FENOMENA SEKS PRA NIKAH DI KALANGAN REMAJA DAN KONTROL SOSIAL MASYARAKAT DESA RANDUWATANG KECAMATAN KUDU KABUPATEN JOMBANG.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

KURNIA INTIKHOTUS SHOLIKAH

NIM. B05213011

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Kurnia Intikhotus Sholikah, 2017. Fenomena Seks Pra Nikah Di Kalangan Remaja dan Kontrol Sosial Masyarakat Desa Randuwatang Kecamatan Kudu

Kabupaten Jombang, “Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.”

Kata kunci:Seks Pra nikah, Kontrol Sosial

Fenomena seks pra nikah di kalangan remaja kian meningkat. Kontrol sosial masyarakat memiliki peranan penting guna membatasi perilaku seks pra nikah di kalangan remaja, peneliti membatasi rumusan masalah yang hendak dikaji dalam skripsi ini yaitu: (1) Bagaimana fenomena seks pra nikah di kalangan remaja desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang? (2) Bagaimana kontrol sosial yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi seks pra nikah di kalangan remaja desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang?

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode ini dipilih agar diperoleh data penelitian yang bersifat mendalam dan menyeluruh mengenai fenomena seks pra nikah di kalangan remaja dan kontrol sosial masyarakat desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang. Teori yang digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh adalah teori fungsionalisme struktural AGIL oleh Talcott Parsons.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwasannya (1) Bentuk-bentuk perilaku seks pra nikah yang dilakukan oleh remaja di desa Randuwatang adalah pegangan tangan, pelukkan, ciuman, sampai melakukan senggama dengan lawan jenis. Mereka dapat melakukannya di tempat-tempat sepi. Motif terjadinya seks pra nikah yaitu adanya dorongan biologis yang tidak terkontrol, untuk mengekspresikan rasa cintanya, rasa ingin tahu yang berlebihan dan selain itu faktor lingkungan dan kecanggihan teknologi juga mempengaruhinya. (2) Bentuk kontrol sosial masyarakat terhadap perilaku seks pra nikah ada dua yaitu: pertama, represif yaitu kontrol sosial yang tertuju bagi pelaku seks pra nikah yang sampai hamil. Kedua, preventif yaitu kontrol sosial yang tertuju bagi seks pra nikah yang tidak sampai sampai hamil. Namun kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat tersebut kurang efektif dalam mengatasi perilaku seks pra nikah.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Definisi Konseptual ... 11

F. Sistematika Pembahasan ... 13

BAB II : FENOMENA SEKS PRA NIKAH DAN KONTROL SOSIAL DALAM PERSPEKTIF TALCOTT PARSON A. Penelitian Terdahulu ... 16

B. Kajian Pustaka ... 21

a. Seks Pra Nikah ... 21

b. Kontrol Sosial ... 34

C. Kerangka Teori... 44

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 50

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 50

C. Pemilihan Subyek Penelitian ... 52

D. Tahap-Tahap Penelitian ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 58

F. Teknik Analisis Data ... 60

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 61

BAB IV : KONTROL SOSIAL DALAM MENGATASI PERILAKU SEKS PRA NIKAH DI KALANGAN REMAJA A. Profil Desa Randuwtatang Kecamtan Kudu Kabupaten Mojokerto ... 63

B. Fenomena Perilaku Seks Pra Nikah ... 71

C. Bentuk Kontrol Sosial Masyarakat Dalam Mengatasi Seks Pra Nikah ... 91


(8)

D. Analisis Data Seks Pra Nikah dan Kontrol Sosial Masyarakat Dalam Teori AGIL ... 101 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 110 B. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara 2. Dokumen lain yang relevan 3. Jadwal Penelitian

4. Surat Keterangan (bukti melakukan penelitian) 5. Biodata Peneliti


(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan suatu masa yang berbahaya karena pada periode itu, seseorang meninggalkan tahap kehidupan anak-anak, untuk menuju ke tahap selanjutnya yaitu tahap kedewasaan. Masa ini dirasakan sebagai suatu krisis karena belum adanya pegangan, sedangkan kepribadiannya sedang mengalami pembentukan. Pada waktu itu dia memerlukan bimbingan terutama dari orang tuanya.

Acapkali generasi muda ini mengalami kekosongan lantaran kebutuhan akan bimbingan langsung dari orang tua tidak ada atau kurang. Hal ini disebabkan karena keluarga mengalami disorganisasi. Pada keluarga-keluarga yang secara ekonomis kurang mampu, keadaan tersebut disebabkan karena orang tua harus mencari nafkah sehingga tidak ada waktu sama sekali untuk mengasuh anak-anaknya. Sementara itu, pada keluarga yang mampu, persoalannya adalah karena orang tua terlalu sibuk dengan urusan-urusan diluar rumah. Keadaan tersebut ditambah lagi dengan kurangnya tempat-tempat rekreasi, atau bila tempat-tempat tersebut ada biayanya mahal.1

Selain kurangnya kontrol sosial dari keluarga ditambah lagi modernisasi yang kian berkembang pesat dimasyarakat menjadikan para remaja bebas melakukan apa yang dia pikirkan dan inginkan. Karena pada masa remaja

1Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 326.


(10)

merupakan masa dimana anak mencari jati dirinya sehingga kontrol sosial dari keluarga sangat dibutuhkan terutama dari orang tua dalam pembentukkan kepribadian anak yaitu memberikan ketrampilan anak untuk bermasyarakat, mengembangkan kemampuan anak untuk dapat berkomunikasi secara efektif, menanamkan nilai dan norma pada anak, mendorong anak untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, menasehati anak jika melakukan kesalahan dan mengusahakan agar anak selalu berdekatan dengan orang tua.

Modernisasi sendiri yaitu berasal dari bahasa Latin "modernus" yang dibentuk dari kata modo dan ernus. Modo berarti cara dan ernus menunjuk pada adanya periode waktu masa kini. Modernisasi berarti proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang modern. Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan ketika masyarakat yang sedang memperbarui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern. Istilah modernisasi juga sering dikaitkan dengan perkembangan teknologi.

Perkembangan teknologi sekarang inipun membawa dampak penting pada kehidupan sosial. Sepanjang masa, manusia mengembangkan teknologi yang sederhana. Namun, sekali-kali mereka mengembangkan teknologi yang membawa dampak besar pada kehidupan manusia, pada saat inilah teknologi baru merujuk. Bagi orang-orang yang hidup 500 tahun yang lalu, teknologi baru menunjuk pada proses pencetakan. Sedangkan pada masa sekarang, teknologi menunjuk pada komputer, satelit, pesawat atau teknologi komunikasi yang lain,


(11)

yang mana teknologi baru tersebut telah berkembang pesat dalam kehidupan masyarakat. hal ini terlihat dari beraneka macam gadget yang beredar luas di pasaran ditambah pula dengan spesifikasi yang menunjang dan super canggih mulai dari harga yang murah sampai yang mahal, sehingga banyak remaja yang berbondong-berbondong untuk memiliki gadget tersebut. Karena mereka beranggapan bahwa kalau mereka tidak mempunyai gadget yang seperti itu, mereka tidak modern, sudah ketinggalan zaman dan bahkan adapula ungkapan muka masa gini hp masa gitu.

Oleh karena itulah, modernisasi juga membawa perubahan besar dalam aspek nilai, sikap, serta kepribadian. Hal ini dapat dilihat dalam pendapat Lerner mengenai "konsep manusia modern" yang dicirikan dengan beberapa karakter, seperti: suka mencari sesuatu sendiri (mengarah pada individualisasi), suka mencari sesuatu yang berbeda dengan orang lain, serta memiliki empati yang merupakan kapasitas manusia modern untuk melihat diri sendiri menurut situasi orang lain dan suatu keterampilan yang sangat diperlukan seseorang untuk meninggalkan suasana tradisional.2

Akibatnya banyak para remaja yang terpengaruh dari lingkungan sekitar mereka yaitu dari pergaulan dan pertemanan. Seringkali yang terjadi pada pergaulan para remaja zaman sekarang lebih cenderung mengarah ke hal yang tidak baik, sehingga mengakibatkan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang bisa didefinisikan sebagai setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok


(12)

tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan adalah perbuatan yang mengabaikan norma, dan penyimpangan ini terjadi jika seseorang atau sebuah kelompok tidak mematuhi patokan baku didalam masyarakat. Biasanya perilaku penyimpangan dikaitkan dengan istilah-istilah perilaku negatif seperti penyimpangan seksual. Penyimpangan seksual adalah perilaku yang tidak lazim dilakukan oleh individu didalam masyarakat. Jenis penyimpangan seksual ini biasanya berupa perzinaan yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan oleh individu, namun sekarang ini jenis penyimpangan tersebut seringkali dilakukan oleh para remaja. Aktivitas seks pranikah dikalangan remaja tersebut dari tahun ketahun tidak pernah menurun, bahkan sebaliknya terus mengalami peningkatan.

Dalam hal ini peran kontrol sosial masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengatasi seks pranikah di kalangan remaja, kontrol sosial ini dapat berupa:

pertama, cemoohan adalah jika salah seorang anggota masyarakat atau

kelompok berbuat sesuatu yang dianggap menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku, maka seseorang atau kelompok orang tersebut akan dicemooh atau diejek oleh anggota masyarakat lainnya dengan tujuan agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma itu lagi, dan diharapkan anggota masyarakat lain mengetahui jika perbuatan tersebut dianggap melanggar norma atau nilai yang berlaku di dalam masyarakat tadi. Kedua, teguran merupakan satu bentuk pengendalian sosial. Teguran bisa berupa peringatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketiga, agama ialah setiap pemeluk agama yang taat akan mengakui kebenaran ajaran agamanya dan menjadikan ajaran


(13)

agamanya sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Jika melanggar ajaran agamanya, ia akan merasa berdosa, tersingkir, dan akan berusaha bertobat.

Keempat, gosip atau desas-desus ialah berita yang menyebar secara cepat

dan tidak berdasarkan pada kenyataan. Biasanya terjadi ketika kritik sosial secara terbuka, tetapi tidak dapat dilontarkan. Dengan gosip tersebut individu yang berperilaku menyimpang akan merasa malu dan bersalah sehingga akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Kelima, ostrasisme dapat diartikan sebagai pengucilan. Tujuan ostrasisme atau pengucilan ini agar anggota masyarakat yang bersangkutan atau masyarakat lainnya tidak melakukan pelanggaran terhadap nilai dan norma yang berlaku. Keenam, fraundulens ialah pengendalian sosial dengan jalan meminta bantuan kepada pihak lain yang dianggap dapat mengatasi masalah. Ketujuh, intimidasi dilakukan dengan cara menekan, memaksa, mengancam, atau menakut-nakuti. Kedelapan, Hukum ialah setiap masyarakat telah mengembangkan sistem penghargaan dan hukuman atau sanksi agar merangsang para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang berlaku. 3

Hal inipun terjadi di Desa Randuwatang Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang, yang mana desa tersebut terletak diperbatasan antara kota Jombang dan kota Mojokerto. Kehidupan masyarakatnya yang kian berkembang dari masyarakat tradisional secara perlahan mulai berubah menjadi masyarakat modern. Hal ini bisa terlihat dari para remajanya yaitu dari segi penampilan

3 Cohen Bruce J, Soiologi Suatu Pengantar (Terjemah) (Jakarta: Bina Aksara, 1990), hal.


(14)

yang kian mengalami perubahan ditambah juga banyaknya lifestyle yang kini berkembang, menjadikan para remaja bebas memilih bahkan mencontoh lifestyle yang mereka inginkan. Didukung juga dengan adanya teknologi yang di zaman sekarang ini semakin merajalela, berbagai macam teknologi sudah berhasil merubah pola fikir para remaja, yang mana dulu para remaja menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain bersama teman sebayanya, sekarang karena adanya teknologi menjadikan remaja sibuk dengan gadgetnya dan ironisnya segala yang baik tentu sulit untuk diterima, yang ada sesuatu yang buruk mudah diterima.

Kemajuan zaman dan kemajuan teknologi yang sekarang ini tengah berkembang, malah dimanfaatkan oleh sebagian besar remaja hanya untuk hal yang begitu tidak penting. Kecanggihan teknologi yang semakin tidak terkendali menjadi momok yang menakutkan dalam generasi penerus bangsa. Bahkan ditambah juga dengan kemajuan internet yang mana dengan kemajuan internet itulah para remaja yang tidak dapat memanfaatkan internet dengan baik, secara sengaja membuka situs-situs porno seperti video porno, gambar-gambar porno, dan lain sebagainya melalui aplikasi-aplikasi pencarian yang berupa google, mozilla, chrome, dan lain-lain. Hal ini sangat ditakutkan akan menimbulkan dampak negatif bagi para remaja. Kecanggihan teknologi juga sebagian besar dimanfaatkan untuk berkomunikasi misalnya handphone, handphone sekarang ini tidak hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi seperti telpon dan mengirim pesan saja tetapi juga bisa untuk mencari teman entah itu teman dari daerahnya sendiri atau luar daerah. Hal semacam ini yang


(15)

kadang luput dari pengawasan orangtua, sehingga pergaulan remaja sangat bebas.

Umumnya pergaulan bebas yang terjadi pada para remaja saat ini yaitu tidak adanya batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Bentuk pergaulan tersebut kini sudah menjadi hal biasa dikalangan remaja yaitu pacaran. Namun dengan adanya pacaran inilah yang menjadikan para remaja gagal fokus terhadap pendidikannya sebab ironisnya para remaja menganggap pacaran adalah sesuatu yang utama dan menyalah artikan arti pacaran itu sendiri. Mereka beranggapan bahwa ketika sudah menjadi pacar berarti mereka saling memiliki satu sama lain, saling berbagi satu sama lain, dan lain sebagainya. Oleh sebab itulah dari sebagian para remaja bebas melakukan segala hal sesuai dengan pemikiran dan keinginan mereka salah satunya yaitu seks pranikah. Seks pranikah tersebut berupa ciuman, melakukan hubungan suami istri dan bahkan sampai hamil diluar nikah. Perilaku seks pranikah tersebut mereka lakukan tanpa fikir panjang mengenai apa saja resiko atau dampak yang akan diterimanya. Disinilah kontrol sosial masyarakat sangat dibutuhkan dalam menghadapi seks pranikah di kalangan remaja agar tidak terulang lagi dan lagi.

Banyak dari masyarakat ketika tengah terjadi seks pranikah di kalangan remaja, sebagian besar dari mereka secara tidak langsung melakukan suatu tindakan kontrol sosial kepada para pelaku seks pranikah. Jika pelaku seks pranikah yang dilakukan masih dianggap ringan atau sedang oleh masyarakat seperti pelukan, ciuman, terkadang tindakan kontrol sosial yang dilakukan


(16)

hanya sebatas cemoohan, teguran, gosip atau desas desus dan intimidasi. Kontrol sosial ini bisa disebut pengendalian sosial preventif karena pengendalian ini bertujuan agar tidak terjadi sesuatu atau untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan yaitu terjadi perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku didalam masyarakat.

Sedangkan dalam menanggapi pelaku seks pranikah yang dilakukan sudah dianggap berat seperti kehamilan diluar pernikahan, seringkali masyarakat tidak hanya melakukan kontrol sosial yang berupa cemoohan, teguran, gosip atau desas desus dan intimidasi saja tapi bahkan bisa berupa ostrasisme atau pengucilan yang mana masyarakat akan menganggap perilaku yang dilakukan sudah tidak sesuai nilai dan norma yang berlaku di masyarakat sehingga pelaku tersebut dianggap buruk dan tidak terpuji, fraundulens atau meminta bantuan pihak lain yaitu ketika ada remaja yang diketahui telah melakukan bentuk seks pranikah yang berat, beberapa dari masyarakat akan melaporkan kepada toko masyarakat yaitu perangkat desa atau orang yang dianggap bisa menengahi masalah tersebut. Kemudian juga hukum atau sanksi mengenai hal ini biasanya tidak dilakukan oleh masyarakat tetapi malah justru lebih dilakukan oleh pihak keluarga yang bersangkutan. Kontrol sosial ini bisa disebut pengendalian sosial

represif karena kontrol sosial ini dilakukan pelaku seks pranikah tersebut tidak

menjadi contoh atau panutan bagi remaja lainnya.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang dan mencari informan para remaja yang sedang dan pernah melakukan seks pranikah serta masyarakatnya mengenai kontrol sosial yang


(17)

dilakukan dalam mengatasi perilaku seks pranikah di kalangan reamaja. Dengan alasan bahwa meskipun desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang merupakan sebuah desa namun karena letaknya yaitu diperbatasan antara kota Jombang dan kota Mojokerto sehingga sangat mudah mengikuti arus perkembangan modernisasi. Selain itu juga dikarenakan melihat angka kehamilan diluar nikah di kalangan remaja mulai meningkat serta bagaimana kontrol sosial masyarakat terhadap seks pranikah. Oleh sebab itu peneliti mengangkat judul “Fenomena Seks Pra Nikah di Kalangan Remaja dan Kontrol Sosial Masyarakat Desa Randuwatang Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang”.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengungkapkan secara secara menyeluruh dan kompherensif semua aspek yang terkait dengan fenomena seks pra nikah di kalangan remaja dan kontrol sosial masyarakat dengan mengambil kasus di Desa Randuwatang Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang.

Adapun rumusan permasalahan yang ingin penulis kemukakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana fenomena seks pranikah di kalangan remaja desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang?

2. Bagaimana kontrol sosial yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi seks pranikah di kalangan remaja desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang?


(18)

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk perilaku seks pra nikah di kalangan remaja desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang.

2. Untuk mengetahui tindakan pencegahan yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi perilaku seks pra nikah di kalangan remaja desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang baik bagi remaja yang bersangkutan maupun bagi masyakarat luas.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan atau acuan untuk penelitian empiris.

2. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang fenomena seks pra nikah dan kontrol sosial masyarakat desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang.

2. Diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak atau instasi yang terkait dalam memberi solusi atas fenomena seks pra nikah di kalangan remaja dan kontrol sosial masyarakat desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang.


(19)

Penjelasan konsep yang mendasari pengambilan judul di atas sebagai bahan penguat sekaligus spesifikasi penelitian yang akan dilakukan.

1. Seks Pra nikah

Seks pra nikah adalah suatu aktivitas seksual yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan sebelum adanya ikatan resmi pernikahan menurut agama dan hukum, mulai dari bentuk perilaku seks yang paling ringan sampai tahapan paling berat. Padahal Islam telah menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk menikah agar segera untuk menjalankannya supaya terhindar dari perilaku seks pranikah yang tentunya telah terpengaruh godaan setan. Sebagian para remaja yang terjerumus pada perilaku seks pranikah merupakan akibat dari stimuli atau rangsangan melalui gambar-gambar porno, film porno, dan stimuli melalui lingkungan pergaulan.4

2. Remaja

Remaja berasal dari kata latin yaitu “adolescende” yang berarti perkembangan menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial dan fisik. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. 5

Remaja peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa

4Robert P. Masland, IT’S ALL ABOUT SEX (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 115. 5 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja (Bandung: Remaja


(20)

remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.6

3. Kontrol Sosial

Kontrol sosial adalah semua alat dan metode yang digunakan untuk merangsang seseorang agar mau menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak sesuatu kelompok atau masyarakat. Arti sesungguhnya kontrol sosial jauh lebih luas, karena pada pengertian tersebut tercakup segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa kontrol sosial dapat bersifat preventif atau represif, atau bahkan kedua-duanya. Preventif merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha yang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal, dan informal. Sementara itu, represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.7

F. Sistematika Pembahasan

Skripsi ini terdiri 5 (lima) bab yang sistematika dan alur pembahasannya dikemukakan sebagai berikut:

6 Mawardi-Nur Hidayati, IAD-ISD-IBD (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 208. 7Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 179.


(21)

1. BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan deskripsi yang menjelaskan tentang objek yang diteliti, menjawab pertanyaan what, kegunaan penelitian serta alasan penelitian dilakukan. Oleh karena itu, maka bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konseptual dan Sistematika Pembahasan.

2. BAB II : FENOMENA SEKS PRANIKAH DAN KONTROL SOSIAL DALAM PERSPEKTIF TALCOTT PARSON

Dalam bab kajian teori ini, peneliti memberikan gambaran tentang definisi konsep yang berkaitan dengan judul penelitian, definisi konsep ini harus digambarkan dengan jelas. Disamping itu juga harus memperhatikan relevansi penelitian terdahulu dan teori yang akan digunakan dalam menganalisis masalah yang akan dipergunakan guna adanya implementasi judul penelitian Fenomena Seks Pra Nikah Di Kalangan Remaja dan Kontrol Sosial Masyarakat di Desa Randuwatang Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang. 3. BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab metode penelitian, peneliti memberikan gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan di lapangan serta bagaimana menyusun pembahasan tentang metode penelitian yang bukan sekedar jiplakan dari laporan penelitian lain tetapi memuat apa yang benar-benar peneliti lakukan dilapangan. Oleh karena itu, maka bab ini terdiri dari Jenis Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian, Tahap-Tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.


(22)

4. BAB IV : KONTROL SOSIAL DALAM MENGATASI PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA

Dalam bab penyajian data, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder. Penyajian data dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel atau bagian yang mendukung data. Dalam menganalisis data, peneliti dapat mengemukakan kecenderungan-kecenderungan yang ada, pola-pola berdasarkan kategori-kategori atau tipologi yang disusun oleh subjek untuk menjelaskan dunianya. 8 Dalam bab ini peneliti juga memberikan gambaran tentang data-data yang dikemas dalam bentuk analisis deskripsi. Setelah itu akan dilakukan penganalisaan data dengan menggunakan teori yang relevan yakni terkait Fenomena Seks Pra Nikah Di Kalangan Remaja dan Kontrol Sosial Masyarakat di Desa Randuwatang Kecamatan Kudu Kabupaten Jombang. 5. BAB V : PENUTUP

Dalam bab penutup ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian menjadi elemen penting bab penutup. Disamping itu, adanya saran dan rekomendasi dari hasil penelitian ada pada bab penutup ini.

8 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam


(23)

BAB II

FENOMENA SEKS PRA NIKAH DAN KONTROL SOSIAL DALAM PERSPEKTIF TALCOTT PARSON

A. Penelitian Terdahulu

Peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu yang bisa untuk ditindak lanjuti, penelitian ini juga bisa membantu penelitian baru untuk menjadi pengarah dan petunjuk serta menjadi referensi bagi peneliti baru untuk melanjutkan dalam membuat penelitian yang lebih akurat.

Rujukan penelitian pertama yaitu skripsi Anna Salisa mahasiswi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi pada tahun 2010 dengan judul Perilaku Seks Pranikah Di Kalangan Remaja (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Perilaku Seks Pranikah Di Kalangan Remaja Kota Surakarta). Dalam penelitiannya peneliti menggunakan metode jenis penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan data primer melalui wawancara kepada remaja yang sedang atau pernah melakukan aktifitas hubungan seks pranikah dan data sekunder menggunakan dokumentasi yaitu dokumen-dokumen yang ada di kota Surakarta serta kepustakaan yaitu berupa jurnal-jurnal, buku-buku terbitan pemerintah, karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah perilaku, seks pranikah dan kehidupan dunia remaja. Metode ini akan dapat disimpulkan permasalahan yang terjadi tentang perilaku seks pranikah dikalangan remaja kota Surakarta. Dalam kerangka teoritik penelitian ini menggunakan teori tindakan sosial Max Weber dan teori aksi Peter L.


(24)

Berger. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) faktor-faktor penyebab munculnya perilaku seks pranikah berdasarkan hasil penelitian diantaranya: (a) kegagalan fungsi keluarga. (b) pengaruh media. (c) rendahnya pendidikan nilai-nilai agama. (2) upaya pencegahan perilaku seks pranikah: (a) secara intern (dari dalam) yaitu harus menamkan pada diri sendiri dan keyakinan yang tulus untuk melaksanakan ajaran Islam secara utuh dan murni. (b) secara ekstern (dari luar) yaitu perubahan itu juga harus didukung dari luar diantaranya dukungan dari keluarga, teman dan lingkungan.1

Dari ulasan diatas, terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan. Persamaannya yakni metode jenis penelitian kualitatif deskriptif dan permasalahan yang terjadi tentang periaku seks pranikah di kalangan remaja. Perbedaannya yakni tujuan penelitian hanya berfokus pada perilaku seks pranikah diantaranya faktor-faktor penyebab dan upaya pencegahan sedang penelitian yang akan dilakukan juga berfokus pada bagaimana kontrol sosial masyarakatnya terhadap seks pranikah di kalangan remaja. Kerangka teoritik yang digunakan yaitu teori tindakan sosial Max Weber dan teori aksi Peter L. Berger sedang teori yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu teori AGIL Talcott Parson. Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di kota Surakarta sedang lokasi penelitian yang akan

1 Anna Salisa, “Perilaku Seks Pranikah Di Kalangan Remaja (Studi Deskriptif Tentang Perilaku Seks Pranikah Di Kalangan Remaja Kota Surakarta)” (Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010).


(25)

dilakukan dilakukan di desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang.

Rujukan penelitian yang kedua yaitu Jurnal Penelitian oleh Natalia Desi Saputri dengan judul REMAJA DAN SEKS PRANIKAH (Kasus di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu). Dalam jurnal ini peneliti berusaha untuk menggambarkan dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi remaja terlibat dalam seks pranikah bahkan juga dampak yang ditimbulkan dari pergaulan seks pranikah dikalangan remaja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi remaja terlibat dalam seks pranikah. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan tabel tunggal dengan menganalisis data primer yang berupa dalam bentuk quesioner. Adapun kesimpulan dari jurnal ini yakni berdasarkan hasil penelitian pada sejumlah responden mengenai perilaku yang menyebabkan remaja melakukan seks pranikah di kecamatan Pringsewu kabupaten Pringsewu diantaranya: (1). Perilaku seks pranikah di kalangan remaja di kecamatan Pringsewu memprihatinkan karena hampir setengah dan sampel yang ada sudah melakukan hubungan melakukan hubungan badan. Faktor penyebab mereka melakukan seks pranikah yaitu termotivasi dari pertemanan atau pacaran, memperoleh kesenangan atau kepuasan, dan rasa ingin tahu. (2). Dari dari hasil penelitian diketahui bahwa dampak seks pranikah adalah dampak individu dan keluarga, yang menimbulkan kecenderungan untuk melakukan seks pranikah


(26)

dalam bentuk berhubungan badan, berganti pasangan bahkan hingga menggunakan jasa psk.2

Dari ulasan diatas, terdapat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan. Persamaannya yakni (1) penelitian jurnal ini sama-sama membahas perilaku seks pranikah di kalangan remaja baik itu faktor-faktor ataupun dampak dari seks pranikah. (2) metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Perbedaan yakni (1) jika penelitian terdahulu dilakukan di kecamatan Pringsewu kabupaten Pringsewu beda halnya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu di desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang. (2) data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan tabel tunggal dengan menganalisis data primer yang berupa bentuk quesioner sedang penelitian yang akan dilakukan menggunakan bentuk wawancara atau informan. (3) jika peneliti terdahulu hanya membahas perilaku seks pranikah, dalam penelitian yang akan dilakukan juga membahas kontrol sosial masyarakat dalam mengatasi seks pranikah di kalangan remaja.

Rujukan penelitian yang ketiga yaitu jurnal penelitian oleh Khadijah Aalavi, Salina Nen, Fauziah Ibrahim, Noremy Md, Mohd Suhami Mohamad, Noorhasliza Mohd Nordin. Dengan judul “Hamil Luar Nikah Dalam Kalangan Remaja (Pregnancy Out Of Wedlock Among Teenagers)”. Latar belakang penulis adalah banyaknya angka kelahiran anak yang berstatus tanpa bapak dalam kota-kota di Malasya. Kondisi ini dikarenakan beberapa faktor yang

2 Natalia Desi Saputra, Remaja Dan Seks Pranikah (Kasus Di Kecamatan Pringsewu


(27)

mempengaruhi yaitu kurangnya kontrol dan motivasi orang tua dalam memberikan pendidikan pada anaknya, pengaruh teman sebaya karena pribadi remaja masih mudah dipengaruhi dan masa pencarian jati diri, dan pengaruh media massa yang dengan mudah mengakses informasi termasuk tentang seksologi. Fokus penelitian ini untuk mengetahui pengalaman remaja hamil luar nikah sampai bayinya lahir dan hubungan remaja hamil diluar nikah dengan orang tuanya. Hasil penelitian menyatakan bahwa banyak responden mengaku memiliki hubungan tidak baik dengan kedua orang tuanya. Remaja yang mengalami hamil diluar nikah ialah 13-17 tahun. Keseharian remaja hidup dengan teman sebayanya, dimana peran teman selain menjadi teman curhat juga sebagai saudara sebagai pengganti orang tuanya. Lingkungan tempat tinggal mereka juga mempengaruhi mereka terjebak dalam perilaku seks prankah karena kurangnya pengawasan dan kebebasan yang sering ditinggal orang tua karena kesibukkannya.3

Dari ulasan diatas, terdapat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan yakni: penelitian jurnal ini sama-sama membahas perilaku seks pranikah di kalangan remaja. Perbedaan yakni: jika penelitian terdahulu fokus permasalahannya untuk mengetahui pengalaman remaja hamil diluar nikah sampai bayinya lahir dan hubungan remaja hamil di luar nikah dengan orang tuanya. Sedang penelitian yang akan dilakukan selain membahas seks pranikah dikalangan remaja tapi juga pada

3 Journal e-Bangi, FSSK, UKM. Hamil Luar Nikah Dalam Kalangan Remaja. Volume 7,


(28)

bagaimana kontrol sosial masyarakatnya terhadap seks pranikah di kalangan remaja.

B. Kajian Pustaka a. Seks Pra Nikah

1. Pengertian Seks Pra Nikah

Seks dalam bahasa Latin adalah sexus yaitu merujuk pada alat kelamin. Seks hanya memiliki perngertian mengenai jemis kelamin, anatomi dan filosofinya. Sedangkan menurut Budiarjo, seksual merupakan sesuatu yang berhubungan dengan seks dan reproduksi juga berhubungan dengan kenikmatan yang berkaitan dengan tindakan reproduksi. Seks adalah mekanisme bagi manusia untuk melanjutkan keturunan. Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa mengindahkan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat yang mengatur tindakan oleh remaja sebelum pernikahan sah menurut agama dan Negara. Perilaku seksual dapat didefiniskan sebagai bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sejenis.

Menurut Simkin4, perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk tingkah laku ini beranekaragam mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Sebagian besar remaja yang terjerumus pada perilaku seks pranikah merupakan akibat dari

4 Dhede, Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja, 2002. Google:


(29)

stimulasi atau rangsangan melalui gambar-gambar porno, seringnya nonton flim porno, atau stimulasi lingkungan pergaulan misalnya seorang teman yang menceritakan pengalaman seksualitasnya.

Freud5 menyebut bahwa seks sebagai libido sexualis (libido = gasang, dukana, dorongan hidup nafsu erotik). Seks juga merupakan mekanisme bagi manusia untuk mengadakan keturunan. Karena itu seks dianggap sebagai mekanisme yang sangat vital, dimana manusia bisa mengabadikan jenisnya. Hubungan seksual antara dua jenis kelamin yang berlainan sifat dan jenisnya, yaitu antara pria dan wanita disebut sebagai relasi

heteroseksual. Jika dilakukan di antara dua orang dari jenis kelamin yang

sama disebut sebagai homoseksual. Maka tujuan dari setiap macam pendidikan itu pada intinya ialah tidak hanya membimbing anak muda yang belum dewasa menjadi dewasa saja, akan tetapi membimbing pemuda menjadi pria dewasa, dan membimbing anak gadis menjadi wanita dewasa. Laki-laki dan wanita dewasa adalah mereka yang nantinya mampu melakukan relasi seksual yang tepat dan imbang. Dengan kata lain, wanita itu disebut normal dan dewasa, bila dia mampu mengadakan relasi seksual dengan seorang pria dalam bentuknya yang normal dan bertanggung jawab. Sebaliknya, pria disebut normal dan dewasa apabila dia mampu mengadakan relasi seksual dengan wanita yang sehat sifatnya dan bertanggung jawab.

Hubungan seksual yang normal itu mengandung pengertian sebagai berikut.


(30)

a. Hubungan tersebut tidak menimbulkan efek-efek merugikan, baik bagi diri sendiri maupun partnernya.

b. Tidak menimbulkan konflik-konflik psikis dan tidak bersifat paksaan atau pemerkosaan.

Sedang relasi seksual yang bertanggung jawab itu mengandung pengertian, kedua belah pihak menyadari akan konsekuensinya, dan berani memikul tanggung jawab serta resikonya.6

Seksualitas diartikan sebagai: pertama, bagaimana laki-laki dan perempuan berbeda (dan mirip) satu sama lain, secara fisik, psikologis, dan dalam istilah-istilah perilaku. Kedua, aktivitas, perasaan, dan sikap yang dihubungkan dengan reproduksi. Ketiga, bagaimana laki-laki dan perempuan berinteraksi dalam berpasangan dan didalam kelompok. Aktivitas seksual adalah tindakan fisik atau mental yang menstimulasi, merangsang, dan memuaskan secara jasmaniah. Tindakan itu dilakukan sebagai cara yang penting bagi seseorang untuk mengekspresikan perasaan dan daya tarik kepada orang lain. Mereka yang terlibat dalam aktivitas seksual, apakah sendirian atau dengan orang lain, sungguh-sungguh karena menyenangkan. Aktivitas seksual tertentu terutama hubungan intim, penting untuk reproduksi.

Jika diterjemahkan kedalam bahasa yang sederhana, seksualitas adalah bagaimana orang merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-ciri seksualnya yang khusus. Menjadi seksual dimulai dengan beberapa perubahan pubertas selama masa remaja dan dilanjutkan seluruhnya dalam


(31)

kehidupan dewasa. Kadang-kadang dorongan seks pada remaja, keasyikkan mereka dengan pikiran-pikiran dan birahi seksual, dihubungkan dengan pengaruh dari jumlah hormon yang berlebihan. 7

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seks pranikah adalah suatu aktivitas seksual yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan sebelum adanya ikatan resmi pernikahan menurut agama dan hukum, mulai dari bentuk perilaku seks yang paling ringan sampai tahapan paling berat. Padahal Islam telah menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk menikah agar segera untuk menjalankannya supaya terhindar dari perilaku seks pranikah yang tentunya telah terpengaruh godaan setan. Sebagian para remaja yang terjerumus pada perilaku seks pranikah merupakan akibat dari stimuli atau rangsangan melalui gambar-gambar porno, film porno, dan stimuli melalui lingkungan pergaulan.

2. Bentuk-Bentuk Perilaku Seks Pra Nikah

Bentuk perilaku seksual adalah tingkat perilaku yang dilakukan pasangan lawan jenis dan bentuk perilaku disusun berdasarkan adanya ukuran kepuasan seksual.

Bentuk-bentuk perilaku seksual menurut Simandjuntak, yang biasa dilakukan oleh remaja adalah sebagai berikut:

a. Bergandengan tangan adalah perilaku seksual mereka hanya terbatas pada pergi berdua atau bersama dan saling berpegangan tangan. Bergandengan tangan termasuk sebagai perilaku seks pranikah karena adanya kontak


(32)

fisik secara langsung antara dua orang lawan jenis yang didasari dengan rasa suka atau cinta.

b. Berciuman didefinisikan sebagai suatu tindakan saling menempelkan bibir ke pipi atau bibir ke bibir, sampai saling menempelkan lidah sehingga dapat menimbulkan rangsangan seksual antara keduanya. c. Bercumbu adalah tindakan yang sudah dianggap rawan yang cenderung

menyebabkan suatu rangsangan akan melakukan hubungan seksual (senggama) dimana pasangan ini sudah memegang atau meremas payudara, baik melalui pakaian atau secara langsung juga saling menempelkan alat kelamin tapi belum melakukan hubungan seksual atau senggama secara langsung.

d. Bersenggama yaitu melakukan hubungan seksual, atau terjadi kontak seksual. Bersenggama mempunyai arti bahwa sudah memasukkan alat kelamin laki-laki kedalam alat kelamin perempuan. 8

Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah antara lain:

a. Masturbasi

Masturbasi adalah stimulasi organ genital (seks), biasanya dengan tangan, tanpa melakukan hubungan intim. Bagi laki-laki, masturbasi adalah rangsangan penis dengan mengusap atau menggosok-gosoknya. Sedangkan bagi perempuan, masturbasi biasanya termasuk mengusap-usap dan menggesek-gesek daerah kemaluan, terutama klitoris dan vagina. Masturbasi

8 Simandjuntak, B & Pasaribu, Pengantar Psikologi Perkembangan (Bandung: Tarsito,


(33)

digolongkan kedalam kegiatan memuaskan diri sendiri. Tetapi kadang dapat pula terjadi pada satu pasangan yang merangsang alat kelamin lawan jenisnya untuk mencapai orgasme. Masturbasi bagi laki-laki dan perempuan kadang-kadang dinamakan “bermain dengan diri sendiri”.

b. French Kiss

Berciuman dengan bibir ditutup merupakan ciuman yang umum dilakukan. Berciuman dengan bibir dan mulut terbuka dan termasuk menggunakan lidah itulah yang dimaksud dengan French kiss. Disebut demikian barangkali karena Prancis memiliki reputasi dalam soal cinta kasih. Kadang-kadang ciuman model ini juga dinamakan ciuman mendalam atau soul kiss.

c. Hickey

Beberapa orang merasakan kenikmatan untuk mengisap atau menggigit dengan gemas pasangan mereka, kadang-kadang pada leher, buah dada, atau paha. Yang menyebabkan sebuah tanda merah atau memar dan ini yang dinamakan hickey. Tanda itu juga dinamakan tanda isapan, gigitan monyet, atau cupang.

d. Necking

Berciuman biasanya termasuk mencium wajah dan leher. Necking adalah istilah yang umumnya digunakan untuk menggambarkan ciuman dan pelukan yang lebih mendalam.


(34)

e. Petting

Petting adalah langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini

termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangannya termasuk lengan, dada, buah dada, kaki dan kadang-kadang daerah kemaluan, entah diluar atau didalam pakaian.

f. Foreplay

Foreplay meliputi merangsang secara seksual melalui berciuman,

necking, dan petting dalam persiapan untuk melakukan hubungan intim. 9

3. Jenis-jenis Perilaku Seks Pra Nikah

Batasan perilaku seks pranikah ditentukan oleh norma-norma masyarakat. Jenis seks pranikah adalah sebagai berikut.

1. Penyimpangan seksual, adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Penyimpangan seksual dapat dibedakan menjadi sebagai berikut.

a. Perzinaan adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pria dengan wanita diluar pernikahan, baik mereka sudah pernah melakukan pernikahan yang sah maupun yang belum.

b. Menyukai sesama jenis dalam penyimpangan seksual dibedakan menjadi dua yaitu: pertama, lesbian adalah hubungan seksual yang


(35)

dilakukan sesama wanita. Kedua, homoseks adalah hubungan seksual yang dilakukan sesama pria.

Seseorang menjadi homoseksual karena pengaruh lingkungan sosial, tetapi dapat juga disebabkan faktor bawaan sejak lahir. Tindakan ini bertentangan dengan norma sosial dan agama sehingga dianggap sebagai perilaku menyimpang.

2. Hubungan seksual di luar nikah (kumpul kebo)

Hubungan seksual di luar nikah (kempul kebo) adalah hubungan suami istri tanpa ikatan perkawinan. Hal tersebut merupakan perilaku seks bebas yang mengundang terjangkitnya penyakit kelamin yang membahayakan seperti virus HIV penyebab penyakit AIDS. 10

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Seks Pra Nikah Remaja

Menurut Agoes Dariyo bahwa remaja memasuki usia subur dan produktif, artinya secara fisiologis mereka telah mencapai kematangan organ-organ reproduksi baik remaja laki-laki maupun wanita. Kematangan organ-organ reproduksi tersebut, mendorong individu untuk melakukan hubungan sosial baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis.

Perilaku negatif pelajar terutama hubungannya dengan penyimpangan seksualitas seperti seks pra nikah, pada dasarnya belum murni tindakan diri mereka saja (faktor internal) melainkan ada faktor pendukung atau mempengaruhi dari luar (faktor eksternal). Faktor-faktor tersebut antara


(36)

lain adalah tempat tinggal, keluarga, kawan dan komunitas. Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya seks pranikah terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal yang menyebabkan terjadinya seks pranikah antara lain:

a. Meningkatnya libido seksualitas, dimana menurut Freud bahwa energi-energi seksual berkaitan erat dengan kematangan fisik.

b. Proses kematangan organ tubuh yang menyangkut perkembangan fisik maupun kematangan organ-organ seksual dikendalikan oleh kelenjar endokrin yang terletak pada dasar otak. Kelenjar pituari ini menghasilkan dua hormon, yaitu hormon pertumbuhan yang mempengaruhi ukuran dan bentuk fisik tubuh individu, dan hormon gonadotropik yang merangsang kelenjar gonad (kelenjar seks) menjadi lebih aktif sehingga menimbulkan rangsangan-rangsangan seksual.

c. Kualitas diri pribadi seperti kurangnya kontrol diri atau pengendalian diri, motivasi kesenangan, pengalaman emosional yang kurang sehat, terhambatnya perkembangan hati nurani yang agamis, ketidakmampuan mempergunakan waktu luang dengan baik.

Faktor-faktor eksternal yang menjadi penyebab terjadinya perilaku seks pranikah antara lain:

a. Kurangnya informasi tentang seks. Hubungan seks dianggap eskpresi rasa cinta. Selain itu tidak tersedianya infomasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja mencari akses dan mengeksploitasi sendiri. Majalah, buku dan film pornografis yang


(37)

memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab yang harus disandang dan resiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama mereka.

b. Percintaan. Hubungan seks pada remaja umumnya akibat berpacaran atau percintaan dan beberapa diantaranya berorientasi pada pemuasan nafsu serta kebebasan seksual untuk mencapai kepuasan.

c. Kurangnya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak sehingga memperkuat munculnya perilaku yang menyimpang.

d. Pergaulan. Menurut Hurlock, perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya, terutama pada masa pubertas dimana pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan orang tua.

e. Adanya penundaan usia perkawinan yang menyebabkan tidak segera dilakukan penyaluran kebutuhan biologis yang tepat.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah (1) faktor internal yakni pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, karentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama dan status perkawinan. (2) faktor eksternal yakni kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga,


(38)

sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu. 11

Dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah dikalangan remaja secara umum adalah:

a. Kurangnya informasi tentang seks yang benar dan jelas.

b. Hubungan percintaan yaitu persepsi yang salah dalam mengartikan suatu perasaan dan hubungan dalam pacaran.

c. Jauh dari orang tua, akhirnya remaja merasa mempunyai kelonggaran dan kebebasan dalam bertingkah laku.

d. Media massa yaitu mudahnya akses infomasi dari majalah internet, jurnal internet dan lain-lain.

e. Kualitas religiusitas (keimanan) diri remaja itu sendiri.

f. Kematangan biologis yang berkaitan dengan pengendalian dan kontrol diri.

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga, faktor pergaulan dan kemajuan teknologi. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantaranya karena interaksi dengan orang tua tidak baik kemudian didukung juga pergaulan yang salah dan penyalahgunaan teknologi yang tidak tepat.

11 Suryoputro A., Nicholas J.F., Zahroh S., Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Seksual Remaja Di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan Dan Layanan Kesehatan Seksual Dan Reproduksi, (Makara Kesehatan. Vol.10. no.1 Juni 2006), hal.29.


(39)

Faktor didalam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif. Sikap permisif itu sendiri banyak dipengaruhi oleh faktor luar dan dalam diri individu. Dengan demikian faktor sikap dapat dijadikan prediktor yang kuat terhadap munculnya perilaku seks sebelum menikah. Oleh karena itu untuk memahami perilaku seks sebelum menikah bisa dilihat dari sikapnya.

5. Dampak Seks Pra Nikah

Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut12:

a. Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

b. Dampak fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

c. Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan

12 Ririn Damarsih, Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah pada Remaja SMA

di Surakarta, (Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009) hal. 20.


(40)

yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut.

d. Dampak fisik

Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono adalah berkembangnya penyakit menular seksual dikalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan resiko terkena PMS dan HIV/AIDS.

Bukan hanya itu saja kondisi psikologis akibat dari perilaku seks pranikah, pada sebagian remaja lain dampaknya bisa cukup serius, seperti ketegangan mental dan kebingungan untuk menghadapi segala kemungkinkan resiko yang akan terjadi, perasaan seperti itu akan timbul pada diri remaja jika remaja menyesali perbuatan yang sudah dilakukannya.

Kehamilan remaja, pengguguran kandungan (aborsi), terputusnya sekolah, perkawinan diusia muda, perceraian, penyakit kelamin, penyalahgunaan obat merupakan akibat buruk pertualangan cinta dan seks yang salah saat remaja masih sebagai seorang pelajar. Akibatnya, masa depan mereka yang penuh harapan hancur berantakan karena masalah cinta dan seks. Untuk itulah, pendidikan seks bagi remaja SMP dan SMA sebaiknya diberikan agar mereka mempunyai pengetahuan tentang seks yang benar.


(41)

Resiko-resiko yang menyangkut kesehatan bagi para pelaku hubungan seksual dini meliputi trauma seksual, meningkatnya pertumbuhan kanker serviks (leher rahim), terkena penyakit menular seksual dan juga kehamilan diusia muda.13

b. Kontrol Sosial

1. Pengertian Kontrol Sosial

Kontrol sosial adalah semua alat dan metode yang digunakan untuk merangsang seseorang agar mau menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak sesuatu kelompok atau masyarakat. Arti sesungguhnya kontrol sosial jauh lebih luas, karena pada pengertian tersebut tercakup segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.14

Kontrol sosial (Social Control) ialah pengawasan atau pengendalian oleh masyarakat terhadap tingkah laku individu berupa kontrol psikologis dan nonfisik, ini merupakan tekanan mental terhadap individu sehingga individu akan bersikap dan bertindak sesuai penilaian masyakarat (kelompok), karena ia berada dalam masyarakat (kelompok) tersebut. Hasil yang akan dicapai dengan adanya kontrol sosial diantaranya yaitu terjaminnya kelangsungan kehidupan kelompok (masyarakat), terjadinya integritas (keterpaduan)

13 Shahid Athar, Bimbingan Seks Bagi Kaum Muda Muslim (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004),

hal. 9.


(42)

didalam masyarakat, dan terjadinya proses pembentukkan kepribadian sesuai keinginan kelompok masyarakat tersebut.15

2. Tujuan Dan Macam-Macam Kontrol Sosial

Objek (sasaran) kontrol sosial adalah perilaku masyarakat. Menurut Abu Ahmadi16, kontrol sosial meliputi proses sosial yang direncanakan ataupun tidak direncanakan (spontan) untuk mengarahkan seseorang. Kontrol sosial pada dasarnya mendidik, mengajak, bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial. Adapun tujuan dan macam-macam kontrol sosial antara lain:

1. Tujuan kontrol sosial diantaranya mencegah timbulnya perilaku menyimpang. Menjaga ketertiban, keteraturan, dan keharmonisan sosial. Menjaga kelestarian nilai-nilai dan norma yang berlaku dan membantu terciptanya keamanan dan ketertiban bagi seluruh warga masyarakat. 2. Macam-macam kontrol sosial dibagi menjadi dua yaitu Pertama, dilihat

dari asalnya digolongkan menjadi: 1). Kontrol sosial internal yaitu pengendalian yang berasal dari pemerintah kepada kelompok masyarakat tertentu yang dianggap menyimpang. 2). Kontrol sosial eksternal yaitu pengendalian yang berasal dari rakyat kepada penguasa karena dirasa adanya penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa. Kedua, dilihat dari pelaksanaannya digolongkan menjadi: 1). Kontrol sosial primer yaitu pengendalian yang dilakukan oleh sekelompok kecil didalam masyarakat,

15 Elly Setyadi dan Usman Kholip, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 243. 16 Herabudin, Pengantar Sosiologi (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hal. 96.


(43)

misalnya keluarga, klan, dan kelompok bermain. 2). Kontrol sosial sekunder yaitu kontrol sosial yang dilakukan sekelompok besar yang tidak bersifat pribadi dan mempunyai tujuan tertentu.

3. Cara-cara Melakukan Kontrol Sosial

1. Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma masyarakat (yang mereka miliki).

2. Memberikan penghargaan kepada anggota-anggota masyarakat yang taat pada norma-norma sosial atau kemasyarakatan.

3. Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat. Bila menyimpang atau menyeleweng dari norma-norma sosial dan nilai-nilai yang berlaku.

4. Menimbulkan rasa takut (sampai terkutuk) bila melanggarnya.

5. Menciptakan sistem baku, yaitu tata tertib beserta sanksi-sanksi yang tegas. 17

Adapun cara-cara kontrol sosial berdasarkan aspek-aspek tertentu: a. Berdasarkan waktu pelaksanaannya: 1). Tindakan preventif yaitu

tindakan yang dilakukan oleh pihak berwajib sebelum penyimpangan sosial terjadi agar suatu tindak pelanggaran dapat diredam atau dicegah. Kontrol yang bersifat preventif umumnya dilakukan dengan cara melalui bimbingan, pengarahan dan ajakan. 2). Tindakan represif yaitu suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak berwajib pada saat penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi


(44)

dapat dihentikan. 3). Tindakan kuratif yaitu tindakan ini diambil setelah terjadinya tindak penyimpangan sosial. Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau serta mampu memperbaiki kesalahannya, sehingga dikemudian hari tidak lagi mengulangi kesalahannya.

b. Berdasarkan sifatnya: 1). Pengendalian internal: kontrol sosial jenis ini dilakukan oleh penguasa atau pemerintah sebagai pemegang kekuasaan (the rulling class) untuk menjalankan roda pemerintahannya melalui strategi-strategi politik. Strategi-strategi politik tersebut dapat berupa aturan perundang-undangan ataupun program-program sosial lainnya. 2). Pengendalian eksternal: kontrol sosial jenis ini dilakukan oleh rakyat kepada para penguasa. Hal ini dilakukan karena dirasa adanya penyimpangan-penyimpangan tertentu yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Kontrol sosial jenis ini dapat dilakukan melalui aksi-aksi demonstrasi atau unjuk rasa, melalui pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ataupun melalui wakil-wakil di DPRD.

c. Berdasarkan cara atau perlakuan kontrol sosial: 1). Tindakan persuasif yaitu tindakan pencegahan yang dilakukan dengan cara pendekatan secara damai tanpa paksaan. Bentuk pengendalian ini, mislanya berupa ajakan atau penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. 2). Tindakan koersif yaitu tindakan kontrol sosial yang dilakukan dengan cara pemaksaan. Dalam hal ini, bentuk


(45)

pemaksaan diwujudkan dengan pemberian sanksi atau hukuman terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran sesuai dengan kadar penyimpangannya. 18

4. Jenis-Jenis Kontrol Sosial

Masyarakat menginginkan tercapainya ketertiban sosial agar aktivitas hidupnya berlangsung dengan lancer. Menyadari adanya berbagai kepentingan individu dan adanya peluang terjadinya perilaku menyimpang sangat besar menyebabkan masyarakat membutuhkan berbagai jenis-jenis kontrol sosial sebagai berikut.

Pertama, Gosip atau desas desus, adalah bentuk pengendalian atau

kritik sosial yang dilontarkan secara tertutup oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang menyimpang perilakunya. Kedua, Teguran, adalah kritik sosial yang dilontarkan secara terbuka oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang berperilaku menyimpang. Teguran ini umumnya dilakukan oleh orang-orang dewasa seperti orang tua, guru, para tokoh masyarakat, dan para pemimpin masyarakat. Dalam pelaksanaannya teguran ini ada dua macam yaitu teguran lisan dan teguran tertulis.

Ketiga, Pendidikan, pendidikan juga berperan sebagai alat kontrol

sosial. Menurut pendapat para ahli sosiologi dan psikologi pengaruh pendidikan sangat menentukan proses pembentukkan kepribadian seseorang. Individu yang berpendidikan baik cenderung berperilaku lebih baik daripada

18 Dwi Narko J dan Bagong, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana,


(46)

individu yang kurang berpendidikan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka pendidikan dapat berfungsi untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang.

Keempat, Pendidikan agama, sama halnya dengan pendidikan, maka

agamapun dapat berperan sebagai alat kontrol sosial karena agama dapat mempengaruhi sikap dan perilaku para pemeluknya dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Agama pada dasarnya berisikan perintah, larangan, dan anjuran kepada pemeluknya dalam menjalani hidup sebagai makhluk pribadi, makhluk tuhan, dan sekaligus sebagai makhluk sosial.

Kelima, Hukuman, alat kontrol sosial yang tegas dan lebih nyata

sanksinya yaitu hukuman yang dapat berupa hukuman fisik, seperti hukuman mati, hukuman penjara, hukuman denda, atau pencabutan hak-hak oleh masyarakat atau pemerintah. Dengan adanya sanksi hukuman yang keras tersebut tentunya akan membuat jera bagi para pelanggar sehingga tidak berani mengulanginya lagi. 19

5. Tahap Kontrol Sosial

Sebagai suatu proses, kontrol sosial yang berlaku di masyarakat dapat dibedakan menjadi berikut ini:

a. Tahap sosialisasi atau pengenalan

Tahap sosialisasi atau pengenalan merupakan tahap awal proses kontrol sosial. Pada tahap ini, masyarakat dikenalkan pada bentuk-bentuk

19 Cohen Bruce J, Soiologi Suatu Pengantar (Terjemah) (Jakarta: Bina Aksara,


(47)

penyimpangan sosial beserta sanksi-sanksinya. Pengenalan tersebut dimaksudkan agar masyarakat menyadari efek dan sanksi yang akan diterimanya bila mereka melakukan suatu tindakan penyimpangan sosial. Didalam hal ini, tahap sosialisasi bersifat preventif yang bertujuan mencegah perilaku menyimpangang sosial.

b. Tahap penekanan sosial

Tahap penekanan sosial dilakukan untuk mendukung terciptanya kondisi sosial yang stabil. Pada tahap ini telah disertai dngan pelaksanaan sanksi atau hukuman kepada para pelaku tindakan penyimpangan. Dengan adanya sanksi yang menekan tersebut, diharapkan masyarakat segan dan tidak mau melakukan berbagai perbuatan yang menyimpang.

c. Tahap pendekatan kekuasaan/kekuatan

Pada tahap ini, terlihat adanya pihak pelaku kontrol sosial dan pihak yang dikendalikan. Tahap ini dilakukan jika tahap-tahap yang lain tidak mampu mengarahkan tingkah laku manusia sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Berdasarkan pelakunya, tahap pendekatan kekuasaan atau kekuatan ini dapat dibedakan diantaranya a). Pengendalian kelompok terhadap kelompok, misalnya anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan mengawasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan. b). Pengendalian kelompok terhadap anggotanya, misalnya bapak/ibu guru sekolah mengendalikan dan membimbing siswa/siswi yang belajar di sekolah itu. c). Pengendalian pribadi terhadap


(48)

pribadi lain, misalnya seorang ayah yang mendidik dan merawat anaknya, atau seorang kakak yang menjaga adiknya.

d. Akibat tidak berfungsinya lembaga kontrol sosial

Kontrol sosial dapat dilakukan secara internal dan secara eksternal. Kontrol internal merupakan pengendalian yang dilakukan oleh komponen masyarakat itu sendiri dibawah koordinasi para pemuka adat dan tokoh masyarakat. Pengendalian ini dapat diawali dari tiap-tiap individu dengan pelatihan pembudayaan norma dan nilai dari generasi tua ke generasi mudanya. Apabila pengendalian ini berhasil maka sesungguhnya kontrol sosial tidak memerlukan aparat formal, seperti kepolisian dan pengadilan.

Hal ini dapat terjadi pada masyarakat yang masih primitif sedangkan pada masyarakat modern kontrol sosial internal rasanya tidak mungkin untuk menjamin terciptanya suatu ketertiban. Pada masyarakat modern tegas dan jelas dengan sanksi-sanksi yang memberatkan. Kontrol sosial eksternal ini dilakukan oleh lembaga formal seperti kepolisian kejaksaan dan pengadilan dengan berdasarkan pada norma hukum, baik perdata maupun pidana. Tiga komponen dalam mewujudkan ketertiban yaitu:

1. Adanya norma-norma yang memadai yaitu norma-norma yang sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakatnya.

2. Adanya aparat penegak hukum, dalam hal ini aparat yang konsisten dalam menegakkan hukum dalam masyarakat.


(49)

3. Adanya kesadaran dari seluruh warga masyarakat untuk berlaku tertib dan menjunjung tinggi hukum dan aparat sebagai pilar penegak hukum.

Apabila lembaga-lembaga kontrol sosial tidak berfungsi, maka yang terjadi didalam masyarakat adalah suatu kesemrawutan atau ketidak kepastian. Bentuk nyata kejadian dalam masyarakat yang merupakan akibat langsung dari tidak berfungsinya lembaga kontrol sosial diantaranya:

Pertama, tidak adanya kepastian hukum. Kedua, semua kepentingan

masyarakat sulit untuk dipenuhi. Ketiga, sering terjadi konflik, terutama konflik kepentingan yang berlatar pada hakekat hidup. Keempat, munculnya komersialisasi hukum, jabatan, dan kekuasaan. Kelima, munculnya sidikat-sindikat kejahatan yang mempunyai kepentingan khusus.

6. Cara-Cara Untuk Menanggulangi Terjadinya Perilaku Menyimpang 1. Usaha di lingkungan keluarga

a. Menciptakan keluarga yang harmonis, terbuka dan jauh dari kekacauan. Dengan keadaan keluarga yang seperti ini, mengakibatkan anak-anak remaja lebih sering tinggal dirumah daripada keluyuran di luar rumah. Tindakan ini lebih mendekatkan hubungan orang tua dengan anaknya. b. Memberikan kemerdekaan kepada anak remaja untuk mengemukakan

pendapatnya dalam batas-batas kewajaran tertentu. Dengan tindakan seperti ini, anak-anak dapat berani untuk menentukan langkahnya, tanpa ada keraguan dan paksaan dari berbagai pihak. Sehingga mereka dapat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap apa yang mereka kerjakan.


(50)

c. Orang tua selalu berbagi (sharing) pengalaman, cerita dan informasi kepada anak-anak remaja. Sehingga mereka dapat memilih figure dan sikap yang cocok untuk dijadikan pegangan dalam bertingkah laku. d. Orang tua sebaiknya memperlihatkan sikap-sikap yang pantas dan dapat

diteladani oleh anak-anak mereka.

2. Usaha di lingkungan sekolah

a. Menegakkan disiplin sekolah yang wajar dan dapat diterima siswa dan penghuni sekolah. Disiplin yang baik dan wajar dapat diterapkan dengan pembentukkan aturan-aturan yang sesuai dan tidak merugikan berbagai pihak.

b. Pelaksanaan peraturan dengan adil dan tidak pandang bulu. Tindakan dilakukan dengan cara memberikan sanksi yang sesuai terhadap semua siswa yang melanggar peraturan tanpa melihat keadaan orang tua siswa tersebut. Seperti siswa yang berasal dari keluarga terpandang atau pejabat.

c. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar sekolah. Dengan cara ini, masyarakat dapat melaporkan langsung penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan siswa yang diluar pekarangan sekolah.

3. Usaha di lingkungan masyarakat

a. Menegur remaja-remaja yang sedang melakukan tindakan-tindakan yang telah melangar norma.


(51)

b. Menjadi teladan yang baik bagi remaja-remaja yang tinggal di lingkungan tempat tinggal.

c. Mengadakan kegiatan kepemudaan di lingkungan tempat tinggal. Kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan melibatkan remaja-remaja untuk berpartisipasi aktif. 20

Belakangan ini, sebagai dampak dari perubahan-perubahan norma-norma budaya, aktivitas seksual remaja terlihat semakin meningkat. Fenomena ini jelas sangat mengkhawatirkan orang tua dan masyarakat, sebab meskipun seksualitas merupakan bagian normal dari perkembangan, tetapi perilaku seksual tersebut disertai dengan resiko-resiko yang tidak hanya ditanggung oleh remaja itu sendiri melainkan juga oleh orang tua dan masyarakat. Oleh sebab itu kontrol sosial sangat dibutuhkan dalam mengatasi perilaku menyimpang yang terjadi di masyarakat terutama perilaku seks pranikah.

C. Kerangka Teori

Salah satu teori dalam ilmu sosiologi yang pernah lahir dan banyak memberikan perhatian bagi sebagian besar sosiolog baik yang mendukung ataupun yang mengkritiknya adalah teori fungsional struktural. Teori ini merupakan salah satu teori yang terdapat dalam gugusan paradigma fakta sosial, dimana pandangannya lebih mengutamakan pada peran setiap struktur masyarakat dan pengaruhnya terhadap pola dan sistem dalam masyarakat.


(52)

Secara sederhana, asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa setiap bagian atau struktur dalam masyarakat fungsional terhadap struktur yang lain. Artinya tidak satu bagian dalam masyarakat yang tidak memiliki fungsi dalam sistem kehidupan di masyarakat.

Terlepas dari asumsi diatas, teori ini memandang masyarakat dalam level makro. Sehingga perhatiannya lebih ditekankan pada sistem masyarakat secara keseluruhan bukan individu dalam masyarakat. Namun tidak berarti mengesampingkan eksistensi individu dalam sistem dan keberadaannya di masyarakat.

Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan pada salah satu bagian akan menyebabkan perubahan pola pada bagian yang lain. 21

Keseimbangan yang dimaksudkan dalam teori ini adalah bahwa masyarakat selalu dalam keadaan yang harmonis tanpa adanya konflik yang terjadi karena segala sesuatunya dianggap fungsional terhadap yang lain, dan apabila konflik terjadi maka sistem akan mengembalikan pada posisi semula sebelum terjadinya konflik ataupun bagian tersebut akan tereduksi dan hilang dari sistem yang berlaku.

Talcott Parsons adalah salah satu tokoh utama dalam teori ini. Teori struktural fungsional Talcott Parsons dimulai dengan empat fungsi penting.

21 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: PT. Raja


(53)

Untuk semua sistem “tindakan” yang disebut dengan AGIL. Melalui AGIL ini kemudian dikembangkan pemikiran mengenai struktur dan sistem.

Menurut Parsons fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kea rah pemenuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan definisi ini Parsons yakin bahwa empat fungsi penting yang diperlukan semua sistem yang dinamakan AGIL yang antara lain adalah:

a. Adaptation (adaptasi)

Sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.

b. Goal Attainment (pencapaian tujuan)

Sebuah sistem harus mendefinisikan diri untuk mencapai tujuan utamnya.

c. Integration (integrasi)

Sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L).

d. Latency (pemeliharaan pola)

Sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik motivasi individu maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi itu. 22


(54)

Agar dapat tetap bertahan, maka suatu sistem harus mempunyai keempat fungsi ini. Parsons mendesain skema AGIL ini untuk digunakan di semua tingkat dalam sistem teorinya, yang aplikasinya adalah sebagai berikut:

Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi

adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal.

Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan

menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya.

Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan

bagian-bagian yang menjadi komponennya.

Sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan

menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak.

Inti pemikiran Parsons ditemukan dalam empat sistem tindakan yang diciptakannya. Tingkatan yang paling rendah dalam sistem tindakan ini adalah lingkungan fisik dan organisme, meliputi aspek-aspek tubuh manusia, anatomi, dan fisiologisnya. Sedang tingkat yang paling tinggi dalam sistem tindakan adalah realitas terakhir yang mungkin dapat berupa kebimbangan, ketidak pastian, kegelisahan, dan tragedi kehidupan sosial yang menantang organisasi sosial. Di antara dua lingkungan tindakan itulah terdapat empat sistem yang diciptakan oleh Parsons meliputi organisme perilaku, sistem kepribadian,


(55)

sistem sosial, dan sistem kultural. Semua pemikiran Parsons tentang sistem tindakan ini didasarkan pada asumsi-asumsi berikut:

1. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling bergantung.

2. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.

3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur. 4. Sifat dasar bagian dari suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk

bagian-bagian lain.

5. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya.

6. Alokasi dari integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.

7. Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.23

Teori diatas dianggap memiliki relevansi dengan pembahasan tema yang ada karena sesuai dengan keadaan yang ada di masyarakat mengenai bagaimana mengoptimalisasikan setiap struktur dan individu yang ada di dalam masyrakat


(56)

desa Randuwatang guna mengatasi perilaku seks pranikah di kalangan remaja melalui kontrol sosial masyarakat di desa Randuwatang itu sendiri.


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yang mana jenis penelitian ini hanya menggambarkan, meringkas, berbagai kondisi, situasi atau berbagai variabel. Menurut Moleong, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang datanya dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.1

Dengan menggunakan jenis tersebut, penelitian ini berusaha untuk menjawab atas pertanyaan diatas yaitu bagaimana fenomena seks pranikah di kalangan remaja dan kontrol sosial masyarakat desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang.

Peneliti memilih jenis penelitian ini karena sesuai dengan judul peneliti untuk mengungkapkan permasalahan pada remaja yang berperilaku menyimpang. Penelitian dalam bentuk tersebut dapat memberikan jawaban-jawaban mengenai persoalan perilaku seks pranikah di kalangan remaja dan kontrol sosial masyarakat desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang yang detail dan sedalam-dalamnya dalam bentuk deskriptif.

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah di desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang. Sasaran penelitian ini tertuju pada para

1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2002), hal. 4.


(58)

remaja yang melakukan seks pranikah usia 12 tahun sampai 22 tahun dan masyarakat desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang.

Peneliti memilih lokasi tersebut sebagai obyek penelitian, karena:

1. Desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang letaknya yaitu diperbatasan antara kota Jombang dan kota Mojokerto, sehingga sangat mudah mengikuti arus perkembangan modernisasi.

2. Perilaku seks pra nikah di kalangan remaja mulai meningkat, sehingga diperlukan adanya penanganan dengan segera.

3. Pemilihan desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang dimungkinkan peneliti dapat memperoleh data-data yang sesuai dengan masalah penelitian, yaitu remaja yang melakukan seks pra nikah dan kontrol sosial masyarakat.

Waktu penelitian yang diambil oleh peneliti, yakni tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 1.1 : Proses Penelitian

No Bentuk kegiatan Waktu

1 Pra-studi lapangan Oktober – November

2 Studi lapangan November - Desember


(59)

C. Pemilihan Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, sebagai usaha untuk mendapatkan kevalidan data dalam penelitian ini digunakan sumber data. Sumber data ini dibedakan oleh peneliti menjadi dua sumber atau subjek penelitian, yaitu:

a. Subjek Primer: Peneliti lebih memfokuskan pada remaja yang berusia 12 - 22 tahun, hal ini dikarenakan berdasarkan observasi dan wawancara ditemukan banyak kasus seks pranikah yang dijalankan oleh generasi penerus ini.

Adapun profil 11 informan yang peneliti wawancarai adalah sebagai berikut:

1. Abib Bachtiyar

Pemilihan Bapak Abib Bachtiyar sebagai informan, disebabkan karena peneliti ingin mengetahui kontrol sosial masyarakat dalam mengatasi seks pranikah di kalangan remaja. Bapak Abib Bachtiyar adalah informan pertama yang peneliti wawancari. Bapak Abib Bachtiyar berusia 5 tahun, beliau adalah kepala desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang.

2. Irawati

Pemilihan Ibu Irawati sebagai informan, karena peneliti ingin mengetahui kontrol sosial masyarakat dalam mengatasi seks pranikah di kalangan remaja dari sudut pandang agama. Ibu Irawati adalah informan kedua yang peneliti wawancarai. Ibu Irawati berusia 51 tahun dan beliau adalah guru TPQ dan pedagang.


(60)

3. Siyami

Pemilihan Ibu Siyami sebagai informan, karena peneliti ingin mengetahui kontrol sosial masyarakat dalam mengatasi seks pranikah di kalangan remaja. Ibu Siyami adalah informan ketiga yang peneliti wawancarai. Ibu Siyami berusia 87 tahun dan beliau sekaligus sebagai salah satu sesepu desa Randuwatang kecamatan Kudu kabupaten Jombang.

4. Dalati

Pemilihan Ibu Dalati sebagai informan, karena peneliti ingin mengetahui kontrol sosial masyarakat dalam mengatasi seks pranikah di kalangan remaja. Ibu Dalati adalah informan keempat yang peneliti wawancarai. Ibu Dalati berusia 48 tahun dan beliau adalah seorang ibu rumah tangga.

Selain keempat informan tersebut, peneliti juga mengambil informan dari remaja usia 12-22 tahun. Adapun remaja yang masuk kriteria remaja yang penulis jadikan informan berjumlah 6 orang yaitu:

1. Bunga

Remaja berusia 20 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga dan pendidikan terakhir SMK.

2. Rara

Remaja berusia 19 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga dan pendidikan terakhir MAN.

3. Alex


(61)

4. Zaskia

Remaja berusia 19 tahun dan masih duduk dibangku kuliah (mahasiswi). 5. Boy

Remaja berusia 20 tahun dan masih duduk dibangku kuliah (mahasiswa). 6. Cantik

Remaja berusia 17 tahun dan masih duduk dibangku 3 SMA. Berikut adalah tabel 11 informan yang telah diwawancarai peneliti:

Tabel 1.2. Daftar informan primer wawancara

No Nama

(disamarkan)

Usia Pendidikan Pekerjaan

1 Abib Bachtiyar (lk) 45 th SMA Kepala Desa

2 Irawati (pr) 51 th MI Ustadzah dan Pedagang

3 Siyami (pr) 87 th _ Pedagang

4 Dalati (pr) 48 th SMP Wiraswasta

5 Bunga (pr) 20 th SMK Ibu Rumah Tangga

6 Rara (pr) 19 th MAN Ibu Rumah Tangga

7 Alex (lk) 17 th SMK Pelajar

8 Zaskia (pr) 19 th Mahasiswi Mahasiswi

9 Boy (lk) 20 th Mahasiswa Mahasiswa

10 Cantik (pr) 17 th SMA Pelajar

Sumber: Hasil Observasi dan Wawancara

Karakteristik informan perlu diketahui agar peneliti mudah untuk mengklasifikasikan informan yang ada. Dalam penelitian ini mengambil


(1)

109

tidak berhasil proses-proses pengendalian sosial harus digiatkan demi terpeliharanya ketertiban. Warga masyarakat lain yang mengetahui bentuk-bentuk seks pranikah dan melakukan kontrol sosial.

Oleh karena itu, tindakan yang seringkali dilakukan di dalam masyarakat desa Randuwatang ketika terjadi perilaku seks pranikah yaitu gosip, cemoohan dan label merah (menyandang nilai seumur hidup) bagi pelaku seks pranikah yang sampai hamil diluar nikah. Sedangkan untuk remaja yang lain yaitu memberikan teguran dan nasehat. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi seks pranikah oleh remaja yang lainnya.


(2)

110

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bentuk perilaku seks pranikah yang dilakukan oleh remaja desa Randuwatang di antaranya pegangan tangan, pelukkan, ciuman, oral sex dan bersenggama. Remaja bisa sampai melakukan hubungan seks pranikah karena adanya tempat yang mendukung seperti villa, tempat kos, dirumah saat sepi, dan lain-lain. Yang mana tempat-tempat tersebut kontrol dari lingkungan sangat kurang. Ditambah pula dengan kemajuan teknologi, kemajuan teknologi juga turut mewarnai remaja dalam melakukan seks pranikah karena dengan kemajuan teknologi yang berupa handphone malah dijadikan oleh para remaja untuk melancarkan aksinya yaitu untuk janjian, ketemuan dimana dan dengan siapa. Hal-hal tersebutlah yang mengakibatkan sesuatu yang tidak diinginkan yaitu kehamilan di luar nikah.

2. Kontrol sosial yang diberikan oleh masyarakat desa Randuwatang untuk melakukan pengendalian ketika terjadi perilaku seks pranikah di kalangan remaja apalagi kalau remaja itu sampai hamil diluar nikah, bentuk kontrol sosial berupa represif yaitu sangat beragam mulai dari gosip, cemoohan bahkan label merah. Sedangkan bagi seks pranikah yang tidak sampai hamil, bentuk kontrol sosial berupa preventif yaitu pengendalian sosial ditekankan pada usaha untuk mengajak dan membimbing misalnya hanya teguran dan nasehat. Bentuk


(3)

111

kontrol yang dilakukan masyarakat desa Randuwatang cenderung sama yakni menegur dan mengajak, tetapi hal ini dirasa belum cukup efektif untuk mengatasi perilaku seks pranikah, lembaga pun juga belum efektif.

B. Saran

Agar terpeliharanya perilaku remaja sehingga tidak melakukan penyimpangan, berbagai saran untuk masyarakat, orang tua, remaja, dan tokoh masyarakat agar perilaku remaja sesuai dengan nilai, norma dan kontrol sosial yang lebih diperhatikan lagi sebagai bentuk pencegahan terhadap perilaku seks pranikah.

1. Untuk masyarakat desa agar lebih menegaskan dan terus memberi kontrol sosial pada remaja dengan lebih tegas lagi.

2. Untuk para orang tua remaja, agar terus memberikan nasehat dan mengontrol lebih baik, mengjarkan nilai-nilai agama secara mendalam dan orang tua juga dapat menjadi teman sekaligus pengayom bagi remaja dengan menumbuhkan sikap keterbukaan dan bersahabat.

3. Untuk remaja, remaja sebagai penerus bangsa, sebaiknya mematuhi norma yang berlaku baik itu di dalam masyarakat, agama dan hukum.

4. Untuk tokoh masyarakat atau tokoh agama, yaitu memberikan bimbingan dengan lebih intens dengan cara kegiatan sosial maupun keagamaan dan lebih mengharuskan remaja mengikuti kegiatan tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Martono, Nanang. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

J, Cohen Bruce. Soiologi Suatu Pengantar (Terjemah). Jakarta: Bina Aksara, 1990.

Mawardi, Hidayati, Nur. IAD-ISD-IBD. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers, 2001.

Salisa, Anna. 2010, “Perilaku Seks Pranikah Di Kalangan Remaja (Studi Deskriptif Tentang Perilaku Seks Pranikah Di Kalangan Remaja Kota Surakarta)”. Skripsi, Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Saputra, Natalia Desi. Remaja Dan Seks Pranikah (Kasus Di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu), Jurnal Sociologie 1, no. 1: 10-16.

FSSK, UKM. Hamil Luar Nikah Dalam Kalangan Remaja. Journal e-Bangi 7, no. 1 (2012): 131-140.

Dhede. Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja. Google: 2002. http://www.e-psikologi.com/remaja/030602.html.


(5)

Masland, Robert P., IT’S ALL ABOUT SEX. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

B, Simandjuntak, & Pasaribu. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito, 1986.

Setyadi, Elly, dan Kholip, Usman. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2011.

Herabudin. Pengantar Sosiologi. Bandung: Pustaka Setia, 2015.

Suryoputro A., Nicholas J.F., Zahroh S., Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja Di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan Dan Layanan Kesehatan Seksual Dan Reproduksi. Makara Kesehatan 10, no.1 (2006): 29.

Damarsih Ririn. 2009, Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah pada Remaja SMA di Surakarta. Skripsi, Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

Athar, Shahid. Bimbingan Seks Bagi Kaum Muda Muslim. Jakarta: Pustaka Zahra, 2004.

Gunawan, Ary H., Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Asdi Mahasalya, 2000.

J. Dwi Narko dan Bagong. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana, 2006.

Etab, Horton Paul B., Sosiologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 1993.

Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.


(6)

Ritzer, George. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002.

Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.