Tipe & Size (, 207K)

Oleh : Ir Iman Soedrajat MPM,
Direktur Penataan Ruang Wilayah Nasional
Kementerian Pekerjaan Umum

Seluruh dunia mengakui Indonesia memiliki kekayaan dan potensi alam yang sangat kaya
dan beranekaragam. Adalah tanggung jawab bersama Bangsa Indonesia untuk menjaga
dan melestarikan sumber daya alam yang merupakan warisan nenek moyang dan
anugerah dari Tuhan YME tersebut. Sebagai bentuk kepedulian terhadap warisan ini,
Pemerintah sebagai decision maker menuangkannya di dalam UU 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang dan PP 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN). Lewat peraturan ini, pemerintah merencanakan, mengatur, serta
mengendalikan sumber daya dan warisan Indonesia yang telah di masukkan ke dalam
Kawasan Strategis Nasional (KSN), yang kemudian diimplementasikan, bersama
masyarakat. Berdasarkan landasan hukum di atas, pengertian KSN adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial,
budaya, dan atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
Di dalam RTRWN, terdapat 76 KSN yang tersebar di seluruh Indonesia, di antaranya
adalah Kawasan Candi Borobudur dan Kawasan Danau Toba dan sekitarnya. Kedua
kawasan ini merupakan warisan budaya yang memiliki peranan sangat penting secara
Nasional. Candi Borobudur merupakan warisan budaya yang harus dijaga dan

dilestarikan, begitu juga dengan Kawasan Danau Toba dan sekitarnya, terlebih karena
memiliki fungsi lingkungan. Untuk mendukung pelestarian wilayah-wilayah yang
termasuk dalam KSN, khususnya Kawasan Candi Borobudur dan sekitarnya juga
Kawasan Danau Toba dan sekitarnya maka dibuatlah Raperpres. Raperpres KSN yang
sedang disusun,saat ini diharapkan dapat menjawab isu kesiapan pemerintah baik pusat
dan daerah dalam mengatasi bencana, baik letusan gunung api, gempa tektonik, maupun
bencana lingkungan lainnya, serta isu belum adanya perangkat yang memadai, termasuk
payung hukum berupa peraturan-peraturan.

Kawasan Strategis Nasional Borobudur dan Sekitarnya
Candi Borobudur merupakan candi terbesar di Indonesia, yang terletak di Desa
Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, atau berada kurang lebih 100 Km di
sebelah barat daya Semarang dan 40 Km di sebelah Barat Laut Yogyakarta. Candi yang
didirikan oleh para penganut Agama Buddha sekitar tahun 824 M ini memikat wisatawan
seluruh dunia dengan konstruksi bangunan candi yang unik, serta 1.460 relief tentang
rangkaian cerita pada masa pembangunannya yang mengelilinginya. Selain sebagai
tempat wisata, candi ini juga menjadi pusat ibadah penganut Agama Buddha, khususnya
pada saat perayaan Hari Waisak. Candi Borobudur ini merupakan candi terbesar ke dua
setelah Candi Ankor Wat yang terletak di Kamboja. Candi Borobudur yang memiliki luas
bangunan 15.129 m2 ini tersusun dari 55.000 m3 batu. Dua juta potongan batu-batuan

inilah yang menjadikannya sumberdaya pusaka (heritage) yang sangat besar nilainya dan
tidak dimiliki candi 1991 dengan nomor 592 sebagai salah satu dari 851 bangunan kuno
di dunia yang mendapatkan perhatian khusus. Candi Borobudur berlokasi sekitar 30 km
dari Gunung Merapi. Walaupun terbebas dari gempa, akan tetapi kawasan ini terkena
dampak awal erupsi Gunung Merapi pada 26 Oktober 2010 lalu. Abu vulkanik setebal 2
cm yang mengandung sulfur menempel pada stupa-stupa candi. Dibutuhkan waktu satu
bulan untuk membersihkan tumpukan debu-debu yang berpotensi melapukan candi
tersebut. Kondisi bukanlah yang pertama kali terjadi, tapi yang ke tiga kali setelah
kejadian tahun 1996 dan 2006. Bencana ini menyebabkan penurunan kunjungan
wisatawan. Target kunjungan PT.
Taman Wisata Candi Borobudur yaitu dua miliyar orang per tahun tidak terpenuhi.
Dalam kondisi normal, jumlah pengunjung kurang lebih sebesar 2 juta wisatawan.
Besarnya nilai sejarah dan perhatian dunia terhadap Candi Borobudur juga menjadi salah
satu kepedulian Pemerintah Indonesia dalam menjaga dan melestarikan heritage ini,

maka dimasukkanlah Kawasan Candi Borobudur dan sekitarnya ke dalam Kawasan
Strategis Nasional (KSN) melalui PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap budaya, lingkungan, dan termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan
dunia. Amanat di dalam PP 26 Tahun 2008 ini juga tertuang di dalam RTRW Propinsi

Jawa Tengah sebagai turunan PP tersebut. Candi Borobudur dijadikan Pusat Kegiatan
Lokal (PKL) dan ditetapkan sebagai salah satu kawasan cagar budaya, ilmu pengetahuan,
dan pusat pariwisata. RTRW Propinsi Jawa Tengah ini juga mengarahkan peraturan
zonasi untuk kegiatan penelitian, pendidikan, pariwisata dan prasarana pendukung
pariwisata (gardu pemandangan, restoran, pasar, fasilitas parkir) dengan izin bersyarat
dan terbatas. Budaya dan pemanfaatan potensi alam lainnya di sekitar kawasan candi juga
tetap memperhatikan daya tampung lingkungan. Perhatian pemerintah terhadap Candi
Borobudur tidak berhenti di sini. Pengelolaan situs ini disepakati untuk dijadikan
Peraturan Presiden pada 2007. Pada tahun 2008 dilakukan penyusunan materi teknis
Raperpres Candi tersebut dan dilanjutkan dengan fasilitasi penyelesaian Raperpres tahun
2009. Saat ini, Raperpres RTR KSN Candi Borobudur telah mendapatkan kesepakatan
pemerintah daerah terkait.
Mengapa Perlu Peraturan Presiden Untuk Candi Borobudur?
Ada beberapa alasan yang mendasari dibuatnya Perpres tentang pengelolaan Candi
Borobudur, antara lain adalah belum jelasnya visi tematik dan masterplan pelestarian
kawasan candi, perubahan paradigma pelestarian dari Static Conservation menjadi
Dynami Conservation, penurunan kualitas fisik lingkungan akibat tidak jelasnya landasan
pengaturan perijinan, lemahnya kontrol pedagang formal dan informal, dan tidak jelasnya
koordinasi antara Pemerintah Nasional dengan Pemda, lemahnya keterlibatan masyarakat,
serta tidak adanya payung hukum yang jelas yang dapat menjamin pelestarian cagar

budaya dunia Candi Borobudur. Lebih jauh, ketidakjelasan fokus Keppres No.1/1992
dalam menjamin kelestarian Candi Borobudur, karena keputusan tersebut hanya
berorientasi pada Candi Borobudur semata, sehingga ekosistemnya terabaikan – lahan
persawahan dan pedesaan mulai menghilang – seiring dengan munculnya lahan kritis
akibat penambangan dan penumpukan tanah yang berlebihan. Batas yang ditentukan dan
dibatasi di dalam zona telah membaik karena perubahan fungsi lahan maupun
perencanaanya lebih bertumpu kepada kondisi eksisting situs, sehingga mempertahankan
kondisi biogesik dan sosial ekonomi budaya masyarakat.

Muatan Penataan Ruang dalam Raperpres
Tujuan Penataan Ruang Kawasan Candi Borobudur di dalam Raperpres adalah untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang di Kawasan Borobudur dalam rangka menjamin
terciptanya keselarasan antara upaya pelestarian dan pengembangan kawasan cagar
budaya dunia. Kebijakan ini dibuat untuk memastikan perlindungan terhadap karakter
kawasan pedesaan dari dampak negatif pembangunan perkotaan, mewujudkan
keterpaduan pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di
kawasan candi dengan mengembangkan kelembagaan lintas wilayah dan lintas sektoral
dalam rangka pelestarian dan pengembangan kawasan candi. Strategi yang digunakan
dalam mewujudkan kebijakan tersebut adalah dengan mempertahankan kawasan hijau,
membatasi perkembangan kawasan pembangunan perkotaan dan kegiatan pemanfaatan

ruang yang mengancam kerusakan candi dan fitur geologi. Sebagaimana yang telah
ditulis di atas, Raperpres ini tidak hanya terkonsentrasi pada bangunan Candi Borobudur
saja, melainkan kawasan di sekitarnya yang berjarak 5 Km dari pusat candi dan sebagian
Koridor Palbapang yang berada di luar radius 5 Km dari pusat candi. Terdapat dua
pembagian kawasan ini, yaitu: Sub Kawasan Pelestarian (SP) 1 yang merupakan kawasan
pelestarian utama situs-situs cagar budaya yang harus dikendalikan pertumbuhan
kawasan terbangunnya dalam untuk menjaga kelestarian Candi Borobudur, Candi Pawon,
dan Candi Mendut; dan SP 2 yang merupakan kawasan pengamanan sebaran situs yang
belum tergali, yang pertumbuhan kawasan terbangunnya harus dikendalikan dalam
rangka menjaga keberadaan potensi sebaran cagar budaya yang belum tergali dan
kelayakan pandang.
Untuk mendukung upaya pelestarian dan pengembangan kawasan Candi Borobudur,
rencana struktur dan pola pun didesain dengan merencanakan dan mengembangan
jaringan transportasi menuju kawasan candi. Terdapat keunikan di dalam rencana Pola
Ruang Kawasan Borobudur. Di dalam rencana pola ini terdapat rencana Pola Ruang
Taman Purbakala yang berfungsi sebagai zona penyangga, di antaranya mencakup
Taman Purbakala Borobudur, Pawon, dan Mendut. Pembangun di sekitar taman ini
dikendalikan di dalam arahan peraturan zonasi. Aturan kegiatan dan penggunaan lahan di
zona penyangga ini diizinkan untuk kegiatan Tourist Information Centre, pembibitan,
penjualan tanaman/bunga, prasarana transportasi jalan lokal, jalur pedestrian, ruang

terbuka yang berupa jalur hijau dan pulau jalan, pekarangan, sempadan/penyangga.

Langkah selanjutnya setelah perencanaan yang tak kalah penting adalah mekanisme
pengelolaan tentang siapa yang akan bertanggung jawab. Gubernur selaku pemerintah
daerah mendapat tugas dari menteri untuk mengelola Kawasan Borobudur melalui tugas
dekonsentrasi dengan membentuk Badan Pelestarian dan Pengembangan Kawasan
Borobudur yang anggotanya terdiri dari unsur-unsur Pemerintah Nasional dan Pemda.
Badan ini memiliki tugas pokok: menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana
Tata Ruang dan arahan peraturan zonasi yang termuat dalam peraturan presiden
melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang, yang pedoman
pelaksanaannya disiapkan oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang penataan
ruang; memberikan arahan pelaksanaan pembangunan kepada wilayah dan sektor
membina pengembangan potensi kawasan secara ekonomi yang selaras dengan upaya
dengan pelestarian melaksanakan pemantauan kinerja pemanfaatan ruang yang
dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat yang pedoman pelaksanaannya disiapkan
oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang penataan ruang melaporkan kinerja
perwujudan rencana tata ruang kepada Presiden secara berkala melalui menteri; dan,
menjamin pelaksanaan pelestarian dan pengelolaan kawasan situs dan taman purbakala
yang secara teknis berada di bawah tanggung jawab kementerian yang bertanggung
jawab di bidang kebudayaan. Badan Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Borobudur

ini bertanggung jawab penuh kepada presiden melalui menteri. Sumber pendanaan Badan
Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Borobudur dibebankan kepada Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah
(APBD) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan demikian
diharapkan pengelolaan Candi Borobudur dapat berjalan dan kelestarian candi akan tetap
terjaga.
Kawasan Strategis Nasional (KSN) Danau Toba
Sebagaimana yang telah dituliskan di awal wacana, Danau Toba juga merupakan salah
satu KSN yang terdapat di dalam RTRWN dengan kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, yaitu merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati,
memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air, yang setiap tahun berpeluang
menimbulkan kerugian negara karena rawan bencana vulkanik. Tak hanya itu, Kawasan
Danau Toba juga memiliki kepentingan sosial dan budaya, karena merupakan tempat
pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional dan merupakan aset
nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan. Danau Toba adalah
sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer.
Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Diperkirakan
Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 74.000 tahun lalu yang melepas sekitar 800
kilometer kubik abu (supervolcano atau gunung berapi super) ke atmosfer yang
menyelimuti langit dan menghalangi sinar matahari selama enam tahun. Setelah letusan

tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan sekarang dikenal sebagai
Danau Toba. Tekanan ke atas (vulkanik) inilah yang menyebabkan munculnya Pulau
Samosir. Kejadian ini telah memakan korban jutaan manusia dan pada menyebabkan
beberapa spesies punah. Secara administratif Kawasan Danau Toba berada di Provinsi
Sumatera Utara dan secara geografis terletak di antara koordinat 2°10’3°00’ Lintang
Utara dan 98°24’ Bujur Timur. Kawasan Danau Toba merupakan kawasan yang berada

di sekitar Danau Toba dengan deliniasi batas kawasan didasarkan atas Delineasi Daerah
Tangkapan Air (Catchment Area) yang memiliki luas sekitar 369.854 Ha. Kawasan ini
meliputi tujuh kabupaten yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Samosir, Toba
Samosir, Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan
Bencana Lingkungan
Tiadanya aktivitas Gunung
Toba setelah letusan terakhir
puluhan ribu tahun lalu
menjadikan wilayah ini relatif
aman dihuni. Masyarakat
umumnya tidak khawatir akan
tertimpa bencana meskipun
hidup di atas sumbu bumi yang

pernah meledak hebat. Bagi
masyarakat
Batak
Toba
belakangan ini, pengertian
bencana
lebih
dikaitkan
dengan persoalan kelestarian
alam dan dampak perusakan
hutan, serta perubahan sosial
daripada bencana yang diakibatkan oleh letusan gunung atau gempa. Perubahan sosial
yang mengarah pada kendurnya ikatan sosial tradisional menjadi kekhawatiran yang
kerap dilontarkan. Namun, perubahan kehidupan masyarakat Batak Toba yang paling
drastis terjadi ketika masuknya perusahaan pengolahan bubur kertas dan serat rayon di
Porsea. Setelah perusahaan itu beroperasi dalam skala besar pada tahun 1989, perubahan
pun segera terjadi. Polusi air Sungai Asahan dan udara sekitar pabrik, longsor dan banjir
kerap terjadi di sekitar Danau Toba. Perubahan ekosistem hutan pun terjadi lebih besar
daripada bencana yang diakibatkan oleh letusan gunung atau gempa. Masalah lain
lingkungan Danau Toba adalah menurunnya kualitas air danau. Hasil pengukuran yang

dilakukan pada tahun 2008 menunjukkan pH air sudah berada di level 8.2 (dalam skala 69). Hasil pemantauan juga menunjukkan adanya kandungan fosfor dan nitrogen dari
pakan ikan yang ditebar di keramba jaring apung. Keindahan Kawasan Danau Toba dan
sekitarnya tidak akan bertahan lama jika tidak mendapat perhatian khusus. Saat ini
keindahan tersebut telah terancam dengan adanya beberapa lahan kritis di sekitar
kawasan. Berdasarkan hasil analisis lahan kritis yang dilakukan oleh BPDAS Asahan
Barumun tahun 2006, terdapat 377.834,81 Ha lahan yang berpotensi kritis hingga sangat
kritis akibat klimatologi dan faktor kesengajaan manusia. Kebakaran hutan dan laju
penebangan pohon di Daerah Tangkapan Air (DTA) sulit dihindari tanpa pemantauan dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

Muatan Penataan Ruang dalam Raperpres KSN
Danau Toba
Berbagai kebijakan Penataan Ruang Kawasan
Danau Toba telah disusun sejak tahun 1990
dengan penerbitan Perda Propinsi Dati I Sumatera
Utara No. 1 Tahun 1990 tentang Penataan
Kawasan Danau Toba. Kini, kebijakan dilanjutkan
dengan penyusunan Raperpres yang telah
ditandatangani Gubernur Propinsi Sumatera Utara.
Penetapan kawasan lindung merupakan salah satu

elemen di dalam RTR. Kawasan Lindung yang
dimaksud terdiri dari Kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan di bawahnya, Kawasan
Lindung Setempat, Kawasan Hutan Suaka Alam.
Rencana kegiatan reboisasi yaitu penanaman
pohon trembesi oleh Presiden RI dan Dinas
Kehutanan pada awal tahun 2011 merupakan langkah untuk menepis ancaman
lingkungan yang terjadi di Kawasan Danau Toba dan sekitarnya, mengembalikan
keseimbangan ekosistem di dalamnya, dan tentunya mengendalikan pemanfaatan ruang
di sekitarnya, seperti aktivitas perkebunan, pertanian, tambak, dan permukiman
masyarakat. Arahan yang terdapat di dalam Raperpres ini antara lain menjadikan
Kawasan Danau Toba menjadi tujuan wisata internasional dan nasional, terjaganya
ekosistem danau Toba secara berkelanjutan, menjadikan Danau Toba sebagai sumber air
kehidupan ‘Aek Natio’ yang berkelanjutan bagi masyarakat, pelestarian Suku Batak dan
Kampung Adat Masyarakat Suku Batak, keterkaitan antar wilayah yang semakin intentif
dengan terjalinnya kerjasama antar wilayah yang saling menguntungkan, dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan swasembada pangan yang berkelanjutan. Lebih lanjut,
penyelenggaraan penataan ruang di kawasan ini bertujuan: terwujudnya Kawasan Danau
Toba sebagai daerah tujuan wisata internasional dan nasional; terwujudnya Danau Toba
sebagai sumber air kehidupan yang berkelanjutan bagi masyarakat; terwujudnya
ekosistem danau yang berkelanjutan; terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan swasembada pangan yang berkeanjutan; terwujudnya kelestarian kampung
masyarakat adat dan budaya suku bangsa Batak; serta terwujudnya kerjasama antar
wilayah yang saling menguntungkan
Penguatan Kelembagaan
Untuk mewujudkan keterpaduan, kelancaran dan efektivitas pelestarian dan
pengembangan Kawasan Danau Toba, seperti halnya di Kawasan Candi Borobudur,
maka dibentuklah suatu lembaga yaitu Dewan Kawasan Danau Toba (DKDT), Badan
Pengelola KDT (BP-KDT) dan Unit Pelaksanaan Teknis Kawasan Danau Toba (UPTKDT). Dewan Kawasan Danau Toba bertugas merumuskan kebijakan umum pelestarian

dan pengembangan Kawasan Danau Toba dan menyusun Rencana Tindak Pelestarian dan
pengembangan Kawasan Danau Toba secara lintas kabupaten. Badan Pengelola Kawasan
Danau Toba (BP-KDT) bertugas membantu gubernur dan para Bupati untuk
mengimplementasikan Rencana Tindak Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Danau
Toba dan membantu terlaksananya koordinasi antar kabupaten. Terkait upaya pembinaan
dan pengawasan, perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan penataan ruang kepada
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dewan kawasan, badan pengelola dan
masyarakat. Selanjutnya Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten bersama Dewan
Kawasan dan Badan Pengelola menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan penataan
ruang sesuai kewenangan masing-masing