cara pemilihan Pasal-Pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang tindak pidana narkotika, kemudian membuat sistematika dari Pasal-Pasal
tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara
kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data
diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan solusi atas
permasalahan dalam penelitian dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan
yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam
skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, sistematika penulisan
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI
INDONESIA
Bab ini berisikan mengenai sejarah tindak pidana narkotika, bentuk-bentuk tindak pidana narkotika, pengaturan tindak pidana
narkotika. BAB II
PERTIMBANGAN HAKIM YANG DILAKUKAN HAKIM DALAM PELAKSANAAN PENOLAKAN KASASI DALAM
PUTUSAN NOMOR 2338 KPID.SUS2013 BAB III
AKIBAT HUKUM TERHADAP PENOLAKAN KASASI OLEH MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2338 KPID.SUS2013
Bab ini akan membahas mengenai POSISI KASUS, KRONOLOGI, DAKWAAN, FAKTA-FAKTA HUKUM,
TUNTUTAN, PUTUSAN HAKIM, ANALISIS KASUS BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan membahas kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
yang telah dilakukan
AB II PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA
A. Sejarah Tindak Pidana Narkotika
Pertama kali psikotropika diatur dalam Staatsblad 1949 Nomor 419 tanggal 22 Desember 1949 tentang Sterkwerendegeneesmiddelen Ordonantie yang
kemudian diterjemahkan dengan Ordonansi Obat Keras. Jadi pertama kali psikotropika tidak diatur sendiri tetapi masih disatukan dengan bahan baku obat
atau obat jadi lainnya yang termasuk obat keras Daftar G. Pada tanggal 2 April 1985 keluar Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 213Men.KesPerIV1985
tentang Obat Keras Tertentu. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut mencabut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 983ASK1971 dan Keputusan Menteri
RI Nomor 10381ASK1972. Kemudian pada tanggal 8 Februari 1993 dikeluarkan lagi Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 124Men.KesPer
II.1993 tentang Obat Keras Tertentu yang merupakan perbaikan serta penambahan Peraturan Menteri Kesehatan RI terdahulu, dalam peraturan tersebut juga
dilampiri Lampiran I dan Lampiran II, tetapi belum mencantumkan ketentuan pidana. Baru kemudian pada tanggal 11 Maret 1997, Undang-undang No. 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika diundangkan. Sebelum kelahiran Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tidak ada ketegasan dari segi hukum pidana mengenai tindak pidana
psikotropika. Ada beberapa revisi terhadap Undang- Undang Nomor 22 Tahun
1997tersebut karena masih ditemukan beberapa kelemahan selama pelaksanaan
atau penerapannya sehingga undang-undang tersebut diratifikasi pada Tahun 2009 sehingga melahirkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
yang mana ada beberapa perbedaan dengan undang- undang sebelumnya. Uraian masing- masing peraturan perundang-undangan tersebut yaitu;
1. Ordonansi Obat Bius Verdoovende Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor
278 Jo. 536 Tahun 1927. Pada zaman penjajahan Belanda kebiasaan penyalahgunaan obat bius dan
candu, sudah mulai terasa membahayakan masyarakat, pemakainya terutama masyarakat golongan menengah khususnya keturunan cina oleh sebab itu, pada
zaman tersebut pemerintah Hindai Belanda mengeluarkkan Verdoovende Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927, yaitu
peraturan yang mengatur tentang obat bius dan candu.58 Selain itu, juga diberlakukan ketentuan mengenai pembungkusan candu yang disebut Opium
verpakkings Bepalingen Staatsblad 1927 No. 514. Setelah Indonesia Merdeka, kedua intrumen hukum kolonial Belanda tersebut tetap diberlakukan berdasarkan
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Peraturan perundang-undangan ini, materi hukumnya hanya mengatur mengenai perdagangan dan penggunaan narkotika,
sedangkan tentang pemberian pelayanan kesehatan untuk usaha penyembuhan pecandunya tidak diatur.
Perkembangan kejahatan di bidang narkotika pasca masa kemerdekaan cenderung semaking meningkat dari tahun ke tahun, sehingga intrumen hukum
yang mengatur tindak pidana narkotika warisan Belanda tersebut dirasakan sudah ketinggalan jaman. Karena itu, pada tahun 1976 pemerintah menetapkan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokal Perubahannya. Kemudian, menyusul diberlakukan Undang-
Undangg No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.
23
Dengan pemikiran bahwa perbuatan, penyimpanan, pengedaran, dan penggunaan narkotika tanpa pembatasan dan pengawasan yang seksama
merupakan kejahatan yang sangat merugikan perorangan dan masyarakat dan merupakan bahaya besar bagi perikehidupan menusia dan kehidupan Negara
dibidang politik, keamanan, sosial, budaya, serta ketahanan nasional bangsa Indonesia, maka terbitlah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang
Narkotika, yang mengatur cara penyediaan dan penggunaan narkotika untuk keperluan pengobatan dan atau cara ilmu pengetahuan serta untuk mencegah dan
menanggulangi bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan akibat sampingan dari 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.
Ketidak puasan akan pelaksanaan kegiatan penanggulangan narkotika dan obat-obat terlarang telah mengakibatkan bangsa Indonesia berpikir untuk
menyempurnakan peraturanregulasi tentang Narkotika karena Ordonansi Obat Bius Verdoovende Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun
1927 dirasa tidak lagi mampu untuk meredam pertumbuhan kejahatan narkotika. Dimana Narkotika merupakan obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan dan
ilmu pengetahuan, yang diketahui dapat menimbulkan ketergantungan yang dangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan yang
seksama.
23
Hukumonlinesiboro.Blogspot.Com201112Faktor-Faktor Lahirnya kebijakan
Untuk.html diakses pada 11 Februari 2015
penggunaan dan penyalahgunaan narkotika serta mengatur rehabilitasi terhadap pecandu narkotika.
24
1. Pada Pasal 23 ayat 1 Dilarang secara tanpa hak menanam atau
memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai tanaman Papaver, tanaman Koka atau tanaman Ganja.
Adapun perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam lingkup tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam undang-undang ini diatur dalam Pasal 23 ayat
1 sampai 7 adalah :
2. Pada Pasal 23 ayat 2 Dilarang secara tanpa hak memproduksi, mengolah,
mengekstraksi, mengkonversi, meracik atau menyediakan narkotika. 3.
Pada Pasal 23 ayat 3 Dilarang secara tanpa hak memiliki, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan atau menguasai narkotika.
4. Pada Pasal 23 ayat 4 Dilarang secara tanpa hak membawa, mengirim,
mengangkut atau mentransito narkotika. 5.
Pada Pasal 23 ayat 5 Dilarang secara tanpa hak mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menukar narkotika. 6.
Pada Pasal 23 ayat 6 Dilarang secara tanpa hak menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang
lain. 7.
Pada Pasal 23 ayat 7 Dilarang secara tanpa hak menggunakan narkotika bagi dirinya sendiri.
24
Ibid
Kejahatan narkotika yang merupakan bagian dari kejahatan terorganisasi, pada dasarnya termasuk salah satu kejahatan terhadap pembangunan dan
kejahatan terhadap kesejahteraan sosial yang menjadi pusat perhatian dan keprihatinan nasional dan internasional. Hal itu sangat beralasan, mengingat ruang
lingkup dan dimensinya begitu luas, sehingga kegiatannya mengandung ciri-ciri sebagai organized crime, white-collar crime, corporate crime, dan transnational
crime . Bahkan, dengan menggunakan sarana teknologi dapat menjadi salah satu bentuk dari cyber crime. Berdasarkan karakteristik yang demikian, maka dampak
dan korban yang ditimbulkannya juga sangat luas bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Saat ini Indonesia sudah mempunyai Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor: 143, tanggal 12
Oktober 2009, yang menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Narkotika lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, karena sebagaimana pada
bagian menimbang dari Undang-UndangNo. 35 Tahun 2009 huruf e dikemukakan: bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang
dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan
korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara, sehingga Undang-UndangNomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas
Tindak Pidana tersebut. Oleh sebab itu, berdasarkan ketentuan 153 Undang-
UndangNomor 35 Tahun 2009, bahwa dengan berlakunya Undang- UndangNomor 35 Tahun 2009, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Undang-Undang No 35 Tahun 2009 disahkan pada 14 September 2009
merupakan revisi dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Pemerintah menilai Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 ini tidak dapat mencegah
tindak pidana narkotika yang semakin meningkat secara kuantitatif maupun kualitatif serta bentuk kejahatannya yang terorganisir. Namun secara substansial,
Undang-UndangNarkotika yang baru tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan Undang-Undang terdahulu, kecuali penekanan pada
ketentuan kewajiban rehabilitasi, penggunaan pidana yang berlebihan, dan kewenangan BNN yang sangat besar.
25
Peraturan perundang-undangan yang mengatur narkotika di Indonesia sebenarnya telah ada sejak berlakunya Ordonansi Obat Bius Verdoovende
Middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927. Ordonansi ini kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang
Narkotika yang mulai berlaku tanggal 26 Juli 1976. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika yang mulai berlaku tanggal 1 September 1997.
25
Totokyuliyanto.wordpress.com20091110catatan-terhadap-uu-no-35-tahun-2009- tentang-narkotikadiakses Pada Selasa, 10 Februari 2015
B. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Narkotika