PENGARUH SELF CONTROL TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESI PADA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP) KOTA SURABAYA.
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata
Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Leny Laraswati B07212017
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
x INTISARI
Kecenderungan agresi merupakan suatu perpaduan antara keyakinan individu terhadap individu lain dan terhadap suatu obyek, dengan respon emosional yang dimunculkan, individu yang bersangkutan terhadap individu lain dengan obyek yang sama dan sejenis Sedangkan kontrol diri (self control) berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta dorongan- dorongan dalam dirinnya. Bagaimana jika Agresi dan Self Control dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP).Sedangkan SATPOL PP merupakan bagian dari perangkat daerah yang bertugas dalam penegakan peraturan daerah (PERDA) dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Maka disini penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara self control terhadap kecenderungan berperilaku agresi pada SATPOL PP Kota Surabaya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala self control dan skala kecenderungan agresi.
Subjek Penelitian berjumlah 50 orang anggota SATPOL PP
Kota Surabaya dari jumlah populasi sebanyak 150 orang dan menggunakan teknik sampling kuota. Analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai signifikasi sebesar 0.07. Maka terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara self control
terhadap kecenderungan berperilaku agresi pada SATPOL
PP Kota Surabaya.
Kata Kunci : Kecenderungan Perilaku Agresi, Self Control,dan SATPOL PP.
(7)
ABSTRACT
Absract: The tendency of aggression is a belief the combination of individual against individual another and for an objects, with an emotional response which is raised, individual another with the same objects and of a kind. While self control relating how to individuals able to control emotions the impulse a boost in her. What if aggression and self control done by Satuan Polisi Pamong Praja (The Civil Service Police Unit). While The Civil Service Police Unit is part of regional who served in try local regulations and the general and the community. The aim of this study is to find out the influence of self control upon the tendency of aggression behavior of Satuan Polisi Pamong Praja (The Civil Service Police Unit) Surabaya. The writer uses quantitative method where the self control and aggression scales are collected as the data. The subject of this study is 50 out of The Civil Service Police Unit and the quota sampling technic is used. The analysis of this study uses the simple regression analysis. The result shows that the signification score is 0.07. Therefore, the significant influence of self control upon the tendency of aggression behavior of Satuan Polisi Pamong Praja (The Civil Service Police Unit) Surabaya is presence.
Keywords: Tendency of Aggression, Self Control and The Civil Service Police Unit (Satuan Polisi Pamong Praja).
(8)
vi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
INTISARI ... x
ABSTRAKSI ... xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Keaslian Penelitian ... 9
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Kecenderungan Perilaku Agresi 1. Pengertian Agresi ... 13
2. Teori Agresi ... 15
3. Aspek- aspek Agresi ... 19
4. Faktor- faktor Agresi ... 21
5. Jenis- jenis Agresi ... 28
B. Self Control (Kontrol Diri) 1. Pengertian Self Control ... 32
2. Aspek- aspek Self Control ... 35
3. Faktor- faktor Self Control ... 37
4. Jenis- jenis Self Control ... 38
5. Fungsi- fungsi Self Control ... 39 6. Pembentukan Self Contro ... 39
7. Strategi Self Control ... 40
C. Pengaruh Self Control Terhadap Kecenderungan Perilaku Agresi ... 42
D. Landasan Teoritis ... 44
E. Hipotesis ... 46
BAB III : METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian ... 47
(9)
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi ... 49
2. Sampel ... 50
3. Teknik Sampling ... 50
C. Teknik Pengumpulan Data ... 51
D. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas ... 55
2. Reliabilitas ... 56
E. Analisis Data 1. Normalias ... 58
2. Linieritas ... 59
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek 1. Subjek Berdasarkan Usia ... 60
2. Subjek Berdasarkan Lama Bekerja ... 62
B. Deskripsi dan Reliabilitas Data 1. Deskripsi Skala Agresi ... 64
2. Deskripsi Skala Self Control ... 67
C. Hasil Analisis Data 1. Uji Prasyarat a) Normalitas ... 70
b) Uji Linieritas ... 71
2. Uji Hipotesis ... 71
D. Pembahasan ... 73
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 78
(10)
viii DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Penilaian item Favorable dan Unfavorable ... 53
Tabel 2 : Blue Print Agresi ... 54
Tabel 3 : Blue Print Kontrol Diri (Self Control) ... 54
Tabel 4 : Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia ... 60
Tabel 5 : Deskripsi Data Resonden Berdasarkan Usia ... 61
Tabel 6 : Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Masa Kerja ... 62
Tabel 7 : Deskripsi Data Resonden Berdasarkan Masa Kerja ... 63
Tabel 8 : Uji Daya Diskriminasi Item Instrumen Agresi ... 66
Tabel 9 : Reliabilitas Instrumen Agresi ... 67
Tabel 10 : Uji Daya Diskriminasi Item Instrumen Self Control ... 69
Tabel 11 : Reliabilitas Instrumen Self Control ... 70
Tabel 12 : Hasil Uji Normalitas ... 70
Tabel 13 : Hasil Uji Linieritas ... 71
Tabel 14 : Hasil Uji Analisis Regresi Linier Sederhana ... 72
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Skala Agresi ... 81
Lampiran 2 : Skala Self Control ... 83
Lampiran 3 : Daftar Subjek Uji Coba ... 86
Lampiran 4 : Daftar Subjek Sebenarnnya ... 87
Lampiran 5 : Data Mentah Uji Coba Agresi ... 89
Lampiran 6 : Data Mentah Uji Coba Self Control ... 91
Lampiran 7 : Data Angka Uji Coba Agresi ... 93
Lampiran 8 : Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Agresi ... 95
Lampiran 9 : Data Angka Uji Coba Self Control ... 97
Lampiran 10 : Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Self Control ... 99
Lampiran 11 : Data Mentah Agresi... 101
Lampiran 12 : Data Mentah Self Control ... 104
Lampiran 13 : Data Angka Agresi ... 107
Lampiran 14 : Data Angka Self Control ... 110
Lampiran 15 : Hasil Analisis Statistik Uji Normalitas Agresi ... 113
Lampiran 16 : Hasil Analisis Statistik Uji Normalitas Self Control ... 116
Lampiran 15 : Hasil Analisis Statistik Uji Analisis Linieritas dan Regresi Sederhana Self Control dan Agresi ... 119
(12)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agresi merupakan kata yang amat familiar bagi kita. Ketika kita
mendengar kata agresi pusat perhatian kita selalu tertuju pada kata kekerasan.
Agresi dan kekerasan tampaknnya sudah tidak aneh lagi terjadi disekitar kita.
Kecenderungan agresi menurut Dember (1984) merupakan suatu
perpaduan antara keyakinan individu terhadap individu lain dan terhadap
suatu obyek, dengan respon emosional yang dimunculkan, individu yang
bersangkutan terhadap individu lain dengan obyek yang sama dan sejenis.
Dimana perilaku agresi bisa dikatakan juga sebagai perilaku yang
dipelajari dari lingkungan, bukan yang diwariskan.
Kecenderungan perilaku agresi pun dapat dipengaruhi oleh
aspek-aspek frustrasi, efek senjata, alkohol dan obat-obatan, agresi tersinggung.
Kecenderungan Perilaku Agresi yaitu kecenderungan untuk melakukan
suatu tindakan atau perbuatan yang mengandung bahaya, menyakiti,
melukai atau merugikan diri sendiri atau orang lain serta tidak dapat
diterima masyarakat lingkungannya.
Agresi juga dapat dilakukan disemua kalangan dari siswa, mahasiswa,
masyarakat, masyarakat sipil dan bahkan pegawai pemerintahan penegak
hukum seperti Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) sekalipun sering
(13)
Indonesia nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, dalam
Bab I (1) mengenai ketentuan umum disebutkan Satuan Polisi Pamong Praja,
yang selanjutnya disingkat SATPOL PP, adalah bagian perangkat daerah
dalam penegakan peraturan daerah (PERDA) dan penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketenteraman masyarakat. Polisi Pamong Praja adalah anggota
SATPOL PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. (PP No.6,
2010).
SATPOL PP mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk
menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur
sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan
lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh
karena itu, disamping menegakkan PERDA. SATPOL PP juga dituntut
untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan
kepala daerah. Untuk mengoptimalkan kinerja SATPOL PP perlu
dibangun kelembagaan SATPOL PP yang mampu mendukung
terwujudnya kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur. Penataan
kelembagaan SATPOL PP tidak hanya mempertimbangkan kriteria
kepadatan jumlah penduduk di suatu daerah, tetapi juga beban tugas dan
tanggung jawab yang diemban, budaya, sosiologi, serta risiko keselamatan
polisi pamong praja.
Pelaksanaan penertiban wilayah yang dilaksanakan SATPOL PP tak
(14)
3
SATPOL PP. Kasus lama yang masih kita ingat yaitu terjadi saat Petugas
SATPOL PP berupaya membongkar makam Mbah Priok pada 14 April 2010
di Koja, Jakarta Utara yang mengakibatkan bentrok hingga tercatat
menewaskan tiga orang anggota SATPOL PP dan ratusan korban luka dari
pihak masyarakat dan aparat yang pada saat kejadian disebutkan SATPOL
PP. (Detiknews, 17 Oktober 2010).
Tidak berhenti disitu kasus serupa terjadi pada 16 desember 2015,
Sedikitnya 16 anggota SATPOL PP Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menderita
luka-luka dalam bentrokan dengan warga di Jalan Raya Kalimalang. Menurut
dia bentrokan itu pecah saat ratusan aparat gabungan dari unsur SATPOL PP,
kepolisian, Dinas Perhubungan (DISHUB) dan TNI tengah menertibkan
bangunan liar di Jalan Kalimalang mulai dari Tegalgede sampai Warung
Bongkok, Jababeka Cikarang. Para penghuni bangunan liar memberikan
perlawanan kepada petugas dengan melemparkan batu dan terlibat kontak fisik
dengan aparat. (Jakartaraya, 17 Desember 2015).
Pada bulan Desember 2015, Aktivis yang tergabung dalam Solidaritas
Aktivis Anti Kekerasan (SANTIKA) mendesak tindak memukuli anak-anak
dan juga wanita. Ada oknum SATPOL PP yang melakukan kekerasan
terhadap anak jalanan. Fathkurahman (21) menjadi korban kekerasan pada
tanggal 26 Desember lalu di jalan Demak, Surabaya, Jawa Timur. Tindakan
kekerasan oleh oknum SATPOL PP untuk kesekian kalinya terjadi terhadap
anak jalanan. Pemukulan terhadap korban dianggap tidak manusiawi, ini
(15)
dihajar oleh oknum SATPOL PP korban tidak diobati dan malah dibawa ke
lembaga sosial. (www.obsessionnews.com, 7 Januari 2016).
Ditambah lagi dengan pemberitahan kantor SATPOL PP kota
Surabaya Jl. Jaksa Agung Suprapto yang didemo mahasiswa yang tergabung
dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Hal ini diduga
perbuatan tersebut dilakukan oleh oknum Satuan Polisi Pamong Praja
(SATPOL PP) Kota Surabaya. Korban mengalami luka memar bagian wajah
dan tangan, akibat pemukulan tersebut. Kejadian ini berawal, ketika korban
merekam kejadian penertiban PKL di kawasan Jl
Darmawangsa.(Trimbunnews.com, 11 Desember 2015).
Berita yang sangat hangat terkait tindak kekerasan yang dilakukan
SATPOL PP pada anggota fraksi PDIP Agustin Poliana pada saat penertiban
di pasar tembok. Hal ini bermula saat agustin hendak melintas di jalan depan
pasar tembok dan melihat perilaku kasar yang dilakukan SATPOL PP pada
pedagang. Saat itu agustin ingin melerainnya naas ia justru mendapat tindakan
kekerasan dari SATPOL PP hingga tumbuhnnya memar. Tidak hanya itu
agustin juga ditangkap dan digelandang ke markas SATPOL PP.
(www.wartasurya.com, 5 desember 2015).
Tindak kekerasan yang dilakukan SATPOL PP tidak seharusnnya
dilakukannya. Karena SATPOL PP juga memiliki peraturan dalam
melakukan tugas- tugasnnya. Tindakan yang dilakukan SATPOL PP tersebut
(16)
5
fisik yang dilakukan SATPOL PP terhadap masyarakat saat menjalankan
tugas, dalam kasus-kasus tersebut dapat digolongkan sebagai perilaku agresi.
Berdasarkan rincian kasus diatas tindakan yang dilakukan tersebut
merupakan salah satu bentuk kecenderungan agresi yang dilakukan oleh
Satpol pp, dimana bertolak belakang dengan norma sosial di masyarakat,
selain itu tindakan tersebut melanggar tugas dan fungsi SATPOL PP.
Kecenderungan Perilaku Agresif Kecenderungan menurut pendapat
Poerwadarminta (2007) diartikan sebagai kesudian atau keinginan atau
kesukaan akan sesuatu. Berkowitz menyatakan bahwa agresi manusia
merupakan siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk
kekerasan terhadap orang lain. (Baron dan Byrne.2005).
Sedangkan menurut Dollard, Agresi adalah tanggapan emosi tak
terkendali yang mengakibatkan timbulnya perilaku yang merusak,
menyerang, dan melukai. Tindakan ini dapat ditujukan pada orang lain,
lingkungan maupun diri sendiri yang disebabkan oleh frustasi yang mendalam
dan kekecewaan yang terjadi pada diri individu. (Sarlito,W.S, 2002).
Seringkali rangsang negatif dari masyarakat dalam proses penertiban
seringkali dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi petugas
SATPOL PP melakukan perilaku agresi (Krahe, 2005). Masyarakat yang
tidak terima kehadiran petugas untuk ditertibkan seringkali melakukan
penyerangan atau ancaman yang dapat membangkitkan stimulus negatif
bagi petugas. Perilaku yang muncul kemudian memberikan kesan pada
(17)
hadir menampilkan praktek-praktek kekerasan dalam keseharian kita. Padahal
tidak semua SATPOL PP melakukan tindakan agresi tersebut.
Secara teori, terjadinya tindakan agresi karena seseorang tidak bisa
mengendalikan emosi yang ada dalam dirinya, sikap agresi yang dipicu
karena rasa marah dan dendam akan sangat mudah muncul. Hal ini
didukung oleh penelitian Finkenauer,dkk (2005) yang menyatakan bahwa
tinggi self-control sangat berhubungan dengan penurunan resiko masalah
psikososial diantaranya kenakalan dan sikap Agresi pada remaja.
Ada salah satu tokoh menjelaskan kaitan kontrol diri dengan perilaku
agresi yaitu Gottfredson dan Hirschi (dalam Miller, 2009) yang menyatakan
level yang rendah pada kontrol diri adalah penyebab dari kriminalitas,
kenakalan remaja, agresi, dan tindakan-tindakan sejenis lainnya. Selanjutnya
Baumeister & Boden (dalam Geen & Donnerstein, 1998) juga menyatakan
lemahnya kontrol diri menjadi penyebab yang sangat dekat dengan perilaku
kekerasan dan agresi yang terjadi secara spontan. Kemudian Miller (2005)
menyatakan kegagalan dalam kontrol diri merupakan penyebab penting dari
agresi.
Dalam penelitian lainnya dari DeWall, dkk (2011) tentang Self
Control Inhibits Aggression menyatakan bahwa mekanisme neural otak dalam meregulasi emosi dan kontrol kognitif pada self-control dapat mengurangi agresi seseorang. Selain itu dalam penelitian Reska (2010),
(18)
7
harus mampu mengontrol tingkah lakunya agar dapat diterima oleh
lingkungan.
Kontrol diri muncul karena adanya perbedaan dalam mengelola emosi,
cara mengatasi masalah, tinggi rendahnnya motivasi, dan kemampuan
mengelola potensi dan pengembangan kompetensinnya. Kontrol diri sendiri
berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta
dorongan- dorongan dalam dirinnya. (Hurlock, 1980).
Kontrol diri atau self control merupakan kemampuan individu untuk
menghambat dan mencegah impuls-impuls agar tidak muncul dalam
bentuk tingkah laku yang melanggar atau bertentangan dengan standar
moral Aspek- aspek yang terkandung dalam self control tersebut antara
lain dapat dilihat dari kemampuan untuk melawan godaan, kemampuan
untuk menunda kepuasan atau kesenangan dan kemampuan untuk menetapkan
standar prestasi. (Development Psychology, 1979)
Maka dari itu dalam penelitian ini, dan seberapa besar
pengaruhnya terhadap mengatasi tindakan tersebut. Berdasarkan fenomena
yang telah dipaparkan diatas, peneliti menjadikan faktor self-control menjadi
independen variabel yang akan dicari tahu ada pengaruhkah terhadap
Agresi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil judul skripsi
“Pengaruh Self Control Terhadap Kecenderungan Perilaku Agresi pada SATPOL PP (Satuan Polisi Pamong Praja) di Surabaya.”
(19)
B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh self control terhadap kecenderungan perilaku
agresi pada SATPOL PP di Kota Surabaya ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Self Control terhadap
kecenderungan perilaku agresi pada SATPOL PP di Kota Surabaya.
D. Manfaat Penelitian Teoritis :
1. Sebagai sumbangsi bagi ilmu psikologi khususnya di bidang psikologi
sosial, mengenai pengaruh kontrol diri (Self Control) terhadap perilaku
agresi petugas SATPOL PP.
Praktis :
1. Bagi pihak terkait, sebagai bahan evaluasi agar lebih selektif dalam
perekrutan SATPOL PP.
2. Sebagai masukan bagi pemerintah, sehingga dapat meminimalisir
kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan SATPOL PP
dalam melaksanakan tugas.
3. Sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa lain yang ingin meneliti terkait
(20)
9
E. Keaslian Penelitian
Untuk melengkapi isi dan sebagai perbandingan penelitian, peneliti
ingin memperlihatan adannya berbedaan dan persamaan dari judul yang penliti
gunakan untuk penelitian, diantarannya :
Penelitian yang dihasilkan oleh M. Noor Fajriansya, 2012, tentang
Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Agresi pada Remaja Laki- laki
Peminum Miras. Hipotesis yang diajukan peneliti adalah ada hubungan negatif
antara kontrol diri dengan perilaku agresi pada remaja laki-laki peminum
miras. Semakin baik kontrol diri pada remaja laki- laki yang meminum miras,
maka semakin rendah perilaku agresi, dan sebaliknnya. Subjek dalam
penelitian ini berjumlah 72 orang remaja laki- laki peminum miras dengan
karakteristik 12- 21 tahun dan mengkonsumsi miras minimal 2 bulan. Teknik
pengambilan sampel yang diambil purposive sampling. Teknik analisis
menggunakan analisis data product moment. Hasil dari penelitian ini yaitu
terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku agresi pada remaja laki-
laki peminum miras dengan kontrol diri.
Penelitian yang dihasilkan oleh Miftahul Auliya dan Desi
Nurwidawati, 2014, tentang Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Agresi
pada Siswa SMA Negeri 1 Padangan Bojonegoro. Perilaku negetif muncul
diakibatkan karena kurangnnya kontrol diri. Perilaku negatif tersebut adalah
perilaku agresi. Subjek penelitian yang digunakan yaitu sebanyak 155 siswa
kelas XI dari jumlah populasi 282 siswa. Teknik pengambilan sampel yang
(21)
regresi. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan
antara kontrol diri dengan perilaku agresi pada siswa.
Penelitian yang dihasilkan oleh Meyta Fitri Hapsari, dkk, 2015,
tentang Agresi ditinjau dari Kontrol Diri pada Remaja Pemain Game Online di
Kota Semarang. Game online jenis agresi menimbulkan perilaku agresi
khususnnya pada remaja laki- laki dan dewasa muda yang merupakan pemain
yang paling setia dengan game online. Jumlah populasi yang diambil sebanyak
60 orang dengan metode insidental sampling. Teknik analisis menggunakan
analisis data product moment. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat
hubungan negatif antara kontrol diri terhadap Agresi. Semakin tinggi kontrol
diri maka Agresi akan rendah.
Penelitian yang dihasilkan oleh Dina Audi Fasilita, 2012, tentang
Kontrol Diri Terhadap Perilaku Agresi ditinjau dari Usia SATPOL PP kota
Semarang. Subjek penelitian yang digunakan yaitu sebanyak 90 orang terdiri
dari 29 orang usia dewasa awal dan 61 orang usia dewasa madya. Teknik
pengambilan sampel yang diambil total sampling. Teknik analisis data
menggunakan Mann- Whitney U-test. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat
perbedaan yang signifikan antara kontrol diri terhadap perilaku Agresi anggota
SATPOL PP usia dewasa awal dan dewasa madya.
Penelitian yang dihasilkan oleh Monica Dwi Ananta, 2014, tentang
Hubungan Antara Self Control dengan Tingkat Agresi pada Remaja. Subjek
penelitian yang digunakan yaitu sebanyak 212 orang yang berasal dari SMA
(22)
11
laki sebanyak 90 orang. Teknik pengambilan sampel yang diambil random
sampling. Teknik analisis data menggunakan Person Cprrelation. Hasil dari
penelitian ini terdapat korelasi negatif signifikan antara self control dengan
tingkat Agresi pada remaja.
Penelitian yang berjudul Self Control Training Decreases Aggression
in Response to Provocation in Aggressive individuals, ditulis oleh Thomas F.Denson, dkk, 2012. Dalam penelitiannya dapat diketahui jika satu penyebab
umum agresi adalah kegagalan mengontrol diri, dan penelitian membuktikan
bahwa melatih self-control dari waktu ke waktu dapat meningkatkan
self-control berikutnya. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara eksperimen.
Eksperimen yang diuji apakah self-control pelatihan lebih dari satu periode
2-week bisa mengurangi kemarahan dan batas di menanggapi provokasi.
Populasi yang diambil sebanyak 70 mahasiswa selesai 2 minggu pelatihan
self-control atau tugas kontrol. Pada akhir 2 minggu, peserta menghina dan diberi kesempatan untuk membalas dengan memberikan ledakan keras putih
suara. Pelatihan Self-control mengurangi agresi termasuk orang yang memiliki
sifat agresi tinggi. Peserta yang mendapat pelatihan juga melaporkan kurang
kemarahan dibandingkan control kondisi. Hasil penyertaan dukungan
pelatihan self control dapat bermanfaat untuk membantu untuk mengatasi
agresi impuls individu.
Penelitian yang berjudul Self Control and Aggression, ditulis oleh
Thomas F.Denson, dkk, 2012. Agresi mungkin merupakan salah satu
(23)
membutuhkan kontrol yang efektif lebih dari impuls agresi yang dikendalikan
amarah. Sekarang Ulasan menunjukkan bahwa penelitian eksperimental pada
psikologis dan mekanisme saraf yang mendasari pengendalian diri akhirnya
dapat berkontribusi untuk mengurangi psikologis, ekonomi, fisik, dan
membahayakan sosial yang terkait dengan agresi yang tidak terkendali.
Robust bukti eksperimental menunjukkan bahwa kegagalan pengendalian diri
sering memprediksi agresi dan, sebaliknya, yang memperkuat pengendalian
diri menurun agresi. Penelitian tentang ini juga menunjukkan bahwa regulasi
kemarahan maladaptif menurun pengendalian diri dan, akibatnya,
meningkatkan agresi.
Dari berbagai macam hasil penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan
maka terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam penelitian yang
dilakukan peneliti. Perbedaan itu terdapat di lokasi penelitian, obyek
penelitian, subyek penelitian, dan metode yang digunakan. Sedangkan
persaman terdapat pada variabel X dan Y, yaitu sama- sama mengkaji aspek
(24)
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kecenderungan Perilaku Agresi 1. Pengertian Agresi
Kecenderungan Agresi adalah tanggapan emosi tak terkendali yang
mengakibatkan timbulnya perilaku yang merusak, menyerang, dan
melukai. Tindakan ini dapat ditujukan pada orang lain, lingkungan
maupun diri sendiri yang disebabkan oleh frustasi yang mendalam dan
kekecewaan yang terjadi pada diri individu. Hal tersebut diungkapkan
oleh Dollard. (Sarlito,W.S, 2002).
Menurut kamus psikologi Chaplin, Agresi adalah suatu tindakan
permusuhan ditunjukan pada seseorang atau benda. Sedangkan agresivitas
merupakan kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan
permusuhan. Pernyataan diri secara tegas, menonjolkan diri penuntutan
atau pemaksaan diri, pengejaran dengan penuh semangat suatu cita- cita.
Dominasi sosial. Kekuasaan sosial, khususnnya yang diterapkan secara
ekstrim. (Kartini. K, 2008).
Agresi adalah kemarahan meluap-luap dan mengadakan
penyerangan kasar, karena seseorang mengalami kegagalan. Reaksinya
sangat primitif dalam bentuk kemarahan hebat dan emosi yang
(25)
membunuh orang dan lain-lain. Agresi semacam ini sangat mengganggu
fungsi inteligensi, sehingga harga dirinya merosot. (Kartini, 2008)
Menurut Myers perilaku agresi adalah perilaku fisik atau verbal
yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang
lain. Sedangkan Baron juga mengatakan bahwa agresi adalah tingkah laku
individu yang ditujukan untuk melukai/mencelakakan individu lain yang
tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. (E.Koeswara, 1988)
Sedangkan definisi agresi menurut Berkowitz, bahwa agresi
merupakan pelanggaran hak asasi orang lain dan tindakan atau cara yang
menyakitkan, juga perilaku yang memaksakan kehendak. Kemudian juga
didukung oleh definisi agresi Robert A. Baron (2003) yaitu tingkah laku
individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain
yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. (Sobur.A,
2013)
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan diatas,
dapat ditegaskan agresi dalam konteks penelitian ini adalah
kecenderungan individu baik secara verbal atau fisik yang dilakukan
dengan diseganja untuk melukai individu lain yang tidak menginginkan
tingkah laku tersebut. Hal ini dilakukan dengan rasa permusuhan atau
kemarahan dan Jika individu cenderung agresi, maka individu tersebut
cenderung untuk melukai individu yang tidak menginginkan tingkah laku
(26)
15
2. Teori Agresi
Menurut Tri D & Hudaniah(2012) dalam bukunya psikologi sosial,
Banyak teori agresi yang dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi yang
masing- masing dilandasi oleh keadliannya. Tetapi pada saat ini terdapat
tiga teori yang masih berpengaruh, yaitu :
a. Teori Instink
Tokoh utama dari teori ini adalah Sigmund Freud, Konrad Lorez
dan Robert Ardrey. Berikut ini padangan dari tokoh- tokoh tersebut.
1) Teori Psikoanalisa
Freud dengan teori psikoanalisa berpandangan bahwa pada
dasarnnya pada diri manusia terdapat dua macam instink, yaitu instink
untuk hidup dan instink untuk mati. Menurut Freud agresi dapat
dimasukkan dalam instink mati yang merupakan ekspresi dari hasrat
kepada kematian (death wish) yang berada pada taraf tidak sadar.
Death wish disini dapat berbentuk agresi yang ditunjukan kepada diri sendiri (semisal: bunuh diri) atau ditunjukan kepada diri orang lain.
Dalam diri individu terdapat agen pengendali atas pengungkapan
instink kematian (juga instink seksual), yakni super ego yang
memainkan peranannnya sebagai wakil orang tua dan masyarakat.
Selanjutnnya Wrighsman dan Deaux (1981) menunjukkan suatu revisi
yang dilakukan oleh pengikut Neo- Freudian. Bahwa agresi merupakan
bagian dari ego (bagian dari kepribadian yang berorientasi pada
(27)
Menurut mereka dorongan agresi adalah sehat, karena merupakan
usaha untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang nyata dari
manusia.
2) Teori Etologi : Konrad Lorez & Robert Ardrey
Menurut Lorez, Agresi ada didalam diri setiap makhluk hidup
yang memiliki fungsi dan peranan penting bagi pemeliharaan hidup
atau dengan kata lain memiliki nilai survival. Dalam eksperiment ini
lorez lebih sering menggunakan angsa liar dan ikan sebagai subyek
penelitiannya. Senada dengan lorez, Ardrey juga mendasarkan pada
teori evolusi Darwin dalam penelitiannnya tentang agresi. Menurut
Ardrey, Manusia sejak kelahirannya telah membawa “killing
imprerative” dan dengan “killing imperative” ini manusia dihinggapi obsesi untuk menciptakan sejata dan menggunakan senjatanya untuk
membunuh apabila perlu. Oleh karena itu terdapat kecenderungan
manusia bersifat damai hanya terhadap orang lain dan kelompoknya
saja. Sebaliknnya memusuhi orang di luar kelompoknya dan ingin
menghancurkannya untuk mempertahankan eksistensi kelompoknnya.
b. Teori Frustasi Agresi
Dollard, Doob, Miller, Mowrer dan Sears (1939) mengemukakan
hipotesis bahwa frustasi akan menyebabkan agresi. (dalam Wrighsman &
Deaux, 1981). Frustasi menciptakan suatu motif untuk agresi. Ketakutan
akan hukuman atau tidak disetujui untuk agresi melawan sumber penyebab
(28)
17
(Meier, 1983). Leonard Berkowitz menambahkan daya faktor internal dan
pernyataan emosi internal. Dengan Berkowitz mengajukan suatu formulasi
bahwa untuk terjadinnya agresi diperlukan dua syarat, yaitu kesiapan
untuk bertindak agresi yang biasannya terbentuk oleh pengalaman frustasi
(arousal), dan isyarat- isyarat atau stimulus eksternal yang memicu
pengungkapan agresi (releaser), misalnnya senjata.
c. Teori Belajar Sosial (Social Learning)
Teori belajar sosial menekan kondisi lingkungan yang membuat
seseorang memperoleh dan memelihara respon- respon agresi. Asumsi
dasar dari teori ini adalah sebagaian tingkah laku individu diperoleh
sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkahlaku
yang ditampilkan oleh individu – individu lain yang menjadi model.
Dengan demikian, para ahli teori ini percaya pada observational dan social
modeling adalah metode yang lebih sering menyebabkan agresi. Anak- anak yang melihat model orang dewasa agresi secara konsisten akan lebih
agresi bila dibandingkan dengan anak- anak yang melihat model orang
dewasa yang non- agresi. Menurut Bandura, pengaruh motivasi dari
vicarious reinforment itu juga berlaku dalam percontohan tingkahlaku agresi.
d. Peluasan Teori Frustasi Agresi
Teori Frustasi Agresi yang telah dipaparkan diatas lebih
menjelaskanterjadinnya perilaku agresi pada tataran individual, sementara
(29)
massa, demonstrasi massa atau terjadinnya revolusi, yang juga dikaitkan
dengan frustasi. Bahkan psikologi ilmu sosial juga menyimpulkan ada
hubungan antara frustasi dan agresi massa. Menurut Tedd Gurr (dalam
Worchell, dkk, 2000), faktor penyebab paling besar terjadinnya tindak
kekerasan massa, politik, revolusi adalah timbulnnya ketidak puasan
sebagai akibat adannya penghayatan atau persepsi mengenai sesuatu yang
hilang yang disebut deprivasi relatif.
e. Exitation Transfer Model
Riset pada afek (emosi) negatif dan positif telah memfokuskan pada
tipe emosi yang dihasilkan oleh stimulus. Intensitas dari arousal
(keterbangkitan) juga sangat penting. Karena arousal diciptakan oleh
stimulus yang dapat meningkatkan respon emosi individu terhadap
stimulus lain melalui perpindahan kebangkitan atau kegairahan. Zillman
dan Kolegannya (1984) serta Spolsky (1984) menggabungkatn tipe emosi
dan intensitaas dari kebangkitan fisiologis yang disebut dengan arousal-
affrct- model. Metode ini mengarahkan pada berbagai pengalaman emosi
pada seseorang yang telah marah dan kemudian memiliki suatu
kesempatan untuk bebas. Menurut Zillman stimuli yang menghasilkan
emosi negatif dan arousal yang sangat tinggi meningkatkan agresi.
Bahkan jika stimuli netral tetapi arousalnnya tinggi dapat meningkatkan
(30)
19
f. Egotism Threat : Kombinasi Faktor Kepribadian dan Sosial
Beumeister, Smart & Boden (1996) mengemukakan bahwa agresi
timbul dari orang yang memiliki sense of- esttem (harga diri) yang tinggi.
Orang yang seperti ini dalam kondisi tertentu (jika mereka merasa dalam
kondidi egonnya terancam), lebih mungkin bertindak agresi dari pada
orang yang memiliki konsep diri yang lebih moderat (negatif). Sebab
ketika harga diri terancam (karena perlakuan oranglain), maka ia akan
melakukan penolakan (reject appraisal) untuk mempertahankan penilaian
tentang dirinnya (maintain self- apprsisal). Pada giliran ini akan muncul
sebuah emosi negatif yang melawan orang yang dipersepsinnya memberi
ancaman atas egonnya (source of threat), sehingga akan muncul agresi
kepada sumber yang member ancaman tersebut. Sehingga orang yang
hargadirinnya rendah, ketika mendapat ancaman atas dirinnya, maka ia
akan menerima penilaian atau perlakuan tersebut.
3. Aspek- aspek Agresi
Barbara krahe (2005) merangkum sembilan aspek perilaku agresi
untuk mengkarakteristikan berbagai macam bentuk agresi, yaitu:
a. Modalitas respon (Response modality), meliputi tindakan agresi secara
fisik atau secara verbal.
b. Kualitas respon (Response quality), meliputi tindakan agresi yang
berhasil mengenai sasaran atau tindakan agresi yang gagal mengenai
(31)
c. Kesegeraan (Immediacy), meliputi tindakan agresi yang dilakukan individu langsung kepada sasaran atau yang dilakukan melalui
strategistrategi secara tak langsung.
d. Visibilitas (Visibility), meliputi perilaku agresi yang tampak dari
perilaku individu atau yang tak tampak dari luar namun dirasakan oleh
individu.
e. Hasutan (Instigation), meliputi perilaku agresi yang terjadi karena
diprovokasi atau yang merupakan tindakan balasan.
f. Arah sasaran (Goal direction), meliputi perilaku agresi yang terjadi
karena adanya rasa permusuhan kapada sasaran (hostility) atau yang
dilakukan karena adanya tujuan lain yang diinginkan (instrumental).
Tipe kerusakan (Type of damage), meliputi perilaku agresi yang
menyebabkan kerusakan fisik atau yang menyebabkan kerusakan
psikologis pada sasaran agresi.
g. Durasi akibat (Duration of consquences), meliputi perilaku agresi yang
menyebabkan kerusakan sementara atau yang menyebabkan kerusakan
jangka panjang.
h. Unit-unit sosial yang terlibat (Social unit involved), meliputi perilaku
agresi yang dilakukan individu atau yang dilakukan secara
(32)
21
4. Faktor – faktor Agresi
Menurut Sears (1991), Faktor penentu Agresi yang paling utama
adalah rasa marah, dan proses belajar respons agresi. Proses belajar ini
bisa terjadi langsung terhadap respons agresi atau melalui imitasi.
Berbeda dengan Sears, menurut Barbabara Karhe (dalam
Mahmuda,S.2011). Karhe menjelaskan bahwa faktor agresi seseorang,
yaitu;
a. Personalitas, seperti yang dijelaskan Hyde, Eagly dan Steffen, dapat
diketahui bahwasannya laki- laki mempunyai kecenderungan perilaku
lebih agresi dibanding wanita.
b. Faktor situasi, menurut Berkowitz dan Lepage menjelaskan bahwa
kondisi frustasi akan menghasilkan perilaku agresi.
c. Faktor pengaruh media, pengaruh media merupakan the most powerful
environmental, faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan perilaku agresi, khususnnya pada anak- anak dan remaja.
Faktor- faktor agresi menurut Barbara Khare, ada beberapa macam
diantarannya;
a. Faktor Kepribadian
Temuan-temuan mengenai peran kepribadian dalam agresi
memang masih terbatas jika dibandingkan dengan
penelitian-penelitian yang melihat dampak berbagai faktor situasional dalam
agresi (Krahe, 2005). Sekalipun demikian beberapa konstruk
(33)
individu dalam agresi. Barbara krahe (2005) menyatakan beberapa
konstruk kepribadian dapat menyebabkan perbedaan individu dalam
perilaku agresi, antara lain :
1) Iritabilitas
Caprara (dalam Krahe, 2005) menyatakan aspek iritabilitas
mengacu pada kecendrungan untuk bereaksi secara impulasif,
kontroversial, atau kasar terhadap provokasi atau sikap tidak setuju
bahkan yang paling ringan sekalipun, yang bersifat habitual.
Orang-orang yang dalam keadaan irratable memperlihatkan
tingkat agresi yang meaningkat dibandingkan individu-individu
yang nonirratable.
2) Kerentanan Emosional
Caprara (dalam Krahe, 2005) menyatakan kerentanan
emosional didefinisikan sebagai kecendrungan individu untuk
mengalami perasaan tidak nyaman, putus asa, tidak adekuat dan
ringkih. Orang-orang yang rentan secara emosional
memperlihatkan agresi yang lebih tinggi.
3) Pikiran Kacau Versus Perenungan
Caprara (dalam Krahe, 2005) menyatkan pikiran kacau
versus perenungan menggambarkan sejauh mana seseorang yang
mendapatkan stimulus agresilangsung menanggapi secara negatif
(34)
23
4) Kontrol diri
Konstruk kontrol diri mengacu pada hambatan internal
yang seharusnya mencegah keterlepasan kecendrungan respon
agresi. Penelitian Baumeister dan Boden (dalam Krahe, 2005)
berdasarkan temuan bahwa perilaku kriminal seringkali dibarengi
dengan kekurangan kontrolan diri pada berbagai aktifitas lainnya
(perokok berat, konsumsi alkohol yang berlebihan) mendukung
pendapat bahwa masalah kontrol diri secara umum mendasari
perilaku agresi.
5) Harga diri
Harga diri telah lama dianggap sebagai faktor penting yang
menjelaskan perbedaan individu dalam agresi. Secara umum,
diasumsikan rendahnya Harga diri akan memicu perilaku agresi,
bahwa perasaan negatif mengenai “diri” akan membuat orang lebih
berkemungkinan menyerang orang lain (Krahe, 2005). Tetapi
dalam penelitian Baumeister dan Boden (dalam Krahe, 2005),
mereka berpendapat bahwa individu-individu dengan harga diri
tinggi lebih rentan terhadap perilaku agresi, terutama dalam
menghadapi stimulus negatif yang dipersepsikan sebagai ancaman
terhadap harga diri mereka yang tinggi.
6) Gaya atribusi bermusuhan
Konsep ini mengacu pada kecendrungan kebiasaan
(35)
bermusuhan dan agresi. Hasil penelitian Burks (dalam Krahe, 2005)
menunjukan bahwa struktur pengetahuan mengenai permusuhan
menyebabkan anak-anak menginterpretasi stimulus sosial dengan
cara yang lebih negatif sehingga mereka lebih berkemungkinan
untuk merespon dengan cara agresi.
b. Faktor Faktor Situasional
Sebelumnya telah disebutkan ciri-ciri individual yang
bertanggung jawab atas terjadinya perbedaan kecendrungan agresi
yang relatif stabil dari waktu kewaktu (Krahe, 2005). Selanjutnya
berikut pengaruh situasional terhadap perilaku agresi :
1) Penyerangan
Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering
menjadi penyebab agresi dan muncul dalam bentuk serangan
verbal atau serangan fisik. Adanya aksi penyerangan dari orang
lain akan menimbulkan reaksi agresi dari diri seseorang.
2) Efek senjata
Lebih dari 60% pembunuhan di Amerika serikat dilaporkan
FBI dilakukan dengan senjata pada tahun 1989 dan pada tahun
1990 di Texas angka kematian lebih banyak disebabkan
pembunuhan dengan senjata daripada kecelakaan lalu lintas.
Perilaku agresi akan lebih sering dilakukak ketika ada senjata,
(36)
25
3) Karakteristik target
Ada karakteristik ciri tertentu yang mempuyai potensi
sebagai target agresi, misalnya anggota kelompok yang tidak
disukai atau orang yang tidak disukai.
4) In group vs Out group conflict
Perilaku agresi seringkali didasari atas konflik antar
kelompok. Konflik antar kelompok seringkali dipicu oleh perasaan
in group vs out group, sehingga anggota kelompok diwarnai prasangka.
5) Alkohol
Ada banyak temuan yang menunjukan bahwa, ketika
terintoksikasi oleh alkohol, individu-individu menunjukan perilaku
agresi lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak terintoksifikasi.
Efek Farmakologis alkohol sangat bertanggung jawab atas efek
peningkatan agresi. Alkohol memang tidak secara langsung
menyebabkan perilaku agresi melainkan secara tidak langsung,
yaitu alkohol mengganggu fungsi kognitif yang menyebabkan
hambatan dalam pemrosesan informasi, termasuk perhatian
terhadap berbagai hambatan normatif yang mestinya menekan
respon agresi dalam keadaan tidak terintoksikasi.
6) Temperatur
Temperatur udara sekeliling juga adalah determinan
(37)
heat hypothesis yang menyatakan bahwa “temperatur tinggi yang
tidak nyaman meningkatkan motif maupun perilaku agresi.
Faktor dan pencetus agresi dalam buku Psikologi Sosial Dayakisni,
T & Hudaniah, (2009), yaitu :
a. Deindividuasi
Menurut Lorenz, deindividuasi dapat mengarahkan individu
kepada keleluasaan dalam melakukan agresi sehingga agresi yang
dilakukannya menjadi lebih intens. Deindividuasi memperbesar
kemungkinan terjadinnya agresi karena deindividuasi menyingkirkan
atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu
yakni identitas diri. Dengan hilangnnya identitas diri pelaku dan target
kemungkinan munculnnya agresi menjadi lebih besar, lebih leluasa,
dan intens. Fenomena ini dapat kita jumpai dalam peristiwa agresi
kolektif atau perang. Dengan mengidentikkan dengan diri dengan
bangsa, ideologi, individu- individu yang terlibat dalam perang merasa
cukup aman dan sah untuk menjatuhkan korban sebanyak mungkin
dengan segala cara pada pihak lain yang diberi label “musuh”.
b. Kekuasaan dan Kepatuhan
Peran kekuasaan sebagai pengarah kemunculan agresi tidak
dapat dipisahkan dari salah satu aspek penunjang kekuasaan itu, yakni
kepatuhan (complience). Dari hasil eksperimen Milgram mencatat
kepatuhan individu terhadap otoritas atau penguasa mengarahkan
(38)
27
kepatuhan individu kehilangan tanggung jawab atas tindakan-
tindakannya serta meletakkan tanggung jawab itu kepada penguasa.
c. Provokasi
Wolfgang (1957) mengemukakan bahwa tiga per-empat dari
600 pembunuhan yang diselidikinya terjadi karena adannya provokasi
dari korban. Sedangkan Beck (1983) mencatat bahwa sebagaian besar
pembunuhan dilakukan oleh individu- individu yang mengenal
korbannya, dan pembuhan itu terjadi dengan didahului adannya adu
argumen atau perselisihan antara pelaku dan korbannya. Sejumlah
teori percaya bahwa provokasi bisa mencetuskan agresi, karena
provokasi itu oleh pelaku agresi dilihat sebagai ancaman yang harus
dihadapi dengan respon agresi untuk meniadakan bahaya yang
diisyaratkan oleh ancaman itu (Moyer, 1971).
d. Pengaruh Obat-obatan terlarang
Menurut hasil penemuan Pihl & Ross (dalam Brigham,1991)
mengkonsumsi alcohol dalam dosis yang tinggi meningkatkan
kemungkinan respon agresi ketika seseorang diprovokasi. Sementara
Lang, dkk (dalam Brigham, 1991) menjelaskan bahwa pengaruh
alkohol terhadap perilaku agresi tidak semata- mata karena proses
farmakologi, karena orang tidak terprovokasi untuk meningkatkan
agresi bahkan dalam kondisi mengkonsumsi alkohol dengan dosis
yang tinggi. Penjelasan lain menyatakan bahwa mengkonsumsi alkohol
(39)
informasi yang kompleks dan menyebabkan gangguan kognitif
(cognitive disuruption), yaitu mengurangi kemampuan seseorang untuk mengatasi atau bertahan dalam situasi- situasi yang sulit. Gangguan
kognitif ini dapat mempengaruhi reaksi terhadap isyarat- isyarat (cues)
yang samar, sehingga lebih mungkin mereka akan melakukan
interpretasi yang salah tentang perilaku orang lain sebagai agresi atau
mengancam dirinnya.
5. Jenis- jenis Agresi
Menurut Baron agresi dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Agresi Instrumental :
Adalah agresi yang dilakukan dengan maksud untuk
memperoleh tujuan keinginan/harapan, misalnya: minta uang jajan
secara paksa/dengan menganiaya, melukai dan lain-lain.
b. Agresi Permusuhan (hostile aggression) :
Adalah agresi yang ditimbulkan karena adanya stimulus yang
menyebabkan kemarahan dan dilakukan dengan maksud menghukum
individu yang menyebabkan rasa marah.
Menurut Johnson dan Medinnus agresi dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Menyerang secara fisik seperti memukul, mendorong, meludahi,
menendang, memarahi.
b. Menyerang dengan benda seperti menyerang dengan benda
(40)
29
c. Menyerang secara verbal seperti menuntut, mengancam secara verbal.
d. Menyerang hak milik orang lain seperti menyerang benda orang lain.
Sedangkan menurut Buss (1987), mengelompokkan agresi menjadi
depan jenis yaitu :
a. Menyerang fisik aktif langsung, tindakan agresi fisik yang dilakukan
oleh individu/ kelompok dengan cara berhadapan secara langsung
dengan individu/ kelompok yang menjadi targetnnya dan terjadi
kontak fisik secara langsung, seperti memukul, menembak,
mendorong, dll.
b. Agresi fisik pasif langsung, tindakan agresi fisik yang terjadi secara
langsung oleh individu/ kelompok dengan cara berhadapan dengan
individu/ kelompok yang menjadi targetnnya, namun tidak terjadi
kontak fisik secara langsung, seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi
diam.
c. Agresi fisik aktif tidak langsung, tindakan agresi fisik yang dilakukan
oleh individu/ kelompok lain dengan cara tidak berhadapan langsung
dengan individu/ kelompok lain yang menjadi targetnnya, seperti
tukang pukul, merusak harta korban, merusak rumah, dll.
d. Agresi fisik pasif tidak langsung, tindakan agresi fisik yang dilakukan
oleh individu/ kelompok lain dengan cara tidak berhadapan langsung
dengan individu/ kelompok lain yang menjadi targetnnya, namun tidak
terjadi kontak fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apatis dan
(41)
e. Agresi verbal aktif langsung, tindakan agresi verbal yang dilakukan
oleh individu/ kelompok dengan cara berhadapan secara langsung
dengan individu/ kelompok lain, seperti menghina, memaki, marah,
mengumpat.
f. Agresi verbal pasif langsung, tindakan agresi verbal yang dilakukan
oleh individu/ kelompok dengan cara berhadapan secara langsung
dengan individu/ kelompok lain, namun tidak terjadi kontak kontak
verbal secara langsung seperti menghina, menolak bicara, bungkam.
g. Agresi verbal aktif tidak langsung, tindakan agresi verbal yang
dilakukan oleh individu/ kelompok dengan cara tidak berhadapan
secara langsung dengan individu/ kelompok lain yang menjadi
targetnnya, seperti fitnah, mengadu domba.
h. Agresi verbal pasif tidak langsung, tindakan agresi verbal yang
dilakukan oleh individu/ kelompok dengan cara tidak berhadapan
secara langsung dengan individu/ kelompok lain yang menjadi
targetnnya dan tidak terjadi kontak kontak verbal secara langsung
seperti tidak memberi dukungan, tidak member hak suara. (Dayakisni,
T & Hudaniah, 2009)
Menurut Leonard Berkowitz membedakan Agresi berdasarkan
tujuan yaitu:
a. Agresi Instrumental
Agresi tidak selalu bertujuan untuk menyakiti orang lain.
(42)
31
melakukan tindakan agresi. Jenis ini dapat dilakukan dengan kepala
dingin dan penuh perhitungan. Misalnya: Seorang ibu yang memukul
anaknya ketika anaknya mencuri.
b. Agresi Emosional
Agresi yang muncul sebagai akibat dipicu oleh stimulus
eksternal dan bertujuan untuk menyakiti sasarannya dan tanpa
mempertimbangkan kemungkinan yang terjadi akibat dari
perbuatannya itu.
Menurut Myers membagi agresi dalam 2 macam yaitu:
a. Perilaku agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression)
Perilaku agresi adalah ungkapan kemarahan dan ditandai
dengan emosi yang tinggi. Akibat dari jenis ini tidak dipikirkan oleh
pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih
banyak menimbulkan kerugian dari pada manfaat. Contohnya keluarga
Anton yang membunuh keluarga Rohadi (sebagai ungkapan
kemarahan karena kebon singkongnya diinjak-injak) dan massa yang
mengamuk terhadap rumah dan tetangga Anton.
b. Perilaku Agresi Instrumental
Agresi ini tidak disertai emosi. Bahkan antara pelaku dan
korban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi, melainkan sarana
tujuan lain. Misalkan serdadu membunuh untuk merebut wilayah
(43)
Menurut Buss dan Perry (1992), mengelompokkan bentuk agresi
tersebut kedalam empat bentuk agresi, yaitu agresi fisik, agresi verbal,
agresi dalam bentuk kemarahan (anger), dan agresi dalam bentuk
kebencian (hostility). Bentuk agresi ini mewakili komponen perilaku
manusia, yaitu komponen motorik, afektif, dan kognitif.
a. Agresi Fisik, merupakan komponen dari perilaku motorik seperti
melukai dan menyakiti orang lain secara fisik misalnnya dengan
menyerang dan memukul.
b. Agresi Verbal, merupakan komponen motorik seperti melukai dan
menyakiti orang lain, hanya saja melalui verbalisasi, misalnnya
berdebat, menunjukkan ketidak sukaan dari ketidak setujuan pada
orang lain, kadang kala sering menyebarkan gosip.
c. Sikap permusuahan, merupakan perwakilan dari komponen kognitif
seperti perasaan benci dan curiga kepada orang lain, merasa kehidupan
yang dialami tidak adil dan iri hati.
d. Rasa marah, merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan
kesiapan psikologis untuk bersikap agresi, misalkan mudah kesal,
hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah.
B. Self Control (Kontrol Diri) 1. Pengertian Self Control
Self Control merupakan kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungan. Selain itu kepekaan untuk
(44)
33
mengontrol dan mengelolah faktor- faktor sesuai situasi dan kondisi untuk
menampilkan diri untuk sosialisasi, kemampuan untuk mengendalikan
perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, kecenderungan
merubah perilaku untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu
konform dengan orang lain dan menutupi perasaannya. (Ghufron & Rini
RS. 2011)
Synder dan Gangestad, 1986; mengatakan bahwa konsep mengenai
kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara
pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat
yang sesuai dengan isyarat situasional dalam bersikap berpendirian yang
efektif.
Menurut Chaplin self control atau kontrol diri merakan
kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk
menekan/merintangi impuls-impuls/tingkah laku impulsive.
(Chaplin,2002)
Skinner juga menjelaskan bahwa kontrol diri mengarah pada
bagaimana self mengontrol variabel-variabel luar yang menentukan
tingkah laku dan tingkah laku tetap ditentukan oleh variabel luar, namun
dengan berbagai cara kontrol diri sebagai berikut, yaitu pengaruh kontrol
itu diperbaiki, diatur/ dikontrol :
a. Memindah/menghindar (removing/avoiding)
Menghindar dari situasi pengaruh/menjauhkan situasi pengaruh
(45)
yang jahat dihilangkan dengan menghindar/menjauh dari pergaulan
dengan mereka.
b. Penjenuhan (satation)
Membuat diri jenuh dengan suatu tingkah laku sehingga tidak
lagi bersedia melakukannya, misalkan seorang perokok menghisap
rokok secara terus menerus secara berlebihan sampai akhirnya menjadi
jenuh, sigaret dan pemantik api tidak lagi merangsangnya untuk
meghisap rokok.
c. Stimuli yang tidak disukai (aversive stimuli)
Menciptakan stimuli yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan bersamaan dengan stimulus yang akan dikontrol.
Misalkan seorang pemabuk yang ingin menghindari alkohol, setiap
kali dia minum alkohol dia akan menanggung resiko dikritik
lingkungan dan malu karena kegagalannya
d. Memperkuat diri (reinforce oneself)
Memberi reinforcement kepada dirisendiri terhadap “ prestasi”
dirinya. Janji untuk membeli celana baru dengan uang tabungannya
sendiri, kalau ternyata dari rencana tersebut dapat belajar dan
berprestasi. Kebalikandari memperkuat diri adalah menghukum diri
(self punishment): bisa berujud mengunci diri dalam kamar sampai memukulkan kepala ke dinding. (Alwison,2005)
Menurut Hurlock(1980), mengatakan bahwa kontrol diri muncul
(46)
35
masalah, tinggi rendahnnya motivasi, dan kemampuan mengelola potensi
dan pengembangan kompetensinnya. Kontrol diri sendiri berkaitan dengan
bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta dorongan-
dorongan dalam dirinnya.
Pakar psikologi kontrol diri, Lazarus (1976) dalam buku Psikologi
Pendidikan menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan kepatusan
individu melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang
telah disusun guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu sebagaimana
yang diinginkan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditegaskan dalam kontek
peneilitian ini bahwa self control adalah kemampuan individu dalam
mengontrol/ menentukan tingkah laku dari dalam atau luar dirinnya.
Individu yang memiliki kontrol diri akan mampu membuat langkah
tindakan yang efektif untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan dan
menghindari akibat yang tidak diinginkan.
2. Aspek- aspek Self Control (Kontrol Diri)
Menurut konsep Averill Kontol diri dibedakan menjadi tiga
kategori utama, yaitu:
a. Mengontrol Perilaku (behavioral control)
Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk
memodifikasi suatukeadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan
(47)
1) Kemampuan mengatur pelaksanaa (regulated administration), yaitu menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan,
dirinnya sendiri atau orang lain atau sesuatu di luar dirinnya.
Individu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan
dirinnya.
2) Kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability),
merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan
suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjahui stimulus,
menghentikan stimulus sebelum waktunnya berakhir, dan
membatasi intensitasnnya.
b. Mengontrol Kognitif (cognitive control)
Mengontrol kognitif merupakan cara seseorang dalam
menafsirkan, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu
kerangka kognitif. Mengontrol kognisi merupakan kemampuan dalam
mengolah informasi yang tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan.
Mengontrol kognitif dibedakan menjadi dua komponen, yaitu :
1) Kemampuan untuk memperoleh informasi (information again).
Informasi yang dimiliki individu mengenai suatu keadaan akan
membuat individu mampu mengantipasi keadaan melalui berbagai
pertimbangan objektif.
2) Kemampuan melakukan penilaian (appraisal). Penilaian yang
(48)
37
menafsirkan suatu keadaan dengan memerhatikan segi- segi positif
secara subjektif.
c. Mengontrol keputusan (decision control)
Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk
memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan. Kemampuan
mengontrol keputusan akan berfungsi baik bilamana individu memiliki
kesempatan kebebasan, dan nerbagai alternatif dalam melakukan suatu
tindakan.
Dari beberapa aspek diatas dapat ditegaskan bahwa kontrol diri
dalam penelitian ini mencakup; kemampuan mengontrol perilaku,
kemampuan mengontrol stimulus, kemampuan mengantisipasi suatu
peristiwa atau kejadian, kemampuan menafsirkan kejadian atau peristiwa
dan kemampuan mengambil keputusan. (Syamsul Bachri Thalib, 2010)
3. Faktor- faktor Self Control (Kontrol Diri)
Didalam kontrol diri terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi,
diantarannya;
a. Faktor Internal
Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia.
Semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan
(49)
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal diantarannya lingkungan keluarga seperti
orangtua, orangtua menentukan bagaimana kontrol diri seseorang.
Hasil penelitian Nasichah (2000) menunjukkan bahwa persepsi remaja
terhadap disiplin orangtua yang demokratis cenderung diikuti
tingginya kemampuan mengontrol diri. Demikian ini maka, bila
orangtua menerapkan disiplin kepada anaknya sikap disiplin secara
intens sejak dini, dan orangtua tetap konsisten terhadap semua
konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah
ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan diinternalisasi oleh anak dan
kemudian akan menjadi kontrol diri baginya. (Gufron, 2010)
4. Jenis- jenis Self Control (Kontrol Diri)
Menurut Block dan block menjelaskan bahwa kualitas kontrol diri
dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Over control merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri
dalam bereaksi terhadap stimulus.
b. Under control adalah merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepas impuls-impuls dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.
c. Appropriate control merupakan kontrol diri individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.
(50)
39
5. Fungsi Self Control (Kontrol Diri)
Menurut Gul dan Pesendorfer, pengendalian diri berfungsi untuk
menyelaraskan antara keinginan pribadi (self-interes) dan godaan
(temptation). Sedangkan menurut Messina & Messina menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi yaitu :
a. Membatasi perhatian individu kepada orang lain
b. Menbatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di
lingkungannya
c. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif
d. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara
seimbang.
6. Pembentukan Self Control (Kontrol Diri)
Pembentuakan pengendalian diri adalah kemampuan seseorang
untuk mengatur kelakuan/ tingkah lakunnya sendiri saat ia dihadapkan
dengan gangguan/ godaan yang berat ataupun tekanan lingkungan tanpa
pertolongan hadiah- hadiah nyata, misalnnya dukungan (support).
(Gunarsa.S, 2002).
Beberapa filsuf berpendapat bahwa kebajikan merupakan bentuk
pengendalian diri. Pikiran bermoral dan kelakuan bermoral membutuhkan
pengaturan diri (Self Regulation). Pengendalian diri dapat dibagi menjadi 3
(51)
a) Mengambil keputusan
b) Mempertahankan suatu perbuatan atau tidak berbuat
c) Penguatan diri (Self Reinforcement) : memuji diri atau menyalahkan
diri.
7. Strategi Self Control (Kontrol Diri)
Bellack dan Hersen(1991), menyatakan bahwa masalah emosional
merupakan masalah yang dapat ditangani dengan teknik kontrol diri.
Teknik kontrol diri merupakan teknik yang secara stimulasi berusaha
memperkuat timbulnnya perilaku adaptif melalui manipulasi stimulus
diskriminatif dan stimulus pengukuh. Adapun teknik kontrol diri yang
digunakan antara lain :
a. Teknik pemantauan diri pada pengendalian kemarahan.
Teknik ini berdasarkan asumsi bahwa dengan memantau dan
mencatat perilakunnya sendiri, subjek akan memiliki pemahaman yang
objektif tentang perilakunnya.
b. Teknik perilaku menyenangkan
Teknik ini berdasarkan asumsi bahwa perilaku yang diikuti
dengan sesuatu yang menyenangkan akan cenderung diulangi di masa
mendatang. Teknik ini menekankan pada pemberian pengukuhan
diberikan seperti yang disarankan Sukadji yaitu bentuk pengukuhan
(52)
41
keberhasilan usaha, serta pernyataan diri yang menimbulkan perasaan
bangga.
c. Teknik kontrol stimulus pada pengendalian kemarahan
Dasar pikiran teknik ini ialah asumsi jika respon dapat
dipengaruhi oleh hadir atau tidaknnya stimulus yang mendahului
respon tersebut. Teknik ini bertujuan untuk memudahkan individu
mengontrol kemarahannya, dengan cara mengatur stimulus yang
berpengaruh. Cara ini dapat berupa pengarahan diri untuk berpikir
positif, rasional dan objektif sehingga individu lebih mampu
mengendalikan dirinnya.
d. Teknik kognitif pada pengendalian kemarahan
Dasar pikiran teknik ini ialah asumsi bahwa proses kognitif
berpengaruhh terhadap perilaku individu. Lebih lanjut Ellies
menyatakan bahwa beberapa reaksi emosi dan perilaku yang adaptif
dapat menimbulkan pemikiran yang tidak realistis. Dengan demikian
pabila individu mammpu untuk menggantikan pikiran yang
menyimpang dengan pikiran yang objektif, rasional, dan fungsional,
individu akan lebih mudah mengendalikan kemarahan.
e. Teknik Relaksasi pada pengendalian kemarahan
Asumsi yang mendasari teknik ini ialah individu dapat secara
sadar belajar untuk merileksasikan otot- otot sesuai dengan keinginan
melalui sistematis. Oleh karena itu teknik relaksasi mengajarkan pada
(53)
individu marah. Sejalan dengan peredaran ketegangan ini diharapkan
terjadi pula peredaran kemarahan. (Sari.A, 1991).
C. Pengaruh Self Control dengan Kecenderungan Perilaku Agresi
Kecenderungan perilaku agresif menurut Dember (1984) merupakan
suatu perpaduan antara keyakinan individu terhadap individu lain dan
terhadap suatu obyek, dengan respon emosional yang dimunculkan, individu
yang bersangkutan terhadap individu lain dengan obyek yang sama dan
sejenis. Dimana perilaku agresif bisa dikatakan juga sebagai perilaku yang
dipelajari dari lingkungan, bukan yang diwariskan.
Berkowitz mendefinisikan bahwa agresi merupakan pelanggaran hak
asasi orang lain dan tindakan atau cara yang menyakitkan, juga perilaku yang
memaksakan kehendak. Kemudian juga didukung oleh definisi agresi Robert
A. Baron (2003) yaitu tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah
laku tersebut.(Sobur. A, 2013)
Sedangkan menurut Dollard, Agresi adalah tanggapan emosi tak
terkendali yang mengakibatkan timbulnya perilaku yang merusak,
menyerang, dan melukai. Tindakan ini dapat ditujukan pada orang lain,
lingkungan maupun diri sendiri yang disebabkan oleh frustasi yang mendalam
dan kekecewaan yang terjadi pada diri individu. (Sarlito,W.S, 2002).
Penyebab terjadinnya agresi dapat ditinjau menjadi beberapa
(54)
43
belajar. Pendekatan biologi mengatakan bahwa tingkahlaku agresi bersumber
atau ditentukan oleh faktor bawaan yang sifatnnya biologis. Pendekatan
ekternal merupakan salah satu penyebab penting terhadap munculnnya
perilaku agresi. Pada pendekatan belajar, agresi merupakan tingkahlaku yang
dipelajari dan melibatkan faktor eksternal yang memberikan stimulus terhadap
munculnnya agresi. (Baron & Byrne, 2003).
Dalam teori setiap fakta sosial selalu mengundang asumsi adannya
motif dan peran individu sebagai persoalan. Ini berarti dalam setiap kerusuhan
atau pertikaian selalu ada dalang atau aktornya. Alasan sederhana sangat kecil
kemungkinan bahwa agresi masa yang relatif sama dengan sasaran yang
serangan dapat secara kebetulan terjadi di berbagai daerah yang berlainan.
Dalam penelitian ini juga menyajikan konsep tentang self control yang
berkaitan langsung dengan kecenderungan agresi, seperti yang terdapat dalam
jurnal penelitian Finkenauaer, dkk(2005) yang menyatakan bahwa tinggi self
control sangat berhubungan dengan penurunan resiko masalah psikososial diantarannya kenakalan dan sikap agresi pada remaja.
Kontrol diri muncul karena adanya perbedaan dalam mengelola emosi,
cara mengatasi masalah, tinggi rendahnnya motivasi, dan kemampuan
mengelola potensi dan pengembangan kompetensinnya. Kontrol diri sendiri
berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta
(55)
Agar hal tersebut dapat dilihat lebih jelas lagi pengaruhnya, maka
sesuai dengan pengertian masing- masing variabel di atas, peneliti pun
mengembangkan kedua variabel itu menjadi masing- masing veriabel.
D. Landasan Teoritis
Landasan teori adalah suatu model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
penelitian.
Self control (kontrol diri) adalah kemampuan individu dalam mengontrol atau menentukan tingkah laku yang dipengaruhi faktor dari
dalam atau luar dirinnya. Individu yang memiliki kontrol diri akan mampu
membuat langkah tindakan yang efektif untuk menghasilkan sesuatu yang
diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan.
Sedangkan kecenderungan agresi adalah kecenderungan individu baik
secara verbal atau fisik yang dilakukan dengan diseganja untuk melukai
individu lain yang tidak menginginkan tingkah laku tersebut. Hal ini dilakukan
dengan rasa permusuhan atau kemarahan.
Blllack dan Haersen menyatakan bahwa masalah emosional
merupakan masalah yang tepat ditangani dengan teknik kontrol diri. dalam Behavior Control
Kecenderungan Perilaku Agresi
Cognitive Control
Self Control
(56)
45
kasus- kasus tersebut tindakan kejahatan, kekerasan, dan perilaku agresi
lainnya muncul “arus sosial” yang menghanyutkan emosi mereka ke luar
kontrol kesadaran dirinnya sendiri. Tindakan tersebut merupakan gejala sosial
yang tidak memiliki bentuk yang jelas dan bisa saja terjadi pada setiap orang.
(Anjani, 1991).
Kontrol diri muncul karena adanya perbedaan dalam mengelola emosi,
cara mengatasi masalah, tinggi rendahnnya motivasi, dan kemampuan
mengelola potensi dan pengembangan kompetensinnya. Kontrol diri sendiri
berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta
dorongan- dorongan dalam dirinnya. (Hurlock, 1980).
Sedangkan Agresi menurut Dollard, adalah tanggapan emosi tak
terkendali yang mengakibatkan timbulnya perilaku yang merusak,
menyerang, dan melukai. Tindakan ini dapat ditujukan pada orang lain,
lingkungan maupun diri sendiri yang disebabkan oleh frustasi yang mendalam
dan kekecewaan yang terjadi pada diri individu. (Sarlito,W.S, 2002).
Lazarus (1976) dalam buku Psikologi Pendidikan menjelaskan bahwa
kontrol diri menggambarkan kepatusan individu melalui pertimbangan
kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun guna meningkatkan
hasil dan tujuan tertentu sebagaimana yang diinginkan.
Maka dengan demikian Jika seseorang mampu mengontrol diri maka
kemungkinan angka agresi yang dilakukan menurun. Begitupun sebaliknnya
(57)
E. Hipotesis
Berdasarkan penjelasan dari teori- teori diatas maka ditemukan
hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
Ha : Ada pengaruh antara Self Control dengan kecenderungan perilaku agresi
pada Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP ) di Surabaya.
Ho : Tidak ada pengaruh antara Self Control dengan kecenderungan perilaku
(58)
47 BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini membahas mengenai metode penelitian, dan dalam hal ini
akan dibatasi secara sistematis sebagai berikut: Variabel penelitian, subjek
penelitian, metode dan instrument pengumpulan data, validitas dan realibilitas alat
ukur dan teknik analisa data.
A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
Variabel memegang peranan penting dalam suatu penelitian,
mengartikan variabel sebagai segala sesuatu yang akan menjadi obyek
pengamatan penelitian. Sering pula dinyatakan variabel penelitian itu
sebagai faktor- faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan
diteliti.
Pentingnnya identifikasi dan perumusan variabel penelitian
adalah untuk mengarahkan, membatasi perhatian penelitian masalah yang
hendak diteliti dengan segala hal yang terkait didalamnnya. Batasan-
batasan variabel bebas dan variabel tergantung yang harus dipertegas. Hal
ini masing- masing didefinisikan secara operasional agar dapat di ukur.
Variabel dan obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian. Berdasarkan landasan teori yang telah
(59)
a. Variabel bebas/Independent Variable (X) = Self Control
b. Variabel Terikat /Dependent Variable (Y) = Kecederungan Perilaku
Agresi
2. Definisi Operasional
Definisi Operasional variabel adalah definisi mengenai variabel
yang dirumuskan berdasarkan karakteristik- karakteristik variabel tersebut
dapat diamati (Azwar,2004). Definisi operasional merujuk pada peneliti
atas caranya dalam mengukur suatu variabel. Pada penelitian ini, peneliti
mengoperasionalkan Self Control (kontrol diri) dan Kecederungan
Perilaku Agresi sebagai variabel alat ukur. Kedua variabel operasional ini
diukur menggunakan dua skala dengan pemberian skor bergerak dari yang
terendah 1 hingga tertinggi 4 disetiap pilihan jawaban per aitem. Skor
tersebut digunakan untuk mengetahui respon dari subjek penelitian
terhadap suatu pernyataan.
Kecederungan Perilaku Agresi dilihat dari perilaku individu, baik
secara verbal atau fisik yang dilakukan dengan sengaja untuk melukai
individu lain (orang lain), dimana individu lain tidak menginginkan
tingkah laku tersebut. Peneliti menggunakan skala kecederungan agresi
sebagai alat ukur. Adapun peneliti gunakan sebagai pedoman pengukuran
meliputi perilaku yang nampak seperti agresi fisik, agresi verbal,
permusuhan dan kemarahan. Yang mana hal ini dapat mempengaruhi
(60)
49
Sedangkan, Self control (kontrol diri) dilihat dari kemampuan
individu dalam mengontrol atau menentukan tingkah laku yang
dipengaruhi faktor dari dalam atau luar dirinnya. Peneliti
menggunakan skala Self control (kontrol diri) sebagai alat ukur.
Adapun peneliti gunakan sebagai pedoman pengukuran meliputi
perilaku yang nampak seperti behavior control (mengontrol perilaku),
cognitive control (mengontrol kognisi), dan decisional control (mengontrol keputusan).
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi
Populasi adalah obyek penelitian sebagai sasaran untuk
mendapatkan dan mengumpulkan data. (Subagiyo,J. 2004). Populasi
merupakan keseluruan subjek penelitian.(Arikunto,S. 1989). Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 150 orang SATPOL PP kota
Surabaya. Ciri- ciri subjek yang sesuai dengan penelitian yang akan
diambil yaitu :
1. SATPOL PP wilayah Surabaya yang bekerja dilapangan atau kantor.
Karena satuan polisis pamong praja sebelum mereka kerja di
bagian kantor mereka juga pernah ditugaskan di lapangan. Sehingga
hal ini dirasa subjek cukup pernah mengalami kondisi pernah
(61)
2. Bekerja minimal 1 tahun
Standart ini ditetapkan peneliti karena durasi satu tahun dirasa
cukup untuk memahami tugas dan fungsinya sebagai SATPOL PP.
Sehingga kemungkinan besar mereka ketika menjalankan tugas lebih
berhati – hati karena sudah mengetahui tugas dan fungsinya.
3. Laki- laki
Ciri yang terakhir subjek laki- laki dipilih karena sudah banyak
penelitian yang membahas jika laki- laki memiliki kecenderungan
lebih tinggi untuk perilaku agresi. Seperti penelitian yang dilakukan
Meyta Fitri Hapsari, jika terdapat hubungan negatif antara kontrol diri
terhadap agresivitas remaja laki- laki pemain game online. Barbabara
Karhe juga berpendapat jika salah satu faktor agresi dilihat dari
personalitas, bahwasannya laki- laki mempunyai kecenderungan
perilaku lebih agresi dibanding wanita.( Mahmuda,S.2011).
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Pada penelitian
ini peneliti ingin mengambil sampel sebanyak 50 orang SATPOL PP.
Karena 50 orang tersebut sesuai dengan ciri- ciri yang dimiliki oleh
(1)
75
ditolak. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara Self Control terhadap kecenderungan berperilaku Agresi pada SATPOL PP.
Hal ini di perkuat oleh beberapa penelitian terdahulu yang memiliki hasil yang sama. Seperti pada penelitian yang dihasilkan oleh M. Noor Fajriansya, 2012, tentang Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Agresi pada Remaja Laki- laki Peminum Miras. Hipotesis yang diajukan peneliti adalah ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku agresi pada remaja laki-laki peminum miras. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku agresi pada remaja laki- laki peminum miras dengan kontrol diri.
Selain itu hasil yang sama diperoleh dalam penelitian Miftahul Auliya dan Desi Nurwidawati, 2014, tentang Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Agresi pada Siswa SMA Negeri 1 Padangan Bojonegoro. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku agresi pada siswa
(2)
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis statistik yang dilakukan peneliti menggunakan analisis regresi linear sederhana, bahwasannya terdapat pengaruh yang signifikan antara self control terhadap kecenderungan perilaku agresi pada SATPOL PP Kota Surabaya.
B. Saran
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang ada dalam penelitian yang dilakukan peneliti. Dari serangkaian hasil penelitian yang peneliti lakukan serta kesimpulan yang ada, peneliti akan mengajukan beberapa saran yang kiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait, yakni sebagai berikut: 1. Teoritis :
a. Penelitian selanjutnnya agar meneliti variabel – variabel lain yang mempengaruhi agresi seperti tipe kepribadian sehingga mampu mendapatkan hasil yang lebih komprehensif.
b. Pada penelitian selanjutnnya disarankan untuk membuat item yang lebih bagus dan lebih baik lagi, agar subjek (SATPOL PP) dapat menjawab dengan jujur dan memahami setiap pernyataan tersebut. c. Dalam penelitian selanjutnnya, lebih baik menyebar skala lebih banyak
(3)
77
2. Praktis :
a. Meningkatkan self control dalam pribadi masing- masing. Peningkatan self control dapat dilatih dengan mengikuti pelatihan peningkatan diri.
b. Meminimalisir dalam merekrut anggota dengan melihat kepribadian dan tingkat self control dan kecenderungan perilaku agresinnya.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Ananta, M.D. 2014. Hubungan Antara Self Control dengan Tingkat Agresivitas pada Remaja. Universitas Bina Nusantara Jakarta Barat
Andajani, A.S. 1991. Efektivitas Teknik Kontrol Diri Pada Pengendalian Kemarahan. Jurnal Psikologi.
Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Praktik. Jakarta: Bima Aksara.
Auliya, M & Nurwidawati,D. 2014. Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Agresi pada Siswa SMA Negeri 1 Padangan Bojonegoro. Character, Vol.02 No.3. 1-6.
Azwar, Saifuddin. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, R.A. 2003. Psikologi Sosial. Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Buss& Perry. 1992. The Aggression Quetionaire. Journal of Personality and Social Psychology Vol.63 hal.452- 458.
Chaplin. J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Cet 7. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dayakisni, T & Hudaniah. 2009. Psikologi Sosial. Malang : UMM Press.
Denny. (2015, 5 Desember). Agustina Poliana Dianiayah, Dewan Tuntut Satpol pp. (online). Tersedia: http//www.wartasurya.com. 20 April 2016.
Deson, Thomas. F, dkk. 2012. Self Control and Aggression. Association For Psychological Science. Vol. 02 No.1. 20- 25.
Deson, Thomas. F, dkk. 2012. Self Control Training Decreases Aggression in Response to Provocation in Aggressive individuals. Journal of Research in Personality. Vol. 02 No.1. 252- 256
Dewi, A. (2015, 11 Desember). Mahasiswa GMNI Minta Penjelasan Kepala Satpol pp Surabaya Terkait Kasus Pemukulan. (online). Tersedia: http//www.trimbunnews.com. 20 April 2016.
Ernawati, Sri. 2012. Kecenderungan Perilaku Agresi Pada Siswa SMUN 1 Rembang. Talenta Psikologi. Vol. 1 No. 2.
Fajriansyah, M.N. 2012. Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Perilaku Agresif Pada Remaja Laki- laki Peminum Miras. Fakultas Psikologi Universitas Semarang. 29- 38.
(5)
79
Fasilita, D.A. 2012. Kontrol Diri Terhadap Perilaku Agresif Ditinjau Dari Usia Satpol pp Kota Semarang. Journal of Social and Industrial Psychology. 1(2), 34-40.
Fitrah, H.A. (2016, 5 Februari). SANTIKA Kawal Kasus kekerasan Satpol pp Terhadap Fathur Rohman. (online). Tersedia: http//www.surya.co.id. 20 April 2016
Ghozali,Imam.2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghufron & Risnawita. 2010. Teori Psikologi. Jogjakarta : Ar- Ruzz Media.
Gunarsa, Singgih.D. 2002. Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, Singgih.D. 2002. Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hajwan.S.R. 2010. Pengaruh Self Control dan Perilaku Agresi Terhadap Motivasi Belajar Siswa di SMK Muhammadiah 2 Kuningan. Tesis pada IAIN Syekh Nurjadi Cirebon.
Hapsari,M.F, dkk. 2014. Agresivitas ditinjau dari Kontrol Diri Pada Remaja Pemain Game Online di Kota Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Hurlock, Elizabeth.B, 2002. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Kartono, K. 2014. Patologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Koeswara, E. 1988. Agresi Manusia. Bandung : PT Eresco.
Krahe, Barbara. 2005. Perilaku Agresif. (Cet 1). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Nancy,J. (2015, 17 Desember ). Bentrok dengan Warga. (online). Tersedia:
http//www.jakartaraya.com. 20 April 2016.
Sarlito, W. S. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
Subagyo, P.J. 2004. Metode Penelitian dalam Teori Prakter. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Sujarweni, V.W. 2014. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru. Suseno, Ageng, dkk. 2013. Kecenderungan Perilaku Agresi Ditinjau dari Stres
Akademik Pada Siswa SMA Negeri 1 Pemalang. Jurnal Psikologi Diponegoro. Vol.2 No.1.
(6)
Thalib, Syamsul.B. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Ja karta: Kencana Prenanda Media Group.