PENGEMBANGAN PAKET PENINGKATAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI KONSELING MELALUI TEKNIK REFRAMING BAGI MAHASISWA BKI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

(1)

PENGEMBANGAN PAKET PENINGKATAN KETERAMPILAN

KOMUNIKASI KONSELING MELALUI TEKNIK REFRAMING BAGI

MAHASISWA BKI DI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi

Islam (S. Kom. I)

Oleh: Siti Fatimah NIM. B03210015

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

JURUSAN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAKSI

Siti Fatimah (B03210015), Pengembangan Paket Peningkatan Keterampilan Komunikasi Konseling melalui Teknik Reframing bagi Mahasiswa BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana pelaksanaan pengembangan

peningkatan keterampilan komunikasi melalui teknik reframing bagi mahasiswa

BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya? (2) Bagaimana respon dari mahasiswa peserta pengembangan setelah diadakan kegiatan pengembangan di jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya (3) Bagaimana uji kelayakan paket yang sesuai dengan ketepatan, kelayakan, dan kegunaan?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan

metode Reseach and Development (R&D), dengan menggabungkan penelitian

kualitatif den kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari wawancara, observasi, saran, kritik, dan komentar tertulis dalam angket maupun catatan hasil wawancara. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan skala penilaian yang berupa angket.

Hasil penelitian ini menyebabkan, bahwa pengembangan peningkatan keterampilan komunikasi konseling dibutuhkan paket dan pelatihan agar dapat membantu konselor dalam mempelajari keterampilan komunikasi konseling.

Paket yang telah dirancang berisikan materi, yaitu : (1) reframing dalam aspek

keterampilan komunikasi konseling, (2) Artikel reframing, (3) Pengertian

reframing, (4) Macam-macam reframing (5) Cara membedakan reframing (6)

Harapan dan keberatan (7) Tips pemula reframer (8) kesimpulan & evaluasi.

Dalam pelatihan ini, dilakukan tiga hari dan terdiri dari perkenalan, stage

hipnosis, penyampaian materi, simulasi, evaluasi.

Untuk keefektifan paket dan peningkatan keterampilan komunikasi konseling, diadakan uji ahli dan penilaian keterampilan komunikasi konseling. Setelah paket diuji tim ahli, didapatkan hasil penilaian akhir sebesar 75% yang masuk dalam kategori cukup efektif. Terdapat peningkatan yaitu dari 2,78% ke 3,91%. Sedangkan respon mahasiswa BKI setelah diadakannya bimbingan sebesar 85% berdasarkan uji prosentase kuantitatif masuk dalam kategori sangat baik atau positif.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENSITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAKSI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 9

1. Paket Pengembangan Keterampilan Komunikasi Konseling ... 9

2. Reframing ... 11

3. Pengembangan dalam Penelitian ... 11

F. Spesifik Produk Paket ... 12

G. Metode Penelitian ... 16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 16

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 17

3. Jenis dan Sumber Data ... 17

4. Tahap-tahap Penelitian ... 19

5. Teknik Pengumpulan Data ... 22


(7)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik ... 28

a. Bimbingan dan Konseling Islam ... 28

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam ... 28

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam ... 39

c. Fungsi Serta Peran Bimbingan dan Konseling ... 30

d. Pengertian Konselor ... 31

b. Keterampilan komunikasi konseling ... 33

c. Reframing ... 42

d. Arti, Tujuan dan Manfaat Pelatihan ... 52

B. Pengembangan Program Pelatihan ... 54

1. Mekanisme Pelatihan ... 59

2. Efektifitas Pelatihan ... 60

3. Penerapan Hasil Pelatihan ... 61

4. Materi Paket Pelatihan Keterampilan Konseling ... 63

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 66

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 69

1. Profil Jurusan BKI Fakultas Dakwah ... 69

2. Deskripsi Konselor ... 70

3. Deskripsi klien... 73

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 74

1. Deskripsi Data Tentang Hasil Buku Paket ... 75

2. Deskripsi Data tentang Proses Pelatihan Reframing ... 75

3. Deskripsi Data Respon Mahasiswa ... 85

BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Data Tentang Hasil Buku Paket ... 90


(8)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 100 B. Sarana Pengembangan Lebih Lanjut ... 101

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Spesifikasi Produk Paket

Tabel 3.1 Kegiatan Pelaksanaan Pelatihan

Tabel 4.1 Nilai dari Uji Ahli

Tabel Ketakutan menjadi Konselor


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap waktu perkembangan kemampuan mahasiswa selalu diberikan stimulus, agar ia dapat bersaing. Persaingan yang semakin ketat membuat mahasiswa terus menggali potensi dan bakat terutama dalam bidang yang ditekuni. Potensi tersebut menjadikan mahasiswa mampu untuk berkreasi, mandiri, tanggung jawab dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Ketika menggali kemampuan tersebut, mahasiswa memerlukan interaksi dengan orang lain. Ketika berinteraksi, ia tidak jarang menemui permasalahan. Oleh karena itu, mahasiswa membutuhkan seorang pendamping. Pendamping tersebut, guna membantu permasalahan yang sedang ia hadapi.

Seorang mahasiswa, sama halnya dengan individu lain pada usianya. Hal ini dibedakan ialah tingkat pengetahuannya. Semua individu, akan meceritakan semua permasalahan yang ia hadapi. Sering juga ditemui individu tertutup dan itu membutuhkan kesabaran. Hal ini, sering didengar dengan sebutan curhat. Curhat tersebut, bisa meluapkan semua permasalahan. Permasalahan tersebut seperti, rasa kekesalan dan kekecewaan bisa berkurang. Biasanya, istilah curhat selalu digunakan dalam hubungan persahabatan yang didasari rasa ingin membantu satu sama lain. Jarang sekali, ketika curhat kepada orang lain ataupun sahabat bisa memberikan solusi. Karena memang pada dasarnya orang yang diajak curhat hanya untuk mendengar bukan mengarahkan bagaimana supaya akar


(11)

2

permasalahannya terungkap dan terselesaikan. Padahal seorang diharapkan bisa melepaskan permasalahn dengan kelegaan dan pengertian tentang permasalahan tersebut. Walapun dengan curhat tersebut, seseorang bisa merasa kepuasan.1

Membantu menyelesaikan permasalahan orang lain, bukan hanya sebatas mendengarkan. Namun, membutuhkan berbagai cara untuk menggali semua permasalahn. Cara tersebut, bisa berupa bimbingan yang terarah. Bimbingan tersebut, biasa dinamakan konseling. Adapun yang dimaksud konseling ialah, merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Makna bantuan disini, yaitu upaya untuk membantu orang lain agar mampu tumbuh ke arah yang dipilih, serta mampu memecahkan masalah yang dihadapi.2

Rogers mengartikan konseling sebagai hubungan membantu di mana salah satu pihak (konselor) bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain (klien), agar dapat menghadapi persoalan/konflik yang dihadapi dengan lebih baik.3 Oleh karena itu seorang konselor dalam proses konseling

atau dalam membantu suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh individu, bukan sekedar mendengarkan atau mencari solusi masalahnya, dengan nasehat-nasehat, atau membiarkan luapan emosi untuk mencapai kelegaan diri. Akan tetapi, perlu dalam memberikan informasi tentang masalah yang sedang dihadapi konseli. Proses konseling, seorang konselor harus mampu melibatkan konseli secara penuh. Hal ini bertujuan, agar konseli bisa terbuka. Konselor tidak

1 Baro Indra, Le Me Gagal Move On, (Jakarta Selatan: Loveable, 2015), hal. 104


(12)

3

hanya sebagai pendamping klien, tetapi sebagai penerapis bagi konseli. Banyak diantara klien yang mengiginkan masalah yang dialami cepat hilang

Ketika proses konseling, konselor berbekal keterampilan yang dapat memperlancar proses konseling. Secara ringkas, maksud dan tujuan utama menggunakan keteramilan konseling untuk membantu klien mengembangkan keterampilan pribadi dan kekuatan batin agar menciptakan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain.4

Salah satu keterampilan tersebut ialah keterampilan komunikasi yang dialogis, khusnya dengan konseli. Komunikasi dialogis ini, pada dasarnya merupakan bentuk komunikasi interaktif antara satu pihak dengan pihak lain. komunikasi tersebut melalui proses penciptaan suatu situasi dalam upaya mencari informasi yang tepat dalam pembuatan keputusan secara tepat. Hal ini dalam mata kuliah bimbingan konseling disebut dengan keterampilan komunikasi konseling. Tujuan lain dari pada keterampilan komunikasi konseling ialah menciptakan keterampilan pikiran. Artinya, seorang konselor terutama calon konselor terampil berkomunikasi dengan pikiran klien.5 Keterampilan tersebut, bisa juga disebut

dengan persepsi. Persepsi merupakan proses yang kompleks yang dilakukan orang untuk memilih, mengatur, dan memberi makna pada keyataan yang dijumpai sekelilingnya. Persepsi dipengaruhi pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan.6

4 Richard-Nelson, Pengantar Keterampilan Komunikasi Konseling, (Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, 2012), hal. 11-12

5 Syamsu Yusuf Dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Dan Konseling, (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 9


(13)

4

Persepsi masalah yang dimiliki klien akan mempengaruhi bagaimana bertindak selanjutnya. Dan setiap individu akan mengalami hal seperti itu, jika diilutrasikan seperti ini. Semua yang kita hadapi, awalnya tanpa label, tanpa sebutan, tanpa predikat. Tanpa bingkai sama sekali, hanyalah sebuah kejadian. Setelah kita alami, kita memberikannya sebuah bingkai. Kita melihatnya dari sudut pandang tertentu dan merasakannya dari jendela hati kita. Ada yang menyebutkannya sebagai “hoki”, ada yang menyebutnya “sial”, “kebetulan”, “saya memang selalu begini”, “karma”, “beginners luck”, “dia selalu begitu”,

”begitulah wanita”, dll. Semua itu adalah bingkai yang kita berikan terhadap sebuah kejadian atau pengalaman kita.

Setelah kita memberikan bingkai, atas “instruksi” ini, subconscious kita mencatatnya sebagai sesuatu “pembenaran”. Sebagai suatu bingkai yang akan dipakai untuk berbagai kejadian dengan nature yang serupa dan sebagai penuntun ke sebuah jalur perilaku atau sikap yang dianggap subconscious sebagai yang “benar” untuk kita berdasarkan bingkai tersebut yang menjadi identitas diri.

Dengan menempelkan ke bingkai identitas, kita akan berpikir, berperilaku sesuai bingkai tersebut, atau akan merespon terhadap setiap sikap orang lain berdasarkan bingkai yang kita tempelkan kepadanya. Menjadi bagus, seandainya bingkai tersebut berguna bagi kita atau dengan bingkai tersebut kita memperoleh apa yang kita inginkan dari hidup. Menjadi berbahaya, apabila dari bingkai tersebut yang kita peroleh hanyalah stress berlebihan, prasangka, dendam, iri,


(14)

5

Seorang yang membingkai dirinya dengan identitas sebagai orang yang selalu sial akan selalu berusaha melihat, mendengar, dan merasakan dirinya sial dalam berbagi situasi. Bahkan pada saat dia “beruntung” pun, dia akan mempunyai argumentasi bahwa ini “bukan dia”. Dalam keadaan paling ekstrim dia seolah menolak keberuntungan tersebut karena merasa dia tidak berhak.

Bukti yang paling bisa terlihat misalnya seseorang merasa bahwa dia tidak menarik. Pada saat seseorang kemudian benar-benar tertarik kepadanya, apa yang terjadi? Dia tetap saja tidak percaya diri, karena merasa tahu bahwa dia tidak menarik dan tidak pantas apabila ada yang tertarik kepadanya.

Setelah melihat ilustrasi tersebut, peran dari pada konselor setelah menggali permasalahan yang tengah dihadapi dan pemberian label atau bingkai dari hasil peristiwa atau kejadian yang dialami oleh klien. Yaitu membingkai ulang kembali kejadian yang dialami klien, agar mempunyai pandangan atau persepsi baru yang terpikirkan oleh klien. Nantinya, akan mempengaruhi perubahan tindakan yang klien. Hal ini, disebut sebagai teknik reframing. Pemaparan diatas, menjadi alasan penulis untuk melakukakan penelitian.

Menurut Yoder (Anwar Prabu Mangkunegara, 2009: 43) istilah pelatihan dan pengembangan adalah usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai.

Lebih jelasnya:


(15)

6

2. Pengembangan lebih ditekankan padapeningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan di masa yang akan datang.

Pendapat Wexly dan Yulk menjelaskan bahwa pelatihan dan pengembangan adalah sesuatu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang dilaksanakan untuk mencapai penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan sikap karyawan atau anggota organisasi. Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan keterampilan calon konselor dalam memberikan intervensi dan hubungan manusia (human realations).7

Setelah mencermati beberapa alasan dan uraian sebagaimana di atas akhirnya penulis menyadari adanya suatu indikasi keterkaitan psikologis dan praksis dalam pengembangan diri individu, termasuk mahasiswa fakuttas Dakwah dan Komunikasi UINSA Surabaya jurusan BKI semester III. Oleh karena itu, kebutuhan ini sangat menantang dan menarik bagi penulis untuk dijasikan sebagai bahan kajian, terlebih dengan model penelitian applikatif (penelitian pengembangan), sehingga dapat diharapkan munculnya suatu produk pengembangan yang aplikatif dalam perpektif konseling Islami yang kontemporer.

Berangkat dari pemaparan di atas, peneliti mengambil judul “ Pengembangan Paket Peningkatan Keterampilan Komunikasi Konseling dengan Reframing bagi Mahasiwa Jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya ”.


(16)

7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pengembangan peningkatan ketrampilan komunikasi konseling melalui teknik reframing pada Mahasiswa Prodi BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA Surabaya ?

2. Bagaimana respon dari mahasiswa pesert pengembangan setelah diadakan pengembangan peningkatan ketrampilan komunikasi konseling melalui teknik

reframing pada Mahasiswa Prodi BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UINSA Surabaya ?

3. Bagaimana uji kelayakan paket yang sesuai dengan ketepatan, kelayakan, dan kegunaan?

C. Tujuan Penelitian

Dalam mengadakan pendekatan penelitian tentunya tidak lepas`dari tujuan yang ingin dicapai untuk mewujudkan rasa keingin tahuan dari sasaran penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini secara umum untuk mengetahui seberapa efektif:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengembangan peningkatan ketrampilan komunikasi konseling Islam melalui teknik reframing pada Mahasiswa Prodi BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA Surabaya.

2. Untuk mengetahui Untuk Mengetahui Respon mahasiswa setelah diadakan pengembangan peningkatan ketrampilan komunikasi konseling melalui


(17)

8

reframing pada Mahasiswa Prodi BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UINSA Surabaya.

3. Untuk mengetahui uji kelayakan paket yang sesuai dengan ketepatan, kelayakan, dan kegunaan.

D. Manfaat Penelitian

1) Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan pemikiran bagi para pembaca khususnya mahasiswa bimbingan konseling islam. Dan bagi para pembaca lain umumnya. Agar dapat mengetahui bagaimana cara yang baik, jika berkomunikasi dengan membenarkan persepsi yang salah dari lawan bicara.

2) Secara Praktis

Dapat dijadikan acuan yang dapat memberikan informasi kepada seluruh konselor tentang bagaimana berkomunikasi dengan teknik

reframing.

E. Definisi Operasional

Dalam pembahasan ini peneliti akan membatasi dari sejumlah konsep yang diajukan. Adapun judul penelitian tersebut ialah, “ Pengembangan Paket Peningkatan Keterampilan Komunikasi Konseling melalui Reframing


(18)

9

Keterampilan Komunikasi konseling jika dipisah menurut kata sebagai berikut; keerampilan berasal dari kata terampil, di dalamnya terkandung suatu proses belajar, dari tidak terampil menjadi terampil8.

Sedangkan komunikasi ialah proses pemindahan informasi antara dua oarang manusia atau lebih dengan menggunakan simbol-simbol bersama. Komunikasi sekurang-kurangnya melibatkan dua partisipan yaitu pemberi dan penerima. Komunikasi akan lebih eefktif, jika mencapai suatu pemahaman diantara partisipan.9 Dan konseling adalah suatu proses yang

melibatkan konselor dan klien, untuk memecahkan suatu permasalahn. Keberhasilan konseling ditentukan oleh keefektifitasan komunikasi10.

Sedangkan yang dimaksud dengan keterampilan komunikasi konseling ialah suatu keterampilan yang dimiliki seorang konselor untuk keberhasilan proses konseling. Oleh Agus Santoso, keterampilan tersebut meliputi: pembukaan, penerimaan, pengulangan pernyataan konseli, mendengarkan, mengamati, menanggapi, klarifikasi, pemantulan perasaan, pemantulan makna, pemusatan, penstrukturan, pengarahan, penguatan, nasehat, penolakan, ringkasan, konfrontasi, penghentian, mempengaruhi: tindakan untuk kepentingan konseli11.

8 Richard Nelson, Pengantar Keterampilan Komunikasi Konseling, (Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2012), hal. 15

9

Wiryanto, PengantarIlmu Komunikasi, (Jakarta: Grasindo, 2009), hal, 5-7

10 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana,

2011), hal. 2

11


(19)

10

Jadi paket peningkatan keterampilan komunikasi konseling melalui teknik reframing merupakan media layanan bimbingan konseling di instansi tertentu berisi seperangkat kegiatan dengan prosedur kerja yang sistematis untuk mengembangkan potensi diri mahasiswa, pemahaman akan teknik reframing, aplikasi dan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan

reframing dalam keterampilan komunikasi konseling,.

2. Reframing

Menurut Wiwoho reframing adalah pembingkaian ulang pada suatu kejadian yanng sudah diberi label atau bingkai,dengan merubah sudut pandang tanpa merubah kejadian itu sendiri12. Sedangkan dalam bukunya

Stephan Palmer, reframing adalah suatu teknik konseling yang bertujuan mereorganisir content emosi yang dipikirkannya dan membingkai kembali ke arah pikiran yang rasional.13

Jadi, pengertian Reframing dalam penelitian ini. Ialah salah satu teknik dalam keterampilan komunikasi konseling yang digunakan oleh konselor, dalam mereorganisir content emosi yang dipikirkannya. Dan membingkai ulang suatu kejadian yang sudah diberi label ke arah pikiran yang rasional. Sehingga konseli dapat mengerti dengan berbagai sudut pandang konsep kongnitif dan tanpa merubah kejadian itu

3. Pengembangan Dalam Penelitian


(20)

11

Serangkaian kegiatan mendesain, menyusun, mengevaluasi, dan merevisi, suatu produk yang akan menghasilkan paket, modul dan sebagainya dengan memiliki kriteria akseptabilitas yang meliputi empat aspek yaitu ketepatan, kelayakan, kegunaan, dan respon afeksi positif dari subyek penelitian.

F. Spesifik Produk Paket

Sesuai dengan latar belakang masalah dan tujuan penelitian di atas, maka penelitian pengembangan ini dirancang sedemikian rupa, agar dapat berguna, praktis, sistematis, menunjang pencapaian tujuan, menarik, dan mudah difahami. Oleh karena itu penelitian pengembangan ini diharapkan dapat memiliki kriteria berikut :

1. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa isi paket yang dikembangkan sesuai dengan tujuan dan prosedur paket. Hal ini dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat validitas paket yang dikembangkan dengan menggunakan instrument skala penelitian.

2. Kelayakan yang dimaksud adalah bahwa paket yang dikembangkan memenuhi persyaratan yang ada, baik dari sisi prosedur maupun pelaksanaannya, sehingga paket tersebut dapat diterima konselor di perguruan tinggi

3. Kegunaan yang dimaksud adalah bahwa paket yang dikembangkan memiliki daya guna bagi para mahasiswa BKI sebagai calon konselor agar mereka


(21)

12

memiliki wawasan tentang keterampilan komunikasi konseling melalui teknik

reframing.

4. Respon Afektif Positif yang dimaksud adalah bahwa tampilan dan isi paket berpotensi dapat membuat para calon konselor untuk mempelajari, membaca tulisan, mengamati gambar, dan melakukan tugas paket tersebut.14

Untuk lebih memperjelas hal ini dapat dilihat tabel berikut:

Table 1.1 Spesifik Produk Paket

No Variabel Idikator Alat

1 Ketepatan (accuracy) a. Ketepatan obyek

b. Ketepatan rumusan tujuan dan prosedur

c. Kejelasan rumusan umum dan khusus

d. Kejelasan diskripsi tahap dan materi e. Kesesuaian gambar dan materi

Angket

2 Kelayakan

(feasibility)

a. Prosedur praktis

b. Keefektifan biaya, waktu dan tenaga

Angket

3 Kegunaan (utility) a. Pemakaian produk

b. Kualifikasi yang diperlukan

c. Dampak paket pada peningkatan keterampilan komunikasi konseling

Angket


(22)

13

Buku paket reframing terdapat tiga bagian, yaitu:

1. Bentuk Paket

Bentuk paket pelatihan ini didesain dalam sebuah buku yang berisi icon-icon atau ilustrasi gambar. Adapun materi yang digunakan, dibentuk dalam teknik simulasi, observasi dan tutorial melalui ilustrasi gambar dan narasi, yang diharapkan mampu menarik dan memotivasi mahasiswa (calon konselor).

2. Isi Paket

Paket ini terdiri dari tiga bagian:

a. Buku panduan untuk konselor yang merupakan pedoman atau Petunjuk pelaksanaan pelatihan yang dibimbing oleh seorang dosen. Panduan ini terdiri dari dua bagian. Bagian 1, yaitu: pendahuluan, tujuan umum, fungsi dan manfaat, bahan media, orientasi kegiatan dan pengelolaan waktu, evaluasi, diskusi, dan penutup. Bagian 2: penyajian materi.

b. Buku panduan untuk mahasiswa yaitu petunjuk bagi mahasiswa dalam mengikuti tata cara pelaksanaan pelatihan dengan harapan dapat memudahkan mereka dalam memahami tujuan yang ingin dicapai.

c. Materi pelatihan yaitu buku materi tentang pelatihan ketrampilan diri yang terintegrasi dalam sebuah paket yang berisi tentang tata cara mengolah keterampilan konseling.


(23)

14

G. Metode Penelitian

A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan memiliki tujuan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji kualitas kelayakan produk yang telah dikembangkan. Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa media pocket book dengan materi pokok reframing.

2. Model Penelitian

Model pengembangan yang digunakan adalah model research and

Development (R&D) menurut Sugiyono. Hal ini digunakan dengan alasan

karena penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan produk dan menguji kelayakan produk tersebut.

Langkah-langkah dalam penelitian pengembangan ini antara lian adalah menemukan potensi dan masalah, pengumpulan data atau informasi, desain produk, validasi produk, revisi atau perbaikan produk, dan langkah terakhir adalah uji coba produk (Sugiyono, 2013: 408).

3. Prosedur Penelitian

Berdasarkan model pengembangan tersebut, kemudian peneliti pengembangan mengaplikasikannya dalam prosedur pengembangan yang akan dilakukan. Prosedur pengembangan yang dilaksanakan dalam mengembangkan media pocket book tentang materi kepenulisannya adalah


(24)

15

a. Potensi dan Masalah

Salah satu teknik dalam konseling yaitu reframing. Agar teknik tersebut dikuasai dengan baik oleh mahasiswa, maka diperlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai reframing.

Pada tahap ini peneliti akan melakukan analisis kebutuhan mahasiswa.

b. Pengumpulan Data atau Informasi

Tahap selanjtnya yang dilakukan agar produk yang dihasilkan setelah pengembangan dapat bermanfaat dan betul-betul penting

Potensi dan masalah Pengumpulan data atau informasi

Desain Produk

Validasi Produk

Revisi atau Perbaikan Produk

Uji Coba Produk

Gambar 3.1 Alur Penelitian pengembangan media pocket book berbasis menurut model Research and Development (R&D) Menurut


(25)

16

dalam kegiatan pembelajaran setelah nantinya melakukan wawancara dengan dosen BKI Fakultas Dakwah, yang selanjutnya dijadikan dasar sebagai analisis kebutuhan media pembelajaran.

c. Desain Produk

Tahap pengembangan desain dan draf produk dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1) Tahap Pertama: mengembangkan bahan ajar ke dalam media pocket book.

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti pengembangan meliputi: pengumpulan materi yang relevan dengan tujuan pembelajaran.

2) Tahap Kedua: Menyusun bahan ajar ke dalam media pocket book berdasarkan enam elemen yang menuntut penulisan media berbasis cetakan.

3) Tahap Ketiga: Menyusunan pocket book berdasarkan media aspek penyajian dan kegrafisan

Penyusunan pocket book dari aspek penyajian dan kegrafisan harus memperhatikan dan disesuaikan dengan kerangka pocket book yang telah disusun sebelumnya. Produk yang dikembangkan oleh peneliti memiliki komponen-komponen yang bertujuan untuk memudahkan mahasiswa dalam proses pembelajaran dan dalam memahami materi.


(26)

17

4) Tahap Keempat: Menyusun Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang akan dikembangkan untuk mengumpulkan data di saat tahap validasi produk. Pada tahap validasi produk, data akan didapat dari ahli isi, ahli desain, dan ahli media dengan menggunakan instrument angket. Instrumen angket yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini diadopsi dari format evaluasi media pembelajaran disusun menurut Arsyad (2011: 175) yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan dan berupa angket dengan skala Likert yang digunakan untuk mengukur nilai dan pendapat terhadap media yang digunakan. d. Validasi Produk

Uji validasi produk ini dilakukan untuk memvalidasi produk media pocket book. Validasi ini dilakukan dengan cara meminta pendapat, penilaian, dan saran dari ahli isi dan ahli media pembelajaran. Tujuan dari validasi produk ini agar produk yang telah dikembangkan dianggap layak sebagai sumber belajar.

e. Revisi atau Perbaikan Produk

Revisi atau perbaikan dilakukan sesuai dengan hasil validasi yang didapatkan dari ahli isi dan ahli media dan desain pembelajaran. Revisi bertujuan untuk menciptakan produk pengembangan yang memenuhi kriteria kelayakan sebagai sumber belajar yang sesuai dengan pendapat para ahli.


(27)

18

f. Uji Coba Produk

Setelah produk pengembangan memiliki kelayakan sesuai dengan saran dan kritik dari para ahli, maka produk pengembangan ini akan diujicobakan ke lapangan. Uji coba produk ini dilakukan dalam bentuk uji coba lapangan kelompok terbatas. Pada uji coba lapangan kelompok terbatas, produk diujicobakan kepada satu Dosen dan mahasiswa BKI kelas B2. Uji coba lapangan ini difokuskan pada pengembangan dan penyempurnaan materi produk, namun belum memperhatikan kelayakan dalam konteks populasi.

Bentuk pengujian dalam kelompok terbatas adalah 30 mahasiswa secara serempak menggunakan produk tersebut. Subjek uji coba tersebut akan menggunakan fasilitas sumber belajar media

pocket book. Sebagai keperluan pengumpulan data, setelah guru dan

siswa mencoba produk tersebut, maka guru dan siswa mengisi angket yang telah dirancang pengembang.

4. Desain Uji Coba

Penelitian pengembangan tentunya membutuhkan rangkaian uji coba terhadap produk. Ini dilakukan untuk menguji validitas produk apakah benar-benar bermanfaat dan memenuhi kelayakan sebagai sumber belajar mahasiswa. Desain uji coba dapat digambarkan pada alur di bawah ini:


(28)

19

5. Subjek Uji Coba

Subjek uji coba dalam penelitian pengembangan ini adalah dosen Dosen Fakultas Dakwah. Subyek uji ahli yaitu orang yang dianggap mampu dan memenuhi syarat dalam menguji peningkatan keterampilan komunikasi konseling melalui reframing. Adapun kriteria subyek ahli adalah pendidikan minimal S1, ahli pada bidangnya seperti dilihat dari sisi kesehatan yakni seorang dokter, dari sisi tahapan konselingnya yakni dosen BK. Dalam peneliti ini, penulis mengambil empat orang sebagai tim uji ahli. Tim ahli akan memberikan penilaian dengan mengisi angket yang telah disiapkan penulis dapat berupa saran, ataupun kritik yang dapat LANGKAH

UJI COBA

INSTRUMEN SUBJECT

UJI COBA

Draf I

Pengembangan Angket Tanggapan

Ahli Isi

Masukan Ahli Revisi Draf I

Draf II Pengembangan

Angket Tanggapan Ahli Media dan Desain Pembelajaran

Revisi Draf II

Masukan Ahli

Final Product Revision

Angket Tanggapan untuk Respon

Uji Coba Produk Kelompok Terbatas


(29)

20

membangun agar buku dapat menjadi lebih baik lagi dan memiliki daya guna di kalangan pembaca

B. Data dan Sumber Data

Berdasarkan data yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka data dibagi kedalam dua jenis, yaitu data yang bersifat naratif (kualitatif) dan data yang bersifat angka (kuantitatif).

1. Data Kualitatif

Data yang bersifat kualitatif diperoleh dari wawancara kepada dosen BKI fakultas Dakwah UINSA, tanggapan dan saran tentang pengembangan berdasarkan tinjauan dan masukan uji ahli pada tahap uji validitas. Selain itu, data kualitatif juga berasal dari tanggapan dan saran dari Dosen dan mahasiswa terhadap kualitas media yang telaah dikembangkan pada saat tahap uji lapangan.

2. Data Kuantitatif

Data yang bersifat kuantitatif diperoleh dari hasil validasi media yang telah dikembangkan yang diberikan uji ahli serta besarnya persentase respon Dosen dan Mahasiswa kelas B2 UINSA.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumuplan data atau instrument pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut:


(30)

21

mengumpulkan informasi terkait potensi dan masalah yang ada di lingkungan BKI kelas B2 dalam hal penggunaan media pembelajaran. Wawancara ini dilakukan kepada Dosen BKI Fakultas Dakwah. Selain itu, wawancara juga dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang berupa saran, kritik, atau masukan dalam tahap uji validitas yang dilakukan kepada ahli isi dan ahli media dan desain pembelajaran. Namun, dalam pengumpulan saran, kritik, dan pendapat ini tidak menggunakan pedoman. Pengumpulan data melalui teknik wawancara akan menghasilkan data yang bersifat kualitatif.

2. Instrumen penilaian media pocket bookoleh ahli

Instrumen penilaian yang digunakan peneliti berfungsi untuk mengetahui kualitas dan kelayakan dari media pocket book yang telah dikembangkan yang ditujukan kepada ahli isi dan ahli media dan desain pembelajaran dengan menggunakan Skala Likert. Adapun instrumen penilaian media pocket book oleh ahli dapat dilihat di lampiran 3 dan lampiran 4.

3. Angket respon mahasiswa terhadap media pocket book

Instrumen angket respon yang digunakan untuk mahasiswa BKI kelas B2 berfungsi untuk mengetahui respon mahasiswa BKI kelas B2 serta tanggapan atau masukan mahasiswa BKI kelas B2 setelah membaca media pocket book yang telah dikembangkan dengan menggunakan Skala Likert.

D. Teknik Analisis Data

Data hasil wawancara kepada Dosen BKI Fakultas Dakwah yang merupakan data kualitatif dirangkum dan disimpulkan untuk selanjutnya


(31)

22

digunakan sebagai dasar pengembangan media pocket book. Sedangkan data berupa nilai dan tanggapan oleh ahli yang berupa data kuantitatif selanjutnya dijadikan peneliti untuk memperbaiki media pocket book yang telah dikembangkan. Selain itu, data hasil evaluasi berupa tanggapan dan saran dari Dosen dan mahasiswa dijadikan pertimbangan perbaikan media pocket book setelah diuji-cobakan. Data kuantitatif tersebut diperoleh dengan memberikan skor pada data kualitatif dengan skala Likert. Penjelasan teknik analisis data diuraikan sebagai berikut:

1. Wawancara

Data yang didapat dari hasil wawancara kepada guru matematika kemudian akan dirangkum oleh peneliti sebagai langkah lanjutan dari potensi dan masalah dalam proses pengembangan sebuah media pocket

book. Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, kemudian akan

diuraikan kembali sebagai analisis kebutuhan mahasiswa.

2. Penilaian media pocket book oleh ahli, respon Dosen BKI Fakultas Dakwah, dan respon mahasiswa

Untuk menganalisis penilaian media pocket book yang telah diberikan oleh ahli, maka peneliti menggunakan skala Likert yang disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 aturan pemberian nilai oleh terhadap media pocket book

Skor Kategori


(32)

23

3 Cukup

4 Baik

5 Sangat baik

Sedangkan untuk menganalisis respon Dosen dan respon mahasiswa terhadap media pocket book, peneliti menggunakan aturan tabel dibawah ini:

Tabel 3.2 aturan analisis respon oleh Dosen dan mahasiswa terhadap media pocket book

Skor Kategori

1 Sangat Kurang Baik

2 Kurang Baik

3 Cukup Baik

4 Baik

5 Sangat Baik

Data tersebut kemudian dihitung yang bertujuan untuk mengetahui persentase besar penilaian yang didapat dari ahli dan juga besar persentase respon guru matematika dan respon siswa terhadap media

pocket book yang dikembangkan. Perhitungan ini menggunakan rumus

sebagai berikut.

a. Rumus data aspek kelayakan :

� =

� � %


(33)

24

P : Persentase (%)

X : Jumlah skor jawaban dari responden �� : Jumlah skor maksimal dari instrumen

b. Rumus untuk mengolah data secara keseluruhan aspek kelayakan: � = ∑ �∑ �

� � %

Keterangan:

P : Persentase (%)

∑� : Jumlah keseluruan skor jawaban dari seluruh responden

∑�� : Jumlah keseluruhan skor maksimal dalam keseluruhan dari instrumen

Setelah didapatkan hasil dari data yang diolah dengan menggunakan rumus diatas, hasil tersebut dibandingkan dengan kriteria kelayakan menurut Arikunto (2009: 245) dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kualifikasi Kelayakan Media Pembelajaran menurut Arikunto

No. Persentase Kualifikasi Ekuivalen

1. 86%-100% Tidak revisi Sangat layak

2. 76%-85% Tidak Revisi Layak

3. 56%-75% Perlu Revisi Cukup layak

4. ≤55% Harus Revisi Tidak Layak


(34)

25

a. Apabila media yang diujicobakan tersebut mencapai tingkat persentase 86% - 100%, maka media tersebut tergolong kualifikasi sangat layak dan tidak perlu direvisi.

b. Apabila media yang diujicobakan tersebut mencapat tingkat persentase 76% - 85%, maka media tersebut tergolong kualifikasi layak dan tidak perlu direvisi.

c. Apabila media yang diujicobakan tersebut mencapai tingkat persentase 56% - 75%, maka media tersebut tergolog kualifikasi cukup layak tetapi perlu direvisi.

d. Apabila media yang diujicobakan tersebut mencapai tingkat persentase ≤55%, maka media tersebut tergolong kualifikasi tidak layak dan harus direvisi.

Produk sumber belajar berupa pocket book yang dikembangkan akan dikatan berhasil dan dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran apabila mencapai minimal pada kriteria layak (76%). Hal ini juga berlaku untuk respon Dosen dan mahasiswa BKI kelas B2 apabila media pembelajaran mendapatkan respon positif jika minimal mendapat penilaian sebesar 76%.

E. Keabsahan Data

1. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Produk yang berupa media pocket book mempunyai spesifikasi sebagai berikut.


(35)

26

a. Produk yang dihasilkan berbentuk media cetak berupa buku siswa pada materi perbandingan.

b. Media pocket book disusun dengan memperhatikan syarat kualitas media pembelajaran

2. Indikator Keberhasilan Penelitian

Indikator keberhasilan penelitian pengembangan media pocket

book berupa buku pegangan mahasiswa dikatakan berhasil apabila

memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bahan ajar yang dikembangkan minimal memenuhi kategori “Baik” menurut kriteria penilaian pada tabel dengan persentease minimal 76%, dilihat dari keseluruhan komponen kelayakan ketepatan dan kegunaan.

H. Sistematika Pembahasan

1. Bagian Awal

Bagian awal terdiri dari : Judul Penelitian (sampul), Persetujuan Pembimbing, Pengesahan Tim Penguji, Motto dan Persembahan, Penyataan Otentisitas Skripsi, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Grafik.

2. Bagian Inti


(36)

27

Operasional, Metode Penelitian yang meliputi Pendekatan dan Jenis Penelitian, Sasaran dan Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data, serta dalam bab satu ini berisi tentang Sistematika Pembahasan.

Bab II. Tinjauan Pustaka. Bab ini akan membahas tentang kajian teoritik yang dijelaskan dari beberapa referensi untuk menelaah objek yang dikaji, pembahasannya meliputi: Bimbingan Konseling Islam, terdiri dari pengertian bimbingan konseling Islam, tujuan bimbingan Islam, fungsi bimbingan konseling Islam, prinsip bimbingan dan konseling Islam, langkah-langkah bimbingan dan konseling Islam, prinsip-prinsip bimbingan dan konseling Islam. Keterampilan komunikasi konseling, dan teknik reframing.

Bab III. Bab ini membahas tentang model penelitian pengembangan, prosedur pengembangan dan uji coba produk. Dalam uji coba produk nantinya juga dipaparkan desain uji coba, jenis data, instrument pengumpulan data.

Bab IV. Bab ini merupakan paparan hasil uji coba pengembangan, yang akan memaparkan penyajian data uji coba, analisis data, dan revisi produk berdasarkan hasil analisis data.

Bab V. Dalam bab ini berisi tentang Penutup yang di dalamnya terdapat dua poin, yaitu: Kesimpulan dan Saran.


(37)

27

BAB

II

TINJAUAN

PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan dan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan kepada klien yang berupa informasi yang bersifat prefentif sehingga klien dapat memahami dirinya dan dapat mengenali lingkungannya.1 Menurut Komarudin, konseling Islam adalah proses

pemberian bantuanyang berlandaskan Qur’an dan Hadits, untuk menjadi penerang bagi seluruh umat manusia. Guna mengantarkan manusia kepada kebahagiaan lahir batin dunia dan akhirat.2

Konseling Islam adalah mencakup keseluruhan unsur yang ada dalam konseling secara umum ditambah lagi dengan unsur iman sebagai spesifikasi atau ciri khusus yang belum ada dalam konseling secara umum.3

1 Sofyan, Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung: CV. Alvabeta, 2010),


(38)

28

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

1) Manusia dibekali dengan potensi akal, pendengaran, penglihatan dan hati serta petunjuk ilahiyah, sehingga seharusnya ia melaksanakan tugas-tugas keagamaan yang diberikan Allah kepada dirinya, sebagai kholifah, yaitu orang yang melaksanakan apa yang telah dilaksanakan generasi sebelumnya, sekaligus sebagai Abdullah yaitu penyembah Allah.

2) Membentuk pribadi sehat menurut Islam yang diukur berdasarkan berfungsinya iman sebagai penentu kognitif, efektif dan psikomotorik manusia. Dalam hal ini berarti berfikir, bertindak dan berbuat sesuai dengan fitrahnya yang mengarah pada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Meliputi mencintai Allah, bertaqwa, mengakui kesalahan , ber-ma’ruf nahi munkar, memelihara hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia, berpandangan hidup lurus, saling menolong dalam kebaikan dan melarang berbuat dosa, batinnya kuat, berlaku sabar dan adil, bernasehat tentang kebenaran, selalu mengingat Allah, menjaga keseimbangan dunia akhirat, selalu berfikir positif, dan menjaga silaturrahim.

3) Menjaga dari pribadi yang tidak sehat yaitu tidak berfungsinya iman. Hal ini berarti manusia tidak memanfaatkan potensi yang diberikan


(39)

29

Allah, melupakan Allah, dhalim, kafir musyrik, syirik, munafik, selalu mengikuti hawa nafsu dan selalu berbuat kerusakan.

4) Pemberdayaan iman yaitu beragama tauhid dan penerima kebenaran, terkait perjanjian dengan Allah dan mengakui bahwa Allah itu tuhannya, dibekali dengan potensi akal, pendengaran, penglihatan, hati dan petunjuk ilahiyah sebagai kholifah dan Abdullah, bertanggung jawab atas perbuatannya, serta diberi kebebasan menurut jalan hidupnya sesuai dengan fitrahnya.4

c. Fungsi Serta Peran Bimbingan dan Konseling

1) Pemahaman, yaitu membantu klien agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya.

2) Preventif, yaitu upaya konselor untuk mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak terjadi pada diri klien. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan pada klien tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan yang merugikan.

3) Pengembangan, yaitu konselor berupaya untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Konselor membimbing klien pada proses pengembangan potensi dirinya.


(40)

30

4) Perbaikan (kuratif), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat penyembuhan. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada klien ynag telah mengalami masalah, baik

menyangkut aspek pribadi, sosial, keluarga maupun karir.

5) Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu klien agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap kehidupan sosialnya.5

Peran Bimbingan dan Konseling adalah untuk membantu klien menyadari kekuatan mereka sendiri, menemukan hal-hal merintangi penggunaan kekuatan itu, dan memperjelas tentang pribadi seperti apa yang diinginkan oleh klien.6

d. Pengertian Konselor

Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses konseling. Sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik konseling secara luas, konselor dalam menjalankan perannya bertindak sebagai fasilitator bagi klien. Selain itu, konselor juga bertindak sebagai penasihat, guru, konsultan yang mendampingi klien sampai klien dapat menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya7.

5 Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Rosda Karya, 2005),

hal. 16-17

6 Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal.

197


(41)

31

Konselor adalah salah satu instrument dari terjadi pada proses di mana dapat menentukan adanya hasil-hasil yang positif dari serangkaian konseling tersebut. Kondisi ini dapat berjalan dengan baik dengan dilandasi dan dan didukungan oleh keterampilan seorang konselor dalam mewujudkan sikap dasar berkomunikasi dengan klien. Instrument konseling terdiri dari dua bagian besar yaitu, “pribadi dan keterampilan” pribadi dan keterampilan seorang konselor, adalah merupakan suatu modal dasar untuk dapat melakukan suatu proses konseling. Keduanya akan memperbesar peluang keefektifan cara kerja seorang konselor. Dan keefektifan konselor tersebut dapat membuat suatu peluang adanya hasil-hasil dan langkah-langkah yang dapat di ambil sebagai barometer “pengarahan, pemahaman, pengalaman (pembelajaran diri) dan pengambil keputusan” seorang klien dari proses konseling.8

Virginia Satir turut menyumbangkan pemikirannya dengan menemukan beberapa karakteristik konselor agar menjadikan konseling efektif, yaitu:

1) Resource person, artinya konselor adalah orang yang memiliki banyak informasi tentang masalah yang dihadapi klien dan senang memberikan penjelasan informasi yang diperolehnya tersebut.

2) Model of communication, konselor memiliki keahlian dalam


(42)

32

dan komunikator yang terampil. Konselor mampu menghargai klien dan dapat bertindak sesuai dengan realitas diri dan lingkungannya.

2. Keterampilan Komunikasi Konseling

a. Pengertian Keterampilan Komunikasi Konseling

Keterampilan Komunikasi konseling jika dipisah menurut kata sebagai berikut; keerampilan berasal dari kata terampil, di dalamnya terkandung suatu proses belajar, dari tidak terampil menjadi terampil9.

Sedangkan komunikasi ialah proses pemindahan informasi antara dua oarang manusia atau lebih dengan menggunakan simbol-simbol bersama. Komunikasi sekurang-kurangnya melibatkan dua partisipan yaitu pemberi dan penerima. Komunikasi akan lebih eefktif, jika mencapai suatu pemahaman diantara partisipan.10 Dan konseling

adalah suatu proses yang melibatkan konselor dan klien, untuk memecahkan suatu permasalahn. Keberhasilan konseling ditentukan oleh keefektifitasan komunikasi11.

Sedangkan yang dimaksud dengan keterampilan komunikasi konseling ialah suatu keterampilan yang dimiliki seorang konselor untuk keberhasilan proses konseling. Oleh Agus Santoso, keterampilan tersebut meliputi: pembukaan, penerimaan, pengulangan pernyataan konseli, mendengarkan, mengamati, menanggapi,

9 Richard Nelson, Pengantar Keterampilan Komunikasi Konseling, (Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2012), hal. 15

10 Wiryanto, PengantarIlmu Komunikasi. (Jakarta: Grasindo, 2009), hal, 5-7


(43)

33

klarifikasi, pemantulan perasaan, pemantulan makna, pemusatan, penstrukturan, pengarahan, penguatan, nasehat, penolakan, ringkasan, konfrontasi, penghentian, mempengaruhi: tindakan untuk kepentingan konseli12.

Jadi paket peningkatan keterampilan komunikasi konseling melalui teknik reframing merupakan media layanan bimbingan konseling di instansi tertentu berisi seperangkat kegiatan dengan prosedur kerja yang sistematis untuk mengembangkan potensi diri mahasiswa, pemahaman akan teknik reframing, aplikasi dan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan reframing dalam keterampilan komunikasi konseling, serta reframing dalam pandangan islam.

b. Proses Keterampilan Komunikasi Konseling

1) Pembukaan

Pembukaan adalah keterampilan konselor membuka atau memulai wawancara hubungan konseling. Dalam hal ini perlu diperhatikan tentang penyambutan atau topik umum atau netrl. Penyambutan dilaksanakan secara lisan.

2) Penerimaan adalah keterampilan konselor untuk menunjukkan minat dan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukkan konseli. Penerimaan bukan berarti persetujuan konselor terhadap pernyataan konseli.


(44)

34

3) Pengulangan pernyataan konseli

Adalah keterampilan konselor mengulangi dan menyatakan kembali sebagian pernyataan konseli yang dianggap penting. Pengulangan dilakukan dengan cara tidak merubah kata-kata pernyataan konseli, dan dengan cara menggunakan intonasi konselor yang variatif. Pengulangan dengan tujuan supaya konseli memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai permasalahannya.

4) Mendengar

Adalah mendengar dengan tepat dan mengingat apa yang konseli katakan dan bagaimana mengatakannya. Dengan mendengar yang tepat memungkinkan konselor merumuskan tanggapan yang dapat menangkap dengan tepat perasaan dan pikiran konseli. Mendengarkan memberikan informasi dan bagaimana persaan konseli. Bagaimana mendengar dilakukan? Mendengar selama konseli berbicara dilakukan dengan:

a) Perhatikan dan amati b) Menunda menilai

c) Bertahan dari gangguan dalam d) Mendengar isi.

Siapa yang terlibat? Apa yang mereka lakukan? Mengapa hal itu penting? Bilaman, dimana, dan bagaimana terjadi?

Mendengar keadaan perasaan yang diekspresikan tingkat tinggi, sedang atau redah. Berhentila huntuk merenungkan keseluruhan


(45)

35

komunikasi. Kemudian ulangi pernyataan kembali konseli. Hindari membreo pernyataan dan tanggapan lisan. Sebagai gantinya, memantulkan kata-kata konseli dengan kata-kata konselor sendiri

(paraphrase).

Pendengar bukan seorang hakim. Selama kita mnedengar orang lain, sering terjadi kita mengadakan penilaian pernyataan konseli. Penting. Untuk menunda kecenderungan ini bila konselor sedang mendengarkan konseli. Agar dapat mendengar “sebenarnya” apa yang dikatakan konseli, para konselor yang efektif menghentikan mendengarkan terhadap diri sendiri dan menfokuskan semata-mata kepada konseli yang kita hadapi.

Perasaan tidak selalu dapat diucapkan dengan nyata. Seringkali dalam komunikasi konseli tidak memasukan suatu kata yang spesifik yang menggambarkan perasaannya. Misalnya seorang konseli tidak akan mengatakan “saya merasa menderita”. Tetapi dia nampak mendarita.

Keyword dari keterampilan ini yaitu APA dan BAGAIMANA. 5) Mengamati

Adalah keterampilan mengamati konseli (mendengarkan, melihat dan merasakan) memungkinkan konselor mencatat dan memahami tingkah laku dalam wawancara. Penahaman ini akan dapat membantu konselor memilih keterampilan wawancara yang bermanfaat dan intervensi konseling guna memudahkan pertumbuhan dan perkembangan


(46)

36

konseli. Keterampilan mengamati konseli berfokus kepada tiga daerah yaitu: tingkah laku konseli non lisan, tingkah laku lisan

6) Menanggapi

Kita menanggapi dengan cara terakhir karena tanggapan itu efektif, sebab mengkomunikasikan empati yakni mengekspresikan suatu pemahamanyang menghargai pangalaman orang lain dari sudut pandangnya. Meskipun pemberian nasehat, simpati dan berfilsafat adalah tanggapan yang sangat umum, sayang hal itu tidak dapat mengekspresikan pemahaman empati kepada pengalaman orang lain.

7) Klrarifikasi

Keterampilan konselor mengungkapkan kembali isi pernyataan konseli dengan menggunkan kata-kata konselor sendiri yang baru dan segar.

Tanggapan konselor biasanya didahului oleh kata-kata pendahuluan, misalnya pada dasarnya anda tidak menghendaki kejadian itu. Pada pokoknya anda tidak berubah pendirian. Pada intinya anda selalu waspada, pada initinya Anda ada dipersimpangan jalan. Klarifikasi dapat digunakan untuk menjelaskan pernyataan tentang orang lain.dan diri sendiri.

8) Pemantulan perasaan

Pemantulan perasaan dimulai dengan kata-kata pendahuluan seperti: “agaknya Jonni merasa..”, “nada-nadanya


(47)

37

Ahmad merasa...”,. kata-kata persaan dapat ditambah seperti kata: susah, gembira, sedih, bahagia, dan sebagainya. Hal yang perlu diperhatikan saat peoses konseling untuk menciptakan suasana akrab dan nyaman bagi konseli yaitu hendaknya lebih baik menggunakan kata Anda. Konteks dapat ditambahkan dalam pemantulan perasaan seperti kata-kata: mengenai, waktu, dan alsan timbulnya persaaan. Waktu dalam pemantulan perasaan adalah sangat penting. Pemantulan perasaan saat sekarang (sekarang, Joni menjadi marah) cenderung lebih jelas maksudnya daripada waktu yang lalu.

9) Pemantulan makna

Pemantulan makna ialah, konselor memantulkan yang berkenan dengan pikiran, persan dan sikap yang ada dibalik pengalaman hidup yang dialami konseli. Jika konselor dapat menggunakan pemantulan makna tersebut dengan baik, maka konselor mampu membantu konseli untuk menggali lebih dalam aspek-aspek hidup dari pengalaman mereka.

10)Pemusatan

Adalah keterampilan konselor yang memungkinkan mengarahkan arus pembicaraan ke arah daerah atau bidang yang konselor inginkan.


(48)

38

11)Penstrukturan

Strukturing dapat dilakukan dengan memberik petunjuk tentang urutan langkah berpikir atau urutan tahap dalam pembicaraan yang sebaiknya diikuti, supaya akhirnya sampai pada pemecahan atau penyelesaian masalah.

12)Pengarahan

Adalahn keterampilan konselor untuk mengarahkan pembicaraan dari satu topik atau hal ke topik atau hal lain secara langsung. Teknik ini sering disebiut dengan teknik.

13)Penguatan

Adalah keterampilan untuk memperkuat atau mendukung pertanyaan konseli agar dia menjadi yakin atau percaya diri dan teknik ini juga dapat dipergunakan untuk mendorong diri konseli agar dia tabah dalam menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan bagi dirinya.

14)Nasehat

Adalah keterampilan konselor untuk memberikan nasehat atau saran bagi konseli agar ia dapat lebih jelas, pasti mengenai apa yang dikerjakan. Nasehat dapat dibagi tiga macam, yaitu: nasehat langsung, nasehat persuasive, nasehat alternatif.

15)Penolakan

Adalah keterampilan konselor melarang konseli melanjutkan atau melaksanakan recana atau tindakan yang patut


(49)

39

diduga besar kemungkinannya merugikan atau mebahayakan orang lain atau dirinya sendiri.

16)Membuat ringkasan

Untuk mendapatkan kesimpulan atau ringkasan mengenai apa yang dikemukakan konseli pada proses wawancara konseling. Kesimpulan dibedakan menjadi dua jenis yaitu: kesimpulan bagian dan kesimpulan akhir.

17)Konfrontasi

Adalah bagaimana konselor memperhatikan akan hal; antara dua pernyatan, antara apa yang dilakukan dengan di katakan, antara pernyataan dan tingkah laku non verbal, antara dua tingkah laku nonverbal,antara pernyatan dan konteks, antara dua orang atau lebih.

18)Penghentian

Adalah mengakhiri pertemuan konseling yang dianggap telah selesai saat itu. Cara penghentian ini dapat dilakukan dengan isyarat, misalnya konselor merapikan kembali alat-alat yang sudah digunakan, membuat kesimpulan akhir, membicarakan tugas yang hendak dilakukan sebelum pertemuan yang akan datang, dan dapat dilakukan secara langsung, misalnya konselor menunjukkan pembatasan waktu konseling yang disepakati pada awal pertemuan.


(50)

40

19)Mempengaruhi tindakan untuk kepentingan konseli.

Dapat dijelaskan sebagai proses mempengaruhi antar pribadi. Cara mempengaruhi tidal lamngsung seperti keterampilan komuniksi terdahulu, seperti penerimaan, pernayataan kembali, pemantulan perasaan, dan dengan langsung. Seperti komunikasi dibawah ini:

a. Petunjuk

Konselor menunjukkan dengn jelas kepada konseli tindakan apa yang diinginkan konselor untuk dilakukan konseli. Tujuannya adalah untuk membantu konseli pemahaman tugas dan memastikan tindakan.

b. Konsekuensi logis

Konselor menunjukkan kemungkinn hasil tindakan konseli baik yng negatif maupun yang positif. Tujuannya membuat konseli sadar akan dampaknya tindakannya.

c. Penyingkapan diri

Konselor berbagi pikiran dan perasaan sendiri dengan konseli. Tujuan untuk memudahkan konseli menyingkapi diri dan meberikan model untuk perubahan tingkah laku.

d. Umpan balik

Konselor memberi data akurat mengenai bagaimana konselor dan orang lain memandang konseli. Tujuannya untuk


(51)

41

memudahkan konseli mengeksplorasi diri dan pemeriksaan diri berdasakan data tersebut.

e. Interpretasi/membuat kerangka ulang

Konselor memberi konseli kerangkan acuan alternatif. Tujuan untuk memudhkan kemampuan konsli memandang situasi hidup dari perpektif alternatif.

f. Ringkasan pengaruh

Konselor memberi konseli ringkasan singkat mengenai apa ynag konselor telah nyatakan dan pikiran selama dalam pertemuan. Tujuannya untuk memungkinkan konseli memahami dan mengingatkan pernyatan konselor yang mempengaruhi.

g. Informsi/nsehat/intruksi/ pendapat

Konselor mengemukakan informasi atau gagasan kepada konseli. Tujuan untuk memberi konseli sudut pandangan baru.

3. Teknik Reframing

Reframing adalah bertujuan mereorganisair content emosi yang dipikirkannya dan membingkai kembali ke arah pikiran yang rasional, sehingga kita dapat mengerti berbagai sudut pandang dalam konsep diri/konsep kognitif dalam berbagai situasi.13 Reframing ini, merupakan salah


(52)

42

Pandangan tentang manusia menurut teknik ini bahwa manusia didominasi oleh prinsip-prinsip yang menyatakan bahwa emosi dan pemikiran berinteraksi di dalam jiwa. Manusia memiliki kecenderungan yang inheren untuk menjadi rasional dan irasional dan bahwa gangguan perilaku dapat terjadi karena kesalahan dalam berpikir.

Lebih jelas lagi Patterson dalam George (1990), Cottone menyatakan bahwa hakikat manusia adalah sebagai berikut:

a Manusia itu unik secara rasional dan irasional. Keunikan itu ditunjukkan dalam cara berfikir dan berperilaku secara rasional, manusia itu akan efektif, bahagia, dan kompeten.

b Gangguan emosi dan psikologis adalah hasil berfikir yang irasional dan tidak logis. Emosi menyertai pemikiran, emosi itu bias, penuh prasangka, sangat pribadi dan merupakan pemikiran yang irasional

c Pemikiran yang irasional merupakan hasil dari belajar yang tidak logis yang biasanya berasal dari orangtua atau budaya.

d Manusia merupakan binatang verbal, dimana dalam berpikir menggunakan simbol atau bahasa. Jika pikiran bekerja sama dengan emosi, pikiran yang negatif akan muncul emosi seseorang itu terganggu.


(53)

43

e Gangguan emosional yang terus menerus akan menimbulkan verbalisasi di mana tidak ditentukan oleh keadaan atau kejadian nyata di luar diri, tetapi lebih pada persepsi dan sikap terhadap kejadian tersebut.

f Individu mempunyai sumber-sumber untuk mengaktualisasikan potensi dirinya dan dapat mengubah pribadi dan hubungan sosialnya.

g Pikiran negatif mengenai kekalahan diri dan emosi harus dilawan dengan cara mereorganisasi pikiran dan persepsi sehingga akan mengarahkan seseorang untuk berfikir secara lebih logis dan rasional

a. Pengertian Reframing

Menurut Cormier (1985) Menurut Cormier (1985:417) “Reframing (sometimes also called reliabeling) is an approach that modifies or structures a

client’s perceptions or view of a problem or a behaviour”. Yang menerangkan

bahwa reframing (yang disebut juga dengan pelabelan ulang) yaitu suatu pendekatan yang mengubah atau menyusun kembali persepsi konseli atau cara pandang terhadap masalah atau tingkah laku.

Menurut Bandler, Grinder dan Andreas (dalam Geldard 2011:165) reframing adalah pengubahan kerangka pandang pada konseli. Ketrampilan ini dikembangkan dari pemrogaman neuro-linguistikpada tahun 1989. Secara khusus ketrampilan ini berfungsi untuk membantu konseli-konseli yang terperangkap oleh pandangan yang sempit dan


(54)

44

mereka beralih pada pandangan yang lebih luas dan positif, dan hasilnya akan ada perubahan terhadap cara berfikir mereka tentang kondisi mereka.

Sedangkan menurut Wiwoho (2011:41) reframing adalah upaya untuk membingkai ulang sebuah kejadian dengan mengubah sudut pandang tanpa merubah kejadian itu sendiri. Darminto (2007:182) mengungkapkan bahwa teknik refarming digunakan untuk membantu konseli membentuk atau mengembangkan pikiran lain yang berbeda tentang dirinya.

Menurut watzlawick, weakland and fisch (1974)

Describe the ‘gentle art of reframing’thus: to reframe, then, means to change

the conceptual and/or emotional setting or viewpoint in relation to wich a

situation is experienced an to place it in another frame which fits the ‘facts’ of

the same concret situation equally well or even better, and therapy changing its

entire meaning. Mendeskripsikan ‘seni yang lembut dari reframing’

dengan demikian. Jadi membingkai ulang berarti mengubah konsepsi dan/ atau cara pandang dalam hubungannya terhadap situasi yang sudah pernah dialami yang meletakkan dibingkai lain sesua fakta-fakta dari situasi konkrit sama baik atau lebih baik, dan dengan demikian merubah artinya secara keselutuhan.14

14 Devi Ana Ratih, Skripsi Penerapan Konseling Kelompok Menggunakan Strategi Reframing


(55)

45

Pengubahan kerangka pandang atau refarming memberi konseli gambaran yang lebih besar tentang dunia mereka dan dapat membantu memandang situasi mereka dengan cara yang berbeda dan lebih konstruktif. Pengubahan kerangka pandang harus dilakukan secara sensitif dan hati-hati, kerangka-kerangka pandang baru harus ditawarkan dengan cara yang dapat membuat konseli merasa nyaman untuk memilih apakah akan menerima kerangka pandang tersebut atau menolaknya. Bandler, Grinder dan Andreas (dalam Geldrad dan Geldard 2011:223)

Menurut Watzlawick, (dalam Weakland an Fisch, 1974) “describe the gentle art reframing thus : to reframe, then means to change the conceptual and / or emotional setting or viewpoint in relation to which a situation is

experienced and to place it in another frame which fits the “facts” of the same

concrete situation equally well or even better, and thereby changing its entire

meaning”. Yang mendeskripsikan bahwa seni yang lembut dari reframing

adalah membingkai ulang berarti mengubah konsepsi dan / atau cara pandang dalam hubungannya terhadap situasi yang sudah pernah dialami dan meletakkanya dibingkai lain yang sesuai dengan fakta-fakta dari situasi konkret yang sama baik atau yang lebih baik dan dengan demikian mengubah artinya secara keseluruhan.

Berdasarakan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa refarming adalah suatu pendekatan yang mengubah atau menyusun kembali persepsi atau cara pandang konseli terhadap masalah


(56)

46

atau tingkah laku dan untuk membantu konseli membentuk atau mengembangkan pikiran lain yang berbeda tentang dirinya.

b. Macam Reframing

Cormier menyebutkan ada dua macam reframing, yaitu meaning reframing dan conteks reframing.

1) Contexs reframing

Contexs reframing (susunan konteks) menekan pada proses yang

memberikan sebagai sesuatu yang dapat diterima atau diinginkan dalam satu situasi lain. konteks itu akan ketahuan kalau kita menjabarkan apa, siapa dan bagaimana persisnya suatu kejadian. Konteks tertentu akan menentukan suatu tindakan itu boleh atau tidak boleh, baik buruk, pantas, dan tidak pantas. Conteks reframing didasarkan pada asumsi bahwa semua perilaku berguna, namun tidak pada semua konteks dan kondisi.

Dalam banyak kasus, orang memandang satu perilaku hanya dalam konteks yang sangat sempit sehigga di merasa tidak berdaya,kecewa, stres, dan perasaan negatif lainnya.

Rumus contexts = terhadap suatu keberatan (objection) yang dimulai dengan kata: saya sangat (x), melakukan context refarming.

Contoh: “Anak saya sangat keras kepala.” Coba ajak orang yang mengeluh anaknya tersebut, untuk berpikir: pada konteks apa keras kepala itu menguntungkan? Dalam menjada di pergaulan, misalnya.


(57)

47

Dengan cara mengubah konteks (apa, siapa, dimana, kapan,

bagaimana) dan mencari keuntungan darinya.

2) Meaning reframing

Meaning reframing (susunan makna) menekankan pada proses untuk

memberi istilah baru perilaku tertentu yang kemudian diikuti dengn perubahan makna. Melalui reframing ini, seorang yang mendapat musibah tragis, maka mampu memknai apa yang terjadi secara proses sehingga tetap merasa bahagia. Misalnya pasangan muda mudi yang frustasi dan jengkel mendengar tangisan bayinya, perasaan frustasi dn jengkel ini dapat diubah dengan mencari arti misalnya berbahagialah bila bayi menangis, karena artinya dia sedang melatih otot-otot jantungnya, juga dapat memperkuat paru-parunya.

Rumus meaning = bila keberatan berbentuk: jika (A), maka (B), maka dilakukan meaning reframing.

Contoh, seorang ibu menyatakan, “Jika anak saya membawa teman-temannya bermain di rumah, saya akan merah besar karena rumah menadi berantakan.” Terhadap pernyataan tersebut, mencarikan makna baru dari kejadian tersebut. “Artinya anak Ibu adadan menjadi mudah pengawannya dirumah”.

c. Kegunaan Reframing


(58)

48

1) Dalam terapi keluarga, reframing digunakan secara berkala sebagai cara untuk mendifisinikan kembali tujuan untuk megubah fokus dari “kambing hitam” ke dalam keluarga secara utuh sebagai sitem dimana setiap anggotanya memiliki rasa saling ketergantungan satu sama lain, reframing mengubah cara keluarga dalam mengkodekan sebuah masalah atau konflik.

2) Bagi konseling secara individu, reframing memiliki sejumlah kegunaan antara lain:

a) Dengan mengubah atau menata pengkodean dan perasaan konseli, dapat mengurangi pembelaan dan memobilisasi sumber-sumber konseli dan dorongan untuk berubah.

b) dapat mengalihkan fokus dari atribusi tingkah laku yang terlalu dipermudah dan ingin dibuat konseli (aku malas atau aku tidak tegas), pada analisis situasional dan kontekstual penting yang berhubungan dengan tingkah laku (Alexander dan parson, 1982)


(59)

49

d. Fokus dan tujuan reframing

Menurut cormier, fokus dari strategi reframig terletak pada alasan yang salah dan keyakinan serta kesimpuln yang tidak logis. Tujuannya adalah mengubah keyakinan irrasional atau pernyatan diri negatif.

e. Tahapan konseling reframing

Cormier menyatakan ada 6 tahappan stratesi reframing yaitu:

a) Rasional.

Digunakan untuk memperkuat keyakinan konseli bahwa persepsi atau atribusi tentang situai problem dapat menyebabkan tekanan emosional.

b) Identifikasi persepsi dan perasaan konseli dalam situasi problem.

Konselor dapat menggunakan imagery atau bermain peran untuk mengenang kembali situasi dalam rangka menyadari apa yang mereka perhatikan. Selanjutnya melakukan identitas dan analisis terhadap persepsi atau pikiran konseli yang mengandung tekanan.

c) memperjelas persepsi yang menimbulkan permasalahan


(60)

50

B. Pengembangan Paket Peningkatan Keterampilan Komunikasi Konseling Melalui Reframing

a. Arti, tujuan, dan manfaat pelatihan

Banyak ahli berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan. Namun dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Menurut Good, 1973 pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan.15

Sedangkan Michael J. Jucius menjelaskan istilah latihan untuk menunjukkan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Veithzal Rivai menegaskan bahwa “pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil melaksanakan pekerjaan”.16

Memperhatikan pengertian tersebut, ternyata tujuan pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, akan tetapi juga untuk mengembangkan bakat seseorang, sehingga dapat

15 Saleh Marzuki, Strategi dan Model Pelatihan, (Malang : IKIP Malang,1992), hal. 5 16 Moekijat, Pengembangan dan Motivasi, (Bandung : Pionir Jaya, 1990), hal. 2


(61)

51

melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat menjelaskan tujuan umum pelatihan sebagai berikut : 17

1. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif,

2. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan

3. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).

Pengertian-pengertian di atas mengarahkan kepada penulis untuk menyimpulkan bahwa yang dimaksud pelatihan dalam hal ini adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa “pelatihan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja mendatang”.

Tujuan pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan


(62)

52

serta meningkatkan kualitas dan produktivitas organisasi secara keseluruhan, dengan kata lain tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing.18

Tentang manfaat pelatihan beberapa ahli mengemukakan pendapatnya Robinson dalam M. Saleh Marzuki (1992) mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut :19

(a) pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/ kemampuan individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi .... ; (b) keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan … ; (c) pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan atau karyawan .... ; dan (d) manfaat lain daripada pelatihan adalah memperbaiki standar keselamatan.

Pelatihan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga memberikan manfaat sebagai berikut :

20Mengurangi kesalahan produksi; meningkatkan produktivitas;

meningkatkan kualitas; meningkatkan fleksibilitas karyawan; respon yang lebih baik terhadap perubahan; meningkatkan komunikasi; kerjasama tim

yang lebih baik, dan hubungan karyawan yang lebih harmonis.

18 Fandi Tjiptono, dan AnastasiaDiana, Total Quality, Management, (Yogyakarta: Andi

offset, 1995), hal. 223

19 Saleh Marzuki, Strategi dan Model Pelatihan, (Malang : IKIP Malang, 1992), hal


(63)

53

Masih terkait dengan tujuan dan manfaat pelatihan Henry Simamora mengatakan tujuan-tujuan utama pelatihan, pada intinya dapat dikelompokkan ke dalam lima bidang diantaranya memperbaiki kinerja.21

Sedangkan manfaat pelatihan diantaranya meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.22

Jadi pengertian, tujuan dan manfaat pelatihan secara hakiki merupakan manifestasi kegiatan pelatihan. Dalam pelatihan pada prinsipnya ada kegiatan proses pembelajaran baik teori maupun praktek, bertujuan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi atau kemampuan akademik, sosial dan pribadi di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta bermanfaat bagi peserta pelatihan dalam meningkatkan keterampilan konselingnya.

a. Pengembangan program pelatian

Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.


(64)

54

Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh William B. Werther yang pada prinsipnya meliputi23: (l) need assessment; (2) training and development objective; (3) program content; (4) learning principles; (5) actual program, (6) skill knowledge ability of works; dan (7)

evaluation. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora

yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu24:

(1). tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan; (2) mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan;

(3) menyusun kriteria;

(4) pre test terhadap pemagang

(5) memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar; (6) melaksanakan pelatihan;

(7) memantau pelatihan; dan

(8) membandingkan hasil-asil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan. Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan langkah yang paling penting dalam pengembangan program pelatihan. Langkah penilaian kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat menentukan pada langkah-langkah berikutnya. Kekurangakuratan atau kesalahan dalam penilaian kebutuhan dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelatihan. Dalam penilaian kebutuhan dapat digunakan tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis pada tingkat program

23 Wether Jr., W.B. E. Davis, Keith, Human Resource And Personel Management, (Fifth Edition


(65)

55

atau operasi dan analisis pada tingkat individu. Sedangkan teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis kinerja, analisis kemampuan, analisis tugas maupun survey kebutuhan (need survey).

Perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and development objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan. perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar yang harus diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program pelatihan.

Isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan pelatihan. Isi program ini berisi keahlian (keterampilan), pengetahuan dan sikap yang merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta.

Prinsip-prinsip belajar (learning principles) yang efektif adalah yang memiliki kesesuaian antara metode dengan gaya belajar peserta pelatihan. Pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar lima hal yaitu25:

partisipasi, reputasi, relevansi, pengalihan, dan umpan balik. Dengan prinsip partisipasi pada umumnya proses belajar berlangsung dengan


(1)

99

C. Analisis Hasil Respon Positif Pelatihan Keterampilan Komunikasi Konseling Melaui Reframing Bagi Mahasiswa BKI Di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel

Respon mahasiswa ini, peniliti menggolongkan dengan angket dan wawancara. Angket dan wawancara tersebut diberikan sebelum dan sesudah pelatihan. Adapun angket dengan pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Respon mahasiswa, sangat aktif ketika pelatihan. Hal ini ditunjukan oleh data; 1. Angket dengan pertanyaan tertutup ini, pelatihan akan mendapat respon

positif atau malah sebaliknya. dihasilkan data sebagai berikut: Penulis mengacu pada prosentase kuan berikut:

a. 76 % - 100 % (dikategorikan sangat efektif) b. 61 % - 75 % (cukup efektif)

c. < 60 % (kurang efektif) 60

Angket ini berupa pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda yang diberikan kepada para peserta. Maka dapat diperoleh sebagai berikut:

Jadi dengan hasil akhir pada jumlah perolehan angket peserta berjumlah 85% maka pengembangan paket peningkatan komunikasi konseling islam melalui reframing dapat dikatakan sangat efektif


(2)

100

Sesudah pelatihan didapati respon bahwa, sudah menambah wawasan bagi calon konselor. Adapun materi reframing, yang awalnya tidak tahu akhirnya tahu dan mngerti. Dan diadakan pelatihan lebih banyak lagi untuk menunjang keterampilan konseling yang mahasiswa.

D. Analisis Hasil Pelatihan Peningkatan Keterampilan Komunikasi Konseling Melaui Teknik Reframing Bagi Mahasiswa BKI Di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel

Adapun hasil pelatihan, didapati suatu peningkatan keterampilan komunikasi konseling melalui teknik reframing. Peningkatan tersebut dilihat dari angket pengukuran keterampilan komunikasi konseling sebelum dan seudah melakukan pelatihan. Berdasarkan perhitungan seperti pada angket, lampiran II dan III. Bahwasannya didapati suatu perubahan sebelum dan sesudah diadakan pelatihan. Sebelum 2,78%, sesudah 3,91%. Jadi terdapat peningkatan antara sebelum dan sesudah pelatihan.


(3)

101

BAB V

Penutup

A. Kesimpulan

Seiring dengan tujuan pada penelitian ini, yaitu:

1. Langkah pelatihan, memiliki beberapa tahapan. Tahap Perkenalan, Pemberian materi dengan menggnakan metode ceramah dan cerita, diskusi, musik, vidio, Simulasi dengan role playing dan Evaluasi . Produk dihasilkan telah melewati beberapa revisi pembimbing dan tim ahli, dan dinyatakan bahwa paket layak untuk dijadikan panduan bagi konselor.

2. Respon mahasiswa setelah diadakan pelatihan , maka hasil analisis data dan proses perhitungan kuantitatif, menunjukkan bahwa respon dari peserta bimbingan 85% atau di klasifikasikan sangat efektif bagi mahasiswa.

3. Menghasilkan sebuah paket reframing yang terdiri dari reframing dalam keterampilan komunikasi konseling, artikel mengenai reframing, pengertian reframing, macam-macam reframing, cara melakukan reframing, tips bagi


(4)

102

B. Saran

Kepada:

1. Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam Islam (BKI) di harapkan bisa jadi tambahan referensi buku pada perpustakaan jurusan. Dapat di jadikan literatur tambahan dalam perkulihan terutama pada mata perkulihan keterampilan komunikasi konseling. Dapat dijadikan pedoman bagi seorang konselor untuk melakukan pelatihan.

2. Bagi para Mahasiswa atau pembaca, diharapkan bukan hanya untuk dibaca namun juga dipahami sebaik mungkin, karena sedikit banyak dalam penelitian ini dapat berguna bagi kehidupan para pembaca sebagai bekal menjadi calon konselor. Agar mereka dapat menjadi konselor ahli pada bidangnya.

3. Bagi peneliti lain diharapkan bisa memberikan saran kepada peneliti agar dapat disempurnakan lagi untuk menjadi lebih baik lagi ke depannya.

4. Bagi peneliti lain apabila ingin mengembangkan modul ini gunakanlah aspek keterampilan yang berbeda, misalnya keterampilan selain mempengaruhi konseli.


(5)

Daftar Pustaka

Alamsyah. Arief, The Way Of Hapiness (Menapaki Jalan Kebahagiaan Yang Membebaskan), Jakarta: Pt Gramedia Pustaka, 2008

Anastasia Diana. Fandi Tjiptono, Total Quality Dan Management, Yogyakarta: Andi Offset, 2007

Arifin. Eva, Teknik Konseling Di Media Massa, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010 Arikunto. Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dan Praktek,

Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 2006

Carkhuff. Robert, The Art Of Helping, Canada: Possibilities Publishing, Inc, 2008

Davis. Wether Jr., W.B. E, Keith, Human Resource And Personel Management, Fifth Edition Mc. Graw Hill, Inc., 1997

Dkk. Komaruddin, Dakwah Dan Konseling Islam, Semarang: Pt. Pustaka Rizki Putra, 2008

Hardjana. Agus M, Komunikasi Intrapersonal Dan Interpersonal, Yogyakarta: Kanisius, 2007

Indra, Baro. Le Me Gagal Move On, Jakarta Selatan: Loveable, 2015

Lubis, Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling, Jakarta: Kencana, 2011

Marzuki. Saleh, Strategi dan Model Pelatihan, Malang : Ikip Malang, 1992 Nelson. Richard, Pengantar Keterampilan Komunikasi Konseling, Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2012

Palmer. Stephen, Konseling dan Psikoterapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2010 Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 2004 Rahman, Dinarpermadi, Mengapa Aku Begini !? (Kumpulan Curhar Para


(6)

Dakwah Iain Sunan Ampel, Laporan Penelitian Individual, Fakultas Dakwah Iain Sunan Ampel Surabaya, 2010

Siagian. Sondang P., Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta: Gunung Agung, 1992

Simamora. Henry, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Bagian Penerbitan Stie, 1997

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D,Bandung: Alfabeta, 2008

Tim Pengembang Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung: Iltima, 2007

Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004

Willis. Sofyan , Konseling Individu Teori dan Praktek, Bandung, Cv. Alvabeta, 2010

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo, 2009

Wiwoho. R, Kunci Hidup Bahagia 24 Jam Sehari, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004

Www. Digilibuinsa .Ac.Id, Di Akses Pada Tanggal 20 Oktober 2015

Yusuf. Syamsu Dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Dan Konseling, Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2010