KONSTRUKSI SOSIAL DI DUNIA PERAN PEMENTASAN DRAMA : STUDI DI TEATER SUA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

(1)

Ampel Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

IMAM HANAFI HAFADS

NIM. B75212073

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Imam Hanafi Hafads, 2017, Konstruksi Sosial di Dunia Peran Pementasan Drama (Studi di Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya), Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Konstruksi, Teater, Pementasan Drama

Dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana proses yang terjadi di suatu teater yang dilihat dari proses konstruksinya. Proses konstruksi yang terjadi di pementasan drama, antara penonton dan aktor pementasan, dalam pementasan tidak hanya ada aktor, namun ada elemen yang mendukung dalam pementasan drama. Elemen itu sudah terbentuk lama sebelum pementasan terjadi. Proses konstruksi yang dibangun tidak hanya di dalam gedung dimana pementasan teater di pentaskan, tapi juga sebelum itu, melalui proses produksi.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah Konstruksi Sosial Peter L.Berger dan Thomas Luckmann.

Dalam teori konstruksi sosial ada tiga tahap yang terjadi, yaitu, eksternalisasi, internalisasi, obyektivasi. maka dalam penelitian ini di temukan bahwa : (1) Proses Konstruksi Pementasan Drama berawal dari pembentukan proses produksi, mulai dari pemilihan Ketua produksi, sutradara, pemain dan latihan. Peter L. Berger menyebutnya eksternalisasi (2) Konstruksi dalam proses produksi dalam rangka untuk menyampaikan pesan yang dibwanya melalui naskah yang dipentaskan, pementasan ini yang di legitimasi oleh penonton. Aktor melatih dirinya dan latihan bersama, juga semua elemen berproses

sesuai perannya masing-masing, hal ini adalah internalisasi (3) Proses selanjutnya ialah

obyektivasi, ketika naskah dan hal lainnya sudah berada dalam diri aktor, dan aktor siap untuk mementaskan, maka aktor mementaskan naskah tersebut.dalam pementasan, penonton berada dalam internalisasi yang nantinya akan di legitimasi melalui alasan-alasan logis yang ada dalam pementasan.


(7)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii

MOTTO ...iv

PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ...vii

ABSTRAK ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR GRAFIK ...xv

BAB I : PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang masalah……….………. ...1

B. Rumusan Masalah ...8

C. Tujuan Penelitian ...8

D. Manfaat Penelitian ...8

E. Definisi Konseptual ...9

D. Sistematika Pembahasan ... BAB II : PEMENTASAN DRAMA DAN KOSNTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN ...14

A. Penelitian Terdahulu ...14


(8)

xii

C. Konstruksi Sosial Peter L. Berger Dan Thomas Luckmann ...20

BAB III : METODE PENELITIAN ...40

A. Jenis Penelitian ...40

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...41

C. Pemilihan Subyek Penelitian ...42

D. Tahap-Tahap Penelitian ...43

E. Teknik Pengumpulan Data ...44

F. Teknik Analisis Data ...48

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...49

BAB IV : PEMENTASAN DRAMA DALAM PROSES KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN ...53

A. Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ...53

B. Pementasan Drama Sebagai Konstruksi ...61

C. Konstruksi Pementasan Drama ...80

BAB V : PENUTUP ...84

A. Kesimpulan ...84

B. Saran ...85 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN

Pedoman Wawancara Dokumen lain yang relevan Jadwal Penelitian

Surat Keterangan (bukti melakukan penelitian) Biodata Peneliti


(9)

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 ...28 Bagan 1.2 ...58


(10)

xiv

DAFTAR TABEL

Bagan 1.1 ...58 Bagan 1.2 ...59


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya manusia sangat berkaitan dengan kebudayaan, keduanya tidak bisa dipisahkan. Terciptanya atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Manusia telah dilengkapi Tuhan dengan akal pikiran menjadikan mereka khilafah di muka bumi dan diberikan kemampuan apa yang disebut sebagai daya dari manusia itu sendiri. Dengan itulah manusia mampu menciptakan budaya. Kata “Kebudayaan” berasal dari bahasa sansekerta Buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari

Budhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal yang bersangkutan dengan budi dan akal” E. B tylor juga mengmukakan tentang kebudayaan, mencoba untuk mendifinisikan tentang kebudayaan. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, keseniana moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemapuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.1

Menurut Koentjaraningrat Ada 7 unsur kebudayaan yang dapat ditemukan, yaitu Bahasa, Sistem Pengetahuan, Organisasi Sosial, Sistem Peralatan hidup dan Teknologi, Sistem mata pencaharian hidup, Sistem religi, Kesenian.2 Dipandang dari sudut kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati,

1

Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) Hal 150.

2


(12)

maka bisa dibagi menjadi dua, seni rupa dan seni suara, sedang yang meliputi keduanya ialah seni drama.

Melihat uraian diatas, Drama menjadi unsur dari budaya yang harusnya dilestarikan sebagai manusia yang bermasyarakat, pada perjalanan waktu drama mampu menjadi sarana untuk melestarikan budaya dikarenakan pesan yang ada didalamnya. Dalam bahasa Jawa, drama sering disebut sandiwara. Kata sandi artinya rahasia, wara(h) menjadi warah yang berarti ajaran. Sandi wara berarti

drama yang memuat ajaran tersamar tentang hidup. Sandiwara dan drama memiliki kesamaan, yakni adanya muatan kisah yang bercirikan dialog.3 Berbicara “Drama” maka berbicara pementasan dialogis, yang mana kesuksesan pentas drama tergantung pada berjalannya pementasan, dalam akting ataupun alur hingga penyampaian pesan. Selain sandiwara dan drama, adalagi yang disebut teater. Teater menurut etimologi teater dari bahasa Yunani thetron, bahasa inggris

theater, yang berarti pertunjukan ataudunia sandiwara, yang spektakuler.4 Dalam perkembangannya, dalam pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan, misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya. Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebagai ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual.

3

Suwardi Endraswara, Metode Pembelajaran Drama, (Yogyakarta: CAPS, 2011) Hal. 12. 4


(13)

Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan paparan di atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”. Dengan demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton. Namun, teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani Kuno draomai yang berarti bertindak atau berbuat dan

drame yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan

Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah.

Dalam istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata “drama” juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM). Hubungan kata teater dan “drama” bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teater berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan drama berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas dua panggung dan disaksikan oleh penonton. Jika drama


(14)

adalah lakon dan teater adalah pertunjukan maka drama merupakan bagian atau salah satu unsur dari teater.

Dapat disimpulkan bahwa teater adalah pementasan yang menarik, di Indonesia beberapa teater yang mewarnai panggung pertunjukan diantaranya Teater Koma, Teater Gandrik, Teater Rendra, Teater Kampus dan lain sebagainya. Kelompok-kelompok tersebut mengolah drama menjadi sebuah pertunjukan yang mengutamakan akting, dialog, dan gerak5.

Persoalan yang dihadapi dalam naskah drama adalah konflik manusia berupa lakuan yang tercermin dalam dialog dan petunjuk lakukan. Materi konfliks dialami dari kehidupan yaitu hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Tuhan. Kisah perjalanan manusia dan berbagai peristiwanya adalah materi konflik drama sejak, lahir dan mati, kawin dan cerai, melakukan kejahatan dan hukuman, perang dan damai. Sedangkan temanya berupa keberanian dan kepengecutan, kesetiaan dan pengkhianatan, keserakahan dan murah hati. Emosinya berupa kemarahan, cinta, benci, ketakutan, dan kenikmatan.

Dasar dari materi naskah drama adalah konflik kehidupan dengan kisah awal, konflik, dan penyelesaian. Hukum drama menurut Ferdinand Brunetiere berpokok pada “kisah protagonis” yang menginginkan sesuatu, dan “antagonis” yang menentang dipenuhinya keinginan itu.

5

Rahman Sabur, Tetaer Indonesia (Makalah disampaikan dalam acara Workshop Keteateran di Dewan Kesenian Jawa Timur, Surabaya Pada 10 Oktober 2013)


(15)

Sebagai contoh: Engtay dalam lakon Sampek dan Engtay karya N. Riantiarno, Engtay adalah tokoh protagonis yang harus menghadapi sikap ayahnya yang keras agar tidak berhubungan dan menjalin cinta dengan Sampek karena perbedaan kelas sosial. Namun, Engtay tetap jatuh cinta dan dibawa sampai mati.

Contoh lain, Lakon RT NOL/RW NOL karya Iwan Simatupang, Kakek adalah tokoh protagonis yang menyadari masa lalunya dan rela untuk hidup di kolong jembatan. Sedangkan Ani dan Ina adalah pelacur muda yang bosan dengan kehidupan kolong jembatan yang makan makanan sisa yang dimasak oleh Pincang.6

Konflik yang ada di alam semesta, baik konflik antarmanusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhannya. Kemudian penulis dengan pandangannya menulis naskah dan kemudian dinikmati oleh pembaca. Drama sebagai karya sastra dibaca oleh penikmatnya tanpa harus dipentaskan.7

Tentunya, ada pementasan, pasti ada aktor atau pemain. Aktor adalah salah satu syarat utama terciptanya sebuah pementasa teater. Tanpa aktor, tidak akan lahir sebuah pementasan yang dapat dilihat, dinikmati dan diapresiasi. Tanpa aktor tentu saja panggung atau pentas akan terasa kosong.8

Seperti halnya Pementasan Drama yang dilakukan oleh teater kampus dalam hal ini Teater Sua Fakultas dakwah dan Komunikasi Universitas Islam

6

Suroso, Drama Teori dan Praktik (Yogyakarta:Elamtera, 2015), 21 7

Ibid, 22 8

Yoshi Oida dan Lorna Marshal, Ruang Tubuh aktor (Surabaya: Dewan Kesenian Jawa Timur, 2012) Hal ix.


(16)

Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, yang beranggotakan Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya yang mempunyai tuntutan menjadi aktor yang baik agar akting, dialog dan geraknya baik. Aktor teater mempunyai dua dunia, pertama dunia sesungguhnya, artinya dunia aktor tidak ada sangkut pautnya dengan peran dalam pertunjukan yang ia perankan. Kedua, Dunia aktor yang baginya dunia tersebut dikarenakan paksaan untuk kepeentingan berteater atau akting. Untuk menuju dunia kedua, aktor harus melalui beberapa proses keteateran. Di Teater Sua ada pendalaman karakter, observasi, dan olah gerak, vokal, mimik wajah, olah rasa, dan sebagainya. Sebagai aktor harus mampu memerankan tokoh yang ia bawa. Selain itu ada banyak pendukung dalam pementasan, seperti tata rias, tata panggung, naskah, sutradara dan lain-lain

Dalam Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya hal tersebut dikerjakan secara bersamaan, secara berkolompok dan struktural, terorganisir. Hingga sampai pada pertunjukan yang ditonton oleh penonton. Dalam pertunjukan, penonton menyimak pementasan yang disuguhkan. Dalam pertunjukan teater penonton akan mencermatai atau menangkap beberapa hal yang muncul. Dalam pertunjukan teater penonton mencermati pesan yang dibawa atau tanda yang dimunculkan oleh aktor melalui perannya.

Ada proses kontruksi sosial yang muncul di dalam proses menjadi aktor dan ruang pertunjukan, yang pertama, hubungan antar aktor, dalam proses pemeranan dan beradaptasi dengan pemain lain. Kedua, antara aktor dan penonton di dalam pementasan. Sehingga penonton bisa menggunakan emosinya, ataupun pikirannya ketika menonton. Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN


(17)

Sunan Ampel Surabya lebih konsen pada naskah-naskah drama yang biasa disebut naskah teater realis, dengan membawa pesan sosial. Drama yang dibawakan tidak jauh dari kehidupan masyarakat umumnya, dengan memberikan refleksi-refleeksi sehingga nantinya bisa bertukar gagasan dengan penonton dilain waktu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Proses Konstruksi Sosial Dalam Pementasan Drama Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

C. Tujuan Penelitian

A. Penelitian ini menjelaskan tentang Proses Konstruksi pementasan drama teater, yang pada hal ini pertunjukan-pertujukan oleh Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

B. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :

1.Teoritis

Secara akademisi gambaran penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan Sosiologi tentang Konstruksi sosial


(18)

2.Praktis

Secara praktis gambaran penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya untuk memperdalam ilmu pengetahuan dalam konstruksi sosial dan diharapkan menjadi acuan dalam mengembangkan proses maupun organisasinya.

D. Definisi Konseptual 1. Konstruksi Sosial

Dalam pementasan Drama, Konstruksi Sosial yang terjadi adalah konstruksi dimana terjadi pada kelompok itu sendiri dan kelompok lain, maksudnya adalah dimana sekelompok dalam proses sebelum pementasan, ada proses dimana penyesuaian diri dengan peran yang akan dimanikannya. Selanjutnya, proses konstruksi yang terjadi adalah pada panggung yang di tonton oleh penonton pementasan drama, proses konstruksi yang terjadi adalah terjadi pada sang aktor dan penonton.

Istilah Konstruksi sosial atas realitas didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimi liki dan dialami secara subyektif. Yang realitasnya mengalami tiga tahap yaitu eksternalisasi, objektifasi, dan internalisasi.9

Eksternalisasi, adalah suatu keharusan antropologis. Manusia, menurut pengetahuan empiris diri (individu), tidak bisa dibayangkan

9


(19)

terpisah dari pencurahan diriya terus-menerus ke dalam dunia yang ditempatinya. Kedirian manusia bagaimanapun tidak bisa dibayangkan tetap tinggal diam di dalam dirinya sendiri, dalam suatu lingkup tertutup, dan kemudian bergerak keluar untuk mengekspresikan diri dalam dunia sekelilingnya.10

Pementasan Drama merupakan sarana untuk aktor Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya dalam mencurahkan sebuah pesan yang disampaikan sebagaimana yang ada didalam naskah, sehingga penonton paham dengan pementasan.

Objektifasi, merupakan interaksi sosial dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Semua aktivitas manusia yang terjadi dalam eksternalisasi, dapat mengalami proses pembiasaan (habitualisasi) yang kemudian mengalami pelembagaan (institusionalisasi). Kelembagaan berasal dari proses pembiasaan atas aktivitas manusia. Setiap tindakan yang sering diulangi, akan menjadi pola. Pembiasaan, yang berupa pola, dapat dilakukan kembali di masa mendatang dengan cara yang sama, dan juga dapat dilakukan dimana saja.11 Sampai disini, aktor menjadi terbiasa dengan proses dan peran yang harus ia mainkan.

Internalisasi merupakan proses penyerapan ke dalam kesadaran dunia yang terobyektifasi sedemikian rupa sehingga struktur dunia ini menentukan struktur subyektif kesadaran itu sendiri. Sejauh internalisasi

10

Peter L. Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial. (Jakarta: LP3ES. 1991) Hal. 5 11

Peter L. Berger, Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan.


(20)

itu telah terjadi, individu kini memahami berbagai unsur dunia yang terobyektivasi sebagai fenomena yang internal terhadap kesadarannya bersamaan dengan saat dia memahami unsur-unsur itu sebagai fenomena-fenomena realitas eksternal.12

2. Pementasan Drama

Pentas adalah suasana tempat di mana jiwa manusia dapat terbang dengan bebas. Disuatu tempat di mana seni diberi nafas, yaitu kehidupan yang mengasyikan, sebagai karya pentas, drama memuat aneka seni, seperti tari, sastra, musik, dan peran. Masing masing saling mendukung, tidak dapat terpisahkan. Drama sebagai karya lengkap.13

3. Sistematika Pembahasan BAB I Pendahuluan

Dalam bab pendahuluan, penulis memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang akan diteliti. Satelah itu menentukan rumusan masalah dalam penulisan tersebut. Serta menyertakan tujuan dan manfaat penulisan.

BAB II Kajian Teori

Dalam bab kajian pustaka, penlis memberikan gambaran tentang definisi konsep yang berkaitan dengan judul penulisan, serta teori yang akan digunakan dalam penganalisahan masalah. Definisi

12

Peter L. Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial. (Jakarta: LP3ES. 1991) Hal. 19 13


(21)

konsep harus digambarkan dengan jelas. Selain itu harus memperhatikan relevansi teori yang akan digunakan dalam menganalisis data.

BAB III Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang dituangkan pada sub bab ini adalah kegiatan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di lapangan. Yang perlu menjadi perhatian penting bagi peneliti adalah bagaimana menyusun pembahasan tentang metode penelitian yang bukan sekedar jiplakan dari laporan penelitian lain tetapi memuat apa yang benar-benar peneliti lakukan di lapangan. Pembahasan ini merupakan laporan kegiatan-kegiatan peneliti selama melakukan penelitian dan bukan mengulang definisi-definisi metode penelitian sebagaimana yang tertulis dalam buku-buku metode penelitian.

BAB IV Penyajian dan Analisis Data

Dalam bab penyajian data, penulis memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder. Penyajian data dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel atau bagan yang mendukung data.


(22)

BAB V Penutup

Dalam bab penutup, penulis menuliskan kesimpulan dari permasalahan dalam penulisan selain itu juga memberikan saran kepada para pembaca laporan penelitian ini, masyarakat dan instasi terkait.


(23)

13 BAB II

PEMENTASAN DRAMA DAN KOSNTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN

A. PENELITIAN TERDAHULU

Dalam setiap penelitian penting untuk mempelajari penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan refrensi untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan penelitian yang sedang dilakukan dengan penelitian sebelumnya. Adapun penelitian terdahulu yang peneliti temui lebih banyak pada kosntruksi tentang budaya yang ada didalam masyarakat.

1. Penelitian dilakukan oleh Zahriatul Fatikhatin, Program Studi Sosiologi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Upacara Nyadran (Konstruksi Sosial untuk Keselamatan dan Kemakmuran Masyarakat Nelayan Bluru Kidul). 2014.

Penelitian lapangan di temukan bahwa: (1) Konstruksi upacara nyadran yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Bluru Kidul merupakan perayaan yang dilaksanaka pada bulan Maulud. Upacara nyadran merupakan suatu ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, alam, dan penunggu laut atas limpahan rejeki yang mereka terima. (2) Budaya upacara nyadran yang memadukan dengan ajaran-ajaran agama dengan budaya setempat yang diwariskan oleh leluhurnya dengan tujuan untuk


(24)

mendapatkan keberkahan dan keselamatan. Dalam mengkonsturksi keselamatan dan kemakmuran, masyarakat nelayan Desa Bluru Kidul mengaktualisasikan dengan adanya upacar nyadran yang mereka lakukan pada setiap tahunnya sudah menjadi suatu realitas dari diri masyarakat nelayan Bluru Kidul. Dengan harapan dengan adanya upacara nyadran masyarakat nelayan Desa Bluru Kidul dapat terhindar dari segala musibah yang akan menimpa mereka dan keluarga mereka dan mendapatkan kesejahteraan dari diadakannya upacara nyadran. Sehingga masyarakat mengkonstruk upacara nyadran sebagai kebutuhan yang harus dilakukan pada setiap tahunnya. Upacara nyadran dilaksanakan untuk wujud rasa syukur atas berkah keselamatan dan juga kemakmuran yang telah mereka terima selama ini.

Perbedaan penelitian ini dengan peneliti yang akan teliti adalah dimana budaya yang dipadukan dengan agama dan membaur dengan masyarakat, proses konstruksi sosial terjadi di dalam masyarakat itu sendiri. Sedang penelitian yang akan diteliti ada dua proses konstruksi dimana kelompok yang mengalami atau yang menjalankan (proses aktor) dan penonton yang berada didalam ruang untuk menonton pementasan drama.


(25)

2. Penelitian dilakukan oleh Wanto Zulkifli, Sosiologi Agama Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam, Konstruksi Sosial Tentang Waria Di Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. 2009

Waria (Wanita Pria), wadham (Hawa Adam) atau banci bagi kebanyakan masyarakat merupakan bentuk kehidupan anak manusia yang unik. Secara fisik mereka adalah laki-laki normal, memiliki kelamin yang normal, namun secara psikis mereka merasa dirinya perempuan tidak ubahnya seperti kaum perempuan lainnya. Pertama, Wilayah ini adalah salah satu pusat kota Yogyakarta yang Masyarakatnya menerima para pendatang dari luar kota untuk tinggal di daerah ini, disamping penduduk asli banyak para pendatang yang menyewa atau kontrak rumah maupun kamar sederhana, sebagaian besar masyarakatnya bekerja di sektor buruh, pekerja kasar dan pekerjaan tidak tetap lainnya. Kedua, karna di salah satu tempat di daerah ini dijadikan tempat mangkal yang strategis oleh kaum Waria (Wanita Pria). Ketiga daerah ini menjadi sasaran tempat tinggal bagi kaum Waria (Wanita Pria) pendatang.

Ada sedikit persamaan sebenarnya dengan penelitian ini namun letak perbedaanya ialah dimana Penonton dalam hal (penelitian) diatas adalah masyarakat, juga ada proses konstruksi sosial dimana setelah para aktor memantaskan


(26)

pementasan, yang direduksi adalah simbol-simbol atau pesan yang telah disampaikan, bukan sebuah realitas yang nampak, namun realits yang ada dibaliknya. Hingga menjadi makna subjektif bagi penonton. Bagi aktor pun juga mengalami itu, namun aktor berbeda dengan waria yang dibutkan diatas, dimana proses waria yang besifat individu, sedang pementasan drama tidak bisa berdiri sebagai individu yang nantinya muncul makna individu, dalam pementasan drama, aktor dan elemen yang ada didalamnya memunculkan makna yang objektif.

B. PEMENTASAN DRAMA DAN SEBUAH KONSTRUKSI

1. Pengertian dan Hakikat Drama

Kata drama berasal dari kata Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya, jadi drama berarti perbuatan atau tindakan. Drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku11 Drama adalah salah satu bentuk seni yang bercerita melalui percakapan dan action tokohtokohnya. Percakapan atau dialog itu sendiri bisa diartikan sebagai action. Kata kunci drama adalah gerak. Setiap drama akan mengandalkan gerak sebagai ciri khusus drama. Kata kunci ini yang membedakan dengan puisi dan prosa fiksi.12 Drama adalah karya sastra yang disusun untuk melukiskan hidup dan aktivitas menggunakan aneka tindakan, dialog, dan permainan karakter. Drama penuh dengan permainan

11

Hasanuddin. Drama karya Dalam Dua Dimensi, (Bandung; Angkasa., 1996), 2. 12


(27)

akting dan karakter yang memukau penonton. Drama merupakan karya yang dirancang untuk pentas teater. Oleh karena itu, membicarakan drama jelas tak akan lepas dari aspek komposisi yang kreatif.13 Sebuah drama pada hakikatnya hanya terdiri atas dialog. Mungkin dalam drama ada petunjuk pementasan, namun petunjuk pementasan ini sebenarnya hanya dijadikan pedoman oleh sutradara dan para pemain. Oleh karena itu, dialog para tokoh dalam drama disebut sebagai teks utama (hauptext) dan petunjuk lakuannya disebut teks sampingan (nebentext). Drama seperti sebuah gambaran kehidupan masyarakat yang diceritakan lewat pertunjukan. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung14.

Drama adalah kesenian yang menggambarkan sifat dan sikap manusia. harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Dilihat dari beberapa pengertian drama yang telah diungkapkan, tidak melihatkan nuasa sastra daripada drama itu sendiri, padahal drama tak hanya ditulis dengan tujuan dipentaskan drama juga bisa dinikmati tanpa pementasan. Konsepsi bahwa drama adalah peniruan atau tindakan yang tidak sebenarnya, berpura-pura di atas pentas, menghasilkan idiom-idiom yang menunjukkan bahwa drama bukanlah dianggap “sesuatu’ yang serius dan berwibawa.

13

Ibid., 265 14


(28)

Drama is the only genre of literature in which the story is presented in dialogue from the beginning to the end. However, dialogue alone does not constitute dramatic action. What makes it drama is the action that is involved. Dramatic action includes facial expression, gestures and movements. So, what makes dialogue dramatic is the presence of action. It is only through action that the playwright can portray the human situations he chooses to dramatize. It is the action that propels the plot and helps to advance the theme. In simple terms drama is a story told in action by actors who impersonate the characters in the story on a stage.

(Drama adalah satu-satunya genre sastra di mana cerita disajikan dalam dialog dari awal sampai akhir. Namun, dialog saja tidak merupakan tindakan dramatis. Apa yang membuatnya drama adalah tindakan yang terlibat. tindakan dramatis meliputi ekspresi wajah, gerak tubuh dan gerakan. Jadi, apa yang membuat dialog dramatis adalah adanya tindakan. Hanya melalui tindakan yang penulis naskah dapat menggambarkan situasi manusia ia memilih untuk mendramatisir. Ini adalah tindakan yang mendorong plot dan membantu untuk memajukan tema. Dalam istilah sederhana drama adalah kisah yang diceritakan dalam aksi oleh pelaku yang meniru karakter dalam cerita di atas panggung15).

Teknik bermain (acting) merupakan unsur yang penting dalam seni seorang pemain (actor) merupakan alam maupun yang bukan. Pemain berdasarkan bakat alam dan yang bukan perlu mengetahui seluk-beluk teknik bermain, meskipun cara mereka mendapatkan teknik itu berbeda. Konsep teknik bermain drama yang dirumuskan dapat disebutkan bahwa bermain peran adalah memberi bentuk lahir pada watak dan emosi aktor, baik dalam laku dramatik maupun di dalam ucapan. Konsep ajaran teknik bermain drama tersebut antara lain, konsentrasi, kemampuan mendayagunakan emosional, kemampuan laku dramatik, kemampuan melakukan observasi, kemampuan menguasai irama.

2. Ciri-Ciri Drama

Satu hal yang menjadi ciri drama adalah bahwa semua kemungkinan itu harus disampaikan dalam bentuk dialog-dialog dari para tokoh. Akibat dari hal

15


(29)

inilah maka seandainya seorang pembaca yang membaca suatu teks drama tanpa menyaksikan pementasan drama tersebut mau tidak mau harus membayangkan alur peristiwa di atas pentas. Pengarang pada prinsipnya memperhitungkan kesempatan ataupun pembatasan khusus akibat orientasi pementasan. Maksudnya bagaimanapun pengarang drama telah memilih banyak bahasa sebagai ciri utama drama inilah yang memberikan pembatasan yang dimaksud. Kelebihan drama dibandingkan dengan genre fiksi dan genre puisi terletak pada pementasannya. Penikmat akan menyaksikan langsung pengalaman yang diungkapkan pengarang. Penikmat benar-benar “menyaksikan” peristiwa yang di panggung. Akibatnya terhadap penikmat akan lebih mendalam, lebih pekat, dan lebih intens. Ciri lain adalah drama dibangun dan dibentuk oleh unsur-unsur sebagaimana terlihat dalam genre sastra lainnya terutama fiksi. Secara umum sebagaimana fiksi terdapat unsur yang membentuk dan membangun dari dalam karya itu sendiri (intrinsik) dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang tentunya berasal dari luar karya (ekstrinsik). Kekreativitasan pengarang dan unsur realitas objektif (kenyataan semesta) sebagai unsur ekstrinsik mempengaruhi penciptaan drama. Sedangkan deari dalam karya itu sendiri cerita dibentuk oleh unsur-unsur penokohan, alur, latar, konflik-konflik, tema dan amanat, serta aspek gaya bahasa. Selain itu, ada tiga unsur yang merupakan satu kesatuan menyebakan drama dapat dipertunjukan, yaitu unsur naskah, unsur pementasan dan unsur penonton. Pada unsur pementasan terurai lagi atas beberapa bagian misalnya komposisi pentas, tata busana, tata rias, pencahayaan, dan tata suara16

16


(30)

3. Struktur Drama

Struktur drama terdiri dari (a) penokohan dan perwatakan, (b) plot atau kerangka cerita, (c) dialog (percakapan), (d) setting/landasan/tempat kejadian, (e) tema/nada dasar 12 cerita, (f) amanat, (g) petunjuk teknis, dan (h) drama sebagai interpretasi kehidupan. Jika dipilah dalam strutur fisik dan struktur batin, struktur fisik berupa tokoh, alur, latar, dialog, dan teks samping. Sedangkan sruktur batin adalah tema, dan amanat.

a. Penokohan dan Perwatakan

Dalam penokohan dan perwatakan ada beberapa yang perlu dibahas. Pertama, Klasifikasi Tokoh Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Watak tokoh akan terlihat dalam dialog dan petunjuk lakuan atau petunjuk samping. Jenis dan warna dialog menunjukkan watak tokoh tersebut. Berdasarkan peran terhadap jalan cerita terdapat tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendukung cerita. Tokoh utama ini biasanya dibantu oleh tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam cerita. Tokoh antagonis, adalah tokoh yang menentang cerita. Biasanya ada satu orang tokoh antagonis dan beberapa pembantunya yang menentang cerita. Tokoh Tritagonis yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis. Berdasarkan peran dan fungsinya dalam lakon, terdapat tokoh sentral. Tokoh utama, dan tokoh pembantu. Tokoh sentral adalah tokoh yang paling menentukan gerak lakon, tokoh utama,


(31)

tokoh penentang dan pendukung tokoh sentral. Tokoh pembantu, yaitu tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam rangkaian cerita.

Kedua, Karater Tokoh. Dapat dilihat dari berbagai ciri atau sisi yang mampu melihat tokoh untuk kepentingan Drama

Pertama, Ciri Psikis. Ciri-ciri psikis berkaitan dengan watak, kegemaran, standar moral, temperamen, ambisi, cita-cita dan kompleks psikologis yang dialami tokoh. Pemilihan aktor biasanya berhubungan dengan ciri-ciri yang melekat pada tokoh. Misalnya, untuk aktor yang bertemperamen kasar, bersuara keras, lebih cocok untuk memerankan tokoh antagonis. Sedangkan mereka yang bertemperamen lembut, bersuara datar dan tegas, baik untuk memerankan tokoh protagonis.

Kedua, Ciri Sosiologis Berkaitan dengan keadaan sosiologis tokoh seperti status sosial dan jabatan, kelas sosial, ras, agama, dan ideologi. Keadaan sosiologis atau progresi seseorang sangat mempengaruhi perilaku. Profesi tertentu akan membuat tokoh melakukan hal berkait dengan profesinya. Aktor yang berlatar belakang dosen akan dapat memerankan tokoh pendidik dengan baik daripada tokoh dengan latar belakang tentara atau polisi. Ciri sosiologi berkait profesi yang disandang tokoh seperti jabatan dan pekerjaan17.

17


(32)

b. Plot atau Kerangka

Cerita Menurut Gustaf Freytag, plot atau kerangka cerita terdiri dari (a) exposition atau pengenalan awal cerita, (b) complication atau pertikaian awal, (c) conflict atau pertentangan menuju puncak, (d) klimaks atau titik puncak peristiwa, dan (e) resolution atau penyelesaian. Pada tahap pengenalan diceritakan gambaran tokoh, latar, suasana dan problem yang dialami tokoh. Pada tahap komplikasi terjadi persinggungan antartokoh atas masalah dan peristiwa yang dialami yang makin memanas. Ada tahap pertentangan atau konfliks terjadi pertentangan antartokoh yang makin memuncak. Pada tahap klimaks terjadi konfliks atau pertentangan puncak. Pada tahap terakhir, tahap penyelesaian. Penyelesaian suka maupun duka. Bila naskah berakhir dengan dukacita orang menamakan drama tragedi. Bila berakhir dengan suka orang menamakan drama komedi. Namun demikian, naskah yang baik biasanya penyelesaian masalah atau akhir cerita dibuat secara menggantung. Dalam drama dikenal ada tiga jenis alur cerita. Alur linier yaitu peristiwa atau kejadian berurutan dari awal (eksposisi, komplikasi), tengah (konfliks dan klimaks) dan akhir (resolusi). Alur mundur atau flash back/sirculair, bila naskah diawali dengan akhir cerita atau penyelesaian, baru kemudian dirunut peristiwanya mengapa hal itu terjadi. Sedangkan alur episodik, ketika cerita berupa episode atau bagian-bagian peristiwa


(33)

yang saling berhubungan. Jika diskemakan jenis alur atau jalan cerita tampak dalam bagan alur berikut ini. a. Alur linier A → Z Jalan cerita berurutan dari A sampai Z, maksudnya ialah alur dalam cerita maju menurut waktu, terjadi berurutan berjalan ke masa yang kedepan b. Alur mundur atau sircular Z = Akhir peristiwa, A = Kejadian-kejadian, maksudnya ialah, alur berjalan dari belakang, juga dapat dikatakan akibat yang muncul terlebih dahulu, lalu kejadian kejadian yang menyebabkan akhir ceita itu terjadi c. Alur episodic A → B B → C C → D D → E dst Jalan cerita berdasarkan episode-episode peristiwa yang saling berhubungan antar episode. Maksudnya antar cerita saling berhubungan dengan yang lain namun tidak menjadi satu cerita satu seperti yang ada pada poin a. Setting atau Latar Cerita Setting atau tempat kejadian berkait juga dengan waktu dan suasana. Setting atau tempat berhubungan juga dengan suasana18.

c. Dialog

Dialog adalah komunikasi antar tokoh yang dapat dilihat dan didengar langsung oleh penonton apabila dalam bentuk pementasan19 Ciri khas naskah drama adalah pemakaian dialog. Penulis menggunakan ragam lisan untuk menuliskan dialog. Ragam lisan yang dimaksud adalah ragam lisan yang komunikatif dan bukan ragam tulis. Pemakaian ragam lisan sesuai dengan jiwa

18

RMA. Harymawan, Dramaturgi (Bandung: Rosda Karya, 1993), 145 19


(34)

naskah drama yang nanti akan diangkat dalam bentuk pentas. Dengan demikian, nuansa–nuansa dialog yang kurang lengkap akan digenapi oleh action, musik, ekspresi wajah, dll. Jiwa sebuah naskah akan nampak jika dipentaskan. Dialog juga mengandung kata-kata kunci yang menggambarkan ciri dan keinginan tokoh. Panjang dan pendeknya dialog dalam naskah tergantung dari apa yang akan disampaikan tokoh. Makin banyak ide yang disampaikan tentu akan membuat dialog semakin panjang. Demikian sebaliknya, makin sedikit ide yang disampaikan makin sedikit pula dialog yang disampaikan20.

4. Unsur-unsur Drama

Unsur-unsur dalam Drama ialah : Naskah Drama, Sutradara, Pemain, Penonton, dan Tata Arisitik

a. Naskah Drama

Salah satu ciri teater modern adalah digunakannya naskah lakon yang merupakan bentuk tertulis dari cerita drama yang baru akan menjadi karya teater setelah divisualisasikan kedalam pementasan. Naskah Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa kata. Mementaskan drama berdasarkan naskah drama berarti memindahkan karya seni dari media bahasa kata ke media bahasa pentas. Dalam visualisasi tersebut karya

20


(35)

sastra kemudian berubah esensinya menjadi karya teater. Pada saat transformasi inilah karya sastra bersinggungan dengan komponen-komponen teater, yaitu sutradara, pemain, dan tata artistik.

Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting, dan tokoh. Akan tetapi, naskah lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik. Struktur ini pertama kali di rumuskan oleh Aristoteles yang membagi menjadi lima bagian besar, yaitu eksposisi (pemaparan), komplikasi, klimaks, anti klimaks atau resolusi, dan konklusi (catastrope). Kelima bagian tersebut pada perkembangan kemudian tidak diterapkan secara kaku, tetapi lebih bersifat fungsionalistik21. b. Sutradara

Menyiapkan aktor, tim artistik menuju pementasan yang berkualitas bekerjasama dengan produser.22 Sutradara bertanggung jawab mwnyatukan seluruh kekuatan dari berbagai elemen teater. Seorang sutradara harus mempunyai argumen/alasan yang kuat dan jelas mengapa memilih tema tertentu. Selain itu, dia juga harus bisa mewujudkan tujuan yang hendak dicapai melalu pementasan teater yang dilakukan.

Adapun tugas-tugas Sutradara:

21

Eko Santosa, dkk, Seni Teater Jilid 1 (Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 44.

22


(36)

1. Memilih Naskah Drama23

2. Memilih pemain dan Pekerja Artistik24

3. Bekerja sama dengan staf artistik dan non artisitk

4. Manfsir Naskah dan menginformasikannya kepada seluruh pekerja

5. Menafsir karakter peranan dan menginformasikannyakepada seluruh pemain

6. Melatih pemain agar bisa memainkan peranan berdasarkan tafsir yang sudah dipilih

7. Memeprsatukan seluruh kekuatan dan berbagai elemen teater sehingga menjadi sebuah pagelaranyang bagus, menarik, dan bermakna.

c. Pemain

Pemain merupakan orang yang memerankan tokoh tertentu. Ada tiga jenis pemain, yaitu peran utama, peran pembantu dan peran tambahan atau figuran. Dalam film atau sinetron, pemain biasanya disebut aktris untuk perempuan, dan aktor untuk laki-laki25

23

N. Riantiarno, Kitab Teater (Jakarta: Grafindo, 2011), 253. Dalam buku Drama Teori dan Praktik, karya Suroso. Juga buku Terampil Bermain Drama karya arul Wiyanto menyebutkan Naskah Drama di pilih oleh produser

24

N. Riantiarno, Kitab Teater (Jakarta: Garfindo, 2011), 253. Dalam buku pengantar bermain Drama karya Ajib Hamzah dan buku Seni Teater Jilid 1 menyebutkan pekerja artistik dipilih oleh Tim Artistik yang berbeda strukturnya dengan sutradara.

25


(37)

d. Tata Artistik

Wilayah penataan Artisitik biasanya meliputi set properti, busana, rias wajah dan rambut serta pencahayaan26.

5. Proses Produksi Pementasan Drama

Dalam struktur organisasi teater orang yang sangat berperan penting dalam mewujudkan pementasan teater adalah pimpinan produksi atau lebih dikenal dengan producer. Ia adalah orang yang merencanakan, mengatur orang temasuk memilih sutradara, dan seluruh crew atau awak produksi. Pimpinan produksi juga bertanggung jawab dalam mencari dana untuk membiayai semua kegiatan pelatihan, pementasan, dan marketing atau penjualan pementasan teater bekerjasama dengan semua crew pimpinan produksi27

Element dalam produksi biasa meliputi Produser, Skretaris, keuangan, pembantu umum, humas, pubdok, sutradara, crew

panggung, crew Rias busana, Aktor, Crew Pencahayaan, Crew Musik, dan Penonton.

26

N. Riantiarno, Kitab Teater (Jakarta: Grafindo, 2011), 147. 27


(38)

Sumber : Suroso, Drama Teori dan Praktik, Hal. 22 a. Tim Produksi

Tim Produksi adalah tim yang mengurus Produksi Suatu Pementasan yang mengurus untuk urusan non artistik, begitu juga pimpinan produksi, yaitu pimpinan tertinggi untuk urusan-urusan non artistik.28 Maksudnya non artistik adalah yang tidak berkaitan dengan yang ada pada panggung.

b. Tim Artistik

Adalah Tim yang mengurus hal yang menyangkut estetika pementasan.

c. Crew

Crew merupakan Tim yang ada dibawah Tim Artistik yang bertanggung jawab dalam estetika Panggung, dimana panggung menjadi bagus dan sesuai yang diinginkan oleh sutradara, serta menjadikan aktor sesuai dengan yang diinginkan.

d. Penonton

28


(39)

Penonton adalah bagian yang sangat penting dari teater karena bagi penonton bahwa aktor dan aktris bertindak dan dramawan menulis. Tanpa penonton mereka hanya berlatih.

Bagian bagian yang telah disebutkan, tentunya berproses secara bersama dan menjadi satu kesatuan demi menghasilkan pementasan yang sempurna.

Adapun langkah-langkah membuat sebuah pementasan adalah sebagai berikut:

a. Menulis atau memilih naskah

b. Memilih sutradara, asisten sutradara, pencatat, penata artistik, busana, rias, oenata musik, penata gerak, kalau ada musik dan gerak, serta memilih para pekerja dibelakang layar. Selain itu juga memilih bigian non artistik

c. Berembuk. Sutradara mengungkap secara detail, tentang cerita, latar belakang para tokoh dan adegan per adegan, apa yang diungkap sutradara penting bagi semua bagian. Dari dasar itulah pementasan harus terwujud.

d. Reading (Membaca naskah bersama) secara bertahap sutradara menjelaskan keinginan, rencana, dan tafsirnya.

e. Memilih pemain (bisa lewat audisi29)

f. Sutradara mengarahkan dialog para pemain yang sudah dipilih

29

Bisa juga disebut casting, dalam buku Terampil bermain Drama, Seni Teater Jilid 1, dan seni teater menyebutnya casting dalam rangka memilih pemain


(40)

g. Memilih tempat (Gedung, aula, kelas) dan waktu (siang atau malam)

h. Harus ada komunikasi intensif dan dinamis antara sutradara dengan semua yang terlibat kegiatan pentas. Di dalam perjalanan bisa saja terjadi banyak perubahan semua itu harus diakomodir

i. Akhirnya seluruh hasil latihan harus menjadi satu kesatuan yang utuh dalam pementasan. Inilah hari raya bagi semua yang terlibat.30 6. Konstruksi

Sebelum membahas Konstruksi kita kembali kepada konstruksivisme, konstruksivisme adalah istilah-istilah yang sudah banyak dikenal, dalam sebuah survey terakhir mengani topik ini, Hicking menyebutkan daftar enam puluh lebih item yang dinyatakan telah dikonstruksi secara sosial.31 Kita mulai mengkostruksi konsep seorang perempuan, kita memasukkan semua sifat tradisional femininitas kedalam konsep ini: kasih sayang, sifat manja, kecerdasan sosial, orientasi arah yang buruk dan selanjutnya. Secara alami, mereka yang menjadi sasaran konsep ini akan tahu bahwa konsep ini berlaku pada mereka. Pengetahuan ini membuat mereka bertingkah laku sedemikian, sehingga beda tingkah laku mereka akan berbeda jika saja mereka tidak dikategorikan demikian. Mungkin saja (konstruksi ini) membuat mereka memiliki orientasi arah yang buruk dengan cara meruntuhkan kepercayaan diri mereka. Hasilnya adalah konstruksi

30

N. Riantiarno, Kitab Teater (Jakarta: Grafindo, 2011), 262-263. 31


(41)

sosial yang bukan sekedar dilakukan atas konsep perempuan, tapi juga atas perempuan perempuan. Perempuan menjadi satu jenis makhluk yang tidak aka nada jika pola tertentu aktivitas manusia yang disengaja tidak terwujud.32

Adapun Konstruksi sosial adalah suatu istilah yang digunakan oleh berger dan luckmann yang menggambarkan proses dimana melalui tindakan dan interaksinya yang menciptakan secara terus menerus suatu yang kenyataan yang dimiliki bersama, yang dialami secara faktual obyektif dan penuh arti secara subyektif. Kita harus menghindarkan diri dari yang berbeda dari kenyataan yang dikonstruksikan secara sosial yang dapat kita rangkum.33

Berger dan luckmann menekankan kedua dimensi objektif dan subjektif dalam kenyataan sosial, tetapi keduanya melihat hakikat simbol itu sama intinya dengan yang diberikan Duncan. Bagi mereka, masyarakat itu sendiri dan pelbagai institusinya diciptakan dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial nampaknya real secara objektif, namun kenyaatan itu didasarkan pada definisi subektif yang diceptakan dalam proses interaksi. Objektifitas yang jelas daari kenyataan sosial merupakan hasil darpada penegasan yang berulang

32

Ibid. Hal 6 33


(42)

ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subjektif yang sama.34

C. TEORI KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN

THOMAS LUCKMANN 1. Teori Konstruksi Sosial.

Teori konstruksi sosial merupakan pintu masuk pemikiran Berger. Adapun teori-teori lain yang dilembagakan Berger dalam buku-bukunya yang lain seperti tesis sekularisasi Humeless Maind Tesis desekularisasi berangkat dari teori konstruksi sosial. teori ini menegaskan kembali Persoalan esensial dalam sosiologi pengetahuan cabang sosiologi yang dianggap mereka telah kehilangan arah.35

Realitas sosial menurut Petter L. Berger dan Thomas Luckman terbentuk secara sosial, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran seseorang baik dalam maupun luar realitas tersebut. Realitas mempunyai makna saat realitas tersebut dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh orang lain sehingga memantapkan realitas tersebut secara objektif. Konstruksi teoritis Berger, sebagai sebuah proses sosiologi, realitas mengalami proses dealektika melalui tiga tahap yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.

Eksternalisasi menghasilkan suatu dunia yang obyektif . ia mengobyetifasi dunia ini lewat bahasa dan aparat kognitif yang

34

Ibid. Hal 301 35


(43)

didasarkanatas bahasa; artinya, menatanya menjadi obyek-obyek untuk dipahami sebagai kenyataan. Ia diinternalisasi kembali menjadi kebenaran yang berlaku obyektif selama berlangsungnya sosialisasi. Pengetahuan mengenai masyarakat, dengan demikian, merupakan suatu perwujudan nyata.36

Internalisasi, adalah penyerapan kedalam kesadaran dunia yang terobjektivasi sedemikian rupa sehingga struktur dunia ini menentukan struktur subyektif kesadaran itu sendiri. yaitu, masyarakat ini berfungsi sebagai pelaku formatif bagi kesadaran individu. Sejauh internalisasi ini terjadi individu kini memahami berbagai unsur dunia yang terobjektivasi sebagai fenomena yang internal terhadap kesadarannya bersamaan dengan saat dia bersamaan dengan dia memahami unsur-unsur itu sebagai fenomena fenomena realitas eksternal.37

Objektivasi, Kemampuan ekspresi diri manusia mampu mengadakan objektivasi, artinya ia memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi prodesur-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur unsur dari dunia bersama.38

Berger juga menyebutkan ada tiga proses konstruksi sosial yang menghasilkan realitas dan pengtahuan. Tiga proses ini adalah Institusionalisasi, Legitimasi dan Sosialisasi. Berger melandasi ketiga proses

36

Peter L. Berger, Thomas Luckmaan. Tafsir Sosial atas kenyataan (Jakarta; LP3S) Hal. 90 37

Peter L. Berger, Langit Suci (Jakarta: LP3S 1994) Hal. 19 38


(44)

ini dengan asumsi asumsi sosiologis yang sejumlah teoritisi mendahuluinya dalam proses institusionalisasi terjadi pembentukan pola aturan atau peran di antara sekelompok orang, pembentukan pola ini terjadi apabila tindakan sekelompok individu tersebut dirasa berhasil dan relevan untuk memenuhi kebutuhan kolektif nya pada situasi tertentu misalkan ada sekelompok mahasiswa diberikan tugas. A mengerjakan bagian latar belakang, B mengerjakan bagian teori dan C mengerjakan bagian analisis. Kemudian tugas mereka yang telah selesai dinilai baik oleh dosen setelah keberhasilan itu dalam kesadaran masing-masing mahasiswa tersebut mulai terbentuk pembagian tugas dengan kata lain terbentuklah peran dan ketentuan yang terjadi sebelum mahasiswa itu sebagai sebuah institusi. setelah proses institusionalisasi yang berhasil institusi yang telah terbentuk ini dilegitimasi atau dijustifikasi dengan penjelasan penjelasan logis.39

Awalnya proses institusionalisasi, setelah itu berhasil, ada penjelasan logis dimana bertujuan untuk meligitimasi. Legitimasi dapat mengamankan atau mengenalkan sebuah institusi. Institusi mampu meligitimasi untuk subuah kesepakatan. Manusia cenderung mencari posisi aman, maka dari itu manusia lebih memilih mengikuti aturan yang ada pada instutusi.

2. Proses Konstruksi Sosial

Sebenarnya Berger dan Luckmann tertarik pada hubungan timbal balik antara masyrakat dan individu. Memahami hubungan timbal balik ini dapat

39


(45)

membantu kita untuk melihat bagaimana masyarakat itu bersifat subjektif dan objektif. Melalui aktifitas kreatifnya manusia mengkonstruksikan masyarakat dan sebagai aspek lainnya dari kenyataan sosial; kenyataan sosial yang diciptakan itu lalu koonfrantasi sebagai kenyataan eksrernal dan objektif; individu lalu menginternalisasi kenyaatn ini sedemikian rupa sehingga menjadi bagian dari kesadarannya. Denagn kata lain, individu menciptakan masyarakat, dan masyarakat pada gilirannya menciptakan individu. objektivasi menunjuk pada proses dimana hasil-hasil aktifitas kreatif tadi mengkonfrontasi individu sebagai kenyataan objektif; dan internalisasi menunjuk pada proses dimana kenyataan eksternal itu menjadi bagian dari kesadaran subjektif individu.40

Eksternalisasi dan obyektivasi merupakan momen-momen dalam suatu proses dialektis yang berlangsung terus menerus. Momen ketiga dalam proses ini yakni internalisasi. Seperti yang disebutkan diatas ketiganya.

Eksistensi manusia itu pada pokoknya dan akhirnya adalah aktivitas yang mengeksternalisasi selama eksternalisasi tersebut manusia mencurahkan makna ke dalam realitas setiap masyarakat manusia adalah sebuah bangunan makna terinternalisasi dan terobjektivasi.41 Eksternalisasi manusia adalah sebagai suatu produk aktivitas manusia ini sangat penting mengingat kenyataan, bahwa masyarakat tampak dalam pengertian sehari-hari sebagai suatu yag berbeda, lepas dari aktivitas manusia dan termasuk sebagai bagian dari alam yang terpampang.42 Dalam Proses eksternalisasi mula-mula sekelompok manusia menjalankan

40

Robert M.Z Lawang. Teori Sosiologi dan Modern (Jakarta: Gramedia 1994) Hal. 68 41

Peter L. Berger. Langit Suci (Jakarta: LP3S, ) Hal 34. 42


(46)

sejumlah tindakan. Bila tindakan-tindakan tersebut dirasa tepat dan berhasil menyelsaikan persoalan mereka bersama pada saat itu, maka tindakan tersebut akan diulang-ulang.43

Mengenai proses objektivasi adanya tranformasi produk manusia ini kedalam suatu dunia tidak saja berasal dari manusia, tetap yang kemudian menghadapi manusia sebagai suatu faktisitas di luar dirinya.44

Setelah tindakan itu mengalami pengulangan yang konsisiten, kesadaran logis manusia akan merumuskan bahwa fakta tersebut terjadi karena ada kaidah yang mengaturnya. Inilah tahapan objektivasi, dimana sebuah institusi menjadi realitas objektif setelah melalui proses ini.45

Objektivasi terjadi melalui legitimasi. Sebuah tindakan setelah mengalami kekonsistenan, maka dilegitimasi dalam rangka menjadikan realitas objektif.Objektivasi mempunya beberapa tingkatan.

Legitimasi awal ini semua formasi tradisional yang sederhana sehingga dapat dikatakan beginilah segala sesuatunya dilakukan yang merupakan jawaban yang paling dulu dan yang pada umumnya efektif atas pertanyaan seseorang anak kecil apa sebabnya tingkat ini tentu saja masih berarti teoritis tapi yang merupakan landasan bagi pengetahuan yang jelas dengan sendirinya yang harus jadi tumbuhan bagi semua teori selanjutnya dan yang sebaliknya harus dicapai oleh teori-teori itu agar bisa dimasukkan ke dalam tradisi.

43

Geger Riyanto. Peter L Berger, Perspektif metateori pemikiran (Jakarta; LP3S) Hal. 111 44

Peter L. Berger. Langit Suci. Ibid. Hal 10-11 45


(47)

Tingkat legitimasi yang kedua mengandung proposisi proposisi teoritis dalam suatu bentuk yang masih belum sempurna di sini bisa ditemukan berbagai skema penjelasan yang menyangkut perangkat perangkat makna objektifSkema skema itu sangat pragmatis dan langsung menyangkut tindakan-tindakan konkrit peribahasa kaidah-kaidah moral dan kata-kata mutiara merupakan hal yang lazim pada tingkat ini

Tingkat legitimasi ketiga mengandung teori-teori yang eksplisit den yang dengannya satu sektor kelembagaan di legitimasi berdasarkan suatu perangkat pengetahuan yang berbeda-beda legitimasi semacam ini memberikan kerangka referensi yang cukup komprehensif bagi masing-masing sektor perilaku yang sudah malem bangga karena kompleks dan beraneka maka legitimasi itu sering dipercayakan kepada personil khusus yang mengalihkannya melalui prosedur-prosedur inisiasi yang sudah diperlakukan.

Tingkat legitimasi yang keempat ini adalah perangkat-perangkat tradisi teoritis yang mengintegrasikan sebagai bidang makna dan mencakup tatanan kelembagaan dalam suatu totalitas simbolis simbolis dalam arti yang telah kami definisikan Sebelumnya kami ulangi proses proses simbolis adalah proses proses pelembagaan yang mengacu kepada berbagai kenyataan Yang lain dari kenyataan pengalaman sehari-hariLegitimasi tingkat ini dipahami sebagai matrik dan semua makna yang di objektivasi secara sosial dan yang nyata secara subjektif keseluruhan masyarakat historis dan keseluruhan biografi individu dilihat sebagai peristiwa peristiwa yang berlangsung di dalam simbol ini.


(48)

Proses internalisasi harus selalu dipahami sebagai salah satu momentum dari proses dialektik yang lebih besar yang juga termasuk membentuk momentum eksternalisasi Dan objektivasi ini tidak dilakukan, maka akan muncul suatu gambaran determinisme mekanistik yang mana individu dihasilkan oleh masyarakat sebagai sebab yang menghasilkan akibat dalam alam. Gambaran seperti itu mendistorsikan fenomena ke masyarakat bukan saja internalisasi merupakan bagian dari dialektik fenomena sosial yang lebih besar tetapi sosialisasi individu juga terjadi dalam cara yang dialektik, Individu tidak dicipta sebagai suatu benda yang pasif dan lembam sebaliknya dia dibentuk selama suatu dialog yang lama Yang didalamnya dia sebagai seorang peserta. Yaitu dunia sosial,Tidak secara pasif diserap oleh individu tetapi secara aktif diambil olehnya lebih jauh begitu individu dibentuk sebagai suatu pribadi dengan suatu identitas yang bisa dikenal secara subjektif dan objektif. Dia harus berpartisipasi dalam dialog yang mempertahankannya sebagai suatu pribadi dalam biografinya yang berkelanjutan yaitu individu selain terus merupakan produser dunia sosial Juga produser dirinya sendiri.46 Maksudnya adalah manusi manjadi produk daripada masyarakat. Yang pada nantinya isntitusi berdiri sendiri sebagai realitas dan tetap dipertahankan dari waktu ke waktu. Internalisasi terjadi melalui mekanisme sosialisasi.

46


(49)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang dimiliki penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu, lebih meneliti hal-hal yang berhubungan dengan sehari-hari atau juga pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.45 Penelitian berusaha untuk mendapatkan makna sesungguhnya dari permasalahan yang akan di teliti secara mendalam yang mendapatkan kepentingan dalam penelitian.

Disini peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu berhubungan dengan sehari-hari dalam kaitannya dengan Konstruksi Sosial

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian jenis deskriptif bertujuan untuk memberika gambaran tentang suatu proses. Penelitian yang dimaksud deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument

45

Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif Aplikasi Untuk Penelitian Pendidikan, Hukum Ekonomi Dan Manajemen, Sosial, Humaniora, Politik, Agama Dan Filsafat (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009), hal. 11


(50)

kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menkankan makna daripada generalisasi.46

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang data-datanya berupa kata-kata (bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan, dokumen, dll) atau penelitian yang didalamnya mengutamakan untuk pendiskripsian secara analisis suatu peristiwa atau proses sebagaimana adanya dalam lingkungan yang alami untuk memperoleh makna yang mendalam dari hakekat prosestersebut.47

Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk menggambarkan proses Konstruksi Sosial Pementasan Drama di Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut : a) Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di UIN Sunan Ampel Surabaya. Jl. A. Yani 117 Surabaya. Lebih spesifiknya di Sanggar Teater Sua, di belakang gedung Fakultas Dakwah dan komunikasi. Dan Sekitar Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Dengan alasan, dapat dijangkau oleh peneliti sehingga peeneliti

46

Sugiyono, memahami penelitian kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, 2014) Hal. 1. 47

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005). Hal. 6.


(51)

memiliki fungsi peran dalam instrument untuk penggalian data dan menggali sumber data dalam penelitian ini. Serta tempat dimana Teater Sua melakukan pertunjukan Drama.

b) Waktu Penelitian

Waktu penelitian di laksanakan untuk meneliti Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya Dilaksanakan selama satu semester yaitu mulai tahun ajaran 2016-2017.

C. Pemilihan Subyek Penelitian

Subjek dari penelitian ini yaitu seluruh anggota Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya baik pengurus, Sutradara, Stage Manager, Aktor, dan Crew. Serta mahasiswa UIN Sunan Ampel yang pernah menonton pementasan Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

No. Nama Umur Angkatan Keterangan

1 Ma’fufah Hastin 20 2014 Aktor

2 Linda 19 2015 Aktor

3 Nia 19 2015 Aktor

4 Rahma 21 2014 Sutradara

5 Uswatun Hasanah 21 2014 Sutradara

6 Nurul Huda F 22 2012 Sutradara

7 Rizka L. Rohmah 21 2013 Ketua Umum

8. Rusyda Azizah 21 2014 Pimpinan

Produksi 9. Zainuddin Al-Gufron 25 2010 Stage Manager

10. Saiful Anwar 21 2015 Tim Artistik

11 Sahlul 19 - Penonton


(52)

D. Tahap-tahap Penelitian

Tahap tahap penelitian ini sebagai berikut : a. Merumuskan Rancangan Penelitian

Setelah menemukan fenomena sosial, peneliti merumuskan rancangan penelitian, yang memuat latar bekang masalah, tujuan penelitian, definisi konsep, dan teori tentang konstruksi Sosial Pementasan Drama.

b. Menentukan Lapangan Penelitian

Peneliti memilih penelitian khususnya pada Konstruksi Sosial di Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

c. Mengurus Perizinan

Pertama-tama untuk mendapatkan izin, melakukan penggalian data dari sumber yang sudah ditentukan untuk mendapatkan data, adalah dengan memberikan penjelasan maksud dan tujuan pemeliti dalam melakukan peenelitian tersebut. Dengan memberikan surat izin penelitian kepada objek penelitian ini yaitu Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

d. Memasuki Lapangan

Pada tahap ini, peneliti menilai keadaan lapangan, yang kaitannya dengan Konstruksi Sosial. Dalam hal ini perlu


(53)

menciptakan hubungan baik antara peneliti dan subyek yang nantinya di teliti, sehingga tidak adanya batasan.

e. Menentukan Informan

Informan adalah orang dalam latar penelitian. Informan berfungsi memberikan informasi keterangan tentang situasi dan kondisi latar penelitian, baik dengan cara tukar pikiran atau membangdingkan kejadian dari subjek lain. Dalam penellitian ini, peneliti lebih memilih informan yang akan meberikaan data atau informasi mengenai permasalan yang akan dibahas.

f. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Kelengkapan penelitian yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, kamera, baik kamera handpone atau digital dan tipe recorder atau menggunakan handphone. Dalam hal ini peneliti menggunakan handphone untuk merekam atau mendokumentasikan yang diperlukan untuk penelitian, seperti contoh, inventaris.

Alat tersebut untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data, melengkapi kelengkapan untuk mendapatkan informasi yang sebanyak mungkin mengenai Konstruksi Sosial. E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pemngumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut


(54)

a. Observasi

Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan peneliti, direncanakan dan dicatat secara sistematis dan dapat dikontrol kendalanya (reabilitasnya) dan kesahihannya (validitasnya).48 Adapun dalam penelitian ini, lebih khusus pada penelitian konstruksi sosial dalam pementasan drama Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

b. Wawancara

Selain observasi, dalam pengumpulan data, juga menggunakan metode wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain.49 Dengan metode wawancara memeperoleh kesan pribadi dan merasakan situasi sosial yang wawancara harapkan mendapat data sebanyak mungkin, yang lebih mendalam dari informan, karena dengan

48

Husaini, Husman, Metode Penelitian Sosial, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1996 ) Hal. 54 49

Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif (Bandung, PT remaja Rosdakarya, 2013) Hal. 186.


(55)

metode ini akan mendapatkan tambahan data yang kita perlukan yang sukar diperoleh dengan teknik lain. Juga didukung dengan hubungan peneliti dengan informan. Wawancara berjalan dengan semestinya dan mampu memperoleh data yang diperlukan peneliti.

Dalam penelitian ini, peneliti akan bertatap muka dengan salah satu anggota Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya dan mewawancarai mengenai Konstruksi Sosial Pementasan Drama.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu catatan yang dijadikan sumber data dan dimafaatkan untuk menguji serta menyimpan informasi yang dihasilkan. Dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data-data tertulis mengenai penelitian yang berupa catatan, buku agenda dan lain-lain.50 Metode dokumentasi yang digunakan untuk memperoleh data penelitian tentang gambaran umum obyek penelitian yang meliputi konstruksi sosial pementasan drama, pelaksanaanya dan segala dokumen yang mendukung masalah penelitian ini.

Disini peneliti melakukan tahap dokumentasi dengan segala catatan yang menjadi sumber data berupa buku, surat-surat yang mendukung penelitian Konstruksi Sosial Pementasan Drama

Ada dua jenis data dalam penelitian ini:

50


(56)

a) Data Primer

Data primer diperoleh dari informasi yang diberikan oleh informan yang bersangkutan. Sumber data primer adalah sumber yang langsung memberikan data kepada peneliti. Seperti dalam penelitian ini akan menghimpun data dari jawaban-jawaban dari pihak yang dimintai keterangan melalui proses wawancara dan observasi secara langsung.

b) Data Sekunder

Data sekunder ialah data yang didapat melaui pihak lain. Biasanya data sekunder berbentuk dokumentasi atau laporan yang telah tersedia. Data sekunder juga dapat diperoleh dari membandingkan atas dokumen-dokumen, maksudnya adalah buku-buku ilmiah, serta peraturan-peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diajukan.

Peneliti menggali data sekunder dengan mengumpulkan data berupa dokumen atau laporan-laporan yang tersedia tentang Teater Sua fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya untuk melakukan penelitian.

Disini peneliti mengumpulkan dokumen berupa Foto, Surat, ataupun Poster.


(57)

F. Teknik Analisis Data

Moleong mengatakan Analisis Data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Di pihak lain, Analisis data Kualitatif prosesnya berjalan sebagai berikut:

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan dengan diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

b. Mengumpulkan, memilah-milah mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.

c. Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan umum.51

d. Dalam menganalisis data yang peneliti peroleh dari observasi wawancara, dan dokumentasi, penulis menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif.

Teknik analisis deskriptif penulis gunakan untuk menentukan, menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif. Proses analisis data yang dilakukan oleh peneliti ialah melalui tahap-tahap sebagai berikut.

51

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 248


(58)

a. Pengumpulan data, tahap ini peneliti mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, baik melalui wawancara, observasi, angket dan dokumentasi.

b. Proses pemilihan transformasi data, atau data kasus yang muncul dari catatan lapangan.

c. Kesimpulan, ini merupakan proses yang mampu menggambarkan suatu pola tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi.

G. Tenik Pemeriksaan Keabsahan Data a. Perpanjangan Keikutsertaan

Sebagaimana sudah dikemukakan, peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrument itu sendiri. Keikutsertaan penelitisangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkta, tetapi memerlukan perpanjangan pada latar penelitian. Peneliti dengan perpanjang keikutsertaannya akan banyak mempelajari kebudayaan, dapat menguji ketidak bennaran informasi yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang dari sendiri maupun dari responden, dan membangun kepercayaan subjek. Dengan demikian, penting sekali arti perpanjangan keikutsertaan peneliti


(59)

guna berorientasi dengan situasi, juga guna memastikan apakah konteks itu dapahami dan dihayati.52

b. Triangulasi

Dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

1) Triangulasi Sumber

Triangulasi Sumber untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam hal ini, peneliti dalam penelitian ini pengumpulan datanya dari sumber dari berbagai posisi, dari ketua atau sutradara, aktor yang dilatih sampai pada tim tata rias.

2) Triangulasi Teknik

Triangulasi Teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, misalnya pertama melakukan wawancara, selanjutnya cek dokumentasi, dan pengamatan, bila hasilnya berbeda-beda, maka peneliti akan melakukan diskusi kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan mana yang dianggap benar.

3) Triangulasi Waktu

52

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hal. 328.


(60)

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber terlihat segar, belum banyak masalah, maka akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan dengan teknik lain dalam waktu dan situasi yang berbeda, bila hasil uji berbeda, maka perlu dilakukan secara berulang-ulang sampai ditemukan kepastiannya.53

c. Ketekunan/Keajegan Pengamatan

Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengna berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstans atau tentaif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapatdiperhitungkan, dan apa yang tidak dapat.

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan cirri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman54

53

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (bandung: Alfabeta, 2012). Hal. 274.

54

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hal. 328.


(61)

d. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi

Teknik ini dilakukan dengancara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan sejawat. Teknik ini mengandung beberapa maksud sebagi salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data.

Pertama, untuk membuat agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Dalam diskusi analitik tersebut kemelencengan peneliti disingkap dan pengertian mendalam ditelaah yang nantinya menjadi dasar bagi klarifikasi penafsiran. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan agar disusun sehingga dapat diklasifikasikan menurut persoalan-persoalan yang diberkaitan dengan teori subtantif, metodologi, hukum dan peraturan, etika, dan lain-lain yang relevan.

Kedua, Diskusi dengan sejawat ini memberikan suatu kesempatan awal yang baik untuk mulai menjajaki dan menguji hipotesisi kerja yang muncul dari pemikiran peneliti. Ada kemungkinan hipotesis kerja yang muncul dalam benak peneliti sudah dapat dikonfirmasikan, tetapi dalam diskusi analaitik ini mungkin sekali dapat terungkap segi-segi lainnya yang justru membongkar pemikiran peneliti.


(62)

52

BAB IV

PEMENTASAN DRAMA DALAM PROSES KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN

A. Teater Sua Fakultas Dakwan dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

1. Sejarah Teater Sua56

Seiring berjalannya waktu seni dan budaya semakin menunjukkan pengaruhnya terhadap kehidupan dunia. Perkembangan seni budaya berjalan seiring dengan perkembangan peradaban manusia, bahkan seni dan budaya telah menempatkan masyarakat pada status yang lebih tinggi. Banyak orang mengatakan bahwa peradaban manusia itu tercermin dari kebudayaan masyarakat itu sendiri. Artinya, seni dan budaya mempunyai peran penting dalam perkembangan peradaban dunia. Oleh sebab itulah, kami selalu menempatkan seni budaya pada garda depan dalam peradaban dan perkembangan kehidupan manusia di dunia.

Teater yang merupakan sebuah karya seni dan telah menjadi sebuah ilmu yang di pelajari, diajarkan dan dianalisis, sementara itu teater sendiri harus tumbuh berkembang, serta berubah dengan segala bentuk pengekspresian dan konsep-konsepnya sehingga ilmu teater juga terus mengalir disetiap kreativitas seni budaya di sepanjang massa. Melihat begitu besarnya cakupan pembahasan teater dari berbagai seni budaya, yang harus diingat oleh setiap individu seniman teater adalah, setiap manusia diciptakan dengan potensi uniknya masing-masing.

56


(63)

Sebuah karya seni merupakan hasil dari proses pembacaan terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Berbagai kejadian sosial, ekonomi, politik yang terjadi merupakan fenomena yang patut untuk ditarik kepermukaan sebagai basis material untuk dimanifestasikan dalam sebuah proses karya kreatif yang mampu memberikan pencerahan sosial.

Namun diakhir-akhir ini terjadi penurunan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di bidang kesenian itu sendiri. Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan akan seni menjadi sebab kurangnya daya kreatifitas yang sering berujung pada hilangnya semangat dalam aplikasi berkesenian,dan hal itu menyebabkan degradasi dalam perkembangan kesenian itu sendiri yang notabenenya sebagai pembawa peradaban baru di muka bumi ini. Dengan bersamanya Teater SUA, ibarat penerangan sebuah cahaya. Cahaya ini, bila di kenali, akan membimbing pribadi menuju individu yang sebenarnya, dengan potensi yang terasah maksimal dan kontribusi unik yang hanya bisa diberikan oleh diri individu masing-masing saja.

2. Latar Belakang Teater Sua

UKM Teater SUA bermula dari wadah kesenian yang bernama “SEDAP” (Seniman Dakwah Persuasif), yang berdiri pada tanggal 22 September 1989 dan bernaung dibawah struktur Senat Mahasiswa Fakultas Dakwah. UKM tersebut berangkat dari keinginan kolektif untuk berkesenian dan akhirnya mengkhusyukkan diri dalam proses berteater dan pada periode itu Endang Ramli sebagai pelopor dan pencentus gagasan serta menjabat sebagai pengurus hariannya.


(64)

Dalam perjalanan selanjutnya, nama komunitas ini diubah menjadi “SUA” yang berarti berjumpa atau Sunan Ampel yang resmi dan disahkan secara konstitusional oleh ketua Senat mahasiswa Fakultas Dakwah pada tanggal 24 Oktober 1997. Dalam hal ini “SUA” lebih memprioritaskan diri pada seni teater dan sastra, karena keterkaitan antara keduanya merupakan penguatan aktor dan kajian budaya yang menjadi kebutuhan penting untuk dikonsumsi para pekerja seni. Dan teater SUA juga tidak melupakan untuk berproses kesenian lainnya baik seni tari, seni rupa, musik dsb.57

3. Visi Dan Misi Teater Sua58

Visi : Mengembangkan seni dan budaya di lingkungan fakultas dakwah khususnya, serta pada bangsa Indonesia pada umumnya.

Misi : Memasyarakatkan teater, mencetak seniman dan seniwati yang bertanggung jawab pada Tuhan YME, manusia serta alam semesta.

4. Bentuk Kegiatan Teater Sua

Secara umum kegiatan UKM Teater SUA Surabaya dibagi menjadi 3 bagian yang berdasarkan atas pembagian divisi dan staf-staf teater SUA Surabaya. Adapun kegiatan-kegiatannya antara lain :

57

Dokumen Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya. 58


(65)

a. Pelatihan dan Pengembangan

Bentuk pelatihan disini terbagi dalam latihan harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Serta latihan dalam rangka menyambut moment-moment ter-tentu untuk pementasan, diantaranya sbb :

1. Pelatihan keaktoran 2. Pelatihan Lighting 3. Pelatihan Artistik 4. Pelatihan Seni Rupa 5. Pelatihan Tari dan Musik

6. Latihan Bareng (antar teater/antar fakultas di UIN bahkan dikampus lain) 7. Kajian Kamis Sastra

8. Pengembangan Keaktoran (Monolog atau Pantomim)

b. Kekaryaan

Kekaryaan merupakan hasil karya kreatif anggota-anggota teater Sua dan juga hasil dari pelatihan-pelatihan yang dilak-sanakan, baik berupa sastra, seni rupa, tari dan musik, dan juga karya pementasan. Adapun pementasan yang dilakukan sepanjang tahun oleh teater SUA Surabaya, antara lain :

1. Pentas Inagurasi OSCAAR (Orientasi Cinta Akademik Almamater) 2. Pentas Keliling

3. Pentas Study


(66)

5. Performance Art

6. Pentas Undangan atau happening Art (berdasarkan moment-moment tertentu).

c. Cinematografi

Cinematografi merupakan sebuah inovasi baru bagi teater SUA untuk memperdalam kreatifitasnya dibidang seni peran. Adanya Prodi Komunikasi di Fakultas Dakwah adalah bentuk motivasi Teater SUA dalam meprogramkan cinematografi.

Ada beberapa agenda yang dilaksanakan dalam program ini, diantaranya adalah :

1. Pengembangan wacana tentang cinematografi

2. Workrshop

3. Pameran Foto

4. Apresiasi Film

5. Proses Pembuatan Film59

5. Struktur Pengurus Teater Sua Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Periode 2016

59

Kegiatan tersebut secara global dan sudah di Dokumen Profil Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi.


(67)

Susunan Pengurus UKM Teater SUA Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya Periode 2016-2017

Sumber : Dokumen Teater Sua

6. ANGGOTA AKTIF TEATER SUA

Tabel 1.1

No Anggota Aktif (Angkatan) Jumlah

1 2012 17

2 2013 13

3 2014 14

4 2015 13

5 2016 15

Jumlah 73

Sumber : Wawancara kepada ketua umum Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi Bagan 1.2


(1)

83

tingkat kedua ini dimana pencarian formula suatu proses produksi, dengan melihat keadaan anggota, tempat dan skill, maka berbagai cara dapat dilakukan, dan banyak argumentasi sehingga realitas terjadi, seperti ditunjuknya uswatun hasanah ketika pemilihan sutradara.

Tingkat legitimasi ketiga mengandung teori-teori yang eksplisit den yang dengannya satu sektor kelembagaan di legitimasi berdasarkan suatu perangkat pengetahuan yang berbeda-beda legitimasi semacam ini memberikan kerangka referensi yang cukup komprehensif bagi masing-masing sektor perilaku. Proses Produksi dan pementasan Drama yang terjadi di Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi melegitimasi tingkat ini melalu pengalam yang ditransformasikan kepada generasi selanjutnya, melalui kajian, diskusi atau kegiatan formal. Karena di Teater Sua tidak ada pakem yang dianut, maksudnya ialah tidak ada aliran teater yang dianut oleh Teater Sua Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Tingkat legitimasi yang keempat ini adalah perangkat-perangkat tradisi teoritis yang mengintegrasikan sebagai bidang makna dan mencakup tatanan kelembagaan dalam suatu totalitas simbolis. Kesepakatan yang telah ditransformasikan sejak lama menjadi kebenaran yang objektif dan paling sesuai dengan keadaan.


(2)

84 PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peniliti dapat ditemukan beberepa kesimpulan dari hasil penelitian tersbut, antara lain :

1. Konstruksi sosial di dunia peran dimulai ketika proses produksi, mulai dari pembentukan struktur sampai perencanaan. Pementasan drama sendiri adalah bentuk dari konstruksi yang dilakukan/dipaksakan oleh anggota yang terlibat dengan tujuan yang sama. Namun bila lebih ke belakang lagi, konstruksi dimulai sejak mengetahui dan menjadi anggota teater sua, mulai dari mendaftar menjadi anggota sampai mengikuti latihan alam. Dalm hal ini anggota teater sua sudah memiliki dasar untuk pementasan drama, dan ada proses legitimasi untuk dilakukan secara berlanjut. Seperti sistem yang ada di dalam produksi, dengan melihat situasi dan kondisi yang ada di Teater Sua. Proses tersebut menghasilkan sebuah struktur yang berbeda dengan yang lain. Dan teater sua mempunyai tradisi yang berbeda, seperti adanya stage manager, naskah yang dicari, dipilihnya sutradara dan lain sebagainya.


(3)

85

B. Saran

Ada beberapa saran yang ingin sampaikan dari hasil penelitian ini,

yaitu:

1. Proses kontruksi di dunia pementasan drama tidak hanya dilakukan di dalam pementasan saja, namun dapat diambil nilai-nilai yang baik untuk dibawa di realitas kehidupan sesungguhnya.

2. Tentu peneliti masih banyak kekurangan, oleh karena itu peneliti


(4)

1 DAFTAR PUSTAKA

Berger, Peter L. Langit Suci. Jakarta: LP3ES, 1991.

—. Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah Tentang Sisologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES, 1990.

Bungin, Buhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2013.

Dr, Suwandi, M. Hum. Metode Pembelajaran Drama. Yogyakarta: CAPCS, 2011.

Hamzah, Ajdib. Pengantar Bermain Drama. Bandung: CV. Roasda, 1985.

Hasanuddin. Drama Karya Dua Dumensi. Bandung: Angkasa, 1996.

Husnan, Husaini. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Iskandar. Metode Penelitian Kualitatif Aplikasi Untuk Penelitian Pendidikan dan Hukum Ekonomi dan Menejemen, Sosial Humaniora, Politik, Agama dan Filsafat. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.

Koentjaraningrat, Prof. Dr. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Kukla, Andre. Konstrutivisme Sosial dan Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Jendela, 2003.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.


(5)

2

Paloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

Rambet, Mutiara McMoran. "Seni Teater." Februari 2013.

https://karyailmiahbn2013.files.wordpress.com/2013/02/seni-teater-by-mutiara-mc-moran-rambet.pdf. 7 January 2017.

Riyanto, Geger. Peter L. Berger Perspektir Meta Teori Pemikiran. Jakarta: LP3S, 2009.

Santosa, Eko. Seni Teater Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Soekamto, Soerjono. Soiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007.

Sugiyono, Prof. Dr. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012.

Suroso. Drama Teori dan Praktik. Yogyakarta: Elmatera, 2015.

Syam, Nur. Metode penelitian Ilmu dakwah. Solo: CV. Romadhoni, 1991.

Wiyanto, Arul. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Gramedia, 2002.

Yoshi Oida, Lorna Marshal. Ruang Tubuh Aktor. Surabaya: Dewan Kesenian Jawa Timur, 2012.


(6)