Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak Korban Perdagangan Manusia T2 322009002 BAB IV
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dalam penulisan ini maka
peneliti berkesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaturan
Perlindungan
perempuan dan anak
Hukum
terhadap
korban perdagangan telah
diatur dalam UU No.21 Tahun 2007 tentang PTPPO
dan UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan
Saksi dan Korban. Ide perlindungan hukum yang
berorientasi pada korban sudah terimplementasi
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007,
namun
dalam
sepenuhnya
implementasinya
sesuai
dengan
masih
ketentuan
belum
Undang-
Undang tersebut apalagi bila dikaitkan dengan
pemenuhan terhadap hak korban.
2. Unsur
Perdagangan
orang
meliputi
adanya
tindakan/proses, adanya cara dan tujuan. Jika
salah satu unsur diatas terpenuhi, maka terjadilah
perbuatan perdagangan
orang.
Persetujuan dari
korban akan kehilangan relevansinya atau tidak
195
berarti lagi, bilamana cara-cara yang
digunakan
mengandung unsur seperti pada Pasal 1 angka 1 UU
PTPPO.
3. Dasar pertimbangan hakim dalam 3 putusan yang
sudah dibahas masih belum menempatkan korban
sebagai individu yang perlu mendapat perlindungan.
Dimana hakim tidak memasukan restitusi dalam
amar putusan sesuai dengan Pasal 48 ayat (1) UU
PTPPO,
bahwa
setiap
korban
tindak
pidana
perdagangan orang berhak atas restitusi. Dalam hal
ini perlunya pengaturan khusus tentang mekanisme
pemberian
restitusi
dan
pemahaman
antara
penyidik, penuntut umum dan hakim
B. Saran
1. Dalam memutus kasus perdagangan perempuan
dan anak, sebaiknya hakim lebih memperhatikan
Undang-Undang
No
21
Tahun
2007
dan
menempatkan korban sebagai individu yang harus
dilindungi.
2. Perlunya penanganan khusus jika korban adalah
anak,
dimana
ada
perbedaan
standart
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak
asasi yang harus diberikan oleh negara kepada
196
korban
perdagangan
berdasarkan
statusnya,
apakah dia seorang anak atau seorang dewasa.
3. Pengaturan pemberian restitusi harus dilampirkan
dalam amar Putusan, hal ini bersesuaian dengn
Pasal 48 ayat (5) UU No 21 Tahun 2007 yang
menyatakan
bahwa
penitipan
restitusi
dalam
bentuk uang di pengadilan dilaksanakan sejak
tahap penyidikan.
197
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dalam penulisan ini maka
peneliti berkesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaturan
Perlindungan
perempuan dan anak
Hukum
terhadap
korban perdagangan telah
diatur dalam UU No.21 Tahun 2007 tentang PTPPO
dan UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan
Saksi dan Korban. Ide perlindungan hukum yang
berorientasi pada korban sudah terimplementasi
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007,
namun
dalam
sepenuhnya
implementasinya
sesuai
dengan
masih
ketentuan
belum
Undang-
Undang tersebut apalagi bila dikaitkan dengan
pemenuhan terhadap hak korban.
2. Unsur
Perdagangan
orang
meliputi
adanya
tindakan/proses, adanya cara dan tujuan. Jika
salah satu unsur diatas terpenuhi, maka terjadilah
perbuatan perdagangan
orang.
Persetujuan dari
korban akan kehilangan relevansinya atau tidak
195
berarti lagi, bilamana cara-cara yang
digunakan
mengandung unsur seperti pada Pasal 1 angka 1 UU
PTPPO.
3. Dasar pertimbangan hakim dalam 3 putusan yang
sudah dibahas masih belum menempatkan korban
sebagai individu yang perlu mendapat perlindungan.
Dimana hakim tidak memasukan restitusi dalam
amar putusan sesuai dengan Pasal 48 ayat (1) UU
PTPPO,
bahwa
setiap
korban
tindak
pidana
perdagangan orang berhak atas restitusi. Dalam hal
ini perlunya pengaturan khusus tentang mekanisme
pemberian
restitusi
dan
pemahaman
antara
penyidik, penuntut umum dan hakim
B. Saran
1. Dalam memutus kasus perdagangan perempuan
dan anak, sebaiknya hakim lebih memperhatikan
Undang-Undang
No
21
Tahun
2007
dan
menempatkan korban sebagai individu yang harus
dilindungi.
2. Perlunya penanganan khusus jika korban adalah
anak,
dimana
ada
perbedaan
standart
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak
asasi yang harus diberikan oleh negara kepada
196
korban
perdagangan
berdasarkan
statusnya,
apakah dia seorang anak atau seorang dewasa.
3. Pengaturan pemberian restitusi harus dilampirkan
dalam amar Putusan, hal ini bersesuaian dengn
Pasal 48 ayat (5) UU No 21 Tahun 2007 yang
menyatakan
bahwa
penitipan
restitusi
dalam
bentuk uang di pengadilan dilaksanakan sejak
tahap penyidikan.
197