94
setempat yang tetap ,menghormati harkat dan martabat Anak serta tidak membahayakan kesehatan fisik dan mental.
Lebih lanjut mengenai pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat diatur dalam Pasal 123 dan 124 RPP UU SPPA selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Pasal 123 1
Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dapat dijatuhkan oleh hakim dengan memperhatikan hukum adat yang hidup dalam masyarakat tempat anak berdomisili.
2 Pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan pidana pokok atau yang diutamakan, jika tindak pidana yang dilakukan memang merupakan tindak pidana menurut hukum adat
setempat. 3
Kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat diganti dengan pidana pelatihan kerja atau pidana ganti kerugian, jika kewajiban adat setempat atau
kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat itu tidak dipenuhi atau tidak dijalani oleh anak.
Pasal 124 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana tambahan diatur lebih lanjut
dengan peraturan mentri.
139
C. Tindakan
Dalam sidang anak, hakim dapat menjatuhkan pidana atau tindakan. Pidana tersebut dapat pidana pokok atau pidana tambahan. Sedangkan untuk tindakan dapat dilihat dalam Pasal 82
dan 83. Tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak berupa :
139
Dr. Lilik Mulyadi, S.H.,M.H., Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, Op.Cit, hal 182
95
1 Pengembalian kepada orang tuawali.
2 Penyerahan kepada seseorang. Penyerahan pada seseorang adalah penyerahan kepada orang
dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung jawab oleh hakim serta dipercaya oleh anak.
3 Perawatan dirumah sakit jiwa. Tindakan ini diberikan kepada anak yang pada waktu melakukan
tindak pidana menderita gangguan jiwa atau penyakit jiwa. 4
Perawatan di LPKS. 5
Kewajiban mengikuti pendidikan formal danatau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.
6 Pencabutan surat izin mengemudi.
7 Perbaikan akibat tindak pidana. Yang dimaksud perbaikan akibat tindak pidana misalnya
memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tindak pidana dan memulihkan keadaan sesuai dengan sebelum terjadi tindak pidana.
140
C. Pengaturan Sanksi Tindak Pidana Narkotika Bagi Anak Dalam UU No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika Jo UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Untuk melihat bagaimana ketentuan sanksi pidana bagi “anak yang melakukan tindak pidana narkotika dalam hal penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri” dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun
1997 tentang Narkotika, sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika. Berikut ini akan disajikan bagaimana stelsel sanksi dalam Undang-Undang
Narkotika dan sejauhmana stelsel tersebut berlaku bagi pelaku anak. Apabila dicermati, terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang Narkotika yang khusus diberlakukan bagi anak, yaitu bagi mereka yang
belum cukup umur.
140
Angger Sigit Pramukti,S.H. Fuady Primaharsya,S.H., Sistem Peradilan Pidana Anak, Op.Cit, hal 92
96
Namun demikian, oleh karena Undang-Undang Narkotika tidak secara khusus mengatur tentang stelsel sanksi bagi anak, maka akan dilihat bagaimana berlakunya stelsel sanksi dalam Undang-Undang
Narkotika tersebut terhadap anak. Meskipun, dalam Undang-Undang Narkotika juga terdapat beberapa pasal pengecualiannya yang khusus diberlakukan terhadap mereka yang belum cukup umur.
Sehingga berlakunya stelsel sanksi dalam Undang-Undang Narkotika terhadap anak harus diberlakukan juga Undang-Undang Pengadilan Anak sebagai ketentuan khusus yang diterapkan terhadap
anak. Hal ini sebagai konsekuensi adanya asas lex specialis derogate lex generalis. Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh tentang bagaimana stelsel sanksi bagi anak yang
melakukan tindak Pidana Nakotika bagi dirinya sendiri dalam Undang-Undang Narkotika, Berikut ini akan disajikan ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-Undang Narkotika Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009. Penyalahgunaan Narkotika dalam Undang-Undang Narkotika diatur dalam pasal 127, yang
menyatakan : Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum :
a Menggunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 empat tahun; b
Menggunakan narkotika Golongan II bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun;
c Menggunakan narkotika Golongan III bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1satu tahun; Berdasarkan ketentuan pasal 127 Undang-Undang Narkotika tersebut diatas, maka
penyalahgunaan narkotika dalam konteks penelitian ini mengandung makna bahwa penyalahgunaan narkotika yang dilakukan dengan tanpa hak dan melawan hukum yang ditujukan bagi diri sendiri.
97
Apabila dicermati, maka stelsel sanksi dalam Undang-Undang Narkotika di atas hanya menggunakan satu formulasi, yaitu stelsel sanksi yang bersifat tunggal. Sistem perumusan ancaman
pidana dalam pasal 127 Undang-Undang Narkotika hanya menggunakan satu sistem perumusan, yaitu sistem perumusan ancaman pidana secara tunggal. Secara teoritis, system perumusan ancama pidana
secara tunggal merupakan system sistem perumusan ancama pidana yang bersifat kaku imperatif. Dengan sistem perumusan ancaman sepert diatas, maka tidak ada pilihan lain bagi hakim, ketika
terjadi pelanggarannya. Jadi, hakim hanya dihadapkan pada satu jenis sanksi pidana yang harus dijatuhkan pada terdakwa. Hakim tidak dapat memilih alternatif pidana selain pidana penjara.
Dengan demikian, apabila ada orang yang oleh hakim dipersalahkan melanggar ketentuan pasal 127 Undang-Undang Narkotika, maka jenis pidana yang harus dijatuhkan oleh hakim adalah pidana
penjara. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana lain selain pidana penjara. Dengan formulasi seperti tersebut diatas, persoalannya adalah bagaimana apabila yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 127 Undang-Undang Narkotika adalah orang yang belum cukup umur ?
Dengan merujuk ketentuan pasal 127 Undang-Undang Narkotika jo pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dapat dikemukakan, bahwa meskipun dalam pasal 127 Undang-Undang
Narkotika pidana yang harus dijatuhkan hakim hanyalah pidana penjara, Namun apabila orang yang melakukan pelanggaran tersebut kualifikasinya masih belum cukup umur, maka berlakulah ketentuan
Pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dengan demikian, apabila ada orang yang belum cukup umur melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 Undang-Undang Narkotika, maka pidana yang dapat dijatuhkan oleh hakim tidak hanya terbatas pada pidana penjara sebagaimana dirumuskan dalam pasal 85 Undang-
Undang Narkotika, tetapi hakim dapat juga menjatuhkan putusan sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
98
Dengan demikian terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh orang belum cukup umur, maka berdasarkan ketentuan Pasal 127 Undang-Undang Narkotika jo Pasal 69 Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan bahwa Terhadap Anak hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. Dengan demikian dalam penerapan ketentuan
tersebut berlaku asas lex specialis derogate legi generalis. Berdasarkan Rumusan Pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut, maka
dapat dipahami bahwa hanya terhadap Anak berhadapan dengan hukum yang dapat dijatuhi pidana atau tindakan. Sementara tentang pengertian Anak adalah orang yang dalam perkara Anak telah mencapai
umur 12 dua belas tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin pasal 1 angka 3 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
141
Terhadap anak yang dikenakan sanksi ancaman pidana penjara maka pidana penjara yang dapat di jatuhkan terhadap anak paling lama ½ satu perdua dari maksimum ancaman pidana bagi orang
dewasa pasal 79 ayat 2 UU SPPA. Adapun khusus pidana penjara tidak berlaku bagi anak pasal 79 ayat 2.
142
Namun, dalam penyelesaian perkara pidana Anak berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak hakim wajib melakukan upaya Diversi dalam hal tindak
pidana yang dilakukan anak tersebut diancam dengan pidana penjara kurang dari 7 tujuh tahun, serta bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Pengualangan tindak pidana yang dimaksud dalam
Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 adalah tindak pidana yang dilakukan oleh anak, baik sejenis maupun tidak sejenis, termasuk pula tindak pidana yang diselesaikan melalui Diversi.
143
141
Prof. Dr. Koesno Adi, SH.,MS., Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, Op.Cit, hal 22-24
142
Lihat UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
143
Angger Sigit Pramukti,S.H. Fuady Primaharsya,S.H., Sistem Peradilan Pidana Anak, Op.Cit, hal 70
99
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat 3 dan pasal 7 ayat 1 UU SPPA upaya Diversi
merupakan kewajiban sehingga sifatnya imperatif. Kemudian hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan kategori tindak pidana,
umur anak, hasil penelitian kemasyarakatanj dari Bapas dan dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. Dari perspektif ketentuan pasal 96 UU SPPA, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang
tidak melakukan Diversi diancam dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
Akan tetapi, eksistensi ketentuan Pasal 96 kemudian Pasal 100 dan 101 UU SPPA telah dilakukan judicial review oleh pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia IKAHI dimana Lilik Mulyadi, Rr. Andi
Nurvita dan Teguh Satya Bakti ditunjuk sebagai kuasa hukum ke Mahkamah Konstitusi dengan didasarkan kepada dimensi ketentuan Pasal 96 UU SPPA dianggap sebagai bentuk kriminalisasi hakim,
bertentangan asas independensi kekuasaan kehakiman dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 sehingga tidak mempunyai hukum mengikat.
Kemudian berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110PPU-X2012 tanggal 28 Maret 2013 dinyatakan ketentuan Pasal 96 UU SPPA bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Adapun dasar pertimbangan Mahkamah Konstitusi menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum megikat antara lain sebagai berikut : “Menimbang, bahwa Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 pejabat khusus dalam penyelenggaraan
SPPA, yaitu hakim, pejabat pengadilan, penyidik, dan penuntut umum, menurut Mahkamah, bukan saja tidak merumuskan ketentuan-ketentuan konstitusional mengenai kemerdekaan kekuasaan
kehakiman dan independensi pejabat khusus yang terkait hakim, penuntut umum, dan penyidik Anak, yakni memberikan jaminan hukum bagi penyelenggara peradilan yang merdeka, tetapi lebih
dari itu juga telah melakukan kriminalisasi terhadap pelanggaran administratif dalam penyelenggaraa SPPA yang tentu member dampak negative terhadap pejabat-pejabat khusus yang menyelenggarakan
SPPA. Dampak negative tersebut adalah dampak negative psikologis yang tidak perlu, yakni berupa kekuatan dan kekhawatiran dalam penyelenggaraan tugas dalam mengadili suatu perkara. Hal
demikian menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidak adilan yang berarti bertentangan dengan
100
Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dan kontra produktif dengan maksud untuk menyelenggarakan SPPA dengan Diversinya secara efektif dan efisien dalam rangka keadilan restoratif”.
144
144
Dr. Lilik Mulyadi, S.H.,M.H., Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, Op.Cit, hal
101
BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG SEBAGAI PELAKU
TINDAK PIDANA PENYALAHGUNA NARKOTIKA Studi Putusan No. 23Pid.Sus-Anak2014PN.Mdn
A. Posisi Kasus
1. Kronologis
Terdakwa :
1 Nama Lengkap
: Nandito Partologi Lumban Batu Tempat lahir
: Medan Umur Tgl. Lahir
: 17 Tahun 17 Desember 1996 Jenis Kelamin
: Laki-laki Kebangsaan
: Indonesia Tempat tinggal
: Jl. Jati III Gg. Pelita No.19 Medan Agama
: Kristen Pekerjaan
: Pelajar Pendidikan
: SMA 2
Nama Lengkap : Andreanto Giovano Sihombing
Tempat lahir : Medan
Umur Tgl. Lahir : 17 Tahun 17 Desember 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jl. Pelajar Gg Ester No. 142 Medan, pada hari Rabu
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ikut Orangtua