Analisis Perbandingan Pendapatan Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara II Dengan Petani Tebu Rakyat Intensifikasi ( TRI )

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PROGRAM

KEMITRAAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DENGAN

PETANI TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI ( TRI )

SKRIPSI

OLEH :

HAPOSAN HUTABARAT

060304012

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PROGRAM

KEMITRAAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DENGAN

PETANI TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI ( TRI )

SKRIPSI

OLEH :

HAPOSAN HUTABARAT

060304012

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui oleh,

Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

( Ir. Iskandarini, MM )

19640505 199403 2 002

19570217 198603 2 001

(Dr. Ir. Salmiah, Ms)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(3)

ABSTRAK

HAPOSAN HUTABARAT (060304012), dengan judul skripsi “ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PROGRAM KEMITRAAN PT. PERKEBUNAN II DENGAN PETANI TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI”.

Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM (Ketua Pembimbing) dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS (Anggota Pembimbing).

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan tingkat biaya produksi dan tingkat pendapatan antara program kemitraan PTPN II dengan petani TRI.

Untuk menganalisis hipotesis tingkat biaya menggunakan rumus TC=FC+VC sedangkan untuk hipotesis tingkat pendapatan dianalisis dengan menggunakan rumus Pd=TR-TC.

Daerah penelitian ditentukan secara purposive sampling daerah penelitian dipilih berdasarkan tujuan tertentu yang dipandang sesuai dengan tujuan penelitian. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik proporsional randam sampling yaitu pengambilan sampel dengan menetapkan jumlah tergantung besar kecilnya sub populasi atau kelompok yang akan diwakilinya. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel dari populasi.

1. Dari penelitian diperoleh hasil : Total biaya produksi untuk program Kemitraan PTPN II adalah sebesar Rp. 940.728.333 sedangkan total biaya untuk petani Tebu Rakyat Inti (TRI) sebesar Rp. 546.898.833.

2. Pendapatan untuk program kemitraan PTPN II adalah sebesar Rp.56.771.667 dan pendapatan untuk petani TRI adalah sebesar Rp.35.851.167.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 26 oktober 1988, sebagai anak kedua dari 2 (dua) bersaudara, dari keluarga Bapak Ir. T. Hutabarat, MA dan ibu Ir. P. Pasaribu, MM.

Adapun Riwayat Pendidikan yang pernah ditempuh penulis yaitu: 1. Tamat dari SD Kristen Immanuel Medan tahun 2000

2. Tamat dari SLTP Kristen Immanuel Medan pada tahun 2003. 3. Tamat dari SMA St. Thomas I Medan.

4. Tahun 2006 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

5. Bulan Juni 2010 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Gunung Sitember, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi.

6. Bulan Januari - Maret 2012 melaksanakan penelitian Skripsi di Desa Bulu Cina, dan di PTPN II Sei Semayang Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Analisis Perbandingan Pendapatan Program Kemitraan PT. Perkebunan II dengan Petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat pada Program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan untuk mendapatkan gelar Sarjana.

Pada Kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Iskandarini, MM selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyelesaian Skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Skripsi ini dengan memberikan bimbingan dan arahan.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah MS, selaku Ketua Program studi Agribisnis beserta semua staff dan pegawai yang telah membantu hingga penulisan skripsi ini selesai.

4. Keluarga penulis teristimewa ayahanda tersayang Ir. T. Hutabarat, MA dan ibunda tercinta Ir. P. Pasaribu, MM yang telah banyak memberikan motivasi dan dorongan baik berupa materi ataupun semangat dan do’a.


(6)

5. Terima kasih banyak juga kepada teman teman stambuk 2006 SEP/PKP atas segala bantuan, dukungan, do’a, semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini sampai dengan selesai.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.

Medan, April 2012


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 9

2.2. Landasan Teori ... 13

2.3. Kerangka Pemikiran ... 18

2.4. Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 21

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 23

3.4. Metode Analisis Data ... 23

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Defenisi ... 25

3.5.2. Batasan Operasional ... 26

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 27

4.1.1. Profil PT. Perkebunan Nusantara II ... 27

4.1.2. Jenis Komoditi PT. Perkebunan Nusantara II ... 30

4.1.3. Letak Geografis ... 31

4.1.4. Tata Guna Tanah ... 32

4.1.5. Keadaan Penduduk ... 32

4.1.6. Sarana dan Prasarana ... 35

4.2. Karakteristik Petani Sampel ... 37

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Teknis Budidaya Tebu ... 38

5.1.1. Pembibitan ... 38

5.1.2. Pengolahan Lahan ... 39

5.1.3. Pemeliharaan Tanaman ... 40

5.1.4. Pemanenan dan Pengangkutan ... 43

5.2. Perbandingan Biaya Produksi ... 44

5.3. Perbandingan Pendapatan ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 49


(8)

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1. Nama - nama Kelompok Tani T R I Murni

yang Bermitra dengan PTP.N. II ... 22

2. Jumlah Populasi dan Sampel ... 23

3. Jenis Komoditi PT. Perkebunan Nusantara II ... 31

4. Komposisi Penduduk Desa Bulu Cina Menurut Kelompok Jenis Kelamin dan Umur ... 33

5. Komposisi Penduduk Desa Bulu Cina Menurut Tingkat Pendidikan ... 34

6. Komposisi Penduduk Bulu Cina Menurut Mata Pencaharian ... 34

7. Sarana dan Prasarana Kelurahan Haranggaol ... 36

8. Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Haranggaol ... 37

9. Perbandingan Biaya Produksi Program Kemitraan dan Petani TRI ... 44

10.Kebutuhan Pupuk per Ha dan Harga ... 46

11. Kebutuhan Pestisida per Ha dan Harga ... 46

12. Perbandingan Pendapatan Program Kemitraan dan Petani TRI ... 47


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran ... 19

2. Bibit yang ditanam di gundukan ... 40

3. Pembumbunan ... 42

4a. Tebu yang di ikat ... 43


(10)

ABSTRAK

HAPOSAN HUTABARAT (060304012), dengan judul skripsi “ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PROGRAM KEMITRAAN PT. PERKEBUNAN II DENGAN PETANI TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI”.

Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM (Ketua Pembimbing) dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS (Anggota Pembimbing).

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan tingkat biaya produksi dan tingkat pendapatan antara program kemitraan PTPN II dengan petani TRI.

Untuk menganalisis hipotesis tingkat biaya menggunakan rumus TC=FC+VC sedangkan untuk hipotesis tingkat pendapatan dianalisis dengan menggunakan rumus Pd=TR-TC.

Daerah penelitian ditentukan secara purposive sampling daerah penelitian dipilih berdasarkan tujuan tertentu yang dipandang sesuai dengan tujuan penelitian. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik proporsional randam sampling yaitu pengambilan sampel dengan menetapkan jumlah tergantung besar kecilnya sub populasi atau kelompok yang akan diwakilinya. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel dari populasi.

1. Dari penelitian diperoleh hasil : Total biaya produksi untuk program Kemitraan PTPN II adalah sebesar Rp. 940.728.333 sedangkan total biaya untuk petani Tebu Rakyat Inti (TRI) sebesar Rp. 546.898.833.

2. Pendapatan untuk program kemitraan PTPN II adalah sebesar Rp.56.771.667 dan pendapatan untuk petani TRI adalah sebesar Rp.35.851.167.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pembangunan ekonomi, pola kemitraan nerupakan perwujudan cita-cita untuk melaksanakan sistem perekonomian gotong royong yang dibentuk antara mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar, dan kemampuan teknologinya bersama petani golongan lemah serta miskin yang tidak berpengalaman. Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas dan usaha atas kepentingan bersama. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan dianggap sebagai usaha yang menguntungkan, terutama ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan nasional jangka panjang (Darmono, 2004).

Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap penting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya yang meningkat yaitu sekitar 0,26%. Dilihat dari potensi sumberdaya yang besar dan beragam, pertanian akan memiliki prospek yang cerah bila terus dikembangkan, apalagi sumbangan sektor pertanian untuk pendapatan nasional yang cukup besar, ditambah lagi dengan mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian disektor pertanian sehingga hal ini dapat menjadi basis pertumbuhan didaerah pedesaan (Nuhfil, 2003).

Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Propinsi Sumatera Utara menujukkan tren yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan perkebunan dan


(12)

meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, tebu dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan (Rahardjo, 1993).

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk indonesia, kebutuhan akan pangan khususnya gula terus mengalami peningkatan permintaan. Pemaksaan terhadap pemenuhan akan kebutuhan gula memberikan kontribusi yang besar akan rentannya ketahanan pangan. Pendekatan sentralistis dilakukan oleh pemerintahan dengan tanpa mempertimbangkan kepentingan wilayah menyebabkan ketergantungan yang besar bagi daerah untuk mengembangkan kebijakan pembangunan pertanian. Pemaksaan tehadap komoditas budidaya serta pemaksaan teknologi yang diterapkan menyebabkan semakin hilangnya kearifan lokal dan keanekaragaman tanaman yang sebelumnya ada. Hal ini diikuti serta turunnya kualitas tanah, hancurnya teknologi lokal serta ketergantungan yang besar terhadap produk luar yang diintrodusir tersebut (Rahardjo, 1993).

Salah satu tanaman perkebunan yang memiliki arti penting pada industri gula adalah tebu. Hal ini disebabkan tebu merupakan bahan baku dalam pembuatan gula (Rahardi, 1993).

Tebu atau saccharum officinarum termasuk keluarga rumput – rumputan. Mulai dari pangkal sampai ujung batangnya mengandung air gula dengan kadar mencapai 20%. Air gula inilah yang kelak yang dibuat Kristal – Kristal gula atau gula pasir (Mardianto. 2005).


(13)

Meningkatnya kebutuhan gula domestik sangat mempengaruhi pengembangan perkebunan tebu. Pengembangan tanaman tebu ditujukan untuk menambah pasokan bahan baku pada industri gula dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani tebu dengan cara partisipasi aktif petani tebu tersebut (Susmiadi, 1999).

Terdapat tiga permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan agribisnis pergulaan, yaitu :

1. Produktivitas yang cenderung turun yang disebabkan penerapan teknologi on farm dan efisiensi pabrik gula yang rendah.

2. Impor gula yang semakin meningkat.

3. Harga gula domestik tidak stabil yang disebabkan oleh sistem distribusi yang kurang efisien (Mardianto, 2005).

Salah satu alternatif untuk mengurangi atau mempersempit terjadinya

kesenjangan sosial dan masalah-masalah tersebut, maka dilakukan pengembangan kemitraan usaha antara pengusaha besar (kuat) dengan pengusaha kecil (lemah).

Kemitraan ini diharapkan dapat memacu dan memicu pertumbuhan ekonomi

sekaligus mendorong pemerataan kesejahteraan, penyerapan tenaga kerja,

pendapatan masyarakat, dan pertumbuhan regional wilayah (Hafsah, 2000).

Manusia yang terdiri dari pihak pengusaha, pemerintah, dan petani/masyarakat merupakan unsur terpenting didalam mewujudkan kelanjutan dari program kemitraan tersebut. Kelembagaan pengawasan juga diperlukan untuk mengawasi jalannya kemitraan dari pemerintah dan pengusaha sehingga tidak merugikan kaum petani. Pihak pemerintah juga bisa berfungsi sebagai pengawas dan perantara jalannya proses kemitraan antara pengusaha dan petani/ masyarakat,


(14)

walaupun dalam kenyataannya lembaga pengawasan ini sulit untuk didapatkan (Sumardjo, dkk. 2004).

Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Komposisi kemitraan itu sangat bervariasi, tetapi merupakan representasi pelaku ekonomi seperti produsen, pedagang, eksportir, pengolah, pemerintah daerah/pusat, perguruan tinggi, lembaga riset lain, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya (Haeruman, 2001).

Kemitraan bukan sebuah pengaturan resmi berdasarkan kontrak. Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Kemitraan menggantikan hubungan pembeli atau pemasok teradisional dengan suatu derajat kerjasama dan saling percaya serta memanfaatkan keahlian setiap mitra usaha guna memperbaiki persaingan secara keseluruhan (Linton, 1997).

Pengeluaran untuk konsumsi pangan dan non pangan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan masyarakat. Di negara yang sedang berkembang, pemenuhan kebutuhan makanan masih menjadi prioritas utama, karena untuk memenuhi kebutuhan gizi (Sumanto, 2002).

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tingkat pendapatan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran pangan ke


(15)

pengeluaran non pangan. Porsi pengeluaran masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi terhadap kebutuhan non pangan seperti: perumahan, barang dan jasa, pakaian, dan barang tahan lama (kendaraan, perhiasan dan sebagainya) biasanya lebih besar dibanding masyarakat dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah (Santosa, 2008).

Struktur pengeluaran juga merupakan indikator kesejahteraan yang sama pentingnya dengan indikator lainnya pada rumah tangga. Tingkat pemerataan pengeluaran rumah tangga dapat dilihat dari distribusi antar komponen pengeluaran yang dapat dikelompokkan menjadi pengeluaran untuk pangan dan non-pangan. Dalam kondisi yang berimbang, total pendapatan seharusnya merupakan total dari pengeluaran dan tabungan. Dengan kata lain bila total pengeluaran rumah tangga lebih rendah dari total pendapatan, maka ini mencerminkan bahwa rumah tangga tersebut memiliki tabungan (Suhaeti, 2005).

Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun berkurangnya kesenjangan adalah salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan. Indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat pemerataan pendapatan masyarakat adalah distribusi pendapatan masyarakat diantara golongan pendapatan penduduk (Yustika, 2002).

PTPN II merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang agrobisnis perkebunan dengan mengelola kebun kelapa sawit, karet, kakao, tembakau, dan tebu serta kegiatan rumah sakit dan pabrik fraksional. Perusahaan ini juga mengembangkan Perkebunan Kelapa Sawit dengan pola PIR dan Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA), PTPN II ini bertujuan untuk melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan


(16)

pembangunan nasional pada umumnya, khususnya disektor pertanian dalam arti yang seluas – luasnya, berdasarkan kepada azas :

1. Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional.

2. Memperluas lapangan pekerjaan.

3. Memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, air, serta kesuburan tanah (Anonimus, 2010).

Intensifikasi Tebu Rakyat atau dikenal dengan TRI (Tebu Rakyat Indonesia) adalah pengertian menurut inpres No 9 tahun 1975, yaitu “Langkah yang bertujuan untuk mengalihkan pengusahaan tanaman tebu untuk produksi gula diatas tanah sewa, kearah tanaman tebu tanpa mengabaikan upaya peningkatan tanaman tebu rakyat tersebut dilakukan sistem BIMAS secara bertahap”.

Produksi PTPN II pada tahun tebu giling 2005/2006 ini meningkat dibandingkan dengan tahun yang lalu atau mencapai 1,041 juta ton/tahun yang dihasilkan dari 12.954 Ha lahan tebu milik BUMN itu dan hasil Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Hasil tebu sebanyak 1.041.181,77 ton itu merupakan produksi 13 kebun masing-masing kebun Sei Semayang, Kelambir Lima, Helvetia, Klumpang, Sentis, Sampali, Bulu Cina, Kuala Madu, Kuala Bingei, Tandam Hilir, Tandam, Batang Serangan dan Tanjung Jati. Sebanyak 1.041.181,77 ton tebu itu masing-masing dihasilkan kebun sendiri sebanyak 1.000.455,07 ton yang merupakan hasil panen dari areal seluas 12.366,16 Ha dan sisanya 40.726,70 ton merupakan dari kebun TRI seluas 588,36 Ha.


(17)

Petani di Sei Semayang mepunyai 2 sistem pola pengolahan lahan antara lain program kemitraan dengan PTP.N.II dan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Program kemitraan dengan PTP.N.II merupakan sistem pola pengolahan lahan dalam bentuk kemitraan antara petani dengan PTPN II dimana lahan merupakan lahan PTPN II yang disewakan kepada petani, sedangkan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan pola pengolahan lahan milik petani sendiri.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perbandingan tingkat biaya produksi antara program kemitraan PTPN II dengan petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian? 2. Bagaimana perbandingan tingkat pendapatan antara program kemitraan PTPN

II dengan petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk membandingkan tingkat biaya produksi -0antara program kemitraan PTPN II dengan petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian. 2. Untuk membandingkan tingkat pendapatan antara program kemitraan PTPN II


(18)

1.4. Kegunaan penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan untuk pengembangankemitraan PT. Perkebunan II dengan petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah kesenjangan ini adalah melalui kemitraan usaha antara yang besar dan usaha yang kecil, antara yang kuat dan yang lemah. Melalui kemitraan diharapkan dapat secara cepat bersimbiose mutualistik sehingga kekurangan dan keterbatasan pengusaha kecil dapat teratasi. Di samping itu, sekaligus diharapkan dapat mempercepat kemampuan golongan ekonomi lemah, memecahkan masalah pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat (Hafsah, 2000).

Dalam UU tentang Usaha Kecil Nomor 9 Tahun 1995, konsep kemitraan dirumuskan dalam pasal 26 sebagai berikut :

1. Usaha menengah dan usaha besar melaksanakan hubungan kemitraan dengan usaha kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha.

2. Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diupayakan kearah terwujudnya keterkaitan usaha.

3. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologo

4. Dalam melaksanakan hubungan ke dua belah pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara (Anoraga dan Sudantoko, 2002).


(20)

Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Proses ini harus benar – benar dicermati sejak awal sehingga permasalahan yang timbul dapat diketahui baik besarnya permasalahan maupun langkah – langkah yang perlu diambil. Disamping itu perubahan peluang dan pangsa pasar yang timbul dapat segera dapat diantisipasi sehingga target yang ingin dicapai tidak mengalami perubahan. Rangkaian urutan proses pengembangan kemitraan merupakan suatu urutan tangga yang ditapaki secara beraturan dan bertahap untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Komitmen perusahaan terhadap masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dari kegiatan perusahaan. Membangun masyarakat yang sehat dan kinerja yang tinggi merupakan tujuan setiap perusahaan, sehingga perusahaan akan terus berupaya mencapai pengakuan, termasuk dalam kepedulian masyarakat. Dengan demikian, banyak perusahaan beroperasi pada lahan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan hajat hidup orang banyak. Dalam keadaan seperti ini, perusahaan akan dengan mudah memberikan kemampuan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat, namun dilain sisi, perusahaan juga mengalami dilema dalam melakukan kegiatan sosial ini akibat banyaknya permintaan dan motivasi tertentu dari masyarakat itu sendiri (Hafsah, 2000).


(21)

Manfaat kemitraan bagi PTPN II :

1. Mengangkat pamor dan kredibilitas perusahaan (PTPN II).

2. Salah satu upaya dalam membentuk hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar (masyarakat tidak lagi meminta sumbangan atau menjarah hasil produksi dan properti milik PTPN II).

3. Adanya kepuasan secara sosial karena dapat membantu masyarakat.

Proses bagi hasil antara PTPN-II dengan para petani bermitra adalag 65% bagi petani dan 35% bagi PTPN-II. 35% tersebut sudah termasuk sewa lahan para petani ke PTPN-II karena PTPN-II hanya menyediakan lahan saja kepada para petani.

Sedangkan manfaat kemitraan bagi petani tebu rakyat intensifikasi adalah dapat meningkatkan pendapatan petani dan membuka lapangan pekerjaan bagi petani tebu.

Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Komposisi kemitraan itu sangat bervariasi, tetapi merupakan representasi pelaku ekonomi seperti produsen, pedagang, eksportir, pengolah, pemerintah daerah/pusat, perguruan tinggi, lembaga riset lain, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya (Haeruman, 2001).


(22)

Kemitraan bukan sebuah pengaturan resmi berdasarkan kontrak. Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Kemitraan menggantikan hubungan pembeli atau pemasok teradisional dengan suatu derajat kerjasama dan saling percaya serta memanfaatkan keahlian setiap mitra usaha guna memperbaiki persaingan secara keseluruhan (Linton, 1997).

Kemitraan menyediakan banyak manfaat dan kegunaan dari fungsinya yaitu sebagai berikut:

1. Membangun hubungan jangka panjang.

2. Memperbaiki kinerja bisnis jangka panjang.

3. Perencanaan produk yang difokuskan.

4. Kesadaran pelanggan ditingkatkan.

5. Membuka saluran-saluran penjualan.

6. Mengendalikan biaya-biaya penjualan (Linton, 1997).

Program kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada dasarnya merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan BUMN kepada masyarakat. Secara umum, PKBL diwujudkan dengan upaya-upaya untuk memberdayakan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Aktivitas PKBL merupakan wujud nyata dari program penanggulangan dan pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah, dimana masyarakat miskin merupakan sasaran utamanya (Anonimus, 2010).

Dalam menunjang keberhasilan agribisnis, maka tersedianya bahan baku pertanian secara kontinu dalam jumlah yang tepat sangat diperlukan. Tersedianya


(23)

produksi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain macam komoditi, luas lahan, tenaga kerja, modal, manajemen, iklim, dan faktor sosial ekonomi produsen (Soekartawi, 1999:47).

2.2. Landasan Teori

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dalam prisip saling membesarkan. Karena merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku – pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar –dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan (Hafsah, 2000).

Tolak ukur hasil kemitraan dapat diketahui dengan adanya evaluasi, evaluasi kinerja dapat diartikan sebagai pengukuran atau penilaian hasil yang didapat dari kemitraan, padahal antara keduanya mempunyai arti yang berbeda meskipun saling berhubungan. Mengukur adalah membandingan sesuatu dan satu ukuran (kuantitatif), sedangkan menilai berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (kualitatif). Adapun pengertian evaluasi meliputi keduanya. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan (Yustika, 2002).

Pola kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Pasal 1 KEPMEN BUMN NO:KEP/MBU/2003).


(24)

Secara konseptual, kemitraan mengandung makna adanya kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan. Prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan harus diperhatikan dalam konsep tersebut (Sumardjo, dkk. 2004).

Analisa usahatani dibutuhkan dalam perencanaan sejak pembukaan lahan sampai tebu siap dipasarkan. Di dalam analisa usahatani ini, kita akan tahu seberapa banyak tenaga, alat, dan bahan-bahan yang akan dibutuhkan sehingga bias diperkirakan berapa besar modal yang perlu disediakan dan berapa banyak besarnya pendapatan yang akan diperolehnya (Najiyati dan Danarti, 1990).

Suatu rencana usahatani dalam azaznya harus mengandung hal-hal berikut, jenis dan nilai input, jumlah dan harga input yang akan digunakan, jumlah uang atau kredit yang diperlukan untuk pembiayaan pelaksanaan rencana, jumlah produksi yang akan diperoleh dan seberap banyak dari produksi tersebut yang akan dijual untuk menghasilkan pendapatan dan keuntungan bersih yang diharapkan (Yustika, 2002).

Unsur-unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani meliputi empat macam yang biasa disebut sebagai factor-faktor produksi yaitu: tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan atau manajemen (Rustam, 2010).

Masalah konsep yang umum ditemui dalam menyiapkan analisa investasi usahatani adalah bagaimana menentukan biaya tenaga kerja keluarga. Prinsip yang umum dipakai dalam penilaian adalah menilai pekerja keluarga atau biaya oportunitasnya: yaitu manfaat keluarga yang dikorbankan untuk ikut serta dalam usahatani (Herjanto dan Eddi, 1999).


(25)

Untuk melihat tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu juga dilihat sisi yang lain yaitu perkembangan jumlah pembelanjaan petani untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai produsen dan konsumen dihadapkan kepada pilhan untuk mengalokasikan pendapatannya. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi kelangsungan hidup petani beserta keluargannya. Kedua, pengeluaran untuk produksi/budidaya pertanian yang merupakan lading penghidupannya yang mencakup biaya operasional produksi dan investasi atau pembentukan barang modal. Unsur kedua ini hanya mungkin dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah terpenuhi; dengan demikian investasi dan pembentukan barang modal merupakan factor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani (Santosa, A. 2008).

Dari segi ekonomi, cirri yang sangat penting pada petani kecil ialah terbatasnya sumberdaya dasar tempat ia berusahatani. Pada umumnya, mereka akan menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya sering tidak subur dan terpencar-pencar dalam beberapa petak. Mereka mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan dan kesehatan yang sangat rendah. Mereka sering terjerat oleh hutang dan tidak terjangkau oleh lembaga kredit dan sarana produksi. Bersamaan dengan itu, mereka menghadapi pasar dan harga yang tidak stabil, mereka tidak cukup menerima dukungan penyuluhan, pengaruh mereka kecil dalam pengawasan dan penyelenggaraan lembaga desa. Akibatnya, kelangsungan hidup mereka sering tergantung kepada orang lain dan pengaru iklim yang jelek atau

harga yang rendah dapat membawa bencana bagi petani dan keluarga (Soekartawi, 1994).


(26)

Dapat diketahui bahwa sistem kemitraan yang dilaksanakan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil atau antara perusahaan inti dengan petani plasma di Indonesia berada di wilayah pertumbuhanatau tergolong sedang. Artinya pengaruh faktor kekuatan tidak terlalu mendominasi faktor internal dalam sistem kemitraan. Begitupun faktor peluang juga tidak terlalu mendominasi faktor eksternal dalam sistem kemitraan. Faktor internal dalam sistem kemitraan berkaitan dengan faktor tenaga kerja, produktivitas, pendapatan, ketrampilan dan kemampuan teknis, permodalan, pengalaman pasar, kontinuitas bahan baku, teknologi, lahan produksi dan kebijakan kerjasama kedua belah pihak yang bermitra. Faktor eksternal kemitraan berkaitan dengan prospek pengembangan usaha, fluktuasi permintaan, fluktuasi harga sarana penunjang produksi, sumber

daya alam, pesaing, dan peluang peningkatan diversifikasi usaha (Widiastuti, 2002).

Produksi merupakan suatu kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa dengan jalan mengkombinasikan faktor – faktor produksi yang meliputi : tanah

(sumber daya alam), tenaga kerja (sumber daya manusia), modal dan manajemen (Kadariah, 1994).

Di dalam kegiatan produksi usaha pasti mengeluarkan biaya seperti : biaya tenaga kerja, bahan baku, alat – alat dan sebagainya. Semua biaya yang dikeluarkan adalah biaya produksi. Perhitungan semua biaya yang perlu dikeluarkan untuk menghasilkan barang atau jasa sampai barang tersebut terjual disebut sebagai kalkulasi harga pokok (Rosyidi, 1998).

Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen


(27)

itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993).

Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan, dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk (Cyrilla dan Ismail, 1988).

Berdasarkan jenis biaya dapat dikategorikan menjadi :

1. Biaya tetap atau Fixed Cost (FC) merupakan biaya-biaya yang tidak tergantung pada tingkat output. Yang termasuk dalm biaya tetap adalah pinjaman modal, biaya sewa peralatan dan pabrik, tingkat depresiasi yang ditetapkan dan pajak kekayaan.

2. Biaya Variabel atau Variabel Cost (VC) merupakan biaya yang berubah sesuai dengan output. Jadi biaya variable merupakan fungsi dari tingkat output. Yang termasuk dalam variabel ini adalah pengeluaran bahan baku, depresiasi yang disebabkan oleh penggunaan peralatan, biaya tenaga kerja dan biaya input lainnya yang berubah sesuai tingkat output.

Soekartawi, (1995), menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

Penerimaan dalam usahatani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendapatan adalah penerimaan dengan biaya produksi (Kay dan Edward, 1994).


(28)

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam melaksanakan fungsi manajemen dalam pemanfaatan dana kemitraan dan untuk mewujudkan misi perusahaan dalam menumbuh kembangkan kegiatan ekonomi kerakyatan, maka dibentuklah pola kemitraan terhadap petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).

Petani mepunyai 2 sistem pola pengolahan lahan antara lain program kemitraan dengan PTP.N.II dan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Program kemitraan dengan PTP.N.II merupakan sistem pola pengolahan lahan dalam bentuk kemitraan antara petani dengan PTPN II dimana lahan merupakan lahan PTPN II yang disewakan kepada petani, sedangkan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan pola pengolahan lahan dimana lahan, modal dan biaya produksi ditanggung oleh petani sendiri.

Petani yang mengikuti program kemitraan melakukan proses produksi dan mengeluarkan biaya produksi. Setelah proses produksi, petani memperoleh penerimaan sesuai dengan harga pasar dan sistem bagi hasil yang ditetapkan dalam program kemitraan tersebut. Dari hasil penerimaan tersebut didapatkan pendapatan akhir petani setelah dikurangkan dengan total biaya produksi. Demikian juga dengan petani TRI. Hanya saja total penerimaan yang didapat petani tidak dibagi lagi.

Setelah ini akan dilihat apakah ada perbedaan pendapatan antara petani TRI dengan yang mengikuti program kemitraan PTP.N.II.


(29)

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan :

: menyatakan hubungan : menyatakan pengaruh

Perbandingan Biaya Petani

Pendapatan Petani Sistem A Pendapatan Petani Sistem B

Perbandingan Pendapatan Biaya

Harga Harga

Biaya

Program Kemitraan T R I


(30)

2.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian berdasarkan landasan teori adalah sebagai berikut : 1. Tingkat biaya pada program kemitraan PTPN II lebih tinggi daripada

petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).

2. Tingkat pendapatan pada program kemitraan PTPN II lebih tinggi daripada petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling, yaitu daerah penelitian dipilih berdasarkan tujuan tertentu yang dipandang sesuai dengan tujuan penelitian. Purposive sampling dalam pemilihan sampel dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti di bidang yang sedang diteliti dan bertitik tolak pada penilai pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar – benar representative (Lubis, 2002). Daerah penelitian ditetapkan di Kebun Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang yang ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah yang memproduksi gula pasir yang berasal dari pabrik gula (PG) yang beroperasi di Kabupaten Deli Serdang atau Kabupaten Langkat.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini yaitu anggota kelompok Tani TRI Murni yang merangkap dalam program kemitraan PTP. Nusantara II yang berlokasi di Sei Semayang dengan jumlah populasi petani 94 orang.

Berikut data mengenai nama kelompok tani, luas lahan dan jumlah petani yang bermitra dengan PTP.Nusantara II dan sekaligus merupakan petani TRI Murni.


(32)

Tabel 1. Nama - nama Kelompok Tani T R I Murni yang Bermitra dengan PTP.N. II

Tabel 1. Nama - nama Kelompok Tani T R I Murni yang Bermitra dengan PTP.N. II

No. Nama Kelompok Tani Jumlah Anggota (KK) Luas Areal Tanam T R I

Murni (Ha)

Luas Areal Tanam PTP.N.II (Ha)

1 Guyub 18 7.00 19.30

2 Maju Bersama 7 6.00 10.50

3 Sepakat 25 40.00 29.00

4 Sialang Muda 9 18.00 11.90

Total 59 71.00 70.70

Sumber : PTP.N.II Sei Semayang

Dengan keterbatasan waktu, biaya dan tenaga kerja, tentunya tidak mungkin meneliti seluruh petani. Karena, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel dari populasi (Wiratha, 2006). Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Simple Random Sampling yaitu sampel diambil secara acak sederhana sebanyak 30 petani. Hal ini disebabkan karena populasi sampel dalam penelitian ini adalah homogen yang artinya satu petani mengolah dua lahan yaitu TRI dan bermitra. Jumlah sampel yang diambil dari kedua kelompok tersebut adalah menggunakan persamaan Soepomo (1997) sebagai berikut:

Dimana: SPL = Sampel

n = Jumlah anggota kelompok Tani N = Total populasi


(33)

Tabel 2. Jumlah Populasi dan Sampel

No Uraian Jumlah Populasi (KK) Jumlah Sampel (KK)

1 Kemitraan PTP.N.II 59 15

2 Petani T R I 59 15

Sumber : PTP.N.II Sei Semayang

3.3 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder yang bersumber dari lembaga resmi pemerintah. Data primer didapat dari pegamatan dan wawancara langsung terhadap petani sample. Data primer meliputi : (1) Identitas petani, (2) luas lahan usahatani tebu, (3) bentuk hubungan kerjasama yang dilakukan PTPN II Sei Semayang dengan petani, (4) sarana produksi yang diperoleh dari PTPN II Sei Semayang, (5) harga yang diterima petani dan (6) produksi tebu yang dihasilkan oleh petani.

3.4 Metode Analisis Data

Setelah data dikumpulkan dan ditabulasi, selanjutnya akan dianalisis sesuai dengan hipotesa yang diajukan. Data diolah dan dianalisis secara tabulasi dan deskriptif.

Untuk menganalisis identifikasi masalah 1, dianalisis dengan menggunakan rumus untuk melihat melihat biaya manakah yang lebih besar antara petani tebu dengan lahan sendiri dengan petani tebu dengan sistem PTP.N.II.


(34)

Keterangan:

TC = Total Cost/ Total biaya (Rp) FC = Fixed Cost/ Biaya tetap (Rp) VC = Variable Cost/ Biaya variabel (Rp)

Untuk identifikasi masalah 2, dianalisis dengan rumus sebagi berikut : Penerimaan dihitung dengan rumus:

TR = Y . Py Keterangan:

TR = Penerimaan usahatani (Rp) Y = Jumlah Produksi (Kg) Py = Harga y (Rp/Kg)

Pendapatan dihitung dengan rumus: Pd = TR TC Keterangan:

Pd = Pendapatan bersih usahatani (Rp)

TR = Total Revenue/Penerimaan usahatani (Rp) TC = Total Cost/ Total biaya (Rp)

(Soekartawi, 1995)

Untuk mengetahui apakah pendapatan yang diperoleh telah sesuai dengan penerimaan yang didapat maka digunakan rumus rasio pendapatan terhadap penerimaan, yaitu :


(35)

Kriteria uji: - Rasio pendapatan terhadap penerimaan < 50%, maka rendah - Rasio pendapatan terhadap penerimaan > 50%, maka

tinggi

3.5 Defenisi dan Batasan Operaional

Defenisi dan batasan operasional berguna untuk dapat memberi pengertian dan membatasi penelitian yang akan dilakukan.

3.5.1 Defenisi

1. Petani adalah petani yang menanam tebu di Sei Semayang.

2. Tebu Rakyat Intensifikasi adalah langkah – langkah yang bertujuan untuk mengalihkan pengusahaan tanaman tebu untuk produksi gula diatas tanah sewa, kearah tanaman tebu tanpa mengabaikan upaya peningkatan tanaman tebu rakyat tersebut.

3. Kemitraan adalah kerjasama yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara II dengan petani tebu rakyat.

4. Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan (Rp).

5. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses usahatani yang dilakukannya yang merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variable.

6. Produksi adalah hasil panen yang dipeoleh dari hasil usaha tani tebu (gula/kg). 7. Harga adalah nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang.


(36)

8. Pendapatan adalah total penerimaan yang diperoleh dari hasil mata pencaharian dikurangi dengan biaya produksi (Rp).

9. Perbandingan pendapatan adalah untuk mengetahui besar kecilnya pendapatan petani.

10.Perbandingan biaya adalah untuk mengetahui besar kecilnya biaya yang digunakan oleh petani.

3.5.2.Batasan operasional

1. Sampel dalam penelitian ini adalah petani tebu rakyat intensifikasi di Sei Semayang.

2. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2011


(37)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Profil PT. Perkebunan Nusantara II

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero), disingkat PTPN II, dibentuk berdasarkan PP No. 7 Tahun 1996, tanggal 14 Pebruari 1996. Perusahaan yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan kebun-kebun di Wilayah Sumatera Utara dari eks PTP II dan PTP IX. Selain itu dikembangkan juga tanaman kelapa sawit di wilayah Irian Jaya yaitu di Kabupaten Manokwari dan Jayapura.

Perusahaan Perseroan PT Perkebunan II bergerak dibidang usaha Pertanian dan Perkebunan didirikan dengan Akte Notaris GHS Loemban Tobing, SH No. 12 tanggal 5 April 1976 yang diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54 tanggal 21 Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No. Y.A. 5/43/8 tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam Lembaran Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan kepada Pengadilan Negeri Tingkat I Medan tanggal 19 Pebruari 1977 No. 10/1977/PT. Perseroan Terbatas ini bernama Perusahaan Perseroan (Perseroan) PT Perkebunan II disingkat “PT Perkebunan II" merupakan perubahan bentuk dan gabungan dari PN Perkebunan II dengan PN Perkebunan Sawit Seberang.

Pendirian perusahaan ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun


(38)

1975. Pada tahun 1984 menurut Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham, Akte Pendirian tersebut diatas telah dirubah dan diterangkan dalam Akte Notaris Imas Fatimah Nomor 94 tanggal 13 Agustus 1984 yang kemudian diperbaiki dengan Akte Nomor 26 tanggal 8 Maret 1985 dengan persetujuan Menteri Kehakiman Nomor C2-5013-HT.0104 tahun 1985 tanggal 14 Agustus 1985. Sesuai dengan Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham tanggal 20 Desember 1990 Akte tersebut mengalami perubahan kembali dengan Akte Notaris Imas Fatimah Nomor 2 tanggal 1 April 1991 dengan persetujuan Menteri Kehakiman Nomor C2-4939-HT.01.04TH-91 tanggal 20 September 1991.

Pada tanggal 11 Maret 1996 kembali diadakan reorganisasi berdasarkan nilai kerja dimana PT Perkebunan II dan PT Perkebunan IX yang didirikan dengan Akte Notaris GHS. Loemban Tobing, SH Nomor 6 tanggal 1 April 1974 dan sesuai dengan Akte Notaris Ahmad Bajumi, SH Nomor 100 tanggal 18 September 1983 dilebur dan digabungkan menjadi satu dengan nama PT Perkebunan Nusantara II yang dibentuk dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH Nomor 35 tertanggal 11 Maret 1996. Akte pendirian ini kemudian disyahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan Surat Keputusan No. C2.8330.HT.01.01.TH.96 dan diumumkan dalam Berita Negera RI Nomor 81. Pendirian Perusahaan yang merupakan hasil peleburan PTP-II dan PTP-IX berdasarkan Peraturan Pemerintah Ri Nomor 7 tahun 1996. Kemudian pada tanggal 8 Oktober 2002 terjadi perubahan modal dasar perseroan sesuai Akte Notaris Sri Rahayu H. Prastyo, SH.1:34 PM 7/21/2008.


(39)

Adapun yang menjadi visi dari PT. Perkebunan Nusantara II adalah turut melaksanakan dan menopang kebijaksanaan serta program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional umumnya dan secara khusus di sub sektor perkebunan dalam arti seluas-luasnya dengan tujuan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Sedangkan misi dari PT. Perkebunan Nusantara II adalah profitisasi melalui pendayagunaan, pengelolaan perusahaan di bidang perkebunan, dengan mengusahakan lima budidaya komoditi unggulan yakni kelapa sawit, karet, kakao, tembakau dan tebu secara efisien, ekonomis sehingga dapat mencapai produk yang memenuhi standard kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen, serta melakukan diversifikasi usaha yang dapat mendukung kinerja perusahaan. Pengelolaan produksi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang berwawasan lingkungan, memiliki daya saing yang kuat, serta meningkatkan kemitraan dengan petani untuk memenuhi pasar dalam dan luar negeri guna kelangsungan usaha dalam mendukung pertanian perkebunan.

Sasaran dari PT. Perkebunan Nusantara II adalah mempertahankan dan meningkatkan sumbangan di bidang perkebunan melalui upaya peningkatan produksi sekaligus mendukung upaya peningkatan ekspor non migas, memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya, memelihara sumber daya alam dan lingkungan, air dan menjaga kesuburan tanah.


(40)

Dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan serta mengantisipasi era globalisasi dan ketidak-pastian perekonomian pada tahun-tahun mendatang, perusahaan telah menetapkan berbagai strategi yakni sebagai berikut :

a. Optimalisasi pemanfaatan lahan dengan mengembangkan 5 budidaya unggulan yakni kelapa sawit, karet, kakao, tebu dan tembakau dengan peningkatan produksi dan produktivitas.

b. Peningkatan kualitas produksi yang mempunyai potensi pasar, serta pengawasan harga pokok produksi yang dapat memberikan profit margin yang lebih baik.

c. Meningkatkan keperdulian terhadap kesejahteraan karyawan dalam rangka untuk meningkatkan kegairahan kerja serta produktivitas kerja. Berupaya ke arah industri hilir yang dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan pihak ketiga (kemitraan) atau berdiri sendiri.

d. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan terhadap sumber daya manusia dalam lingkup teknis melalui pelatihan dan pendidikan.

4.1.2. Jenis Komoditi PT. Perkebunan Nusantara II

PT. Perkebunan Nusantara II merupakan perkebunan milik Negara yang membudidayakan beberapa jenis tanaman semusim dan tahunan. Berikut ini merupakan tanaman perkebunan yang diusahakan oleh PT. Perkebunan Nusantara II dapat dilihat pada tabel :


(41)

Tabel 3. Jenis Komoditi PT. Perkebunan Nusantara II

No. Tanaman Perkebunan Luas Areal (Ha)

1 Kelapa Sawit 61.577

2 Tebu 13.046

3 Karet 11.265

4 Kakao 7.370

5 Tembakau 2.443

Total 95.701

Sumber: PTPN II Sei Semayang Tahun 2012

Selain penanaman komoditi pada areal sendiri + inti, PT.Perkebunan Nusantara II juga mengelola areal Plasma milik petani seluas 25.250 ha untuk tanaman kelapa sawit.

4.1.3. Letak Geografis

Lokasi Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) terletak antara kota Medan dengan Binjai tepatnya di Km. 12,5 dan dari persimpangan Km. 12,5 masuk menuju Desa Mulyo Rejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang sejauh 2500 m.

Pabrik Gula Sei Semayang termasuk berada ditengah-tengah perkebunan tebu dan perbatasan di :

Sebelah selatan : Berbatasan dengan bengkel teknik Sebelah timur : Menuju ke jalan Bulun Cina

Sebelah utara : Daerah penanaman DP (Diversun Penanaman) IV/V Sebelah barat : Terdapat Komplek Perumahan Karyawan

Secara Geografis areal pabrik Sei Semayang terletak diantara 98° Bujur Timur dan diantara garis 3° Lintang Utara. Ketinggian tempat antara 9-125 diatas permukaan laut.


(42)

Desa Bulu Cina memiliki luas wilayah 3686 ha. Kebanyakan Petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) bertempat tinggal di daerah Bulu Cina. Adapun batas-batas Bulu Cina adalah :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Kota Rantang/ Kota Datar Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Paya Bakung, Tandem Hulu I Sebelah Barat : Berbatasan dengan Tandem Hilir I, Tandem Hulu II Sebelah Timur : Klambir, Sialang Muda

4.1.4. Tata Guna Tanah

Desa Bulu Cina memiliki luas wilayah 3686 ha ini dimana penggunaan lahannya adalah pemukiman 55 ha, perkantoran 1 ha, sekolah 1 ha, tempat ibadah 3 ha, jalan 12,5 ha, sawah tadah hujan 510 ha, lading/tegalan 190,5 ha, HGU PTPN 2905 ha, rekreasi dan olahraga 3 ha.

4.1.5. Keadaan Penduduk

a. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur

Pada data statistik yang ada di kantor Kepala Desa Bulu Cina komposisi penduduk terdiri dari beberapa klasifikasi menurut umur dan jenis kelamin. Penduduk Desa Bulu Cina yang dominan angkatan kerja adalah usia 19-60 tahun. Hal ini disebabkan karena penduduk yang berusia 4-18 tahun masih terikat dengan pendidikan. Jumlah penduduk Desa Bulu Cina adalah 2605 KK atau 11.315 jiwa, yang terdiri dari 5.721 laki-laki dan 5.673 perempuan. Untuk melihat lebih jelas jumlah penduduk Desa Bulu Cina berdasarkan jenis kelamin dan umur


(43)

Tabel 4. Komposisi Penduduk Desa Bulu Cina Menurut Kelompok Jenis Kelamin dan Umur

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Penduduk (Jiwa) Total Penduduk (jiwa) Persentase (%) Laki-laki Perempuan

1 < 1 169 183 352 3,11

2 1-4 184 248 432 3,82

3 5-6 201 203 404 3,57

4 7-12 446 552 998 8,82

5 12-15 397 523 920 8,13

6 16-18 212 215 427 3,77

7 19-25 207 209 416 3,68

8 26-35 1258 1057 2315 20,46

9 36-45 1237 1059 2296 20,29

10 46-50 1132 1032 2164 19,13

11 51-60 99 104 203 1,79

12 61-75 81 102 183 1,62

13 >75 98 186 205 1,81

Jumlah 5.721 5.673 11.315 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Bulu Cina tahun 2012

Dari tabel 4 diketahui jumlah penduduk Desa Bulu Cina yang paling sedikit adalah pada umur 61-75 tahun yaitu 183 jiwa dan yang paling banyak pada umur 26-35 tahun yaitu 2.315 jiwa.

b. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Masyarakat Desa Bulu Cina sudah mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan, hal ini ditandai dengan keinginan masyarakat Desa Bulu Cina dalam mewujudkan program “Wajib Belajar 9 Tahun”. Saat ini pendidikan yang tinggi sangat dibutuhkan untuk mencari pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan maka peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus juga semakin besar. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi penduduk Desa Bulu Cina menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.


(44)

Tabel 5. Komposisi Penduduk Desa Bulu Cina Menurut Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 SD 1127 16.60

2 SLTP 2689 39.60

3 SLTA 2900 42.70

4 D1, D2, D3 45 0.66

5 S1 30 0.44

Jumlah 6791 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Bulu Cina tahun 2012

c. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Ada beberapa jenis mata pencaharian penduduk Desa Bulu Cina seperti petani, peternak, pedagang/pengusaha, sopir, lembaga pemerintahan, dan sebagian dalam studi. Untuk mengetahui lebih jelasnya jumlah dan persentase penduduk Desa Bulu Cina berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Komposisi Penduduk Desa Bulu Cina Menurut Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Pegawai Kelurahan 1 0,05

2 Guru 96 4,46

3 TNI/POLRI 13 0,60

4 Mantri/Perawat 6 0,28

5 Bidan 13 0,60

6 PNS lainnya 13 0,60

7 Pedagang 428 19,89

8 Petani 981 45,59

9 Peternak 369 17,15

10 Supir 232 10,78

Jumlah 2152 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Bulu Cina Tahun 2012

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa masyarakat Desa Bulu Cina lebih dominan bermatapencaharian petani dan pedagang berjumlah 981 jiwa (45,15%) dan 428 jiwa (19,89%). Adapun jenis tanaman yang diusahakan petani di Desa Bulu Cina


(45)

adalah berupa tanaman tebu, sawit, padi sawah, sedangkan pedagang banyak membuka warung kios dan toko serta pedagang di pasar desa.

4.1.6. Sarana dan Prasarana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan atau lebih ditujukan kepada benda benda yang bergerak seperti komputer dan mesin mesin, sedangkan Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses atau lebih ditujukan untuk benda benda yang tidak bergerak seperti gedung , ruang dan tanah. Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Bulu Cina akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat desa. Semakin baik sarana dan prasarana pendukung maka akan semakin mudah desa tersebut untu melakukan perkembangan desa. Sarana dan Prasarana dapat dikatakan baik apabila dari segi ketersediaan dan pemanfaatannya sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat sehingga dapat mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

Desa Bulu Cina sudah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari jenis sarana dan prasarana yang tersedia, seperti: transportasi, tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, olahraga, ekonomi, penerangan dan air. Keadaan sarana dan prasarana di Desa Bulu Cina dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.


(46)

Tabel 7. Sarana dan Prasarana Desa Bulu Cina

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Transportasi

- Jalan 12,5 ha

- Angkutan (Truck) 123

- Angkutan Umum 10

2 Tempat ibadah

- Gereja 3

- Mesjid 3

- Musholla 23

- Pura 1

- Wihara 1

3 Pendidikan

- PAUD 1

- TK 4

- SD 7

- SMP 4

- SMA 3

4 Kesehatan

- Posyandu 6

- Puskesmas 1

5 Kelembagaan

- Kantor Kepala Desa 1

6 Olahraga

- Lapangan Sepak Bola 3

- Lapangan Basket 1

- Lapangan Volly 4

7 Ekonomi

- Pajak Tradisional 2

- Toko 5

- Kios 84

- Warung 46

8 Penerangan dan Air Bersih

- PLN 1

- PDAM 1

9 Kilang

- Padi 1

- Jalan 3


(47)

4.2. Karakteristik Petani Sampel

Adapun karakteristik petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi, luas lahan, umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani dan jumlah tanggungan. Karakteristik petani dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Karakteristik Petani Sampel di Desa Bulu Cina

No. Karakteristik Satuan Range Rataan

1 Umur tahun 27-58 41

2 Lama Berusahatani tahun 9-18 14

3 Jumlah Tanggungan jiwa 1-5 3

4 Luas lahan bermitra ha 51 3,4

5 Luas lahan TRI ha 30 2


(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Teknis Budidaya Tebu

5.1.1. Pembibitan

Pembibitan yang akan ditanam berupa :

1. Bibit Pucuk

Bibit daiambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah mata (bakal tunas baru) yang diambil 2 sampai 3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak dibuang agar melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak memerlukan pembibitan, bibit mudah diangkut karena tidak mudah rusak, pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit pucuk hanya dapat dilakukan jika kebun telah berproduksi.

2. Bibit Batang Muda (Bagal)

Bibit batang muda dikenal pula dengan bibit mentah atau krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5 sampai 7 bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan tiga stek. Setiap stek terdiri atas 2 sampai 3 mata tunas. Untuk mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus batang tidak dibuang. 1 ha tanaman kebun bibit bagal dapat menghasilkan bibit untuk keperluan 10 ha.


(49)

3. Bibit Rayungan (1 atau 2 tunas)

Bibit diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar. Bibit ini dibuat dengan cara :

a Melepas daun-daun agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat.

b Batang tanaman tebu dipangkas 1 bulan sebelum bibit rayungan dipakai

c Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha. Bibit ini memerlukan banyak air dan partumbuhanya lebih cepat dari pada bibit bagal. 1 ha tanaman kebun bibit rayungan dapat menghasilkan bibit untuk 10 ha areal tebu.

Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak pada waktu pengangkutan dan tidak dapat disimpan lama seperti halnya bibit bagal.

4. Bibit Siwilan

Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati. Perawatan bibit siwilan sama dengan bibit rayungan.

5.1.2. Pegolahan Lahan

Pengolahan media tanam terdapat 2 jenis cara mempersiapkan lahan perkebunan tebu yaitu cara :

1. Reynoso yaitu persiapan disebut juga dengan cara cemplongan dan dilakukan ditanah sawah. Pada cara ini tanah tidak


(50)

2. Bajak

a. Pada lahan sawah dibuat petakan berukuran 1000m2. Parit membujur, melintang dibuat dengan lebar 50 cm dan kedalaman 50 cm. Selanjutnya dibuat parit keliling yang berjarak 1,3 m dari tepi lahan.

b. Lubang tanam dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak antar lubang tanam (parit) sejauh 1 m. Tanah galian ditumpuk diatas larikan diantara lubang tanam membentuk gundukan. Setelah tanam, tanah gundukan ini dipindahkan lagi ketempat semula.

Gambar 2. Bibit yang ditanam di gundukan 5.1.3. Pemeliharaan Tanaman


(51)

• Sulaman pertama untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata satu dilakukan 5 sampai 7 hari setelah tanam. Bibit rayungan sulaman disiapkan didekat tanaman yang diragukan pertumbuhannya. Setelah itu tanaman disiram. Penyulaman kedua dilakukan 3 sampai 4 minggu setelah penyulaman pertama.

• Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata dua dilakukan 3 minggu setelah tanam (tanaman berdaun 3 sampai 4 helai). Sulaman diambil dari persediaan bibit dengan cara membongkat tanaman beserta akar dan tanah padat disekitarnya. Bibit yang mati dicabut, lubang diisi tanah gembur kering yang diambil dari gundukan, tanah disirami dan bibit ditanam dan akhirnya ditimbun tanah. Tanah disiram lagi dan dipadatkan.

• Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit pucuk. Penyulaman pertama dilakukan pada minggu ketiga. Penyulaman kedua dilakukan bersamaan dengan pemupukan dan penyiraman kedua yaitu 1,5 bulan setelah tanam.

• Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan saat pembumbunan tanah dan dilakukan beberapa kali tergantung dari pertumbuhan gulma. Gulma diberantas dengan herbisida ( racun kontak dan racun pra tumbuh/DNA). Kebutuhan herbisida untuk per hektarnya adalah 3 kg/ha.

b Pemupukan

Sebelum pemupukan rumput harus dibersihkan terlebih dahulu, apabila memupuk sekaligus dengan beberapa jenis, pupuk dicampur terlebih


(52)

dahulu sampai homogen baru disebarkan dalam sekali perlakuan. Pupuk diletakkan di lubang pupuk sejauh 7 – 10 cm dari bibit dan ditimbun tanah, setelah pemupukan semua petak segera disiram supaya pupuk tidak keluar dari daerah perakaran tebu.

Pemupukan dilakikan dua kali yaitu:

1. Pemupukan I : dilakukan pada saat tebu berumur 3 bulan dengan menggunakan pupuk dasar seperti urea dan ZA.

2. Pemupukan II : dilakukan pada saat tebu berumur 7 bulan dengan menggunakan pupuk kombinasi yaitu Urea, ZA, Phonska.

c Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dengan cara membumbunkan tanah gembur diantara juringan ke rumpun tebu sehingga lubang juring tertimbun lebih tinggi dari permukaan tanah. Sebelum pembumbunan tanah harus disirami sampai jenuh agar struktur tanah tidak rusak. Tebal bumbunan tidak boleh lebih dari 5 – 8 cm secara merata. Ruas bibit harus tertimbun tanah agar tidak cepat mengering. Pembumbunan dilakukan sebanyak 2 kali. Pembumbunan pertama dilakukan pada saat tebu berumur 40 hari, sedangkan pembumbunan kedua dilakukan setelah tebu berumur 9 bulan.


(53)

Gambar 3. Pembumbunan

d Klentek

Klentek dilakukan paling banyak 2 kali, pertama saat tanaman berumur 150 – 180 hari dan klentek kedua saat tanaman berumur 210 – 240 hari. Daun yang diklentek adalah kelopak daun yang telah membuka 50%, batang tebu dibersihkan sampai pangkal termasuk pembersihan tanaman merambat dan gulma lainnya. Tanaman yang diklentek adalah tanaman yang masih berdiri, tanaman yang roboh tidak perlu diklentek. Klentek bertujuan untuk kebersihan dan kesegaran batang, mencegah serangan hama penyakit, memperbanyak sinar matahari sehingga tidak lembab, menceghah tebu roboh dan mempercepat pembentukan gula.

5.1.4. Pemanenan dan Pengangkutan

Pemanenan tanaman tebu dilakukan setahun sekali diakhir musim tanam pada saat rendemen atau persentase gula tebu maksimal tercapai. Kegiatan


(54)

sudah dibersihkan dari klaras atau daun-daun kering dan pucuk, diikat menjadi satu ikatan yang kemudian diangkut ke pabrik untuk segera digiling.

Gambar 4a.Tebu yang di ikat Gambar 4b.Tebu yang diangkut ke Pabrik

5.2. Perbandingan Biaya Produksi

Biaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam setiap melakukan usaha. Salah satu biayanya adalah biaya produksi. Dari penelitian dilapangan maka diperoleh biaya produksi antara program kemitraan PTPN II dengan biaya produksi petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang disajikan dalam Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Perbandingan Biaya Produksi Program Kemitraan dan Petani TRI

Biaya Program Kemitraan

PTPN II (Rp) Petani TRI (Rp)

Bibit 232.560.000 135.864.000

Tenaga Kerja 262.645.000 149.305.000

Pupuk 106.590.000 62.271.000

Pestisita 16.245.000 9.490.500

Tebang dan Trasportasi 319.200.000 186.480.000

Penyusutan Peralatan 3.488.333 3.488.333

Total 940.728.333 546.898.833


(55)

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa biaya produksi terdiri dari biaya bibit, biaya tenaga kerja, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tebang dan transportasi, dan biaya penyusutan.

Biaya bibit untuk program kemitraan PTPN II sebesar Rp.232.560.000 sedangkan biaya bibit untuk petani TRI sebesar Rp.135.864.000.

Biaya tenaga kerja untuk program kemitraan PTPN II sebesar Rp.262.645.000 sedangkan biaya tenaga kerja untuk petani TRI sebesar Rp.149.305.000.

Biaya pupuk untuk program kemitraan PTPN II sebesar Rp.106.590.000 sedangkan biaya pupuk untuk petani TRI sebesar Rp.62.271.000.

Biaya pestisida untuk program kemitraan PTPN II sebesar Rp.16.245.000 sedangkan biaya pestisida untuk petani TRI sebesar Rp.9.490.500.

Biaya tebang dan transportasi untuk program kemitraan PTPN II sebesar Rp.319.200.000 sedangkan biaya timbang dan transportasi untuk petani TRI sebesar Rp.186.480.000.

Biaya penyusutan peralatan untuk program kemitraan PTPN II biaya penyusutan peralatan untuk petani TRI sama-sama sebesar Rp.3.488.333.

Total biaya produksi untuk program Kemitraan PTPN II adalah sebesar Rp. 940.728.333 sedangkan total biaya untuk petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) sebesar Rp. 546.898.833.

Apabila diasumsikan masing-masing luas lahan 1 ha, maka biaya bibit antara kemitraan PTPN II dan petani TRI pasti sama karena bibit hanya bisa


(56)

didapat dari Risbang (Riset dan Pengembangan) PTPN II dengan harga Rp. 340/bibit.

Biaya tenaga kerja untuk masing-masing 1ha, maka biaya tenaga kerja kemitraan PTPN II sama dengan petani TRI, karena dalam teknis budidyanya sama-sama dikerjakan artinya disaat tenaga kerjanya mengerjakan lahan mitra , maka sekaligus juga mereka mengerjakan lahan TRI, jadi jumlah tenaga kerjanya sama, maka biaya tenaga kerjanya pun sama.

Biaya pupuk dan pestisida untuk masing-masing 1 ha antara kemitraan PTPN II dengan Petani TRI sama , karena harga pupuk dan pestisida yang dijual di pasaran sama. Berikut disajikan pada Tabel 10 kebutuhan pupuk per ha dan harga yang dibeli petani dari penyalur resmi pupuk.

Tabel 10. Kebutuhan Pupuk Per Ha dan Harga

No Jenis Pupuk Kebutuhan (kg/ha) Harga (Rp/kg)

1 ZA 250 1600

2 SP 36 350 2200

3 NPK Phonska 200 2600

4 Urea 100 1800

5 Pupuk Kandang 300 1000

Sumber : Kuesioner

Kebutuhan pestisida per ha dan harga yang dibeli oleh petani dari penyalur resmi pestisida dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Kebutuhan Pestisida Per Ha dan Harga

No Jenis Pestisida Kebutuhan (liter) Harga (Rp/liter)

1 Racun Kontak 3 55.000

2 Racun Pertumbuhan/DNA 3 40.000


(57)

Biaya tebang dan angkut untuk masing-masing luas lahan 1 ha, maka biaya tebang sama sedangkan biaya angkut kemitraan PTPN II lebih rendah dibandingkan dengan Petani TRI karena kemitraan mengangkutnya hanya ke PGSS (Pabrik Gula Sei Semayang) dengan harga Rp. 28.000 per ton (karena jarak lebih dekat dengan lahan bermitra) sedangkan petani TRI banyak mengangkut ke Pabrik Gula Kuala Madu dengan harga Rp. 35.000 per ton (jarak lebih jauh dari lahan petani TRI).

5.3. Perbandingan Pendapatan

Pendapatan merupakan total hasil penerimaan yang diperoleh dari hasil panen dikurangi dengan total biaya produksi. Dalam setiap melakukan usaha, hal yang paling utama dicari adalah pendapatan. Begitu juga dengan usahatani tebu yang dilakukan oleh petani di Desa Bulu Cina, baik yang bermitra dengan PTPN II maupun Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Pendapatan yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 12 berikut:

Tabel 10. Perbandingan Pendapatan Program Kemitraan dan Petani TRI

Uraian Program Kemitraan

PTPN II (Rp) Petani TRI (Rp)

Penerimaan 997.500.000 582.750.000

Biaya produksi 940.728.333 546.898.833

Pendapatan 56.771.667 35.851.167


(58)

Pada Tabel 12 dilihat bahwa total penerimaan untuk program kemitraan PTPN II adalah Rp. 997.500.000 sedangkan petani TRI Rp.582.750.000.

Total biaya produksi untuk program kemitraan PTPN II sebesar Rp.940.728.333 sedangkan untuk petani TRI sebesar Rp.546.851.833.

Maka dapat disimpulkan pendapatan untuk program kemitraan PTPN II adalah sebesar Rp.56.771.667 dan pendapatan untuk petani TRI adalah sebesar Rp.35.851.167.

Apabila diasumsikan masing-masing luas lahan hanya 1 ha, maka dari hasil penelitian dilapangan dan kuesioner yang di berikan kepada petani maka pendapatan Kemitraan PTPN II lebih rendah dibandingkan dengan Petani TRI karena ketetapan yang dibuat oleh PTPN II bahwasannya produksi tebu untuk 1 ha yang diminta oleh PTPN II hanya 65 ton/ha, sedangkan produksi yang dihasilkan dalam 1 ha bisa mencapai 70 ton/ha – 75 ton/ha. Jadi sisa dari 65 ton tersebut menjadi pendapatan tambahan bagi petani dan petani memasukkannya kedalam produksi dari TRI.

Kemudian hal kedua yang membuat pendapatan Kemitraan PTPN II lebih rendah disbandingkan Petani TRI adalah dari sistem bagi hasil. Proses bagi hasil antara PTPN II dengan para petani bermitra adalag 65% bagi petani dan 35% bagi PTPN II. 35% tersebut sudah termasuk sewa lahan para petani ke PTPN II karena


(59)

PTPN II hanya menyediakan lahan saja kepada para petani, sedangkan untuk TRI hanya membayar sewa pengolahan tebu menjadi gula saja.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

1) Total biaya produksi untuk program Kemitraan PTPN II adalah sebesar Rp. 940.728.333 sedangkan total biaya untuk petani Tebu Rakyat Inti (TRI) sebesar Rp. 546.898.833. Hal ini disebabkan luas lahan Kemitraan PTPN II lebih besar daripada luas lahan petani TRI. Jadi otomatis biaya produksinya lebih tinggi.

2) Pendapatan untuk program kemitraan PTPN II adalah sebesar Rp.56.771.667 dan pendapatan untuk petani TRI adalah sebesar Rp.35.851.167. Hal ini disebabkan luas lahan Kemitraan PTPN II lebih


(60)

besar daripada luas lahan petani TRI. Jadi otomatis pendapatannya lebih tinggi.

6.2. Saran Kepada Petani

Diharapkan supaya lebih meningkatkan kerja samanya dengan PTPN II khususnya Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) dan lebih sering mengikuti pelatihan-pelatihan yangb diberikan oleh PTPN II atau pun dari pihak swasta, karena hal ini dapat lebih meningkatkan pengetahuan.

Kepada PTPN II khususnya Kebun Sei Semayang

Agar lebih memperhatikan petani-petani yang bermitra ke PTPN II, membuat pelatihan-pelatihan tentang usahatani tebu.


(61)

Haeruman. 2001. Kemitraan dalam pengembangan ekonomi lokal. Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota. Jakarta.

Hafsah, J.M., 2000, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Herjanti dan Eddy. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Grasindo. Jakarta. Kadariah. 1994. Teori Ekonomi Mikro, Edisi Revisi. FE UI. Jakarta.

Kasmir dan Jakfar, 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Penerbit Kencana Prenada Media. Jakarta.

Kay, R. D. dan Edward., W. M.,1994. Farm Management.Singapore. Linton I, 1997. Kemitraan. Halirang. Jakarta.

Mardianto, S. P. 2005. Kebijakan Pengembangan Industri Gula Nasional. Jakarta. Najawati dan Danarti. 1990. Memilih dan Merawat tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nuhfil Hanani Ar. 2003. Strategi Pembangunan Pertanian. Lappera Pustaka Utama. Jakarta.

Pandji Anoraga dan H. Djoko Sudantoko. 2002. Koperasi, kewirausahaan, dan usaha kecil. Rineka Cipta, Jakarta.

Rahardi F. 1993. Agrobisnis Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahardjo, M.D. 1993. Politik Pangan dan Industri Pangan di Indonesia. Prisma No. 5, Th XXII. hlm. 13-24. LP3ES. Jakarta.

Rosyidi,S. 1998. Pengantar Teori Ekonomi : Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Rustam. 2010. Teori – Teori Usaha Tani. Penebar Swadaya. Depok. Santosa, A. 2008. Pengeluaran Rumah Tangga. Erlangga. Jakarta.

Soepomo. 1997. Strategi nasional dan berbagai pilihan kebijakan. Erlangga. Jakarta.

Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. PT. Grafindo Perkasa. Jakarta. Soekartawi, 1995. Studi Kelayakan Bisnis. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(62)

Suad H. dan Suwarsono. 1994. Analisis Financial, Edisi Revisi. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Sudadi Martodireso. 1995. Pola kemitraan dalam pengembangan pertanian.

Universitas Riau Press. Riau

Suhaeti, R. 2005. Pemerataan Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pedesaan.Puslitbang Sosek. Bogor.

Sumanto. 2002. Studi Ketimpangan di Indonesia. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

Sumardjo, dkk. 2004. Mengembalikan Wibawa Guru. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Sumodiningrat, G. 1996. Pembangunan daerah dan pemberdayaan masyarakat. PT. Bina Rena Prawira. Jakarta.

Sunarjono, 2000. Studi Kelayakan Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta. Susmiadi. 1999. Prospek Pengembangan Pertebuan Nasional. Bogor

Suyatno, 2005. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas, Kanisius, Jakarta.

Untung Supriadi. 1992. Kongres Nasional PERSAGI IX dan Kursus Penyegar Ilmu Gizi. Semarang.

Widiastuti. 2002. Hukum Hukum Kemitraan. Pustaka Widada Agus. Bogor. Wiratha. 2006. Bersaksi Dalam Advokasi Irigasi. Yayasan Akatiga. Bandung. Yustika, E., 2002. Pembangunan dan Krisis. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.


(63)

Diharapkan kepada PTPN II khususnya Kebun Sei Semayang supaya menambah jumlah luas lahan untuk kemutraan, karena masih banyak petani yang mampu mengerjakan lahan tersebut.

Kepada peneliti selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar meneliti tentang analisi optimasi input produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus b. 2010. Teori pendapatan. Dahlanforum .wordpress .com /2007/12/22/pendapatan/. Diakses pada tanggal 22 Februari 2010.

Aritonang, D. 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta

Brigham, E. F., dan Houston, J. F., 2001. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan (Terjemahan), Salemba Empat, Jakarta.

Cyrilla, L., dan Ismail. A., 1998. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Darmono. 2004. Teori dan praktik kemitraan agribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Drs. Zulkifli Amsyah. 2009. Informasi Pelatihan Manajemen. PT. Manajemen Kinerja Utama. Bogor.


(64)

Haeruman. 2001. Kemitraan dalam pengembangan ekonomi lokal. Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota. Jakarta.

Hafsah, J.M., 2000, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Herjanti dan Eddy. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Grasindo. Jakarta. Kadariah. 1994. Teori Ekonomi Mikro, Edisi Revisi. FE UI. Jakarta.

Kasmir dan Jakfar, 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Penerbit Kencana Prenada Media. Jakarta.

Kay, R. D. dan Edward., W. M.,1994. Farm Management.Singapore. Linton I, 1997. Kemitraan. Halirang. Jakarta.

Mardianto, S. P. 2005. Kebijakan Pengembangan Industri Gula Nasional. Jakarta. Najawati dan Danarti. 1990. Memilih dan Merawat tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nuhfil Hanani Ar. 2003. Strategi Pembangunan Pertanian. Lappera Pustaka Utama. Jakarta.

Pandji Anoraga dan H. Djoko Sudantoko. 2002. Koperasi, kewirausahaan, dan usaha kecil. Rineka Cipta, Jakarta.

Rahardi F. 1993. Agrobisnis Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahardjo, M.D. 1993. Politik Pangan dan Industri Pangan di Indonesia. Prisma No. 5, Th XXII. hlm. 13-24. LP3ES. Jakarta.

Rosyidi,S. 1998. Pengantar Teori Ekonomi : Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Rustam. 2010. Teori – Teori Usaha Tani. Penebar Swadaya. Depok. Santosa, A. 2008. Pengeluaran Rumah Tangga. Erlangga. Jakarta.

Soepomo. 1997. Strategi nasional dan berbagai pilihan kebijakan. Erlangga. Jakarta.

Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. PT. Grafindo Perkasa. Jakarta. Soekartawi, 1995. Studi Kelayakan Bisnis. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(65)

Suad H. dan Suwarsono. 1994. Analisis Financial, Edisi Revisi. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Sudadi Martodireso. 1995. Pola kemitraan dalam pengembangan pertanian.

Universitas Riau Press. Riau

Suhaeti, R. 2005. Pemerataan Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pedesaan.Puslitbang Sosek. Bogor.

Sumanto. 2002. Studi Ketimpangan di Indonesia. PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

Sumardjo, dkk. 2004. Mengembalikan Wibawa Guru. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Sumodiningrat, G. 1996. Pembangunan daerah dan pemberdayaan masyarakat. PT. Bina Rena Prawira. Jakarta.

Sunarjono, 2000. Studi Kelayakan Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta. Susmiadi. 1999. Prospek Pengembangan Pertebuan Nasional. Bogor

Suyatno, 2005. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas, Kanisius, Jakarta.

Untung Supriadi. 1992. Kongres Nasional PERSAGI IX dan Kursus Penyegar Ilmu Gizi. Semarang.

Widiastuti. 2002. Hukum Hukum Kemitraan. Pustaka Widada Agus. Bogor. Wiratha. 2006. Bersaksi Dalam Advokasi Irigasi. Yayasan Akatiga. Bandung. Yustika, E., 2002. Pembangunan dan Krisis. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.


(66)

(67)

Lampiran 1. Karakteristik Petani Tebu

No Sampel Umur

(Tahun)

Pendidikan Terakhir

Lama Berusahatani

(Tahun)

Jumlah Tanggungan

(Jiwa)

Mata Pencaharian

(Anggota Keluarga) Luas Lahan (ha)

Utama Sampingan Mitra TRI

1 48 SMA 17 5 Bertani Wiraswasta 4 2

2 41 SMA 12 4 Bertani Wiraswasta 30 15

3 36 SMA 16 3 Bertani 4.5 7

4 32 SMP 12 1 Bertani 1 1

5 58 SMP 18 5 Bertani 1 1

6 43 SMA 16 3 Bertani 2 1

7 31 SMA 11 1 Bertani 2 0.8

8 56 SMA 17 4 Bertani 4 1

9 31 SMP 12 2 Bertani 2 1

10 47 SMP 16 5 Bertani 1 0.5

11 52 SMP 17 5 Bertani 1 0.5

12 27 SMA 9 Bertani 1 0.5

13 41 SMP 12 3 Bertani 1 0.5

14 39 SMP 14 4 Bertani 1.5 0.5

15 34 SMP 13 Bertani 1 1

Total 616 212 45 51 30


(68)

Lampiran 2. Biaya Bibit, Biaya Pupuk dan Biaya Pestisida untuk Program Kemitraan PTPN II.

No Sampel

Luas Lahan (Ha)

Biaya Bibit (Rp)

Biaya Pupuk (Rp)

Biaya Pestisida

(Rp)

Total Biaya (Rp)

1 4 16.320.000 7.480.000 1.140.000 24.940.000

2 30 122.400.000 56.100.000 8.550.000 187.050.000 3 4,5 18.360.000 8.415.000 1.282.500 28.057.500

4 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

5 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

6 2 8.160.000 3.740.000 570.000 12.470.000

7 2 8.160.000 3.740.000 570.000 12.470.000

8 4 16.320.000 7.480.000 1.140.000 24.940.000

9 2 8.160.000 3.740.000 570.000 12.470.000

10 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

11 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

12 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

13 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

14 1,5 6.120.000 2.805.000 427.500 9.352.500

15 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

Total 57 232.560.000 106.590.000 16.245.000 355.395.000


(69)

Lampiran 3. Biaya Bibit, Biaya Pupuk dan Biaya Pestisida untuk Petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)

No Sampel

Luas Lahan (Ha)

Biaya Bibit (Rp)

Biaya Pupuk (Rp)

Biaya Pestisida

(Rp)

Total Biaya (Rp)

1 2 8.160.000 3.740.000 570.000 12.470.000

2 15 61.200.000 28.050.000 4.275.000 93.525.000 3 7 28.560.000 13.090.000 1.995.000 43.645.000

4 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

5 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

6 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

7 0,8 3.264.000 1.496.000 228.000 4.988.000

8 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

9 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

10 0,5 2.040.000 935.000 142.500 3.117.500

11 0,5 2.040.000 935.000 142.500 3.117.500

12 0,5 2.040.000 935.000 142.500 3.117.500

13 0,5 2.040.000 935.000 142.500 3.117.500

14 0,5 2.040.000 935.000 142.500 3.117.500

15 1 4.080.000 1.870.000 285.000 6.235.000

Total 33,3 135.864.000 62.271.000 9.490.500 207.625.500


(1)

Lampiran 9. Total Biaya Produksi Program Kemitraan PTPN II

No Sampel Luas Lahan (Ha)

Biaya Variabel (VC) Biaya Tetap (FC)

Total Biaya (TC) (Rp)

Biaya Saprodi (Rp)

Biaya Tenaga Kerja (Rp)

Biaya Timbang dan Transportasi (Rp)

Biaya Penyusutan (Rp)

1 4 24.940.000 18.245.000 22.400.000 236.667 65.821.667

2 30 187.050.000 135.835.000 168.000.000 1.148.333 492.033.333

3 4,5 28.057.500 20.385.000 25.200.000 436.667 74.079.167

4 1 6.235.000 4.620.000 5.600.000 120.000 16.575.000

5 1 6.235.000 4.790.000 5.600.000 140.000 16.765.000

6 2 12.470.000 9.270.000 11.200.000 160.000 33.100.000

7 2 12.470.000 9.675.000 11.200.000 128.333 33.473.333

8 4 24.940.000 18.390.000 22.400.000 271.667 66.001.667

9 2 12.470.000 10.940.000 11.200.000 111.667 34.721.667

10 1 6.235.000 4.635.000 5.600.000 111.667 16.581.667

11 1 6.235.000 4.920.000 5.600.000 140.000 16.895.000

12 1 6.235.000 4.655.000 5.600.000 120.000 16.610.000

13 1 6.235.000 4.600.000 5.600.000 111.667 16.546.667

14 1,5 9.352.500 7.000.000 8.400.000 111.667 24.864.167

15 1 6.235.000 4.685.000 5.600.000 140.000 16.660.000


(2)

Lampiran 10. Total Biaya Produksi Petani TRI

No Sampel Luas Lahan (Ha)

Biaya Variabel (VC) Biaya Tetap (FC)

Total Biaya (TC) (Rp)

Biaya Saprodi (Rp)

Biaya Tenaga Kerja (Rp)

Biaya Timbang dan Transportasi (Rp)

Biaya Penyusutan (Rp)

1 2 12.470.000 8.805.000 11.200.000 236.667 32.711.667

2 15 93.525.000 64.975.000 84.000.000 1.148.333 243.648.333

3 7 43.645.000 32.035.000 39.200.000 436.667 115.316.667

4 1 6.235.000 4.620.000 5.600.000 120.000 16.575.000

5 1 6.235.000 4.740.000 5.600.000 140.000 16.715.000

6 1 6.235.000 4.620.000 5.600.000 160.000 16.615.000

7 0,8 4.988.000 3.595.000 4.480.000 128.333 13.191.333

8 1 6.235.000 4.635.000 5.600.000 271.667 16.741.667

9 1 6.235.000 4.555.000 5.600.000 111.667 16.501.667

10 0,5 3.117.500 2.620.000 2.800.000 111.667 8.649.167

11 0,5 3.117.500 2.370.000 2.800.000 140.000 8.427.500

12 0,5 3.117.500 2.435.000 2.800.000 120.000 8.472.500

13 0,5 3.117.500 2.315.000 2.800.000 111.667 8.344.167

14 0,5 3.117.500 2.300.000 2.800.000 111.667 8.329.167

15 1 6.235.000 4.685.000 5.600.000 140.000 16.660.000

Total 33,3 207.625.500 149.305.000 186.480.000 3.488.333 546.898.833

Rataan 2,22 13.841.700 9.953.667 12.432.000 232.556 36.459.922


(3)

Lampiran 11. Pendapatan Program Kemitraan PTPN II

No Sampel Luas Lahan

(Ha) Produksi Harga (Rp/Ton) Penerimaan Total Biaya Pendapatan

1 4 280 250.000 70.000.000 65.821.667 4.178.333

2 30 2.100 250.000 525.000.000 492.033.333 32.966.667

3 4,5 315 250.000 78.750.000 74.079.167 4.670.833

4 1 70 250.000 17.500.000 16.575.000 925.000

5 1 70 250.000 17.500.000 16.765.000 735.000

6 2 140 250.000 35.000.000 33.100.000 1.900.000

7 2 140 250.000 35.000.000 33.473.333 1.526.667

8 4 280 250.000 70.000.000 66.001.667 3.998.333

9 2 140 250.000 35.000.000 34.721.667 278.333

10 1 70 250.000 17.500.000 16.581.667 918.333

11 1 70 250.000 17.500.000 16.895.000 605.000

12 1 70 250.000 17.500.000 16.610.000 890.000

13 1 70 250.000 17.500.000 16.546.667 953.333

14 1,5 105 250.000 26.250.000 24.864.167 1.385.833

15 1 70 250.000 17.500.000 16.660.000 840.000

Total 57,00 3.990 3.750.000 997.500.000 940.728.333 56.771.667


(4)

Lampiran 12. Pendapatan Petani TRI

No Sampel Luas Lahan

(Ha) Produksi Harga (Rp/Ton) Penerimaan Total Biaya Pendapatan

1 2 140 250.000 35.000.000 32.711.667 2.288.333

2 15 1.050 250.000 262.500.000 243.648.333 18.851.667

3 7 490 250.000 122.500.000 115.316.667 7.183.333

4 1 70 250.000 17.500.000 16.575.000 925.000

5 1 70 250.000 17.500.000 16.715.000 785.000

6 1 70 250.000 17.500.000 16.615.000 885.000

7 0,8 56 250.000 14.000.000 13.191.333 808.667

8 1 70 250.000 17.500.000 16.741.667 758.333

9 1 70 250.000 17.500.000 16.501.667 998.333

10 0,5 35 250.000 8.750.000 8.649.167 100.833

11 0,5 35 250.000 8.750.000 8.427.500 322.500

12 0,5 35 250.000 8.750.000 8.472.500 277.500

13 0,5 35 250.000 8.750.000 8.344.167 405.833

14 0,5 35 250.000 8.750.000 8.329.167 420.833

15 1 70 250.000 17.500.000 16.660.000 840.000

Total 33,30 2.331 3.750.000 582.750.000 546.898.833 35.851.167

Rataan 2,22 155 250.000 38.850.000 36.459.922 2.390.078


(5)

(6)