Gaya bahasa berdasarkan makna kata dalam kumpulan cerita pendek Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto - USD Repository

  

GAYA BAHASA BERDASARKAN MAKNA KATA

DALAM KUMPULAN CERITA PENDEK SANG PRESIDEN

KARYA HERRY GENDUT JANARTO

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh: Yuni Tri Pamungkas

  NIM : 014114025

  

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

GAYA BAHASA BERDASARKAN MAKNA KATA

DALAM KUMPULAN CERITA PENDEK SANG PRESIDEN

KARYA HERRY GENDUT JANARTO

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh: Yuni Tri Pamungkas

  NIM : 014114025

  

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

ABSTRAK

  Tri Pamungkas, Yuni. 2007. “Gaya Bahasa Berdasarkan Makna Kata dalam Kumpulan Cerita Pendek Sang Presiden Karya Herry Gendut Janarto”. Skripsi Strata 1 (S-1) Program Studi Sastra Indonesia Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Dalam skripsi ini dilaporkan hasil penelitian tentang gaya bahasa berdasarkan makna kata dalam kumpulan cerita pendek Sang Presiden. Ada satu masalah yang harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu jenis gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam kumpulan cerita pendek Sang Pesiden?. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan cerita pendek Sang Presiden .

  Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis data. Data diperoleh dari kumpulan cerita pendek Sang

  

Presiden . Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Data

dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih.

  Metode padan yang digunakan adalah metode padan referensial yang alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjukkan oleh bahasa atau referen bahasa dilanjutkan dengan metode agih, dan teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik ganti dan teknik lesap. Pemaparan hasil analisis data dilakukan dengan metode informal dan formal.

  Gaya bahasa yang ditemukan dalam kumpulan cerita pendek Sang Presiden berjumlah 7 gaya bahasa, yaitu (i) gaya bahasa hiperbola, (ii) gaya bahasa metafora, (iii) gaya bahasa persamaan (simile), (iv) gaya bahasa personifikasi, (v) gaya bahasa litotes, (vi) gaya bahasa pleonasme, dan (vii) gaya bahasa asindeton.

  

ABSTRACT

  Tri Pamungkas, Yuni. 2007. “Language Styles Based on Word Meaning in Herry Gendut Janarto’s Short Story Antology Entitle Sang Presiden ”. Thesis-1: Study Program of Indonesian Literature Faculty of Literature, Sanata Dharma University. This thesis reports the result of research about language styles based on word meaning in Herry Gendut Janarto’s short story antology entitle Sang Presiden. A problem that will be answered in this research that is what kinds of language styles uses in Herry Gendut Janarto’s short story antology entitle Sang Presiden ? This research is aimed to describe the kinds of language styles uses in short story antology entitle Sang Presiden.

  The research is conducted in three stages. They are collecting data, analyzing data, and describing of the data analyzing result. The data is collected from the short story antology entitle Sang Presiden. The data collecting data is done with listening method and writing method. The data in this research is analyzed with using padan (identity) method and agih (distributional) method. Padan (identity) method that used is referential (identity) method is the decisive factor in the fact that showed by language or language reference and is continued with agih method, and next technique that used is change technique and lesap technique. The describtion result of data analysis is carried on by formal and informal method.

  There are 7 result language styles find in Herry Gendut Janarto the short story antology entitle Sang Presiden they are (i) hyperbole, (ii) simile, (iii) personification, (iv) metaphore, (v) litotes, (vi) pleonasm, and (vii) ascindenton.

KATA PENGANTAR

  Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang MahaKasih atas limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Gaya Bahasa Berdasarkan Makna Kata dalam Kumpulan Cerpen

  

Sang Presiden Karya Herry Gendut Janarto, sebagai salah satu syarat untuk

  memperoleh gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya kebaikan, bantuan, dan dukungan baik secara material maupun spiritual dari berbagai pihak. Kebaikan, perhatian, bantuan, dan dukungan tersebut hadir dalam kehidupan penulis terutama saat menjalani perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

  Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi ini.

  1. Bapak Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis, hingga terselesainya skripsi ini.

  2. Bapak Dr.I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini, dengan memberikan petunjuk dan masukan kepada penulis.

  3. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum., Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Bapak Drs. FX. Santosa, M.S., Bapak Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Ibu Tjandrasih Adji, M.Hum., Ibu S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum. atas bimbingannya selama penulis menjalani studi di Universitas Sanata Dharma.

  4. Staf Sekertariat Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma atas pelayanannya dalam bidang administrasi.

  5. Staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberi peminjaman buku yang diperlukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah mendoakan, memberi semangat, dukungan dan usaha keras untuk memenuhi kebutuhan penulis selama menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.

  7. Kakak-kakak tercinta yang selalu memberi dukungan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

  8. A.Yudo Hadianto yang telah memberi semangat dan dengan kasih sayangnya menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  9. Teman-teman Sastra Indonesia Angkatan 2001 yang selalu memberi semangat dan dukungannya serta terima kasih atas kebersamaan kalian selama studi di Universitas Sanata Dharma.

  10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.

  Yogyakarta, 2007

  DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………………………………....................... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................... iv ABSTRAK ..................................................................................................................... v ABSTRACT................................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................................... vii DAFTAR ISI.................................................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................

  1 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH .........................................................

  1 1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................

  3 1.3 TUJUAN PENELITIAN...........................................................................

  3 1.4 MANFAAT PENELITIAN.......................................................................

  4 1.5 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

  4 1.6 LANDASAN TEORI................................................................................

  6 1.6.1 PENGERTIAN GAYA BAHASA ...............................................

  6 1.6.2 JENIS-JENIS GAYA BAHASA ..................................................

  9 1.7 METODE PENELITIAN..........................................................................

  11 1.7.1 METODE DAN TEKNIK PENYEDIAAN DATA......................

  11 1.7.2 METODE DAN TEKNIK ANALISIS DATA .............................

  12 1.7.3 METODE PENYAJIAN HASIL ANALISIS DATA...................

  14

  BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................

  15 2.1 GAYA BAHASA HIPERBOLA ...........................................................

  15 2.2 GAYA BAHASA METAFORA............................................................

  27 2.3 GAYA PERSAMAAN (SIMILE) .........................................................

  33 2.4 GAYA BAHASA PERSONIFIKASI ....................................................

  40 2.5 GAYA BAHASA LITOTES .................................................................

  47 2.6 GAYA BAHASA PLEONASME..........................................................

  48 2.7 GAYA BAHASA ASINDETON...........................................................

  49 BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN......................................................................................

  52 3.2 SARAN ..................................................................................................

  53 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Dalam skripsi ini dikaji tentang gaya bahasa dalam kumpulan cerita pendek (cerpen) Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto. Gaya bahasa adalah bahasa yang indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal yang lebih umum (Dale via Tarigan 1985: 5). Adapun cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi (pada suatu ketika) (Tim Penyusun KBBI, 1995: 165).

  Edgar Allan Poe, sastrawan kenamaan dari Amerika, mengatakan bahwa cerpen adalah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Panjang suatu cerpen sangat bermacam-macam. Cerpen yang hanya terdiri dari 500-an kata atau dikategorikan sebagai cerpen yang pendek (short-short-

  

story ). Ada juga cerpen yang panjangnya cukupan (midle short story). Selain itu ada

  juga cerpen yang panjang (long short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata (Nurgiyantoro, 2005: 10).

  Kumpulan cerpen Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto yang diterbitkan pada tahun 2003 terdiri atas 10 judul, “Sang Presiden” (SP), “Jodoh” (Jd), “Obituari” (Obi), “Kuping” (Kpg), “Parfum” (Prf), “Partai Baru” (PB), “Pembunuh Bayaran”

  2 (PBy), “Lukisan” (Luk), “Mobil Seribu Pulau” (MSP), dan “Suatu Hari di Pringgodani” (SHP). Cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen Sang Presiden menggunakan bermacam-macam jenis gaya bahasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh-contoh berikut.

  (1) Utang luar negeripun kian menggelembung. (2) Bayangan akan sosok wanita Jawa berkelebat cepat di layar angannya seperti rangkaian slide yang diputar cepat ganti berganti.

  (3) Sebisa mungkin saya sempatkan membacai kolom yang cerdas bernas itu. Dalam contoh (1) digunakan gaya bahasa hiperbola, yaitu gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Dalam contoh (1) gaya bahasa hiperbola tersebut ditunjukkan dengan kata kian menggelembung. Dalam contoh (2) digunakan gaya bahasa perumpamaan, yaitu perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda tetapi di anggap sama. Dalam contoh (2) gaya bahasa perumpamaan tersebut ditunjukkan dengan kata seperti. Dalam contoh (3) digunakan gaya bahasa personifikasi, yaitu gaya bahasa perbandingan yang membandingkan benda mati atau tidak dapat bergerak seolah-olah bernyawa dan dapat berperilaku seperti manusia. Dalam contoh (3) gaya bahasa personifikasi tersebut ditunjukkan dengan kata cerdas.

  Dipilihnya topik penelitian tentang gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dalam kumpulan cerita pendek Sang Presiden didasarkan atas alasan berikut.

  Pertama, gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Sang Presiden mengandung masalah,

  Kedua, belum adanya penelitian yang secara khusus mengkaji gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen Sang Presiden. Pembatasan dalam penelitian ini adalah mengkaji tentang gaya bahasa berdasarkan makna kata. Penelitian ini hanya mengungkapkan gaya bahasa yang bersifat tunggal. Dan tidak memasukkan gejala penggunaan gaya bahasa yang bersifat lebih dari satu (campuran).

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah (butir 1.1), masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: Gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam kumpulan cerpen Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto ?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: Mendeskripsikan jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan cerpen Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto.

  3

  4

1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini bermanfaat secara teoretis maupun praktis. Bagi linguistik, terutama semantik bahwa makna kata dapat diungkapkan dengan berbagai cara yang terwujud dalam gaya bahasa. Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi penciptaan atau penulisan sebuah karya sastra khususnya cerita pendek.

1.5 Tinjauan Pustaka

  Dalam berbagai penelitian khususnya tentang gaya bahasa sudah banyak dilakukan, diantaranya penelitian tentang gaya bahasa dalam iklan seperti yang dilakukan oleh Allfrita dan Wahyuningsih. Allfrita mengambil gaya bahasa dalam iklan produk kosmetik sedangkan Wahyuningsih mengambil gaya bahasa dalam iklan produk barang berbahasa Indonesia. Menurut sebatas pengetahuan penulis penelitian tentang gaya bahasa dalam karya sastra belum dilakukan. Oleh karena itu, untuk menambah penelitian tentang gaya bahasa, penelitian ini membahas tentang gaya bahasa dalam karya sastra khususnya cerpen. Cerpen yang digunakan adalah kumpulan cerpen Sang Presiden karya Herry Gendut Janarto dengan mengkaji makna katanya.

  Dalam skripsi yang berjudul “Penonjolan Topik dan Gaya Bahasa Wacana Iklan Produk Kosmetik dalam Majalah Femina Tahun 2003”. Allfrita membahas tentang bagaimanakah cara penonjolan topik dalam wacana iklan produk kosmetik di

  5 majalah Femina tahun 2003 dan gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam wacana iklan produk kosmetik di dalam majalah Femina tahun 2003. Pertama berdasarkan penonjolan topiknya WIPK yaitu, variasi penonjolan topik yang terjadi dalam wacana iklan ini berupa penonjolan topik dengan cara pengedepanan (foregrounding), ortografis, pengulangan, dan penonjolan topik campuran (ortografi dan pengulangan, pengedepanan dan ortografis, pengedepanan, ortografis dan pengulangan). Kedua berupa variasi penggunaan gaya bahasa dalam wacana iklan terdiri dari bentuk gaya bahasa antitesis, personifikasi, klimaks, repetisi, anadiplosis, hiperbola, erotesis, depersonifikasi, asindeton dan personifikasi, repetisi dan personifikasi, personifikasi dan klimaks, erotesis dan sinekdok, antitesis dan hiperbola, antitesis dan personifikasi, erotesis dan personifikasi, perumpamaan dan repetisi, asindeton, personifikasi dan erotesis, personifikasi, paralelisme dan repetisi, repetisi, pleonasme dan personifikasi, hiperbola, personifikasi dan klimaks, repetisi, erotesis dan personifikasi, personifikasi, perumpamaan dan hiperbola, repetisi, personifikasi dan hiperbola, repetisi, personifikasi dan antitesis.

  Penelitian Wahyuningsih dalam skripsinya yang berjudul “Gaya Bahasa Dalam Iklan Produk Barang Berbahasa Indonesia pada Harian Kompas Edisi Februari 2005”, menghasilkan analisis tentang jenis gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam iklan produk barang pada harian Kompas dan gaya bahasa apa saja yang paling banyak digunakan dalam iklan produk barang pada harian Kompas. Gaya bahasa yang ditemukan dalam iklan produk barang tersebut berjumlah 90 gaya bahasa.

  Urutan gaya bahasa itu adalah (i) gaya bahasa hiperbola berjumlah 42, (ii) gaya

  6 bahasa retoris berjumlah 6, (v) gaya bahasa aliterasi berjumlah 6, (vi) gaya bahasa asidenton berjumlah 4, (vii) gaya bahasa polisindeton berjumlah 4, (viii) gaya bahasa metonimia berjumlah 2, (ix) gaya bahasa asonansi berjumlah 2, (x) gaya bahasa repetisi berjumlah 2, (xi) gaya bahasa simile berjumlah 1, (xii) gaya bahasa epitet berjumlah 1,(xiii) gaya bahasa pleonasme berjumlah 1, (xiv) gaya bahasa klimaks berjumlah 1, (xv) gaya bahasa antiklimaks berjumlah 1.

1.6 Landasan Teori

  Untuk keperluan penelitian ini, perlu dikemukakan landasan teori tentang pengertian gaya bahasa dan jenis-jenis gaya bahasa.

1.6.1 Pengertian Gaya Bahasa

  Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan gaya bahasa tertentu dapat merubah serta menimbulkan konotasi tertentu. (Dale, 1971 : 220 via Tarigan, 1985 : 5). Selain itu gaya bahasa adalah cara mempergunakan gaya bahasa secara imajinatif bukan dalam pengertian yang benar-benar secara alamiah saja (Warriner, 1997 : 602). Gaya bahasa merupakan bentuk retorik yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Di samping itu gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian

  7 penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung 3 (tiga) unsur berikut: kejujuran, sopan santun, dan menarik. (Keraf, 2004 : 113).

  Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan diri sendiri baik melalui bahasa maupun tingkah laku dan sebagainya. Gaya bahasa adalah bahasa yang indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Penggunaan gaya bahasa dapat mengubah serta menimbulkan konotasi berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca (Dale, 1970: 20 via Tarigan, 1985: 5). Menurut Kridalaksana (1983: 49), gaya bahasa adalah suatu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur kata atau menulis. Menurut Keraf (2004: 113) style atau gaya bahasa dapat dibatasi dengan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

  Tarigan (1989: 8-203) dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Gaya

  

Bahasa menyatakan pengertian gaya bahasa, yaitu bahasa yang indah yang

  dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda lain yang lebih umum. Dengan kata lain, gaya bahasa adalah penggunaan bahasa tertentu yang dapat merubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Tarigan (1989 : 179-197) dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Kosakata menyatakan gaya bahasa sebagai bahasa kias atau majas. Majas, kiasan, atau figure of speech adalah bahasa kias, bahasa yang indah dipergunakan untuk meingkatkan efek dengan jalan

  8 benda lain yang lebih umum. selain itu, majas juga berarti juga bahasa yang digunakan secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar secara alamiah. Pembagian majas dibagi menjadi 4 (empat), yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, majas perulangan. Majas perbandingan meliputi perumpamaan, kiasan, sindiran, dan antitesis. Majas pertentangan meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paranomasia, paralipsis, zeugma. Majas pertautan meliputi metonimia, sinekdoke, antaklasis, kiasmus, dan repetisi. Tarigan membagi gaya bahasa menjadi 4 (empat), gaya bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan, perulangan. Penjelasan tentang jenis-jenis gaya bahasa tidak sedetail dalam bukunya yang pertama Pengajaran Gaya Bahasa.

  Keraf (2004 : 112-145) dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa menyatakan gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Keraf membagi jenis-jenis gaya bahasa menjadi 2 (dua), yaitu : dari segi non bahasa dan dari segi bahasa. Dari segi bahasa, gaya bahasa dapat dibagi menjadi tujuh, yaitu : (i) Pengarang, (ii) Maya, (iii) Media, (iv) Subyek, (v) Tempat, (vi) Hadirin, (vii) Tujuan.

  Dari segi bahasa dapat dibedakan menjadi 4 (empat) : (i) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (ii) Gaya bahasa yang terkandung dalam wacana, (iii) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, (iv) Gaya bahasa yang berdasarkan langsung atau tidaknya makna. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, terdiri dari 3 (tiga) yaitu : (i) Gaya bahasa resmi, (ii) Gaya bahasa tak resmi, (iii) Gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari 3 (tiga) yaitu : (i) Gaya sederhana, (ii) Gaya

  9 (lima) yaitu : (i) Klimaks, (ii) Antiklimaks, (iii) Paralelisme, (iv) Antitesis, (v) Repetisi. Gaya bahasa berdasar langsung tidaknya makna, terdiri atas 2 (dua) yaitu : (i) Gaya bahasa ritoris, (ii) Gaya bahasa kiasan.

1.6.2 Jenis-jenis Gaya bahasa

  Teori tentang jenis-jenis gaya bahasa yang dianut adalah pendapat Keraf (2004 : 129-145), yaitu gaya bahasa berdasarkan langsung atau tidaknya makna.

  a) Gaya bahasa Hiperbola Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan suatu hal.

  Contoh: Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.

  b) Gaya bahasa Metafora Gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.

  Contoh: Pemuda-pemudi adalah bunga bangsa.

  c) Gaya bahasa Persamaan (Simile) Gaya bahasa Persamaan (Simile) adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Contoh: Matanya seperti bintang timur.

  10

  d) Gaya bahasa Litotes Gaya bahasa Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.

  Contoh: Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.

  e. Gaya bahasa Pleonasme Gaya bahasa Plesonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak dari pada yang diperlukan untuk menyatakan suatu pikiran atau gagasan. Contoh: Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.

  f) Gaya bahasa Personifikasi Gaya bahasa Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Contoh: Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.

  g) Gaya bahasa Asindeton Gaya bahasa Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa, yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Contoh: Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.

  11

1.7 Metode Penelitian

  Penelitian ini meliputi 3 (tiga) tahap, yakni : (i) penyediaan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis. Berikut diuraikan metode dan teknik untuk masing-masing tahap dalam penelitian ini.

  1.7.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data

  Objek penelitian ini adalah gaya bahasa dalam kumpulan cerpen Sang

  

Presiden karya Herry Gendut Janarto. Objek penelitian berada dalam data yang

  berupa kalimat. Data diperoleh dari sumber tertulis, yaitu kumpulan cerpen Sang

  

Presiden karya Herry Gendut Janarto yang terdiri atas 10 cerpen yaitu: “Sang

  Presiden”, “Jodoh”, “Obituari”, “Kuping”, Parfum”, “Partai Baru”, Pembunuh Bayaran”, “Lukisan”, Mobil Seribu Pulau”, dan “Suatu Hari di Pringgodani”.

  Penyediaan data dilakukan dengan menggunakan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993 : 133). Dalam penerapan lebih lanjut, digunakan teknik catat yakni kegiatan mencatat data yang diperoleh dalam kartu data (Sudaryanto, 1984 : 40). Kartu data berupa lembaran-lembaran kertas berukuran 20 cm x 16 cm. Masing-masing kartu data berisi beberapa kalimat yang mengandung gaya bahasa.

  1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

  Langkah kedua adalah menganalisis data. Setelah data diklasifikasikan, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah

  12 (langue) yang bersangkutan. Metode padan yang digunakan yaitu metode padan referensial yang alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjukkan oleh bahasa atau referen bahasa (Sudaryanto, 1993 : 13-14). Untuk menentukan gaya bahasa dalam kumpulan data yang sudah ada digunakan metode padan referensial untuk menentukan pengklasifikasian gaya bahasa. Karena gaya bahasa itu menyangkut masalah perbedaan makna unsur gaya bahasa dengan makna dalam kumpulan cerpen

  

Sang Presiden , maka metode padan dipandang sebagai kata metode yang tepat.

  Contoh: Korupsi tambah merajalela; Setelah itu terbungkus gulita malam; Betapa

  

laju karier teman satu ini melesat bak meteor. Kemudian data yang sudah terkumpul

  lalu diklasifikasikan berdasarkan jenis gaya bahasa yang digunakan. Contoh: gaya

  

bahasa hiperbola: Korupsi tambah merajalela; gaya bahasa metafora: Setelah itu

terbungkus gulita malam; gaya bahasa persamaan (simile): Betapa laju karier teman

satu ini melesat bak meteor.

  Dalam penelitian ini juga digunakan metode agih, yaitu metode penelitian yang menggunakan bahasa itu sendiri sebagai alat penentunya (Sudaryanto, 1993 : 15). Teknik yang digunakan dari metode agih ini adalah teknik bagi unsur langsung atau yang sering disebut dengan teknik BUL. Teknik BUL adalah teknik dasar metode agih yang membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993 : 31) Teknik lanjutan dalam metode agih ini adalah teknik ganti dan teknik lesap.

  Teknik ganti adalah teknik analisis data berupa penggantian unsur satuan lingual

  13 bersangkutan. Teknik ini digunakan untuk membuktikan jenis gaya bahasa. Dalam contoh berikut terdapat dalam gaya bahasa hiperbola. Untuk lebih jelasnya lihat contoh berikut:

  (4) Sejam kemudian Bandempo telah berkubang di tengah telaga massa.

  Sebagai bukti bahwa kata berkubang dan telaga bermakna ‘berkumpul’ dan ‘kumpulan’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata berkumpul dan kumpulan, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:

  (4a) Sejam kemudian Bandempo telah berkumpul di tengah kumpulan massa.

  Teknik lesap adalah teknik analisis data berupa pelesapan, menghilangkan, menghapuskan, mengurangi unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan. Teknik ini digunakan untuk pembuktikan gaya bahasa persamaan (simile). Untuk lebih jelasnya lihat contoh berikut:

  (5) Antara saya dan Haryo Sungkowo kian berjarak bagaikan bumi dan langit.

  Dalam kalimat di atas unsur yang dilesapkan atau dihilangkan adalah bagaikan bumi

  dan langit. Sebagaimana terdapat dalam contoh berikut: (5a) Antara saya dan Haryo Sungkowo kian berjarak.

  14

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

  Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil analisis data. Metode yang digunakan adalah metode informal. Metode informal adalah metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa, dalam teori ini tidak menggunakan rumus atau lambang-lambang (Sudaryanto, 1993 : 145). Juga digunakan metode formal yaitu metode penyajian analisis data dengan menggunakan tabel-tabel sesuai keperluan.

1.8 Sistematika Penyajian

  Penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I Pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penyajian. Bab II berisi pembahasan. Bab III berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.

BAB II PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan tentang jenis-jenis gaya bahasa pada kumpulan cerpen Sang Presiden. Jenis-jenis gaya bahasa tersebut ditentukan berdasarkan langsung tidaknya makna. Berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya bahasa yang ditemukan dalam

  kumpulan cerpen Sang Presiden meliputi tujuh gaya bahasa, yaitu (i) gaya bahasa hiperbola, (ii) gaya bahasa metafora, (iii) gaya bahasa personifikasi, (iv) gaya bahasa pleonasme, (v) gaya bahasa litotes, (vi) gaya bahasa sinisme, dan (vii) gaya bahasa asindeton. Berikut ini uraian tentang masing-masing gaya bahasa tersebut.

2.1 Gaya Bahasa Hiperbola

  Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan suatu hal (Keraf, 2004 : 135). Dari hasil penelitian ditemukan gaya bahasa hiperbola. Berikut ini contohnya: (5) Tak pelak, Haryo Timbil memang tampil lebih matang dari usianya. (6) Korupsi tambah merajalela. (7) Pengangguran semakin membengkak tak terkendali. (8) Utang luar negeri kian menggelembung (9) Takhta benar-benar untuk rakyat, tambahnya berkobar. (10) Betapa Bu Kamsi selalu mendesak-desak, tepatnya menggedor-gedor dirinya agar segera menikah. (11) “Ya, Presiden”, tandas Haryo Timbil bergelora. (12) Ini namanya fitnah ! desis Maryatun dengan nada memuncak.

  16 (13) “Itu merusak jiwa mereka”, balas Bu Minah membara.

  (14) Setiap kali matanya kembali menabrak iklan tadi. (15) Sebenarnya Djody adalah manusia pemalu untuk urusan memburu wanita. (16) Salah satu rahasia pribadinya selama ini ditutup rapat-rapat justru ia kuak. (17) Ia juga yakin, di tengah derasnya operasi sikat bersih pasti ada polisi dan satuan keamanan.

  (18) Musibah yang menggasak diri dan keluarganya pelan dan pelan coba ia lupakan. (19) Ada yang supergemuk makmur, ada yang meranggas superekonomis.

  Pada kalimat (5) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

matang . Kata matang dalam kalimat ini mempunyai makna ‘dewasa’. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 637) kata matang mempunyai arti ‘masak’.

  Kata masak biasa digunakan dalam hal sayur dan buah, sedangkan kata dewasa menunjukkan perkembangan seseorang menuju kedewasaan yang berhubungan dengan perkembangan fisik dan psikologis. Penggunaan kata matang dalam cerpen ini memang mengungkapkan bahwa seseorang yang bernama Haryo Timbil mempunyai kemampuan yang lebih dibandingkan dengan teman-temannya dan pandai berbicara selayaknya tokoh politisi Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari kalimat sesudahnya yaitu, Ia selalu berada selangkah dua langkah ke depan di banding sebayanya, termasuk diri saya (SP, hlm. 4). Oleh karena itu kata matang dalam kalimat ini bermakna ‘dewasa’. Untuk membuktikan bahwa kata matang dalam kalimat (5) bermakna ‘dewasa’, perhatikan penggantian di bawah ini:

  (5a) Tak pelak, Haryo Timbil memang tampil lebih dewasa dari usianya.

  Pada kalimat (6) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  17 Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 811) kata merajalela mempunyai arti ‘berbuat sewenang-wenang’. Penggunaan kata merajalela dalam kalimat ini kata merajalela mengungkapkan bahwa penderitaan masyarakat sekarang ini bertambah banyak dan semakin menjadi. Hal itu bisa dilihat dengan kalimat yang sebelumnya yaitu, Ia kelewat sedih dan murung karena negerinya sampai hari ini, tahun 2012 tetap saja amburadul (SP, hlm.13). Sebagai bukti bahwa kata merajalela bermakna ‘banyak’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata banyak, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:

  (6a). Korupsi tambah banyak. Pada kalimat (7) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

membengkak . Kata membengkak dalam kalimat ini mempunyai makna ‘banyak’.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 116) kata membengkak mempunyai arti ‘menjadi bengkak’. Kata membengkak biasanya digunakan untuk menyatakan luka yang memar karena terbentur sehingga menjadi bengkak. Penggunaan kata

  

membengkak dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa pengangguran tidak bisa

  diatasi lagi dan semakin hari semakin meningkat jumlahnya. Hal itu dapat dilihat dari kalimat sebelumnya yaitu, kekacauan politik terus menjadi-jadi (SP, hlm.13). Untuk membuktikan bahwa kata membengkak dalam kalimat (6) bermakna ‘bertambah banyak’, perhatikan penggantian di bawah ini:

  (7a) Pengangguran semakin banyak tak terkendali.

  18 Pada kalimat (8) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

menggelembung. Kata menggelembung dalam kalimat ini mempunyai makna

  ‘menjadi besar’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 302) kata

  

menggelembung mempunyai arti ‘menjadi besar karena berisi udara’. Penggunaan

  kata mengelembung dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa utang luar negeri menjadi besar dan itu merupakan keadaan yang sangat memprihatinkan Negara. Hal itu bisa dilihat dari kalimat sebelumnya yang menyatakan keprihatinan dengan apa yang sedang terjadi di Negara kita yaitu, hukum tetap saja kusut dan lunglai (SP, hlm.13). Sebagai bukti bahwa kata menggelembung bermakna ‘menjadi besar’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata menjadi besar, sebagaimana terlihat dalam contoh berikut: (8a) Utang luar negeri kian menjadi besar.

  Pada kalimat (9) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

berkobar. Kata berkobar mempunyi makna ‘semangat’. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1995: 510) kata berkobar mempunyai arti ‘menyala besar’.

  Penggunaan kata berkobar dalam kalimat ini mengungkapkan dengan semangat yang besar untuk menyatakan bahwa menjadi seorang presiden itu tidaklah sulit, yang terpenting seorang presiden harus bisa ngemong rakyat dan kuncinya melayani masyarakat. Hal itu dapat dilihat dari kalimat sebelumnya yaitu, kedaulatan rakyat harus dijunjung tingi-tinggi, dan jangan sekali-kali menyakiti hati rakyat (SP, hlm.3). Untuk membuktikan bahwa kata berkobar dalam kalimat (9) bermakna

  19 (9a) “Takhta benar-benar untuk rakyat”, tambahnya bersemangat.

  Pada kalimat (10) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

mendesak-desak dan menggedor-gedor. Kata mendesak-desak mempunyai makna

‘menganjurkan’ sedangkan kata menggedor-gedor mempunyai makna ‘menyuruh’.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 298) kata mendesak-desak mempunyai arti ‘mendorong dengan tubuh’, sedangkan mengedor-gedor mempunyai arti ‘mengetuk (memukul) pintu keras-keras’ (1995, 298). Penggunaan kata

  

mendesak-desak dan menggedor-gedor dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa

  Djody disuruh ibunya untuk segera menikah. Hal itu dapat dilihat dari kalimat setelahnya yaitu, seolah sang ibu esok pagi akan meninggal dunia dan tak bisa menyaksikan putra bungsunya hidup membangun keluarga (Jd, hlm.20). Sebagai bukti bahwa kata mendesak-desak dan menggedor-gedor bermakna ‘menganjurkan’ dan ‘menyuruh’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata menganjurkan dan menyuruh, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:

  (10a) Betapa Bu Kamsi selalu menganjurkan, tepatnya menyuruh dirinya agar segera menikah.

  Pada kalimat (11) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

bergelora. Kata bergelora dalam kalimat ini mempunyai makna ‘semangat’.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 305) kata bergelora mempunyai arti ‘bergolak hebat’. Penggunaan kata bergelora dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa Haryo Timbil tidak patah semangat meskipun keinginan untuk menjadi

  20 nama Presiden. Hal itu dapat dilihat dari kalimat “Saya boleh gagal jadi presiden, tapi tidak ada salahnya cucu saya ini punya nama Presiden. Jadi meskipun kelak ia jadi dosen atau karyawan bank atau mungkin satpam, tetap saja cucu saya ini dipanggil Presiden. Ya, Presiden Haryo Sungkowo!” (SP, hlm17). Untuk membuktikan bahwa kata bergelora dalam kalimat (11) bermakna ‘bersemangat’, perhatikan penggantian di bawah ini: (11a) “Ya, Presiden”, tandas Haryo Timbil bersemangat.

  Pada kalimat (12) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

memuncak. Kata memuncak dalam kalimat ini mempunyai makna ‘tinggi’. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 798) kata memuncak mempunyai arti ‘menuju

  puncak’. Kata menuju puncak biasa digunakan dalam hal pendakian untuk menuju puncak yang paling atas. Penggunaan kata memuncak dalam kalimat ini mengungkapkan pembelaan diri atas apa yang dituduhkan pada Maryatun, karena bertamu malam-malam ke rumah Pak Wongso. Hal ini bisa dillihat dari kalimat sebelumnya yaitu, “Betul begitu?” sahut Pak RT seraya mengerahkan pandangannya pada kedua “terdakwa” itu (Kpg, hlm.48). Sebagai bukti bahwa kata memuncak bermakna ‘tinggi’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata tinggi, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:

  (12a) “Ini namanya fitnah! desis Maryatun dengan nada tinggi.

  21 Pada kalimat (13) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

membara. Kata membara dalam kalimat ini mempunyai makna ‘marah’. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 93) kata membara mempunyai arti ‘panas

  berapi seperti bara (barang sesuatu (arang) yang terbakar dan masih berapi)’. Penggunaan kata membara dalam kalimat ini mengungkapkan kemarahan Bu Minah atas kelakuan Pak Wongso yang diketahui oleh anak-anaknya yang dinilai berpengaruh buruk bagi perkembangan mereka. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukung yaitu, Pak Wongso melotot. “Ada apa kamu ikut campur urusanku.

  Anak-anakku, si Yuli dan Arto juga tahu semua.” (Kpg, hlm.49). Untuk membuktikan bahwa kata membara dalam kalimat (12) bermakna ‘marah’, perhatikan penggantian di bawah ini: (13a) “Itu merusak jiwa mereka”, balas Bu Minah marah.

  Pada kalimat (14) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

menabrak . Kata menabrak dalam kalimat ini mempunyai makna ‘menatap’. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 987) kata menabrak mempunyai arti

  ‘melanggar, menumbuk’. Kata melanggar biasa digunakan dalam hal pelanggaran aturan yang berlaku. Penggunaan kata menabrak dalam kalimat ini mengungkapkan keinginan Djody untuk memperhatikan rubrik “Kontak Jodoh” yang ada di Koran harian pagi ibu kota. Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya yaitu, Baris-baris iklan itu seperti punya daya sihir (Jd, hlm19). Sebagai bukti bahwa kata

  

menabrak bermakna ‘menatap’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata menatap,

  22 (14a) Setiap kali matanya menatap iklan tadi.

  Pada kalimat (15) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

memburu . Kata memburu mempunyai makna ‘mencari’. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1995: 159) kata memburu mempunyai arti ‘mengejar atau

  menyusul (hendak menangkap)’. Penggunaan kata memburu dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa Djody tidak pandai dalam bergaul dengan wanita apalagi untuk dijadikannya seorang istri. Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya yaitu, Masa sekolah masa remaja, habis untuk studi. Padahal ia sama sekali tak buruk rupa. Ganteng malah, seperti yang acap dilontarkan teman-teman sekolah dan kuliahnya (Jd, hlm.25). Untuk membuktikan bahwa kata memburu bermakna ‘mencari’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata mencari, sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:

  (15a) Sebenarnya Djody adalah manusia pemalu untuk urusan mencari wanita.

  Pada kalimat (16) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

ditutup rapat-rapat. Kata ditutup rapat-rapat mempunyai makna ‘disimpan’.Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 819) kata ditutup rapat-rapat mempunyai arti

  ‘tertutup benar-benar hingga tak bercelah’. Penggunaan kata ditutup rapat-rapat dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa Mursarip mempunyai sebuah rahasia yang tidak diketahui oleh banyak orang. Hal itu dapat dilihat dari kalimat yang mendukung yaitu, Sungguh mengejutkan bahwa ternyata, dalam hidupnya, ia sebenarnya

  23

  

rapat bermakna ‘disimpan’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata disimpan,

  sebagaimana terdapat dalam contoh berikut: (16a) Salah satu rahasia pribadinya selama ini disimpan justru ia kuak.

  Pada kalimat (17) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

derasnya . Kata derasnya mempunyai makna ‘maraknya’. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1995: 225) kata derasnya mempunyai arti ‘sangat cepat’.

  Penggunaan kata derasnya dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa adanya operasi sikat bersih yang dilakukan polisi untuk mengamankan masyarakat dari orang yang tidak bertanggungjawab. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukung yaitu, Sengaja ia hanya naik taksi agar jejaknya tak mudah dilacak (PBy, hlm.78). Untuk membuktikan bahwa kata derasnya dalam kalimat (17) bermakna ‘maraknya’, perhatikan penggantian di bawah ini:

  (17a) Ia juga yakin, di tengah maraknya operasi sikat bersih pasti ada polisi dan satuan keamanan.

  Pada kalimat (18) unsur yang menunjukkan gaya bahasa hiperbola adalah kata

  

menggasak. Kata menggasak mempunyai makna ‘menimpa’. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1995: 296) kata menggasak mempunyai arti ‘menerjang

  (menyepak, menendang)’. Penggunaan kata menggasak dalam kalimat ini mengungkapkan musibah yang dialami Tunggono dan keluarganya sangat merugikan mereka sehingga membuat Mursarip harus bekerja keras untuk memulihkan keadaan keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang

  24 mendukung yaitu, Amuk air bah berlalu sudah. Tunggono kembali bekerja keras, dan tetap setia kelilling kota sebagai sopir bajaj (MSP, hlm.102). Sebagai bukti bahwa kata menggasak bermakna ‘menimpa’, kata tersebut dapat digantikan dengan kata

  menimpa , sebagaimana terdapat dalam contoh berikut:

  (18a) Musibah yang menimpa diri dan keluarganya pelan dan pelan coba ia lupakan.