercurah pada Galang karena sumpah yang diucapkannya. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya, yaitu “Ucapan lidahnya yang minta disaksikan oleh pihak lain, bahkan alam, adalah sumpah” (Roro Mendut & Atmo, hal 84).

  Dipilihnya topik penelitian tentang penggunaan gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo didasarkan atas alasan berikut.

  Pertama, perlu diungkap gaya bahasa kiasan apa saja yang digunakan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo. Kedua, belum adanya penelitian yang secara khusus mengkaji makna dan fungsi gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo ini. Penelitian ini dibatasi pada menimbulkan keindahan yang dimaksudkan

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

  1. Gaya bahasa kiasan apa saja yang digunakan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W?

  2. Apa saja fungsi gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro karya Besar S.W?

  Mendut & Atmo

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Mendeskripsikan jenis-jenis gaya bahasa kiasan yang digunakan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W.

  2. Mendeskripsikan fungsi gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini berupa jenis-jenis gaya bahasa kiasan dan apa saja fungsi gaya bahasa kiasan tersebut, diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat dalam bidang stilistika dan pragmatik. Dalam bidang stilistika, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya khazanah kajian gaya bahasa kiasan. Dalam bidang pragmatik, diungkapkan dengan berbagai cara yang terwujud dalam gaya bahasa.

  Secara praktis, hasil penelitian tentang gaya bahasa kiasan dan fungsi gaya bahasa kiasan ini berguna bagi pengarang sebagai sarana agar karya yang diciptakan dapat menimbulkan efek keindahan. Selain itu, hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi pembaca, yakni agar pembaca mengetahui gaya bahasa kiasan dan fungsi gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W.

  1.5 Tinjauan Pustaka

  Sejauh ini, peneliti belum menemukan adanya penelitian mengenai kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W ini ataupun mengenai gaya bahasa kiasannya. Oleh karena itu, untuk menambah penelitian tentang gaya bahasa, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek roro Mendut & Atmo karya Besar S.W. Namun peneliti menemukan bahwa telah ada tulisan tentang gaya bahasa, antara lain dalam skripsi yang berjudul ”Gaya Bahasa Kiasan dalam Wacana ”Ole Internasional” di Tabloid Bola Tanggal 3 Maret 2006 sampai dengan 22 September 2006”. Werokila membicarakan jenis gaya bahasa kiasan yang digunakan dalam suatu kalimat dalam wacana ”Ole Internasional” di tabloid Bola, dan mendeskripsikan fungsi gaya bahasa kiasan dalam wacana ”Ole Internasional”. Hasil penelitiannya berupa jenis-jenis gaya bahasa kiasan dalam wacana ”Ole Internasional” di tabloid Bola, terdiri atas gaya bahasa sinekdoke personifikasi, dan oksimoron. Ratna Yani Miarsari (2008) dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Medan Makna pada Gaya Bahasa Kiasan dalam Naskah Trilogi Film: Pirates of Carribbean”, membahas mengenai gaya bahasa kiasan apa saja yang digunakan dalam film tersebut dan menganalisis makna apa yang terkandung di dalamnya.

  Selain itu, Maria Franzisca Oki (2010) juga membahas gaya bahasa kiasan dalam skripsinya yang berjudul ”Penggunaan Gaya Bahasa Kiasan pada Novel

  

Sang Pemimpi karya Andrea Hirata”. Dalam skripsi tersebut dideskripsikan

  mengenai penggunaan gaya bahasa kiasan dan pengklasifikasiannya dalam novel

  

Sang Pemimpi karya Andrea Hirata berdasarkan buku Gorys Keraf yang berjudul

Diksi dan Gaya Bahasa . Gaya bahasa yang ditemukan juga mengacu pada

  kekhasan yang digunakan pengarangnya dan gaya bahasa yang memiliki hubungan dengan unsur intrinsik.

  Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut, peneliti memutuskan untuk mengadakan penelitian mengenai gaya bahasa kiasan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W. Dalam tugas akhir ini peneliti akan menganalisis gaya bahasa kiasan apa saja yang terdapat dalam kumpulan cerita pendek tersebut dan apa saja fungsi gaya bahasa kiasan tersebut.

1.6 Landasan Teori

  Untuk keperluan penelitian ini, perlu dikemukakan landasan teori tentang pengertian gaya bahasa dan jenis-jenis gaya bahasa.

1.6.1 Pengertian Gaya Bahasa

  Gaya bahasa, majas, kiasan, atau figure of speech adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Tarigan, 1985: 5). Selain itu gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa secara imajinatif bukan dalam pengertian yang benar-benar secara alamiah saja. Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Di samping itu, gaya bahasa adalah cara mengungkapakan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung 3 (tiga) unsur berikut: kejujuran, sopan santun, dan menarik (Keraf, 1984: 112). Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan diri sendiri baik melalui bahasa maupun tingkah laku dan sebagainya.

  Adapun cerita pendek adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi (pada suatu ketika) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 65). Edgar Allan Poe, sastrawan kenamaan dari Amerika, mengatakan bahwa cerita pendek adalah cerita yang habis dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Suatu hal yang kiranya tak mungkin macam. Cerita pendek yang hanya terdiri dari 500-an kata atau dikategorikan sebagai cerita pendek yang pendek (short-short-story). Selain itu ada juga cerita pendek yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata (Nurgiyantoro, 2005: 10).

1.6.2 Jenis-Jenis Gaya Bahasa

  Teori tentang jenis-jenis gaya bahasa yang sering dipergunakan adalah pendapat Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa (1984: 136- 145), yaitu gaya bahasa berdasarkan langsung atau tidaknya makna. Gaya bahasa ini biasanya disebut sebagai trope atau figure of speech. Gaya bahasa ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris, yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna. Pada mulanya, bahasa kiasan berkembang dari analogi. Mula- mula, analogi dipakai dengan pengertian proporsi; sebab itu, analogi hanya menyatakan hubungan kuantitatif. Tapi sejak Aristoteles, kata analogi dipergunakan baik dengan pengertian kuantitatif maupun kualitatif. Dalam pengertian kuantitatif, analogi diartikan sebagai kemiripan atau relasi identitas antara dua pasangan istilah berdasarkan sejumlah besar ciri yang sama. Sedangkan dalam pengertian kualitatif, analogi menyatakan kemiripan hubungan sifat antara dua perangkat istilah. Dalam arti yang lebih luas ini, analogi lalu berkembang menjadi kiasan. Perbandingan dengan analogi ini kemudian muncul dalam bermacam-macam gaya bahasa kiasan, seperti diuraikan dibawah ini:

  Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.

  b) Metafora

  Metafora adalah semacam analogi yang membandingakan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa yang bermakna pahlawan, buaya darat yang memiliki arti laki-laki yang suka berganti pasangan, buah hati yang bermakna anak, cindera mata yang bermakna kenang-kenangan, dan sebagainya.

  c) Alegori, Parabel, dan Fabel

  Bila sebuah metafora mengalami perluasan, maka metafora dapat berwujud alegori, parabel, atau fabel. Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat- sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif di dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual. Fabel binatang-binatang bahkan mahluk-mahluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia. Tujuannya ialah menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti, seperti dalam cerita-cerita dengan tokoh Si Kancil.

  d) Personifikasi atau Prosopopeia

  Personifikasi atau prosopopeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan, seperti dalam kalimat berikut: jam setengah dua belas, malam semakin diam.

  e) Alusi

  Alusi adalam semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh- tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya- karya sastra yang terkenal. Misalnya sering dikatakan bahwa Bandung adalah Paris van Java .

  f) Eponim

  Adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya: Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan; Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan.

  g) Epitet

  ciri yang khusus dari seseorang atau suatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Misalnya:

  Lonceng pagi untuk ayam jantan Puteri malam untuk bulan

  untuk singa, dan sebagainya.

  Raja rimba

  h) Sinekdoke

  Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani

  synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah

  semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). Misalnya:

  Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1. 000,- Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan Malaysia di

Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3 – 4.

i) Metonimia

  Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya.

  Saya minum satu gelas, ia dua gelas. Ialah yang menyebabkan air mata yang gugur. Pena lebih berbahaya daripada pedang. Ia telah memeras keringat habis-habisan. j) Antonomasia

  Antonomasia merupakan suatu bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Misalnya: Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.

  Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu. k) Hipalase

  Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan. Misalnya:

  Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya). l) Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

  Sebagai bahasa kiasan, atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi akan berhasil kalau rangkaian kata-katanya. Misalnya:

  Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya! Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang perlu mendapat tempat terhormat!

  Terdapat juga istilah lain yaitu sinisme yang diartikan sebagai suatu sindiran berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Walaupun sinisme dianggap lebih keras dari ironi, namun kadang-kadang masih sukar diadakan perbedaan antara keduanya. Bila contoh mengenai ironi di atas diubah, maka akan dijumpai gaya yang lebih bersifat sinis.

  Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu! Memang Anda adalah seorang gadis yang tercantik di seantero jagad ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.

  Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir.

  Mulut kau harimau kau. Lihat sang Raksasa itu (maksudnya si Cebol). Kelakuanmu memuakkan saya.

  Uraian yang harus ditafsirklan lain dari makna permukaannya disebut satire. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.

  Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis. Misalnya:

  ”Tak ada yang berminat membaca tulisan jelekmu!” kata Ratri, ketua redaktur mading sekolah, pada Bram, anggota pengurus mading yang baru bergabung selama 3 hari. n) Inuendo

  Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitnkan hati kalau dilihat sambil lalu. Misalnya:

  Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.

  Ia menjadi kaya-raya karena sedikit mengadakan komersialisasi dengan jabatannya. o) Antifrasis

  Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat,

  Engkau memang orang yang mulia dan terhormat! Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol). p) Pun atau paronomasia

  Pun atau paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.

  Tanggal dua gigi saya tanggal dua. ”Engkau orang kaya!” ”Ya, kaya monyet!”

1.6.3 Kajian Stilistika

  Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) secara umum adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal (Ratna, 2008: 3). Shipley dalam Ratna (2008: 8) mengatakan bahwa stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari arti kata stilus (Latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Pada dasarnya di sinilah terletak makna kata

  

stilus sehingga kemudian berarti gaya bahasa yang sekaligus berfungsi sebagai

  penggunaan bahasa yang khas. Dalam bidang bahasa dan sastra stil dan stylstic berarti cara-cara penggunaan bahasa yang khas sehingga menimbulkan efek tertentu (Ratna, 2008: 9).

  Tujuan utama gaya bahasa adalah menghadirkan aspek keindahan. Tujuan ini terjadi baik dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa sebagai sistem model dalam ruang lingkup kreativitas sastra. Meskipun demikian, menurut Wellek dan Warren dalam Ratna (2008: 67) kualitas estetis menjadi pokok permasalahan pada tataran bahasa kedua sebab dalam sastralah, melalui metode dan teknik diungkapkan secara rinci ciri-ciri bahasa yang disebut indah, sebagai stilistika. Menurut Wellek dan Warren ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memahami timbulnya aspek-aspek keindahan tersebut, pertama, melalui analisis sistematis sistem linguistik karya sastra, dilanjutkan dengan makna total. Hasilnya adalah sistem linguistik yang khas karya tertentu, karya sastra seorang pengarang, atau sekelompok karya, sebagai periode. Kedua, dengan cara meneliti ciri-ciri estetis karya secara langsung sekaligus membedakannya dengan pemakaian bahasa biasa, seperti deviasi, distorsi, dan inovasi. Langkah-langkahnya, misalnya, mengamati terjadinya perulangan bunyi, inversi, hierarki klausa, yang secara keseluruhan berfungsi untuk menyembunyikan maksud yang sesungguhnya. Baik cara pertama maupun cara kedua sama-sama bertujuan untuk menemukan makna estetis (Ratna, 2008: 67- 68). Persamaan bunyi dalam pantun, seperti: //Berakit-rakit ke hulu, berenang- renang ke tepian// //Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian// bukan semata-mata konvensi tetapi ada kaitannya dengan struktur sosial yang melatarbelakanginya, sehingga sebuah karya di samping menampilkan ciri-ciri genesisnya juga terserap ke dalam kekinian pembacanya. Benar, sesuai dengan konvensi pantun harus ada persamaan bunyi antara ‘berakit-rakit’ dan bersakit- tepian’ dan ‘kemudian’. Tetapi, persamaan bunyi bukan semata-mata hiasan, tetapi memiliki makna yang sekaligus menopang kualitas persamaan bunyi tersebut. Pertama, pantun ini menunjuk situasi pedesaaan, pedalaman, di situ terdapat gunung, sungai, dan prasarana transportasi. Kedua, persamaan mengimplikasikan makna tekstual yang digali melalui semestaan tertentu di tempat karya tersebut lahir. Orang berakit-rakit ke hulu pasti menimbulkan kelelahan, kesakitan, sebaliknya, pada saat ketepian, menuju hilir, kita tinggal bersenang-senang, bahkan sambil bernyanyi dan bersiul. Ketiga, persamaan bunyi pada gilirannya mengevokasi kualitas estetis. Dari segi jumlah suku kata pada setiap baris, demikian juga permainan bunyinya, antara sampiran dan isi, pantun tersebut juga sangat baik. Pada tahap permukaan persamaan inilah memperoleh perhatian sehingga pantun tersebut sering digunakan dalam masyarakat. Di samping itu, persamaan bunyi juga berfungsi mempermudah untuk menghafalkannya (Ratna, 2008: 252-253).

  Di antara gaya, gaya bahasa, dan majas, dalam karya sastra jelas yang paling berperanan adalah gaya bahasa, cara-cara penggunaan medium bahasa secara khas sehingga tujuan dapat dicapai secara maksimal. Gaya lebih banyak berkaitan dengan karya seni nonsastra, sedangkan majas lebih banyak berkaitan dengan aspek kebahasaan. Dengan singkat, gaya bahasa meliputi gaya dan majas. Dalam hubungan ini tujuan yang dimaksudkan meliputi aspek estetis, etis, dan pragmatis. Oleh karena itulah, sebagai pendukung gaya bahasa, jenis majas yang paling dominan adalah penegasan. Untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan, di Dominasi berikut ditunjukkan melalui majas perbandingan degan pertimbangan bahwa karya sastra adalah representasi kemampuan manusia untuk meresepsi keseluruhan aspek kehidupan dengan cara membandingkan. Pertentangan dan sindiran menduduki posisi terendah dengan pertimbangan bahwa dalam kehidupan ini kedua ciri tidak banyak dimanfaatkan oleh manusia (Ratna, 2008: 165-166).

  Metafora didefinisikan melalui dua pengertian, secara sempit dan luas. Pengertian secara sempit, metafora adalah majas seperti metonimia, sinekdoke, hiperbola, dan sebagainya. Pengertian secara luas meliputi semua bentuk kiasan, penggunaan bahasa yang dianggap ‘menyimpang’ dari bahasa baku. Dalam pembicaraan ini metafora lebih banyak ditinjau dalam kaitannya dengan pengertian kedua. Dikaitkan dengan pengertian gaya bahasa secara sempit, sebagai majas, yang secara tradisional sudah dikenal luas, yang dibedakan menjadi majas penegasan, perbandingan, pertentangan, dan majas sindiran, metafora termasuk salah satu unsur majas kedua, majas perbandingan. Dilihat dari hakikat karya sastra secara keseluruhan, sebagai kualitas estetis, perbandingan dianggap sebagai majas yang paling penting sebab semua majas pada dasarnya memiliki ciri-ciri perbandingan. Metaforalah yang paling banyak dan paling intens memanfaatkan perbandingan (Ratna, 2008: 181). Lebih lanjut menurut Scholes dalam Ratna (2008: 183), dengan mengadopsi pendapat Jakobson, semua bentuk kiasan pada dasarnya dapat disebutkan sebagai metafora.

  Dalam pengertian paling luas, stilistika dan estetika bekerja saling keindahan melibatkan berbagai sarana yang dimiliki gaya bahasa (Ratna, 2008: 251). Stilistika dan estetika jelas merupakan aspek penting dalam karya sastra. Stilistika berkaitan dengan medium utama, yaitu bahasa, keindahan berkaitan dengan hasil akhir dari kemampuan medium itu sendiri dalam menampilkan kekhasannya (Ratna, 2008: 253). Bahkan menurut Wellek dan Warren dalam Ratna (2008: 255) stilistika itulah, ilmu gaya dengan kualitas estetis yang dapat menjelaskan ciri-ciri khusus sastra. Stilistika dan estetika merupakan hubungan sebab akibat. Stilistika adalah bagaimana bahasa disusun, digunakan, bahkan dengan melakukan pelanggaran puitika, sehingga melahirkan keindahan. Dilihat dari segi keindahan itu sendiri, jelas pemahamannya tidak tetap, berubah sepanjang waktu, sesuai dengan proses hubungan antara karya sastra dengan subjek penikmat (Ratna, 2008: 255).

1.7 Metode Penelitian

  Penelitian ini meliputi 3 (tiga) tahap, yakni: (i) penyediaan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis. Berikut diuraikan metode dan teknik untuk masing-masing tahap dalam penelitian ini.

  1.7.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data

  Objek penelitian ini adalah gaya bahasa dalam kumpulan cerita pendek

  

Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W. Objek penelitian berada dalam data yang

  berupa kalimat. Data diperoleh dari sumber tertulis, yaitu kumpulan cerita pendek

  

Roro Mendut & Atmo karya Besar S.W yang terdiri atas 6 cerpen, yaitu ”Roro

  Mendut Triman”, ”Atmo Jogja”, ”Menelusuri Jejak Si Korban”, ”Akhir Cerita dilakukan dengan menggunakan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Dalam penerapan lebih lanjut, digunakan teknik catat yakni kegiatan mencatat data yang diperoleh dalam kartu data (Sudaryanto, 1993: 80). Kartu data berupa lembaran-lembaran kertas berukuran 20 cm x 16 cm. Tiap-tiap kartu data berisi beberapa kalimat yang mengandung gaya bahasa.

  1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data