Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyababkan overcrowded. Hal ini tidak sehat karena di samping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga menderita suatu
penyakit infeksi terutama TB paru akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain, karena seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada dua sampai
tiga orang di dalam rumahnya Notoatmodjo, 2003. Menurut Depkes RI 1993 dalam kutipan mukono 2005, kepadatan
penghuni dikategorikan menjadi memenuhi standar 2 orang per 8 m² dan kepadatan tinggi lebih 2 orang per 8 m² dengan ketentuan anak 1 tahun tidak diperhitungkan
dan umur 1-10 tahun dihitung setengah. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829MenkesSKVII 1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan, luas kamar tidur minimal 8 m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruangan.
Hasil penelitian Putra 2011 tentang hubungan perilaku dan kondisi sanitasi rumah dengan kejadian TB paru di Kota Solok menunjukkan bahwa responden yang
memiliki kondisi kepadatan hunian rumah yang kurang beresiko 5,95 kali tertular TB Paru dibandingkan responden yang mempuyai kondisi kepadatan hunian yang baik
OR = 5.95.
2.3.4 Lantai Rumah
Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, konstruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah di bersihkan dari kotoran dan
debu. Selain itu dapat menghindari meningkatnya kelembaban dalam ruangan. Untuk
Universitas Sumatera Utara
mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah sebaiknya di naikkan 20 cm dari permukaan tanah. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap
terhadap air sehingga lantai tidak menjadi lembab dan selalu basah seperti tegel, semen dan keramik Suyono, 2005. Secara hipotesis jenis lantai tanah memiliki
peran terhadap proses kejadian TB paru, melalui kelembapan dalam ruangan. Lantai tanah, cenderung menimbulkan kelembapan, dengan demikian viabilitas kuman TB
paru di lingkungan juga sangat dipengaruhi. Achmadi, 2010. Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan
perkembangbiakan bakteri terutama bakteri Mycobacterium tuberculosis. Menjadikan udara dalam ruangan lembab, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga
menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya Suyono, 2005. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829MenkesSKVII 1999
tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, lantai rumah tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen, lantai
kedap air dan mudah dibersihkan. Hasil penelitian Adnani 2006, tentang hubungan kondisi rumah dengan
penyakit TBC Paru di wilayah kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunungkidul menunjukkan bahwa risikountuk menderita TBC Paru 3
– 4 kali lebih tinggi pada penduduk yang tinggal pada rumah yang lantainya tidak memenuhi syarat
kesehatan OR = 3,75.
2.3.6 Ventilasi
Ventilasi bermanfaat bagi sirkulsi pergantian udara dalam rumah serta mengurangi kelembapan. Keringat manusia juga dikenal mempengaruhi kelembapan.
Universitas Sumatera Utara
Kelembapan dalam ruang tertutup dimana banyak terdapat manusia di dalamnya lebih tinggi dibandingkan kelembapan diluar ruang Achmadi, 2010. Menurut Sarudji
2010, rumah harus memiliki sistem pertukaran udara yang baik, karena penghuni memerlukan udara yang segar. Setiap ruang kamar memerlukan ventilasi yang cukup
untuk menjamin kesegaran dan menyehatkan penghuninya. Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara dalam rumah tersebut tetap segar. Fungsi kedua ventilasi adalah untuk
membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus dan bakteri yang terbawa oleh
udara akan selalu mengalir Notoatmodjo, 2003. Menurut Mubarak dan Chayatin 2009, ada dua macam ventilasi yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Aliran
udara dalam ruangan pada ventilasi alamiah terjadi secara alami melalui jendela, pintu, lubang-lubang dinding, angina-angin, dan sebagainya. Sedangkan pada
ventilasi buatan aliran udara terjadi karena adanya alat-alat khusus untuk mengalirkan udara seperti mesin penghisap AC dan kipas angin.
Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya kadar gas CO2, adanya bau pengap, suhu udara ruangan naik, dan
kelembapan udara ruangan bertambah Mukono, 2005. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829MenkesSKVII 1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan, luas ventilasi alamiah yang permanen minimal 10 dari luas lantai.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Firdiansyah 2012, tentang pengaruh faktor sanitasi dan sosial ekonomi terhadap kejadian penyakit TB paru BTA positif di Kecamatan
Genteng Kota Surabaya menunjukkan bahwa responden yang memiliki ventilasi buruk kemungkinan untuk sakit TB Paru BTA Positif sebesar 3,12 kali lebih besar
daripada responden yang memiliki ventilasi baik OR = 3,12.
2.3.7 Pencahayaan