Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga T1 462012008 BAB IV

(1)

41 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Setting penelitian

Penelitian ini dilakukan di tigaa Rumah Sakit di Salatiga, yaitu: Rumah Sakit ini terdiri dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, Rumah Sakit Puri Asih dan Rumah Bersalin Bunda.

4.1.1. RS Puri Asih Salatiga

Rumah Sakit Puri Asih merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman no. 169 Salatiga. Pertama kali didirikan dan mulai operasional pada tahun 1992 dengan nama Rumah Sakit Bersalin Puri Asih. Lalu pada tahun 2000 Rumah Sakit Bersalin Puri Asih dikembangkan menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Asih.

Pada tahun 2004 Yayasan Ashari Putra Utama berubah menjadi PT. Ashari Putra Utama karena menyesuaikan dengan instruksi Departemen Kesehatan RI, dan sekaligus dikembangkan dari Rumah Sakit Bersalin menjadi Rumah Sakit Umum Puri Asih tipe C dengan perluasan gedung berlantai III.


(2)

Pada tahun 2013 telah dikembangkan gedung baru Rumah Sakit Umum Puri Asih dengan luas bangunan 6620 m2 dan luas tanah 7000 m2.

4.1.2. RSUD Salatiga

Letak Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga di wilayah kelurahan Mangunsari Kecamatan sidomukti kota Salatiga, yang dibatasi sebelah utara sungai andong, sebelah Timur Stadion Kridanggo, sebelah Selatan Jalan Stadion dan pertokoan dan sebelah Barat jalan Osamaliki. Jalan Osamaliki merupakan jalur utama jalan Solo Semarang dan kepadatannya cukup padat. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga sangat mudah dijangkau baik dengan kendaraan sendiri maupun umum karena yang letaknya cukup strategis.

RSUD Kota Salatiga berdiri di atas tanah milik Pemerintah Kota Salatiga seluas 33.600 m2 dengan fasilitas bangunan induk + 9.500 m2, 6.500 M2 diantaranya merupakan paket Inpres Tahun 1984. RSUD Kota Salatiga merupakan rumah sakit milik pemerintah Kota Salatiga kelas C dan sejak 1 Aprik 1995 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Daerah. Kemudian pada Tahun 2008 RSUD Kota Salatiga menjadi Kelas B


(3)

Pendidikan sampai sekarang. Pada tahun 1996/1997 RSUD Kota Salatiga telah mendapatkan pengakuan akreditasi sebagai Rumah Sakit Sayang Bayi dari UNICEF dan pada tahun 1997 telah mendapatkan Sertifikat Akreditasi Penuh untuk 5 (lima) standar pelayanan dari Departemen Kesehatan RI selama 3 (tiga) tahun. Dan mendapat Sertifikat Akreditasi Penuh untuk 16 (enam belas) standar pelayanan dari Departemen Kesehatan RI selama 3 (tiga) tahun pada tahun 2008 serta RSUD menjadi Badan Layanan Umum Daerah sejak awal tahun 2009.

4.1.3. RS Bersalin Mutiara Bunda Salatiga

Rumah Bersalin Mutiara Bunda didirikan pada bulan Juli 2004 di bawah naungan Yayasan Nurul Iman yang berkedudukan di Jakarta. Seiring dengan perkembangan RB Mutiara Bunda dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan terutama tindakan operasi yang selama ini dirujuk ke RSUD Salatiga, maka pada awal tahun 2009 RB Mutiara Bunda mengajukan izin menjadi Rumah Sakit Bersalin.

RB Mutiara Bunda berubah status menjadi Rumah Sakit Bersalin Mutiara Bunda dengan mendapatkan izin


(4)

operasional sementara pada bulan Juli 2010. Satu tahun kemudian, tepatnya pada bulan Juli 2011 RS Bersalin Mutiara Bunda mendapatkan Izin Operasional Tetap. RS Bersalin Mutiara Bunda Salatiga terletak di Jalan Merak No. 8, Klaseman RT 04/ RW 09, Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Salatiga. Selama tahun 2015 pada Bulan Januari - Juli, pasien yang melahirkan secara sectio caesarea berjumlah 85 orang dengan persentasi 94%.

4.1.4. Proses Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan beberapa hal untuk kelangsungan penelitian yaitu surat ijin dari Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan Surat Rekomendasi penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Salatiga. Setelah itu peneliti menuju tempat penelitian yaitu RSUD Salatiga, RS Puri Asih dan RS Bersalin Mutiara Bunda.

Di tempat penelitian, peneliti memilih tujuh partisipan sesuai kriteria (tiga partisipan dari RSUD Salatiga, dua partisipan dari RS Puri Asih dan dua partisipan dari RS Bersalin Mutiara Bunda).

Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap partisipan dan keluarga yang


(5)

mendampingi untuk mendapatkan triangulasi data. Alat yang digunaan saat wawancara yaitu perekam dari Handphone , alat tulis untuk mencatat bagian yang penting selama wawancara dan panduan wawancara. Proses wawancara berlangsung dari tanggal 1 - 31 Mei 2016.

Untuk kendala dalam penelitian sendiri yaitu ada beberapa calon partisipan yang tidak sesuai kriteria seperti partisipan mempunyai riwayat sectio caesarea dan tidak bersedia dilakukan wawancara. Lalu terdapat Rumah Sakit tempat penelitian yang kurang membantu dalam proses pengumpulan data dan proses perijinan penelitian.

4.1.5. Gambaran Partisipan

Pastisipan dalam penelitian ini berjumlah tujuh orang yang terdiri dari pasien RSUD Salatiga (3 orang), pasien RS Puri Asih (2 orang) dan pasien RS Bersalin Mutiara Bunda (2 orang).

P1 merupakan warga Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang dan menjadi pasien di RS Puri Asih Salatiga. P1 tidak mempunyai riwayat operasi sectio caesarea karena ini merupakan kehamilan pertama. P1 diindikasi melakukan sectio caesarea karena posisi janin yang


(6)

sungsang. Wawancara dengan P1 dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 2 Mei 2016 pada pukul 09.00 – 10.00.

P2 merupakan warga Kelurahan Noborejo, Salatiga yang menjadi pasien di RS Puri Asih Salatiga. P2 tidak mempunyai riwayat operasi sectio caesarea dan ini merupakan kehamilan kedua. Dalam kehamilan pertama, bayi P2 lahir secara tidak normal dan menyebabkan bayi meninggal. P2 diindikasi melakukan operasi karena kehamilannya mengalami plasenta pravio yaitu plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Wawancara dilaksanakan pada Hari Selasa tanggal 3 Mei 2016 pada pukul 10.00 – 11.00.

P3 merupakan Dukuh Klaseman, Salatiga yang menjadi pasien di RSUD Salatiga. Kehamilan P3merupakan kehamilan pertama dan tidak ada riwayat operasi sectio caesarea. P3 diindikasi melakukan persalinan sectio caesarea karena memiliki varises di vagina. Wawancara dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 10 Mei 2016 pukul 08.00 – 09.00.

P4 merupakan Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang menjadi pasien di RSUD Salatiga. P4 diindikasi melahirkan secara section caesarea karena pembukaan


(7)

tidak menambah, lalu ketuban sudah mulai sedikit dan bau. Wawancara dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 10 Mei 2016 pukul 11.00 – 12.00.

P5 merupakan Dukuh Karangalit Salatiga yang menjadi pasien di RSUD Salatiga. P5 diindikasi untuk melahirkan secara section caesarea karena kehamilannya sudah melebihi tanggal perkiraan lahir yaitu 2 Mei 2016. Sampai dengan tanggal 9 Mei 2016, pembukaan jalan lahir juga belum bertambah dan ketuban sudah mulai sedikit. Wawancara dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 10 Mei 2016 pukul 10.00 – 11.00.

P6 merupakan Desa Bancak, Kabupaten Semarang yang menjadi pasien di RS Bersalin Mutiara Bunda. P6 tidak mempunyai riwayat section casaesarea. P6 diindikasi melahirkan secara sesar kerena pinggul sempit dan janin terlalu besar. Wawancara dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 17 Mei 2016 pukul 14.00 – 15.00.

P7 merupakan warga Salatiga yang menjadi pasien di RS Bersalin Mutiara Bunda. Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama. P7 diindikasi untuk dilakukan section caesarea karena saat pembukaan ke tujuh P7 sudah tidak kuat sehingga harus dilakukan operasi sesar. Wawancara


(8)

dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 17 Mei 2016 pukul 15.00 – 16.00.

Tabel 4.1

Gambaran Umum Partisipan

Karakteristik

PARTISIPAN

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Nama Ibu Ny. N Ny. Y Ny. C Ny. M Ny. H Ny. E Ny. P

Usia 27 th 29 th 32 th 23 th 25 th 26 th 26 th

Pendidikan Sarjana SMA D3 SMP SMP D3 Sarjana

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Buruh Pabrik Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga Bidan Wirasw asta Status Obstetri G1P1 A0 G2P2 A1 G2P2 A0 G2P2 A0 G1P1 A0 G1P1 A0 G1P1 A0 Keterangan:

G: Jumlah Kelahiran P: Jumlah Persalinan A: Jumlah Aborsi 4.2. Hasil penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dari wawancara yang telah dilakukan terdapat beberapa tema yang ditentukan oleh peneliti.


(9)

Tema tersebut yaitu (1) Sumber kecemasan, (2) Bentuk kecemasan dan (3) Dampak kecemasan.

4.2.1. Sumber Kecemasan

Selain itu hampir semua partisipan baru mengalami operasi sectio caesarea pertama kali. P3 mengatakan bahwa ia tidak menyangka akan dioperasi dan ini pengalaman pertama kalinya.

“Ya pasti khawatir tu ada lah mbak. apalagi ini baru pertama kali ya saya operasi. “ (P3, 68-69)

P4 dan P6 mengungkapkan bahwa ini terlalu mendadak dan belum ada persiapan sehingga mereka bingung harus mempersiapkan apa sebelum operasi berlangsung.

“Ya gimana ya mbak. ini kan saya baru pertama kali operasi, terus juga dikasih tahunya mendadak” (P4, 55-57)

“Ya saya kaget lah mbak. Ini anak pertama saya tapi malah harus di operasi” (P5, 24-26)

“Belum siap aja mbak tiba-tiba harus di operasi” (P5, 28 -29)

“La kan ini nggak ada persiapan sama sekali mbak. Baru masuk sini terus disuruh operasi, belum ada persiapan fisik apa mental gitu. Kan terlalu tiba-tiba gitu mbak” (P6, 38-42)

“Kaget saya mbak. Cemas gitu kan saya tidak tahu sesar itu bagaimana. Ini kan juga baru pertama kali” (P7, 35-37)


(10)

Selain itu kecemasan yang partisipan alami timbul karena kurangnya edukasi dan motivasi yang tidak dilakukan oleh petugas kesehatan.

“Enggak sih mbak. Malah enggak dijelasin apa-apa” (P1, 185-186)

“Nggak ada sih mbak. Perawatnya cuma ngasih tahu jadwal operasinya gitu aja mbak” (P2, 149-151)

“Enggak (dijelasin) sih mbak. Susternya tadi ya Cuma nyuruh saya buat puasa” (P4, 145=46)

Salah seorang keluarga partisipan yang memiliki kecemasan bisa membuat partisipan merasakan kecemasan. Keluarga P1 yaitu ibu partisipan mengalami kecemasan karena anaknya akan melahirkan secara section caesarea sering menanyakan kepada partisipan tentang keyakinan untuk dioperasi. Berikut ungkapannya:

“Kalau suami saya itu malah santai-santai aja. Pikirannya sudah positif. Ibu saya mbak malah yang lebih bingung dari saya. Ibu itu jadi sering nanyain saya

yakin apa engga sama operasinya.” (P1, 152-154)

“Yang awalnya saya biasa aja sama operasinya ya jadi

ikut ketularan bingungnya ibu kan mba. Apa lagi ibu udah tanya kayak gitu. Jadinya ya saya tanya ke diri sendiri saya yakin apa engga sama operasinya ini” (P1, 157-162)


(11)

4.2.2. Bentuk Kecemasan

Penelitian ini mengungkapkan beberapa bentuk kecemasan yang dialami oleh partisipan sebelum dilaksanakannya operasi section caesarea. Kecemasan yang dirasakan oleh empat partisipan dikarenakan oleh luka operasi yang akan dialaminya setelah operasi berlangsung. Seperti ungkapan dari P1, P2, P4 dan P5 yang mengungkapkan jika salah satu ketakutannya akan dilakukan operasi dikarenakan luka bekas operasi. P1 khawatir jika luka operasi akan mengganggu aktivitasnya untuk mengurus bayinya.

“Agak khawatir juga mbak kalau lukanya nanti malah mengganggu aktivitas saya buat ngurus bayinya”. (P1, 81-84).

P2 dan P5 sama-sama mengungkapkan bahwa ia khawatir jika kesembuhan luka jahitan akan memakan waktu yang lama karena ia P2 berpendapat jika jahitan tidak kencang, akan menimbulkan nanah dan luka tidak cepat sembuh. Lalu P5 mengungkapkan bahwa ia takut jika ada bekas luka setelah operasi dan kesembuhan luka akan memakan waktu yang lama.

“Kalu sesar kan biasanya luka jahitannya nanti ada nanahnya terus nggak sembuh-sembuh gitu” (P2, 77-80)


(12)

“Itu lo mbak kan kalau habis operasi ada bekas lukanya, nanti sembuhnya lebih lama dari lahir yang normal” (P5, 39-41)

Sedangkan P4 mengungkapkan jika ia takut merasa nyeri pada luka jahitan setelah efek obat bius mulai berkurang karena akan merasakan sakit.

“Ya takut lah mbak. Nanti kalau biusnya habis jahitannya mesti sakit mbak. Paling takutnya ya itu kalau biusnya hilang nyerinya kerasa” (P4, 131-133).

Hampir seluruh partisipan yang telah melakukan wawancara, menunjukkan bahwa mereka mempunyai kecemasan terhadap proses operasi yang akan berlangsung. Proses operasi sectio caesarea merupakan hal yang terpenting dari operasi. P1 mengungkapkan jika ia takut dengan pembiusan yang merupakan salah satu dari proses operasi.

“Ya takut kalau biusnya habis nanti kena jarum yang tajem” (P1, 88-89).

Sedangkan P2, P4, P5 mengungkapkan bahwa mereka takut jika operasi tidak lancar, tidak berhasil dan operasi ditunda. P5 juga mengungkapkan jika ia mempunyai kerabat keluarga yang pernah melakukan operasi dan operasi itu ditunda karena tanda-tanda vitalnya belum stabil sehingga ia takut jika penundaan operasi itu terjadi kepada partisipan Selain itu P5 juga mengungkapkan bahwa sebelum operasi berlangsung,


(13)

dokter memberikan gambaran terhadap operasi itu sendiri dan membuat ia semakin cemas.

Selain itu P3, P5 dan P6 juga sama-sama merasa takut dengan pembedahan. Berikut ungkapan dari partisipan:

“Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah

gitu” (P3, 53-54)

“Takut mau dioperasi mbak. Karena tadi dokter kan udah jelaskan kalau operasi itu resikonya seperti ini seperti ini” (P5, 34)

“Mikir antara takut sama operasinya, takut nanti bayi saya kenapa-napa, takut opersinya gagal, tapi saya juga sudah nggak sabar mau punya anak mbak sampai saya nangis” (P6, 28-30)

Partisipan (P2, P4, P6 dan P7) mengungkapkan bahwa kecemasannya dikarenakan takut dengan keadaan bayinya. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan pertisipan berikut ini:

“Walaupun orang-orang bilang kalau disesar itu lebih enak lebih cepet tapi saya tetep takut kenapa-kenapa

sama bayi saya” (P2, 37-38)

“Khawatir banget lah mbak. saya takut bayinya kenapa-kenapa.” (P4, 67-68)

“Mikir antara takut sama operasinya, takut nanti bayi saya kenapa-napa, takut opersinya gagal, tapi saya juga sudah nggak sabar mau punya anak mbak sampai saya nangis” (P6, 28-30)

“Terus saya juga takut kalau bayi saya kenapa-kenapa” (P7, 42-43)


(14)

Partisipan juga mengungkapkan kecemasannya terhadap hasil operasi yang mungkin bisa mengkhawatirkan keadaan bayinya atau malah hasil operasi itu gagal atau akan terjadi pendarahan.

“takut nanti bayi saya kenapa-napa, takut opersinya gagal, tapi saya juga sudah nggak sabar mau punya anak mbak sampai saya nangis” (P6, 28-30)

“Saya takut kalau operasi gagal mbak. Terus saya juga takut kalau bayi saya kenapa-kenapa, takut pendarahan” (P7, 42-43)

P3 juga mengungkapkan bahwa operasi sesar mempunyai resiko lebih besar dari pada persalinan normal sehingga itu memicu ketakutan terhadap operasi sesar itu sendiri

“Ya saya kok malah tambah takut ya sama sesar kan

katanya resikonya juga lebih besar dari pada normal. Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah

gitu” (P3, 51-53)

P4 mengungkapkan bahwa biaya untuk operasi sesar membuat ia kepikiran dan dapat memicu kecemasan terhadap operasi sesar.

“La gimana mbak saya kan orang ndak punya, tapi

lahirnya harus sesar. Biaya sesar kan lebih mahal mbak


(15)

Hampir seluruh partisipan yaitu P1-P5 dan P7 mengalami ketakutan sebelum dilakukan operasi section caesarea.

“Antara seneng, deg-deg an , cemas, takut pokoknya ya campur-campur gitu sampai saya bingung mau ngerasain gimananya” (P1, 108-112)

“Takut lah mbak. Kan dibedah gitu.” (P2, 34)

”Ya saya kok malah tambah takut ya sama sesar kan

katanya resikonya juga lebih besar dari pada normal. Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah

gitu” (P3, 50-53)

“Perasaan saya sih takut mbak. kan saya tidak tahu

nanti operasinya itu seperti apa” (P4, 47)

“Tapi ya tetep takut to mbak la wong mau dibedah gitu kok.” (P4, 75)

“Takut mau dioperasi mbak. Karena tadi dokter kan udah jelaskan kalau operasi itu resikonya seperti ini seperti ini” (P5, 34)

“Saya takut kalau operasi gagal mbak. Terus saya juga takut kalau bayi saya kenapa-kenapa, takut

pendarahan” (P7, 42)

Para partisipan mengalami bermacam-macam perasaan yang berbeda. Partisipan mengalami perasaan yang campur aduk. Perasaan yang campur aduk itu dapat berupa seperti senang, deg-deg-an atau berdebar, cemas dan takut. Untuk setiap partisipan, mereka merasakan hal-hal yang berbeda-beda. Seperti pada P1,


(16)

ia merasakan tegang, was-was, deg-deg-an, cemas dan takut. Berikut ungkapan dari P1:

“Ya tapi kan mbak kata nya tu waktu mau di suntik bius itu gak boleh tegang. Waktu dikasih tau dokter gitu saya malah tegang karena takut nanti waktu mau operasi saya gitu” (P1, 94-96)

“Ya seneng sih mbak tapi was-was juga mbak. Tapi ya

nggak papa soalnya kan udah mau punya anak” (P1,

103-104)

“Ya agak deg-deg-an juga sih mbak. Pokoknya ya campur aduk gitu perasaanya. Antara seneng, deg-deg an , cemas, takut pokoknya ya campur-campur gitu sampai saya bingung mau ngerasain gimananya” (P1, 107, 108-112)

“Kemarin itu sebenernya perasaan saya biasa-biasa aja lo mbak tapi pas hari ini mau operasi kok malah campur aduk nggak karuan.” (P1, 136-140)

“Mm kalau awalnya sih mungkin iya ya mbak. Tapi waktu mau operasi gini malah enggak sih. Pikirannya masih cemas aja” (P1, 178-179)

Sedangkan untuk P2, ia merasakan ketakutan, merasa khawatir, dan perasaan yang campur aduk sebelum dilakukan operasi sectio caesarea. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut:

“Takut lah mbak. Kan dibedah gitu.” (P2, 34)

“Yang jelas saya khawatir mbak. Khawatir keadaan bayi

saya. Takut nanti terjadi apa-apa terus operasinya

nggak lancar. Campur aduk lah mbak ini saya” (P2, 65 -66)


(17)

“Perasaan saya udah campur aduk. Bingung mau mikir

apa lagi. Pengen cepet operasi biar nggak cemas kayak

gini” (P2, 105-106)

P3 mengalami kecemasan yang bermacam-macam seperti merasa takut, khawatir, deg-deg-an dan resah. Ungkapan dari P3 yaitu sebagai berikut:

”Ya saya kok malah tambah takut ya sama sesar kan

katanya resikonya juga lebih besar dari pada normal. Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah

gitu” (P3, 50-53)

“Ya pasti khawatir tu ada lah mbak. apalagi ini baru pertama kali ya saya operasi. Enggak nyangka juga kalau beneran di operasi.Deg-degan. Khawatir sama hasil operasinya. Pikirannya jadi jelek mbak kalau mau operasi gini” (P3, 68,70)

Selain itu, peneliti juga mendapat informasi dari anggota keluarga yaitu suami partisipan bahwa P3 merasa takut dan terlihat resah. Ungkapan dari keluarga P3 yaitu sebagai berikut:

“Ya kalau takut pasti ada mbak. Tadi pagi waktu diberitahu dokter begitu dia langsung resah. Takut begitu” (P3K, 121-123)

Sebelum dilakukan operasi sectio caesarea, P4 mengalami banyak kecemasan, yaitu seperti panik, bingung, takut, kaget, cemas, khawatir dan deg-deg-an. Berikut ungkapan dari P4:

“Ya panik sama bingung juga mbak karena sudah mau sesar. Saya merasakan itu sih mbak. Dua duanya yang


(18)

““Perasaan saya sih takut mbak. kan saya tidak tahu

nanti operasinya itu seperti apa” (P4, 47)

“Tapi ya tetep takut to mbak la wong mau dibedah gitu kok” (P4, 70)

“Bikin kaget, cemas, takut. Operasi nantikan dibedah perutnya” (P4, 57-58)

“Khawatir banget lah mbak. saya takut bayinya kenapa-kenapa. Bingung mau nyiapin bagaimana kalau mau sesar nanti.” (P4, 67)

“Terus ya takut, cemas kalau nanti ada apa-apa terus

operasinya nggak lancar.” (P4, 92)

“Deg-deg an mbak. Soale kan ndadak juga mbak (soalnya kan mendadak juga mbak)” (P4, 111)

Sedangkan untuk P5, ia merasakan perasaan cemas, takut, merasa ngeri khawatir dan deg-deg-an sebelum operasi dilakukan. Berikut pernyataan dari P5:

“Cemas lah mbak.Takut mau dioperasi mbak. Karena

tadi dokter kan udah jelaskan kalau operasi itu resikonya seperti ini seperti ini” (P5, 32)

“Takut mau dioperasi mbak. Karena tadi dokter kan udah jelaskan kalau operasi itu resikonya seperti ini seperti ini” (P5, 34)

“Iya sih mbak, tapi ya ngeri aja kalau harus di operasi” (P5, 45-46)

“Saya khawatir mbak kalau nanti saat operasi apa hasil operasinya itu ada masalahnya.” (P5, 49)

“Deg-deg an banget mbak. Saya udah berdoa terus biar di tentramin hatinya” (P5, 76)


(19)

Perasaan tegang, campur aduk dan cemas juga dialami oleh P6. Berikut ungkapan dari P6:

“Tegang mbak. Waktu mau masuk ke ruangan perasaanya saya campur aduk banget” (P6, 33-35)

“Yang saya rasain itu cemas karena perut saya yang sakit, terus ya tegang nya itu, takut sama operasinya. Pokoknya campur aduk banget” (P6, 50-52)

“Gimana ya mbak ya. Pas mau dioperasi itu kan sakit karena kencengnya itu bikin tambah cemas.” (P6, 47)

Selain itu P7 juga merasakan cemas, resah, takut, dan tegang. Berikut ungkapan dari P7:

“Kaget saya mbak. Cemas gitu kan saya tidak tahu sesar itu bagaimana.” (P7,35)

“Ya gimana ya mbak. Kayak rasanya tu resah begitu” (P7, 39-40)

“Saya takut kalau operasi gagal mbak. Terus saya juga takut kalau bayi saya kenapa-kenapa, takut

pendarahan” (P7, 42)

“Sedikit tegang juga sih mbak. Saya juga agak lupa-lupa ingat karena prosesnya kan cepet ya mbak.” (P7, 47)

Lalu peneliti juga mendapatkan infomasi bahwa partisipan (P1, P3, P4, P6, P7) mempunyai perasaan yang tidak nyaman. Seperti berpikiran cemas, menjadi


(20)

sumpek didalam kamar, resah, takut, kaget, cemas, pikiran dan perasaan yang tidak enak dan tegang.

Perasaan yang campur aduk juga dialami oleh P1. P1 mengalami perasaan yang campur aduk seperti deg-deg-an, cemas, takut, dan bingung serta merasa senang karena akan dikaruniai seorang anak.

“Ya seneng sih mbak tapi was-was juga mbak. Tapi ya nggak papa soalnya kan udah mau punya anak (P1, 104-105).

Takut dengan proses operasi juga salah satu dampak yang partisipan rasakan sebelum operasi berlangsung. P1 mengungkapkan bahwa ia takut dengan pembiusan yang merupakan bagian dari proses operasi karena jarum suntik adalah benda tajam yang dapat melukai tubuh.

Lalu P3 mengalami hal yang sama dengan P1. Ia mengatakan bahwa ia takut dengan pembedahan karena resiko persalinan sectio caesarea lebih besar dari pada persalinan normal. Berikut ungkapan dari P3: “Ya saya kok malah tambah takut ya sama sesar kan katanya resikonya juga lebih besar dari pada normal. Takut lah mbak pokoknya apalagi harus dibedah-bedah gitu” (P3, 53-54)


(21)

P5 juga mempunyai kekhawatiran terhadap proses operasi sectio caesarea. Ia menyebutkan jika khawatir kalau saat dilakukan operasi ada masalah. Berikut ungkapan dari P5:

“Saya khawatir mbak kalau nanti saat operasi apa hasil operasinya itu ada masalahnya” (P5, 49-51)

4.2.3. Dampak Kecemasan

Mengalami kecemasan ringan dapat membantu seseorang menjadi lebih waspada dan focus dalam menghadapi tantangan atau keadaan yang mengancam. Bentuk-bentuk dari kecemasan yang disampaikan diatas bisa dikatagorikan sebagai dampak dari kecemasan karena perilaku atau perasaan yang ditunjukkan oleh partisipan-partisipan diakibatkan karena kecemasan yang mereka alami sebelum dilakukannya operasi sectio caesarea.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan mempunyai respon psikologis dan juga fisiologis. Respon fisiologis tersebut yaitu perasaan takut, khawatir berlebih, tegang dan perasaan campur aduk.


(22)

Sedangkan untuk respon fisiologis, tidak semua partisipan mengalami perubahan fisik karena kecemasan. Perubahan fisik hanya dialami oleh P1 - P5.

Pada P1 – P5 mengalami deg-deg-an atau jantung yang berdebar karena akan dilakukan operasi. Lalu P2 mempunyai masalah dengan pola tidurnya. P2 mengungkapkan bahwa tidurnya tidak pulas sehingga tidur menjadi tidak nyaman.

“Tapi tadi malem tidurku nggak pules. Apa karena mau sesar ya mbak ya jadinya malah nggak nyaman tidurnya

“ (P2, 122 - 123).

P3 mengalami kepanikan dan kebingungan karena cemas sehingga membuat ia merasa sumpek berada didalam kamar.

“Saya jadi ngrasa sumpek kalau dikamar sini. Maunya jalan-jalan dulu biar nggak panik pas mau di operasi” (P3, 59 – 60).

P4 mengalami perubahan dalam pola makannya. Ia merasa tidak ada napsu makan dan makan hanya sedikit.

“Saya makan aja sampek ndak napsu lo mbak” (P4, 76-77).

Sedangkan P5 mempunyai perubahan dalam spiritualnya. Ia merasakan deg-deg-an atau berdebar sehingga P5 berdoa terus menerus untuk menentramkan hatinya.


(23)

“Deg-deg an banget mbak. Saya udah berdoa terus biar di tentramin hatinya. “ (P5, 76 - 77).

Selain itu, peneliti menemukan bahwa dampak dari beberapa partisipan berbeda-beda. P1-P6 mempunyai perubahan dalam cara berfikir. Mereka mulai berpikiran buruk atau negatif tentang operasi yang akan mereka jalani karena ketakutan akan operasi tersebut. Seperti ungkapan dari P1 yang mengungkapkan bahwa ia mempunyai pikiran tentang operasi sectio caesarea yang aneh dan tidak lancar. Berikut pernyataan dari P1:

“Saya mikir nanti kalau saya tiba-tiba tegang gimana, kalau operasinya nggak lancar gimana” (P1, 96-99)

“Insya Allah nggak ada mbak. Tapi waktu denger temen cerita terus waktu dokter jelasin tadi itu ya pikirannya jadi aneh sedikit gitu. Takut ini takut itu.” (P1, 119-122)

Selalu mengulang-ulang pertanyaan dialami oleh P7. Ia mengungkapkan bahwa ia terus-menerus menanyakan pertanyaan tentang prosedur dan proses operasi kepada petugas kesehatan.

“Ya saya kan awalnya tidak tahu operasi sesar itu seperti apa, jadi seperti penasaran karena saya banyak ketakutannya itu kan mbak. Kadi saya tanya terus seperti apa operasinya, nanti bagaimana, terus resikonya apa saja begitu” (P7, 70-75).

Partisipan P4, P5 dan P6 mengungkapkan bahwa mereka menjadi tidak bisa berpikir secara jernih. P4


(24)

mengatakan bahwa ia melupakan perkataan dokter karena pikirannya teralihkan oleh operasi sesar yang semakin dekat.

“saya sampai lupa dokter tadi ngomong apa karena ya kaget gitu tiba-tiba harus operasi” (P4, 44-46).

Sedangkan P5 mengungkapkan bahwa ia tidak bisa berpikir karena terlalu fokus terhadap operasi.

“Mungkin ya jadi nggak bisa berpikir jernih giut lo. Pikiran saya jadi fokusnya ke operasi nanti” (P5, 83-84).

Lalu P6 tidak bisa berpikir secara jernih karena pikirannya terlalu fokus terhadap perut yang terasa sakit dan operasinya sehingga ia tidak bisa berpikir apa-apa.

“Ganggu banget lah mbak. Saya jadi nggak bisa mikir apa-apa karena pikirannya terlalu fokus ke sakit sama operasinya. Rasanya pengen operasinya cepet selesai karena sudah tidak tahan” (P6, 56-59).

4.3. Pembahasan

Hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara terhadap tujuh partisipan menunjukkan gambaran kecemasan pada pasien pre sectio caesarea di 3 (tiga) Rumah Sakit Kota Salatiga. Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah.

Kecemasan juga didapatkan karena situasi yang bisa mengancam dirinya seperti pembedahan dalam persalinan. Pembedahan bisa disebut sebagai situasi yang mengancam diri


(25)

karena tindakan tersebut merupakan tindakan yang melukai tubuh atau diri.

Keadaan emosi tanpa objek yang spesifik, dialami secara subyektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuart dkk, 2006).

Seluruh pasien yang menjadi partisipan dalam penelitian belum ada riwayat sectio caesarea. Ditinjau dari ungkapan Stuart diatas, partisipan lewat kekhawatiran/ kecemasan yang disebabkan oleh kurangnya perngetahuan mereka terkait dengan pertama kalinya partisipan menjalani operasi, sehingga dari pengalaman yang baru itu, mereka tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi ketakutan terkait dengan ketidaktahuan tentang proses pembedahan karena belum ada pengalaman.

Saat wawancara dengan partisipan peneliti menanyakan tentang edukasi dari petugas kesehatan yang bertugas. Hampir semua partisipan menceritakan bahwa tidak ada penjelasan informasi tentang pembedahan maupun pembiusan. Beberapa partisipan diberikan penjelasan hanya secara umum oleh dokter yang merawat. Tetapi partisipan tersebut mengalami peningkatan kecemasan karena informasi yang kurang sehingga


(26)

partisipan merasa tidak yakin dengan penjelasan yang diberikan oleh dokter.

Ada satu partisipan yaitu P7 yang mempunyai inisiatif sendiri untuk bertanya kepada petugas kesehatan tentang prosedur operasi karena partisipan belum mempunyai pengalaman sectio caesarea. Karena keaktifannya bertanya itulah partisipan merasa sedikit tenang menghadapi operasi.

Keaktifan dalam bertanya itu menurut peneliti merupakan kemampuan partisipan (P7) dalam menyelesaikan masalahnya. Masalah yang dimaksud oleh peneliti yaitu kecemasan yang ia alami sebelum operasi. Kecemasan yang mengganggu membuat ia menjadi aktif dalam mengahadapi stres.

Menurut Sulistyowati (2008) dalam penelitian Sri Mulyani dkk (2008) menyatakan bahwa klien yang mempunyai pengetahuan untuk menurunkan kecemasan lebih mampu mengatasi kecemasannya.

Kurangnya informasi mengenai operasi sectio caesarea bisa menyebabkan peningkatan kecemasan karena partisipan atau pasien tidak mempunyai gambaran operasi yang cukup. Jika petugas kesehatan memberikan edukasi tentang prosedur operasi dengan lengkap terhadap pasien sebelum dilakukan operasi, pasien akan mempunyai cara untuk mengatasi kecemasan.


(27)

Menurut Hetty (2015) seorang petugas kesehatan harus memberikan konseling atau edukasi sebelum pasien menjalankan operasi sebab dapat menurunkan kecemasan yang pada akhirnya bermanfaat untuk keselamatan ibu dan bayi. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Jawait, et al (2007), bahwa kecemasan yang terjadi akan berkurang bila diberikan penjelasan yang rinci tentang operasi (anastesi dan pembedahan).

Selain pengetahuian yang cukup, motivasi yang diberikan petugas kesehatan untuk mengurangi kecemasan juga diperlukan. P6 yang merupakan seorang bidan mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap operasi sectio caesarea mempunyai kecemasan karena tidak adanya motivasi yang diberikan petugas kesehatan. Motivasi diberikan agar partisipan dapat meminimalkan tingkat kecemasan serta menghadapi kecemasan secara efektif.

Dari hasil wawancara, seluruh partisipan mengalami ketakutan dan kekhawatiran sebelum dilakukannya operasi sectio caesarea. Dampak dari kecemasan ini merupakan respon yang normal bagi pasien pre operatif.

Kecemasan yang dalami oleh partisipan dapat mempengaruhi respon fisiologis dan psikologisnya. Menurut Stuart (2005), respon terhadap kecemasan ada dua yaitu respon


(28)

fisiologi dan respon psikologis. Respon fisiologis yaitu perubahan pada sistem tubuh sehingga menyebabkan perubahan pada fisik sedangkan respon psikologis merupakan perubahan pada mental atau kejiwaan seseorang.

Respon psikologis yang dialami oleh partisipan adalah ketakutan, kekhawatiran, tegang dan juga perasaan campur aduk antara cemas dan senang karena akan mempunyai seorang anak. Respon-respon itu yang paling dirasakan oleh semua partisipan.

Kecemasan ini dapat membuat partisipan mempunyai pikiran yang buruk atau negatif. Pikiran-pikiran buruk itu seperti mempunyai pikiran jika operasi tidak berhasil, gagal, operasi ditunda, operasi ada masalah, khawatir dengan keadaan bayi dan takut terjadi pendarahan.

Operasi sectio caesarea mempunyai tiga tahapan yaitu pra operasi, intra operasi dan post operasi. Beberapa partisipan mempunyai kecemasan dan kekhawatiran terhadap proses dan hasil operasi yang merupakan bahaya dari luar partisipan.

Mereka khawatir dengan proses pembiusan, bekas operasi dan hasil dari operasi. Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitian oleh Hidayat (2012) yang menyebutkan bahwa alasan yang melatar belakangi kecemasan yaitu cemas menghadapi pembiusan, takut mati, cemas menghadapi body image yang


(29)

berupa cacat yang akan menggangu fungsi peran pasien dan cemas masalah biaya perawatan. Salah seorang dari partisipan juga mengungkapkan bahwa alasan ia takut dengan operasi karena biaya operasi yang mahal seperti.

Selain respon psikologis, partisipan juga mengalami respon fisiologis yaitu jantung berdebar, insomnia (susah tidur) dan tidak nafsu makan. Menurut Nigussie dkk (2014), peningkatan kecemasan sebelum operasi terkait respon fisiologis seperti hipertensi dan disritmia. Sedangkan pendapat yang dikemukakan oleh Sjamsuhidayat & Jong (2005) yaitu pasien yang mengalami kecemasan menunjukkan gejala susah tidur, mudah menangis dan nafsu makan turun sama dengan hasil penelitian.

Tipe kecemasan pada penelitian ini bisa dimasukan dalam tipe kecemasan realitas. Tipe kecemasan realitas merupakan ketakutan karena bahaya dari dunia luar (Freud dalam Hall dan Lindzey (2009). Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan realitas kerena partisipan mempunyai ketakutan dan kekhawatiran terhadap operasi yang merupakan bagian bahaya dari luar tubuhnya.

Persiapan pre operatif merupakan tahapan yang penting dari perawatan perioperatif. Keberhasilan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini


(30)

disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.

Dengan demikian pemberian informasi dan motivasi terhadap pasien tentang proses operasi sebelum dilakukan operasi sangatlah penting bagi pasien itu sendiri. Pemberikan informasi dan motivasi yang cukup dapat membantu pasien dalam menghadapi kecemasan yang dialami. Peran tenaga kesehatan seperti dokter, perawat dan bidan seperti membantu dalam penyampaian informasi dan motivasi agar pasien dapat menyikapi operasi yang akan dilaluinya.


(1)

karena tindakan tersebut merupakan tindakan yang melukai tubuh atau diri.

Keadaan emosi tanpa objek yang spesifik, dialami secara subyektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuart dkk, 2006).

Seluruh pasien yang menjadi partisipan dalam penelitian belum ada riwayat sectio caesarea. Ditinjau dari ungkapan Stuart diatas, partisipan lewat kekhawatiran/ kecemasan yang disebabkan oleh kurangnya perngetahuan mereka terkait dengan pertama kalinya partisipan menjalani operasi, sehingga dari pengalaman yang baru itu, mereka tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi ketakutan terkait dengan ketidaktahuan tentang proses pembedahan karena belum ada pengalaman.

Saat wawancara dengan partisipan peneliti menanyakan tentang edukasi dari petugas kesehatan yang bertugas. Hampir semua partisipan menceritakan bahwa tidak ada penjelasan informasi tentang pembedahan maupun pembiusan. Beberapa partisipan diberikan penjelasan hanya secara umum oleh dokter yang merawat. Tetapi partisipan tersebut mengalami peningkatan kecemasan karena informasi yang kurang sehingga


(2)

partisipan merasa tidak yakin dengan penjelasan yang diberikan oleh dokter.

Ada satu partisipan yaitu P7 yang mempunyai inisiatif sendiri untuk bertanya kepada petugas kesehatan tentang prosedur operasi karena partisipan belum mempunyai pengalaman sectio caesarea. Karena keaktifannya bertanya itulah partisipan merasa sedikit tenang menghadapi operasi.

Keaktifan dalam bertanya itu menurut peneliti merupakan kemampuan partisipan (P7) dalam menyelesaikan masalahnya. Masalah yang dimaksud oleh peneliti yaitu kecemasan yang ia alami sebelum operasi. Kecemasan yang mengganggu membuat ia menjadi aktif dalam mengahadapi stres.

Menurut Sulistyowati (2008) dalam penelitian Sri Mulyani dkk (2008) menyatakan bahwa klien yang mempunyai pengetahuan untuk menurunkan kecemasan lebih mampu mengatasi kecemasannya.

Kurangnya informasi mengenai operasi sectio caesarea bisa menyebabkan peningkatan kecemasan karena partisipan atau pasien tidak mempunyai gambaran operasi yang cukup. Jika petugas kesehatan memberikan edukasi tentang prosedur operasi dengan lengkap terhadap pasien sebelum dilakukan operasi, pasien akan mempunyai cara untuk mengatasi kecemasan.


(3)

Menurut Hetty (2015) seorang petugas kesehatan harus memberikan konseling atau edukasi sebelum pasien menjalankan operasi sebab dapat menurunkan kecemasan yang pada akhirnya bermanfaat untuk keselamatan ibu dan bayi. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Jawait, et al (2007), bahwa kecemasan yang terjadi akan berkurang bila diberikan penjelasan yang rinci tentang operasi (anastesi dan pembedahan).

Selain pengetahuian yang cukup, motivasi yang diberikan petugas kesehatan untuk mengurangi kecemasan juga diperlukan. P6 yang merupakan seorang bidan mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap operasi sectio caesarea mempunyai kecemasan karena tidak adanya motivasi yang diberikan petugas kesehatan. Motivasi diberikan agar partisipan dapat meminimalkan tingkat kecemasan serta menghadapi kecemasan secara efektif.

Dari hasil wawancara, seluruh partisipan mengalami ketakutan dan kekhawatiran sebelum dilakukannya operasi sectio caesarea. Dampak dari kecemasan ini merupakan respon yang normal bagi pasien pre operatif.

Kecemasan yang dalami oleh partisipan dapat mempengaruhi respon fisiologis dan psikologisnya. Menurut Stuart (2005), respon terhadap kecemasan ada dua yaitu respon


(4)

fisiologi dan respon psikologis. Respon fisiologis yaitu perubahan pada sistem tubuh sehingga menyebabkan perubahan pada fisik sedangkan respon psikologis merupakan perubahan pada mental atau kejiwaan seseorang.

Respon psikologis yang dialami oleh partisipan adalah ketakutan, kekhawatiran, tegang dan juga perasaan campur aduk antara cemas dan senang karena akan mempunyai seorang anak. Respon-respon itu yang paling dirasakan oleh semua partisipan.

Kecemasan ini dapat membuat partisipan mempunyai pikiran yang buruk atau negatif. Pikiran-pikiran buruk itu seperti mempunyai pikiran jika operasi tidak berhasil, gagal, operasi ditunda, operasi ada masalah, khawatir dengan keadaan bayi dan takut terjadi pendarahan.

Operasi sectio caesarea mempunyai tiga tahapan yaitu pra operasi, intra operasi dan post operasi. Beberapa partisipan mempunyai kecemasan dan kekhawatiran terhadap proses dan hasil operasi yang merupakan bahaya dari luar partisipan.

Mereka khawatir dengan proses pembiusan, bekas operasi dan hasil dari operasi. Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitian oleh Hidayat (2012) yang menyebutkan bahwa alasan yang melatar belakangi kecemasan yaitu cemas menghadapi pembiusan, takut mati, cemas menghadapi body image yang


(5)

berupa cacat yang akan menggangu fungsi peran pasien dan cemas masalah biaya perawatan. Salah seorang dari partisipan juga mengungkapkan bahwa alasan ia takut dengan operasi karena biaya operasi yang mahal seperti.

Selain respon psikologis, partisipan juga mengalami respon fisiologis yaitu jantung berdebar, insomnia (susah tidur) dan tidak nafsu makan. Menurut Nigussie dkk (2014), peningkatan kecemasan sebelum operasi terkait respon fisiologis seperti hipertensi dan disritmia. Sedangkan pendapat yang dikemukakan oleh Sjamsuhidayat & Jong (2005) yaitu pasien yang mengalami kecemasan menunjukkan gejala susah tidur, mudah menangis dan nafsu makan turun sama dengan hasil penelitian.

Tipe kecemasan pada penelitian ini bisa dimasukan dalam tipe kecemasan realitas. Tipe kecemasan realitas merupakan ketakutan karena bahaya dari dunia luar (Freud dalam Hall dan Lindzey (2009). Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan realitas kerena partisipan mempunyai ketakutan dan kekhawatiran terhadap operasi yang merupakan bagian bahaya dari luar tubuhnya.

Persiapan pre operatif merupakan tahapan yang penting dari perawatan perioperatif. Keberhasilan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini


(6)

disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.

Dengan demikian pemberian informasi dan motivasi terhadap pasien tentang proses operasi sebelum dilakukan operasi sangatlah penting bagi pasien itu sendiri. Pemberikan informasi dan motivasi yang cukup dapat membantu pasien dalam menghadapi kecemasan yang dialami. Peran tenaga kesehatan seperti dokter, perawat dan bidan seperti membantu dalam penyampaian informasi dan motivasi agar pasien dapat menyikapi operasi yang akan dilaluinya.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga T1 462012008 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga T1 462012008 BAB II

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga T1 462012008 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga

1 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga

0 3 44

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB V

0 0 3

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB IV

1 1 15

T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB III

0 0 10

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB II

0 0 12

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB I

0 0 9