Strategi Strategi Guru Pembelajar 2017 - Cuman Info penghambat

Penghambat

Pertama, kesiapan guru belajar secara daring. Tidak semua guru terbiasa
menggunakan komputer meskipun teknologi informasi dan komputer (TIK) sudah lama
masuk ke sistem dan pembelajaran sekolah.
Laporan Microsoft Asia Edu Tech Survey 2016 terhadap sekitar 200 tenaga pengajar
se-Asia-Pasifik menyimpulkan bahwa masih banyak guru yang belum melek teknologi
akibat kurangnya pelatihan, pendanaan, dan kurikulum yang belum terintegrasi dengan
perkembangan teknologi.
Cara belajar dan mengajar guru masih konvensional meskipun di sekolah sudah
difasilitasi komputer dan infokus. Cara berpikir guru masih tradisional. Belajar daring
adalah satu di antara cara belajar yang niscaya dan perlu bagi guru di abad ke- 21 ini.
Komputer yang terkoneksi internet menyajikan bahan belajar yang akan membantu
guru dalam belajar dan mengajar. Kebijakan GP tidak akan cepat bisa mengubah cara
pandang guru terhadap TIK meskipun kebijakan ini dinilai baik oleh banyak kalangan.
Kedua, guru tidak punya komputer karena tidak mampu membeli atau tidak
menganggap perlu memiliki. Gaji guru masih sangat rendah. Disebutkan bahwa ratarata gaji guru honorer yang bekerja di sekolah negeri adalah Rp150.000- 200.000 per
bulan.
Komputer yang harganya ”hanya” 2 jutaan tidak terbeli oleh guru. Memang ada guru
yang beruang seperti guru PNS atau guru swasta di sekolah kelas menengah-atas,
tetapi tidak punya komputer atau punya, hanya saja tidak memanfaatkannya secara

baik.

Belajar daring memerlukan internet, tetapi berapa jumlah guru yang bersedia
menyisihkan uangnya untuk membeli kuota internet bulanan seharga 100.000 hingga
200.000 rupiah? Guru beruang, tetapi tidak haus informasi dan cinta pengetahuan akan

segan mengeluarkan uang sebesar itu.Masalahnya, mungkin banyak guru ingin maju
dalam belajar, tetapi mengalami kendala keuangan.
Ketiga,meski guru mengajar minimal 24 jam dalam seminggu (sesuai UU Guru dan
Dosen), kenyataannya guru mengajar lebih dari itu. Jam mengajar ideal guru adalah 18
jam per minggu sehingga rata-rata guru mengajar 3 jam pelajaran per hari. Jika beban
guru tetap 24 jam, kekurangannya bisa dipenuhi dengan tugas di luar tatap muka
seperti menjadi wali kelas, pembina OSIS, pembimbing ekstrakurikuler, guru piket,
meneliti, dan menulis.
Beban mengajar yang padat tersebut membuat guru sedikit punya waktu untuk belajar.
Waktu guru habis di kelas. Di luar sekolah guru sudah kelelahan, bukan saja karena
banyaknya jam mengajar, tetapi juga karena mereka mengajar lebih dari satu sekolah.
Jarak tempuh antarsekolah yang jauh, kemacetan, juga berkendara motor menguras
tenaga guru setiap hari.
Keempat, masih sedikit sekolah yang menyediakan internet di sekolah, baik untuk guru

maupun untuk siswanya. Jangankan internet, banyak sekolah yang tidak memiliki
laboratorium komputer. Bangunan sekolah bahkan banyak yang sudah tidak layak
seperti rentan roboh, lantai tidak dikeramik, bocor saat hujan, dan berdinding kayu.