perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pidana. Setelah menerima dan memeriksa suatu perkara, selanjutnya hakim akan menjatuhkan keputusan, yang dinamakan
dengan putusan hakim, pernyataan hakim yang merupakan sebagai pernyataan pejabat negara yang diberi wewenang untuk putusan itu. Jadi putusan hakim
bukanlah semata-mata didasarkan pada ketentuan yuridis saja, melainkan juga didasarkan pada hati nurani.
8
B. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana narkotika di Indonesia?
2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam penolakan kasasi dalam putusan
Nomor 2338 KPid.Sus2013? 3.
Bagaimanakah akibat hukum terhadap penolakan kasasi oleh Mahkamah Agung Nomor 2338 KPid.Sus2013?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana narkotika di Indonesia
b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penolakan kasasi dalam
putusan Nomor 2338 KPid.Sus2013
8
Bambang Sutiyoso, Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2010, hlm 95.
c. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap penolakan kasasi oleh
Mahkamah Agung Nomor 2338 KPid.Sus2013.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan baik secara praktis maupun teoritis yaitu:
a. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
pihak-pihak yang terkait pertimbangan hakim dalam menolak kasasi dalam kasus narkotika
b. Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan untuk
penelitian lebih lanjut terhadap pertimbangan hakim dalam menolak kasasi dalam kasus narkotika.
D. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi yang ada penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera
Utara, penelitian dengan judul pertimbangan hakim menolak kasasi dalam kasus narkotika Analisis Putusan Nomor 2338 KPid.Sus2013, belum pernah
dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, walaupun penelitian menyangkut money laundering dan perpajakan telah ada diteliti, namun pendekatan yang dilakukan
berbeda. Sehingga dapat dikatakan penelitian ini asli dan keaslian secara akademis keilmuan dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Pemidanaan
Sanksi pidana merupakan salah satu cara untuk menanggulangi tindak pidana. Pendekatan mengenai peranan pidana dalam menghadapi kejahatan
menurut Anttila telah berlangsung beratus-ratus tahun.
9
Penggunaan sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan merupakan cara yang paling tua, setua dengan
peradaban manusia itu sendiri, bahkan ada yang menyebutkan sebagai “older philosophy of crime control”
10
Pengertian pemidanaan sering juga digunakan dengan istilah hukuman, penghukuman, penjatuhan pemidanaan, dan hukuman pidana. Istilah hukuman
yang berasal dari kata “straf”dan istilah dihukum berasal dari perkataan “ woedt gestraft”, merupakan istilah-istilah konvesional.
11
Menurut Sudarto, perkataan pemidanaan adalah sinonim dari perkataan penghukuman. Tentang hal tersebut beliau berpendapat bahwa “Penghukuman itu
berasal dari kata dasar hukum,sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukuman atau menetapkan sebagai hukumannya berechten menetapkan hukum
suatu peristiwa itu tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja,akan tetapi juga hukum perdata,oleh karena tulisan ini berkisar pada hukum pidana,maka
istilah tersebut harus disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam arti pidana,yaitu kerap kali dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan
9
Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011P, hlm. 22
10
Ibid
11
Marlina, Penitensir, Medan: USU Press, 2010, hlm 12
pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna yang sama dengan sentence.
12
Perkataan penghukuman mempunyai pengertian lain yaitu suatu rangkaian pembalasan atas perbuatan si pelanggar hukum.
13
2. Pengertian Tindak Pidana
Penghukuman merupakan tindakan untuk memberikan tindakan penderitaan terhadap pelaku kejahatan
sebanding atau lebih berat dari akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan kejahatan tersebut, apakah penghukuman berupa hukuman penjara atau yang bersifat
penderaan
Istilah tindak pidana merupakan istilah yang secara resmi digunakan dalamperaturan perundang-undangan. Pembentuk Undang-Undang telah
menerjemahkan istilah strafbaar feit yang berasal dari KUHP Belanda ke dalam KUHP Indonesia dan peraturan perundang-undangan pidana lainnya dengan
istilah tindak pidana Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata , yaitu straf, baar, dan feit. Straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan
dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan.
14
Perbuatan tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang diancam pidana,
12
P.A.F.Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung: Armiko, 1984, hlm 36.
13
Abdulsyani, Sosiologi Kriminal, Bandung: Remadja Karya, 1987, hlm 36.
14
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002 hlm. 69.
asal saja dimana pada saat itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kekuatan orang,
sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu
Simons, guru besar ilmu hukum pidana di Universitas Utrecht Belanda, memberikan terjemahan strafbaar feit sebagai perbuatan pidana. Menurutnya,
Srafbaar feit adalah perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan schuld seseorang yang mampu bertanggungjawab.
15
Selain itu, Simons juga merumuskan strafbaar feit itu sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang
telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
16
Moeljatno merumuskan istilah strafbaar feit menjadi istilah perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
17
Berdasarkan uraian pendapat pakar hukum di atas, penulis berpendapat bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
manusia, baik dengan melakukan perbuatan yang tidak dibolehkan ataupun tidak
15
Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Cetakan Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2007 hlm. 224.
16
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Ketiga, Bandung :Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 185
17
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, hlm. 59.
melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana.
3. Pengertian Tindak Pidana Narkotika
Istilah Narkotika yang kini telah menjadi fenomena berbahaya yang populer di tengah masyarakat.Ada pula istilah lain yang kadang digunakan adalah
Narkoba Narkotika dan Obat-obatan berbahaya. Selain itu ada pula istilah yang digunakan oleh DepKes RI yaitu NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika,
Pasikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua istilah diatas mengacu pada sekelompok zat yang mempunyai resiko kecanduan atau adiksi. Narkotika dan
Psikotropika itulah yang secara umum biasa di kenal dengan Narkoba atau NAPZA. Namun karena hadirnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun Tentang
Narkotika yang baru, maka beberapa pengaturan mengenai psikotropika dilebur ke dalam perundang-undangan yang baru.
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan
tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini
akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan
nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Menurut Farmakologi medis, yaitu “Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan terutama rasa nyeri yang berasal dari daerah Visceral dan dapat
menimbulkan efek stupor bengong masih sadar namun masih haruis di gertak serta adiksi.
18
a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Narkotika dalam UU No. 352009 adalah tanaman papever, opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka,
daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah,
atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai
narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang
mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan
sebagai narkotika. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
membagi narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 :
b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
18
Wijaya A.W. Masalah Kenakan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Bandung: Armico, 1985, hlm. 145
c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Tindak Pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenal
hukuman pidana, dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah
seorang manusia sebagai oknum. Ini mudah terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP, yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat
bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud hukumanpidana yang termuat dalam Pasal-Pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda.
19
Dalam peraturan perundang-undangan indonesia tidak ditemukan defenisi tindak pidana. Pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini merupakan
kreasi teoritis para ahli hukum. Para ahli hukum pidana umumnya masih memasukkan kesalahan sebagai bagian dari pengertian tindak pidana. Demikian
pula dengan apa yang didefenisikan Simons dan Van Hammel. Dua ahli hukum pidana Belanda tersebut pandangan-pandangannya mewarnai pendapat para ahli
hukum pidana Belanda dan Indonsia hingga saat ini.
20
19
Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia , Bandung : Citra Aditya Bakti , 1997, hlm. 26
20
Moh.Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta : Ghlmia Indonesia,2003 , hlm 35.
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa penelitian ini,
menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara analitis Pertimbangan Hakim Menolak Kasasi Dalam Kasus Narkotika. Pendekatan penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif,
21
yaitu dimaksudkan sebagai pendekatan terhadap masalah dengan melihat dari segi peraturan-peraturan yang berlaku oleh karena
itu dilakukan penelitian kepustakaan. Pada penelitian hukum, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder.
Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku, sampai pada
dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
22
21
Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan Di dalam Penelitian Hukum,Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 1999, hlm.3
22
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Sebagaimana dikutip dari Seojono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali
Press, 1990, hlm. 41.
2. Sumber data Data penelitian ini didapatkan melalui studi kepustakaan, yakni dengan
melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan dengan obyek penelitian yang meliputi data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan library
research. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi serta pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik berupa
peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data sekunder terdiri dari:
1. Bahan hukum primer, antara lain:
a. Norma atau kaedah dasar
b. Peraturan dasar landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian
ini diantaranya adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang- undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
2. Bahan hukum sekunder berupa buku yang berkaitan dengan tindak pidana
tindak pidana pencucian uang, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan
dengan penelitian ini. 3.
Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum
primer, sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat
dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.
44
3. Alat pengumpulan data Pengumpulan data pada penelitan skripsi ini menggunakan teknik studi
dokumen berupa buku-buku, tulisan-tulisan para ahli hukum, artinya data yang diperoleh melalui penelurusan kepustakaan berupa data sekunder ditabulasi yang
kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian.
4. Analisis data Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan
ditelaah dan dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif ini dilakukan dengan
cara pemilihan Pasal-Pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang tindak pidana narkotika, kemudian membuat sistematika dari Pasal-Pasal
tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara
kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data
diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan solusi atas
permasalahan dalam penelitian dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan