Tipe & Size (, 319K)

Transformasi Menuju IAP 2.0
Oleh : Elkana Catur H (Pengurus Nasional IAP)
Waktu 10 tahun tentunya banyak memiliki perubahan. Begitu juga dengan dunia tata ruang yang
mengalami secara signifikan, sehingga merubah wajah pembangunan Indonesia. Salah satunya
desentralisasi yang memberikan peran besar bagi Pemerintah Daerah dalam mengelola pembangunan.
Selain itu, dekokratisasi yang menuntut peran besar dari masyarakat dalam penataan ruang, urbanisasi
sehingga menuntut pengelolaan perkotaan yang sustainable, degradasi lingkungan baik di kawasan
perkotaan maupun kawasan hutan.
Tantangan dan permasalahan pun muncul yang direspon dunia perencanaan dengan melakukan revisi
terhadap UU No.4/1992, tentang Penataan Ruang menjadi UU No. 26/2007. Salah satu perubahan UU
tersebut memberikan porsi besar di aspek Pemanfaatan dan Pengendalian sebagai kunci mencapai
tujuan penataan ruang.
Bahkan Era keterbukaan informasi dan komunikasi membuat nuansa baru dalam melakukan
pembangunan. Kali ini para aktor pembangunan di minta untuk lebih transparan dalam informasi,
terbuka dalam proses pengambilan keputusan, kreatif dalam melaksanakan sosialisasi kebijakan,
inovatif dalam implementasi pembangunan, dan lain-lain. Tak hanya itu, Penggunaan media
komunikasipun ikut meramaikan, diseminasi informasi tidak semata-mata menggunakan media
konvensional, seperti media cetak atau elektronik seperti TV dan Radio. Tetapi lebih canggih dengan
memanfaatkan media web, menjadi trend baru di kalangan pelaksana pembangunan. Mobilisasi opini
melalui sosial media, seperti facebook, blogspot, twitter, dll, menjadi model baru dalam membangun
kebijakan publik.

Tantangan IAP Dimasa Mendatang
Situasi dan kondisi itlah yang memaksa Ikatan Ahli Perencanaan (IAP), sebagai organisasi profesi
bermain di wilayah baru. Sebuah wilayah yang merespon tantangan penataan ruang dengan
memanfaatkan media komunikasi sebagai bentuk advokasi dunia penataan ruang. IAP dituntut mampu
mampu melaksanakan perannya sebagai lembaga sertifikasi tenaga ahli penata ruang semata.
Kedepannya IAP menghadapai tantangan yang bari di paruh kedua abad 21, yang tentunya berbeda
dengan pelaksanaan IAP di tahun 80, 90, dan 2000 awal. Pasalnya IAP tidak lagi bisa menjalankan
orga isasi ya de ga gaya birokrasi . Di a a kepengurusan yang didominasi oleh birokrat di berbagai
institusi. Tantangan tersebut menuntut pengelolaan dan implementasi organisasi yang lebih modern,
kreatif, inovatif dan terbuka.
Beberapa tantangan yang dihadapi IAP di beberapa tahun ke depan adalah:
1. Penguatan peran advokasi dunia penataan ruang. IAP saat ini melaksanakan perannya sebagai
organisasi Pembina individu yang berkiprah di dunia penataan ruang. Sayangnya, IAP belum
melaksanakan peran yang optimal. Sosialisasi dan diseminasi informasi mengenai penataan

ruang seharusnya menjadi salah satu concern utama dari IAP. Sehingga peran ini harus
diperkuat kembali oleh IAP pada tahun-tahun mendatang.
2. Mendorong Peran IAP dalam mobilisasi opini publik. Beberapa tahun terakhir IAP sulit
melaksanakan perannya sebagai lembaga profesi yang independen. Dominasi birokrat dalam
struktur pengurus , selain memberikan dampak positif bagi organisasi juga memiliki dampak

negatif, dengan mempersulit IAP dalam melaksanakan mobilisasi opini di bidang penataan
ruang, terutama ketika bersebrangan dengan Pemerintah Daerah. Statement ini bukan berarti
kedepannya bebas birokrat, tetapi lebih dibutuhkan strategi khusus untuk mendorong peran IAP
dalam mobilisasi opini. Keberadaan birokrat tentunya tidak menjadikan hambatan bagi IAP
dalam memberikan pandangan dan masukan kepada Pemerintah ataupun masyarakat.
3. Struktur organisasi yang terdiri dari berbagai kelompok usia dan aktivitas. Kepengurusan IAP
masa depan semestinya mampu menjawab isue yang timbul terkait dengan perencanaan
wilayah dan kota. Hal itu tentunya membutuhkan keahlian dan informasi yang beragam.
Sementara kepengurusan IAP tidak dapat dibangun oleh 3 kelompok profesi yang saat ini ada:
birokrat, akademisi dan konsultan perencanaan. Pandangan dari kelompok profesi lain mutlak
dibutuhkan, seperti sektor swasta, NGO, politik, dll. Selain itu berbagai isu yang muncul
membutuhkan pandangan lintas generasi yang tentunya memiliki idealisme jaman yang
berbeda-beda.
Menuju IAP 2.0
Penggunaan istilah IAP 2.0 untuk memperkuat dan menegaskan kembali peran IAP di era keterbukaan
informasi seperti saat ini. IAP 2.0 adalah usulan model pengelolaan IAP untuk menjawab tantangan
masa depan dunia penataan ruang. IAP 2.0 bukan visi misi calon ketua IAP ataupun visi misi dari
organisasi IAP, melainkan masukan sebagai bentuk kepedulian untuk memperkuat peran IAP di masa
mendatang.
Konsep IAP 2.0 dibentuk melalui lima prinsip dasar yang dapat diimplementasikan oleh IAP, yaitu

1. Terbuka
IAP harus jadi organisasi yang membuka diri kepada publik. IAP memiliki peran strategis untuk
melaksanakan diseminasi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai hal-hal
terkait dengan penataan ruang. Pengunaan media alternative, seperti webpage, web blog,
twitter,dll, bukanlah sebuah konsekuensi mode saja. Tetapi upaya dari IAP agar terbuka
terhadap masyarakat. Selain itu, keterbukaan dapat diartikan sebagai keterbukaan terhadap
berbagai jenis pengetahuan yang digunakan sebagai amunisi dalam membuka opini publik.
2. Kreatif dan Inovatif
Perkembangan pola dan trend masyarakat perlu diikuti guna menyusun kegiatan-kegiatan
kreatif untuk diperkenalkan kepada masyarakat. Inisiasi Most Livable City Index, terlepas dari
kesederhanaannya, merupakan terobosan yang telah dicoba kepengurusan IAP kini.
3. Membangun Kemitraan Strategis (Strategic Partnership)

Strategic partnership merupakan keharusan bagi sebuah organisasi di era modern. Kebutuhan
organisasi di bidang penataan ruang tentunya membutuhkan kemitraan dengan stekholderstakeholder strategis skala lokal, regional dan global. Membangun kemitraan strategis
didasarkan kepada prinsip-prinsip: kesetaraan, menguntungkan dan terbuka. Kemitraan yang
telah dimulai dengan organisasi-organisasi lokal internasional saat ini patut dikembangkan lebih
lanjut ke arah kemitraan yang kongkrit dan berimplikasi positif bagi dunia penataan ruang
Indonesia.
4. Organisasi Global

Era globalisasi saat ini menuntut IAP berevolusi menjadi organisasi global. Hal itu didasari pada
pemikiran bahwa konstelasi diluar Indonesia akan memberikan implikasi kepada dunia penataan
ruang Indonesia. Isu-isu internasional, seperti climate changes, deforestasi, urbanisasi
perkotaan, peluang beraktivitas bagi planner asing di Indonesia serta sebaliknya. IAP harus
berkembang menjadi organisasi yang tidak berkutat pada isu-isu lokal (yang tentunya masih
banyak harus diselesaikan). IAP harus membuktikan sebagai organisasi profesi penataan ruang
yang diakui di tingkat global. Kemitraan dengan organisasi internasional, keikutsertaan dalam
forum-forum internasional, penyikapan terhadap isu-isu global, pengembangan kompetensi
SDM dengan standar internasional, adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk
mendorong IAP sebagai organisasi global
5. Knowledge Management
IAP terdiri dari individu diberbagai institusi swasta ataupun Pemerintah dengan kompetensi
yang telah diakui. Pengetahuan yang tersebar di seluruh anggota dapat menjadi amunisi dan
potensi yang menjadi bekal IAP di masa depan. Kemudian tantangannya adalah bagaimana cara
mengakumulasi berbagai informasi dan pengetahuan tersebut untuk dipergunakan oleh seluruh
anggota. Knowledge management perlu diduku g oleh pe yediaa alat yang representatif
dalam mengelola pengetahuan yang ada. Pendekatan knowledge management tentunya
diharapkan dapat menjadi modal dalam memperkuat posisi IAP sebagai organisasi profesi
terdepan di Indonesia
Tentunya IAP 2.0 bukanlah konsep yang mujarab, tetapi setidaknya IAP 2.0 juga bukan sebuah konsep

yang hanya membutuhkan kerja keras pengurus dan perangkatnya, IAP 2.0 harus dilaksanakan secara
bersama-sama seluruh stakeholder IAP di tingkat pusat dan daerah.