Pengaruh Penambahan Magnesium / Aluminium berongga terhadap sifat mekanis bahan rendah bising

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN

MAGNESIUM/ALUMINIUM BERONGGA TERHADAP

SIFAT MEKANIS BAHAN RENDAH BISING

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

JEFRI PANTAS MANURUNG NIM. 100421044

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

ABSTRAK

Aluminium merupakan logam putih keperakan yang sangat lemah dan lunak, tetapi bila dipadukan dengan sejumlah unsur logam lain seperti (Mg, Cu, Fe, Si) dapat meningkatkan kekuatan dari aluminium tersebut. Pada penelitian ini dilakukan penambahan unsur magnesium kedalam aluminium sekrap untuk mengetahui sifat mekanis bahan rendah bising. Dimana magnesium merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya dan sifat magnesium yang sangat baik yaitu dapat meningkatkan kekerasan, dan kekuatan tarik. Hasil paduan aluminium-magnesium ini sangat ringan dibandingkan dengan besi dan baja. Pada proses peleburan aluminium-magnesium dan pengecoran berongga terhadap spesimen dimana rekayasa rongga merupakan proses cara pembuatan rongga (lubang) untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur magnesium yang disesuaikan dengan variasi 2%, 4% dan 6% terhadap aluminium berongga. Hasil peleburan aluminium-magnesium dicetak menggunakan cetak pasir dan dibentuk menjadi spesimen dan setelah itu dilakukan pengujian kekerasan dan uji tarik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hasil yang optimum adalah pada komposisi 93,12% aluminium dan 6% magnesium dengan karakteristik sebagai berikut: Kekerasan 132,70 BHN dan Tensil strength 164,10 N/mm², Yield strength 122,54 N/mm² dan Elongation 4,64%. Semakin meningkat penambahan unsur magnesium terhadap aluminium maka semakin meningkat juga hasil kekerasan dan uji tariknya.

Kata kunci : Aluminium sekrap, magnesium, pengecoran berongga, peleburan, kekerasan, uji tarik.


(10)

ABSTRAK

Aluminium is white metal silvery very feeble and malleable, but if combined with a number of metallic element another ( such as mg, cu, fe, si ) can increase the power of aluminium. On the study is done the addition of the elements of magnesium into aluminum sekrap to know the nature of mechanical material low noise. Where metal magnesium is the most mild in terms of weight of its kind and the nature of magnesium which it so good, can be increased the violence, and tensile strength. The result of an alloy aluminium-magnesium this very light compared with iron and steel. In the process of melting aluminium-magnesium and casting hollow against the specimen where engineering cavity is a process of the procedure of making a cavity (hole ) to know the influence of the addition of the elements of magnesium which it adjusted with the variation of 2 %, 4 % and 6 % for aluminum hollow Resulting from the use of a print aluminium-magnesium printed sand. formed into a specimen and after it was done testing violence and test pull. The results of tests indicating that results optimum is in composition 93,12 % of aluminium and 6 % magnesia with characteristic as follows: violence 132,70 bhn and tensil strength 164,10 n / mm2, yield strength 122,54 n / mm2 and elongation

4,64 %. The increasing the addition of the elements of aluminum and magnesium against the increasing violence and lure also the result of the test

Key words: Aluminum, magnesium, Planner hollow casting, smelting, hardness, tensile test.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat di selesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Teknik Mesin dalam menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Penambahan Magnesium / Aluminium berongga terhadap sifat mekanis bahan rendah bising”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua, yang telah banyak memberikan materi dan moril serta dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. 2. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai ketua Departemen Teknik

Mesin FT-USU dan selaku dosen pembimbing penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

3. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU. 4. Teman Satu team (Bang Fadli,Felix ) yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk bergabung dalam penyelesaian tugas sarjana ini. 5. Teman satu kerja yang telah banyak menbantu saya dalam melakukan


(12)

6. Kakak, adik-adik dan keluarga besar penulis yang banyak memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah dan hingga tugas sarjana ini selesai.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya.

Medan, Mei 2013 Penulis,

JEFRI PANTAS MANURUNG NIM : 100421044


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 1

1.3 Tujuan Penilitian ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aluminium ... 4

2.2 Magnesium ... 6

2.3 Paduan Aluminium-Magnesium ... 7

2.4 Teori Pengecoran ... 8


(14)

2.4.2 Proses Pengecoran ... 9

2.4.3 Pembuatan Cetakan ... 11

2.5 Bentuk-bentuk Porositas ... 12

2.5.1 Cara Menghilangkan Porositas ... 13

2.6 Variabel Riset dan Analisis ... 14

2.7 Uji Tarik ... 15

2.8 Pengujian Kekerasan ... 20

2.8.1 Metode Brinell ... 21

2.4.3 Metode Vickers ... 21

2.4.4 Metode Rockwell ... 22

2.8.5 Metode Micro Hardness ... 22

2.9 Pengujian Komposisi ... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Pengecoran ... 24

3.1.1 Aluminium ... 24

3.1.2 Magnesium ... 24

3.2 Alat-Alat Penelitian ... 25

3.3 Proses Peleburan ... 28

3.4 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)... 31

3.4.1 Set Up Pengujian Kekerasan... 31


(15)

3.4.3 Bahan Pengujian ... 32

3.5 Mikroskop Optic ... 33

3.5.1 Prosedur Pengujian ... 33

3.5 Diagram Alir Penelitian ... 35

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Brinell ... 36

4.1.1 Hasil Uji Brinell Al-Mg (2%) ... 37

4.1.2 Hasil Uji Brinell Al-Mg (4%) ... 38

4.1.3 Hasil Uji Brinell Al-Mg (6%) ... 38

4.2 Hasil Uji Tarik ... 40

4. Hasil Uji Foto mikro ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA... 49

...


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Fasa Magnesium, Suhu(°C) Vs Mg(%) ... 6

Gambar 2.2 DiagramFasa Al-Mg Temperatur (°C) Vs % Mg ... 8

Gambar 2.3 Jenis-jenis Porositas Pada Aluminium ... 13

Gambar 2.4 Mesin Uji Tarik ... 16

Gambar 2.5 Hasil dan Kurva Pengujian Tarik ... 16

Gambar 2.6 Sampel Standar Uji Tarik E8 ASTM volume 3 ... 17

Gambar 2.7 Profil Data Hasil Uji Tarik ... 17

Gambar 2.8 Alat uji kekerasan material logam (Brinnel) ... 21

Gambar 2.9 Alat uji komposisi ( Metal Analizer )... 23

Gambar 2.10 Meja Patri dan benda yang diuji ... 23

Gambar 3.1 Batangan Aluminium (Ingot) ... 24

Gambar 3.2 Batangan Magnesium (Mg) ... 24

Gambar 3.3 Dapur Peleburan... 25

Gambar 3.4 Blower... 26

Gambar 3.5 Cetakan Pasir ... 26

Gambar 3.6 Cetakan Kawat ... 27

Gambar 3.7 Masin Bor ... 27

Gambar 3.8 Mesin Polish ... 28

Gambar 3.9 Teropong Ukur... 28

Gambar 3.10 Proses peleburan Aluminium-Magnesium ... 29

Gambar 3.11 Proses pengadukan Aluminium-Magnesium ... 30

Gambar 3.12 Proses Penuangan Aluminium-Magnesium ke dalam cetakan.. 30

Gambar 3.13 Bentuk spesimen hasil coran dan yang telah di bubut ... 30

Gambar 3.14 Set up Pengujian kekerasan ... 31

Gambar 3.15 Dimensi spesimen Al-Mg. ... 32

Gambar 3.16 Dimensi spesimen uji tarik batang... 33


(17)

Gambar 3.18 Foto mikro 200x dan 500x.. ... 34

Gambar 3.15 Diagram Alir Penelitian ... 35

Gambar 4.1 Bentuk Spesimen setelah pengujian 37... ... ... ... 42

Kekuatan Tarik ... 59

Gambar 4.2 Hasil uji kekerasan Al-Mg (2 %) ... 37

Gambar 4.3 Hasil uji kekerasan Al-Mg (4 %) ... 38

Gambar 4.4 Hasil uji kekerasan Al-Mg (6 %) ... 39

Gambar 4.5 Grafik perbandingan nilai kekerasan rata-rata Pada masing- masing variasi ... 39

Gambar 4.6 Grafik kenaikan kekerasan pada variasi Al-Mg ... 40

Gambar 4.7 Grafik Al 94,04% - Mg 2%... 40

Gambar 4.8 Grafik Al 93,80 % - Mg 4%... 42

Gambar 4.9 Grafik Al 93,12 % - Mg 5,69 %... 43

Gambar 4.10 Perbandingan yield strength dengan tensile strength 44... ... ... ... 42

Kekuatan Tarik ... 59

Gambar 4.11 Perbandingan Elongation ... 45

Gambar 4.12 Bentuk perpatahan dari Aluminium coran ... 45


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil uji kekerasan Al-Mg (2 %) ... 37 Tabel 4.2 Hasil uji kekerasan Al-Mg (4 %) ... 38 Tabel 4.3 Hasil uji kekerasan Al-Mg (6 %) ... 38


(19)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

P Beban kgf

D Diameter cm

σ Tegangan MPa

ε Regangan %

E Modulus Elastisitas MPa

Lf Panjang Akhir cm

Lo Panjang Awal cm

∆L Pertambahan Panjang cm


(20)

ABSTRAK

Aluminium merupakan logam putih keperakan yang sangat lemah dan lunak, tetapi bila dipadukan dengan sejumlah unsur logam lain seperti (Mg, Cu, Fe, Si) dapat meningkatkan kekuatan dari aluminium tersebut. Pada penelitian ini dilakukan penambahan unsur magnesium kedalam aluminium sekrap untuk mengetahui sifat mekanis bahan rendah bising. Dimana magnesium merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya dan sifat magnesium yang sangat baik yaitu dapat meningkatkan kekerasan, dan kekuatan tarik. Hasil paduan aluminium-magnesium ini sangat ringan dibandingkan dengan besi dan baja. Pada proses peleburan aluminium-magnesium dan pengecoran berongga terhadap spesimen dimana rekayasa rongga merupakan proses cara pembuatan rongga (lubang) untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur magnesium yang disesuaikan dengan variasi 2%, 4% dan 6% terhadap aluminium berongga. Hasil peleburan aluminium-magnesium dicetak menggunakan cetak pasir dan dibentuk menjadi spesimen dan setelah itu dilakukan pengujian kekerasan dan uji tarik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa hasil yang optimum adalah pada komposisi 93,12% aluminium dan 6% magnesium dengan karakteristik sebagai berikut: Kekerasan 132,70 BHN dan Tensil strength 164,10 N/mm², Yield strength 122,54 N/mm² dan Elongation 4,64%. Semakin meningkat penambahan unsur magnesium terhadap aluminium maka semakin meningkat juga hasil kekerasan dan uji tariknya.

Kata kunci : Aluminium sekrap, magnesium, pengecoran berongga, peleburan, kekerasan, uji tarik.


(21)

ABSTRAK

Aluminium is white metal silvery very feeble and malleable, but if combined with a number of metallic element another ( such as mg, cu, fe, si ) can increase the power of aluminium. On the study is done the addition of the elements of magnesium into aluminum sekrap to know the nature of mechanical material low noise. Where metal magnesium is the most mild in terms of weight of its kind and the nature of magnesium which it so good, can be increased the violence, and tensile strength. The result of an alloy aluminium-magnesium this very light compared with iron and steel. In the process of melting aluminium-magnesium and casting hollow against the specimen where engineering cavity is a process of the procedure of making a cavity (hole ) to know the influence of the addition of the elements of magnesium which it adjusted with the variation of 2 %, 4 % and 6 % for aluminum hollow Resulting from the use of a print aluminium-magnesium printed sand. formed into a specimen and after it was done testing violence and test pull. The results of tests indicating that results optimum is in composition 93,12 % of aluminium and 6 % magnesia with characteristic as follows: violence 132,70 bhn and tensil strength 164,10 n / mm2, yield strength 122,54 n / mm2 and elongation

4,64 %. The increasing the addition of the elements of aluminum and magnesium against the increasing violence and lure also the result of the test

Key words: Aluminum, magnesium, Planner hollow casting, smelting, hardness, tensile test.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil dari penggunaan Aluminium yang begitu banyak mengakibatkan banyaknya bertambah limbah aluminium sehingga dapat mencemari lingkungan, oleh sebab itu sangatlah perlu untuk memanfaatkan limbah aluminium untuk diolah kembali menjadi bahan teknik yang berguna, salah satu cara untuk mencegah perambatan/radiasi kebisingan pada komponen/struktur mesin, ruangan/bangunan serta dalam kebisingan industri, ialah dengan penggunaan material akustik yang bersifat menyerap atau meredam bunyi sehingga bising yang terjadi dapat direduksi.

Aluminium merupakan logam putih keperakan yang sangat lemah dan lunak Faktor yang penting dalam memilih aluminium (Al) dan paduaannya adalah, ketahanan terhadap korosi oleh banyak bahan kimia, konduktivitas termal dan listrik yang tinggi, penampilan, dan kemudahan formability (mampu bentuk) dan machinability (mampu mesin). Magnesium (Mg) adalah logam teknik ringan, dan memiliki karakteristik meredam getaran yang baik. Magnesium juga merupakan unsur paduan dalam berbagai jenis logam non-ferrous.Hasil paduan dari kedua unsur ini lebih ringan dibandingkan dengan besi atau baja, ketahanan korosi yang baik, mengurangi kebisingan.

Penelitian bertujuan untuk melakukan proses pengecoran logam dimana aluminium dipadu dengan magnesium dengan rekayasa rongga atau pen gecoran berongga, selain itu dapat mengetahui ketangguhan dari paduan Al -Mg dan melihat struktur mikronya. Hasil dari peleburan dicetak dengan menggunakan catakan pasir dan di bentuk menjadi spesimen dan setelah itu di lakukan pengujian uji kekerasan ,uji tarik dan foto mikro.


(23)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada paduan Aluminium-Magnesium berongga sebagai material rendah bising. Karena diketahui aluminium itu adalah logam yang lemah dan lunak, sehingga penambahan magnesium pada aluminium tersebut dapat meningkatkan sifat mekanis bahan rendah bising.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan magnesium /aluminium berongga terhadap sifat mekanis bahan rendah bising.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari penelitian adalah:

1. Melakukan proses peleburan dengan bentuk pengecoran beronggga (lubang )

2. Untuk mengetahui hasil Uji kekerasan, Uji tarik, dan komposisi dari Aluminium sekrap yang telah di lebur kembali dengan penambahan unsur Magnesium ( Mg ) 2%, 4% dan 6%

3. Melakukan pengujian foto mikro pada variasi umsur magnesium 6%

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini hanya dibatasi dengan: 1. Penambahan magnesium terhadap aluminium berongga dengan variasi 2%,

4% dan 6%.

2. Pengujian yang dilakukan adalah uji kekerasan, uji tarik, komposisi.

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :


(24)

Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II kajian materi pada tinjauan pustaka yang berisikan mengenai aluminium,magnesium, paduan aluminium-magnesium, teori pengecoran, pembuatan cetakan, teori uji kekerasan, uji tarik, dan uji komposisi.

Bab III metode penelitian, berisikan urutan dan cara yang dilakukan pada penelitian mulai dari bahan, alat yang digunakan, proses peleburan, cara penelitian, variabel riset dan analisis.

Bab IV analisa data yang berisikan penyajian data-data hasil penelitian uji kekerasan, uji tarik dan komposisi.

Bab V kesimpulan dan saran sebagai penutup yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran untuk pengembangan peleburan paduan aluminium dan magnesium.

Daftar Pustaka berisikan literatur-literatur yang digunakan dalam penelitian dan penyusunan laporan ini.

Lampiran pada bagian ini berisikan lampiran-lampiran dan data-data sebagai sumber yang diambil dalam skripsi ini.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aluminium

Aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas penggunaannya di dunia. Aluminium banyak digunakan di dalam semua sektor utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat rumah tangga serta peralatan mekanis. Adapun sifat-sifat aluminium antara lain sebagai berikut :

a) Kuat

Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam lain. Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan tinggi seperti : pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.

b) Tahan terhadap korosi

Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut. c) Mudah dibentuk

Proses pengerjaan aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung dengan logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder, adhesive bonding, sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya.

d) Ringan

Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara. e) Memantulkan sinar dan panas

Aluminium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan pantul yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan pantul


(26)

sebuah cermin. Sifat pantul ini menjadikan aluminium sangat baik untuk peralatan penahan radiasi panas

f) Konduktor listrik

Aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan tembaga. Karena aluminium tidak mahal dan ringan, maka aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah (Ir. Tata Surdia. M.S. Met. E).

g) Konduktor panas

Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energy

h) Non magnetik

Aluminium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik, pemancar radio/TV dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif.

i) Mampu diproses ulang-guna

Mendaur ulang kembali melalui proses peleburan dan selanjutnya dibentuk menjadi produk seperti yang diinginkan. Proses ulang-guna ini dapat menghemat energi, modal dan bahan baku yang berharga.

j) Menarik

Aluminium sering digunakan tanpa diberi proses pengerjaan akhir. Tampak permukaan aluminium sangat menarik dan karena itu cocok untuk perabot rumah (hiasan), bahan bangunan dan mobil. Disamping itu aluminium dapat diberi surface treatment, dapat dikilapkan, disikat atau dicat dengan berbagai warna, dan juga diberi proses anodisasi. Proses ini menghasilkan lapisan yang juga dapat melindungi logam dari goresan dan jenis abrasi lainnya.

k) Memiliki ketangguhan yang baik

Dalam keadaan dingin dan tidak seperti logam lainnya yang menjadi getas bila didinginkan. Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada transportasi LNG dimana suhu gas cair LNG mencapai dibawah -150˚C.


(27)

2.2. Magnesium

Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.

Gambar 2.1. Diagram Phase Magnesium, Suhu(°C) Vs Mg(%)

Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah. Magnesium mempunyai temperatur 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.1.

Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan cukup kuat. Unsur ini mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelah-belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih. Kebakaran dapat dengan mudah terjadi, sehingga magnesium harus ditangani


(28)

secara hati-hati. Terutama jika logam ini dalam keadaan terbelah-belah secara halus. Air tidak boleh digunakan pada magnesium yang terbakar atau kebakaran yang berdasarkan magnesium.

Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk Incendiary Bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan Missile. Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika digunakan sebagai Alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan Conventional Propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (Milk of Magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran. Magnesite digunakan untuk Refractory, sebagai batu bata dan lapisan di tungku-tungku pemanas.

2.3. Paduan Aluminium - Magnesium

Aluminium banyak dipakai dengan paduan unsur lain, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya, serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang ditambahkan pada aluminium selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium

paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut.


(29)

Gambar 2.2. Al-Mg phase diagram, Temperatur (°C) Vs % Mg(http://www.aluminiumlearning.com)

Gambar diagram fasa Al-Mg diatas memperlihatkan penambahan Mg hingga komposisi 35.0%Mg akan cenderung menurunkan temperatur cair dari paduan aluminium. Penambahan Mg pada aluminium untuk fasa biner akan menghasilkan berbagai fasa seperti Al (0-17.1%Mg), Al2Mg2 (36.1 – 37.8%Mg),

Al12Mg17 (42-58%Mg), Mg (87-100%Mg). Unsur Mg pada paduan aluminium

alloy type 6063 dapat memperbaiki sifat mekanis hinggan kisaran 0.451-0.651% ( Omotoyinbo,2010).

2.4. Teori Pengecoran 2.4.1.Sejarah Pengecoran

Sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4.000 sebelum Masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat tidak diketahui. Pengecoran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku.

Penggunaan logam oleh orang ialah ketika orang membuat perhiasan dari emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan menempa tembaga, hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah orang menempanya. Kemudian


(30)

secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair kedalam cetakan, dengan demikian untuk pertama kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk rumit. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik cairnya lebih rendah dari titik cair tembaga.

Pengecoran perunggu di lakukan pertama di Mesopotamia, kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi. Teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina. Teknik pengecoran Mesopotomia diteruskan juga ke Eropa padatahun 1500 - 1400 sebelum Masehi dan pada abad ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara besar-besaran. Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara langsung logam cair yang di dapat dari biji besikedalam cetakan, jadi tidak dengan jalan mencairkan kembali besi kasar seperti cara sekarang.Coran paduan Alumanium dibuat pada akhir abad 19 setelah cara pemurnian elektrolisasi (Purnomo., 2004).

2.4.2. Proses Pengecoran

Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga, magnesium, mangan, nikel, silikon dan sebagainya(Ir.Tata Surdia M.S. Met. E).

Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu ; bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan cetakandibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebal irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Kwalitas coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka penentuanya memerlukan pertimbangan yang teliti.

Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan.


(31)

Bagian-bagian tersebut terdiri dari : cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk.

1. Cawan tuang

Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel. Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan antara : H tinggi logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya terlalu kecil, umpamanya kurang dari 3, maka akan terjadi pusaran-pusaran dan timbullah terak atau kotoran yang terapung pada permukaan logam cair. Karena itu dalamnya cawan tuang sebaiknya dibuat sedalam mungkin. Sabaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis (Ir.Tata Surdia M.S. Met. E).

2. Saluran turun

Salurun turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas kebawah yang pertama dipakai kalau dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar, sadangkan yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Salurun turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas yang dibuat dari samot. Samot ini cocok untuk membuat salurun turun yang panjang. Ukuran diameter saluran turun bervariasi, tergantung dari berat coran.


(32)

Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair. Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada permulaan penuangansehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir agar logam cair yang pertama masuk akan mengisi seluruh ruang pada cetakan, serta membuat kolam putaran pada saluran masuk dan membuat saluran turun bantu.

4. Saluran Masuk

Salauran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Irisannya diperkecil ditengah dan diperbesar lagi kearah rongga saluran dan irisan terkecil ini mudah diputuskan sehingga mencegah kerusakan pada coran.

2.4.3. Pembuatan Cetakan

Jenis - jenis cetakan yang sering digunakan pada proses pengecoran logam yaitu :

a. Cetakan Pasir

Cetakan dibuat dengan jalan memadatkan pasir, pasir yang akan digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti air, kaca, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan


(33)

tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan (Tata Surdia, 1992).

b. Cetakan Logam

Cetakan ini dibuat dengan menggunakan bahan yang terbuat dari logam. Cetakan jenis logam biasanya dipakai untuk industri-industri besar yang jumlah produksinya sangat banyak, sehingga sekali membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang.

Membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran. Proses pencairkan logam dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam tanur yang dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekwensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi digunakan untuk baja tuang dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan. Tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut.

2.5 Bentuk –Bentuk Porositas

Porositas adalah salah satu cacat yang terjadi pada produk aluminium, dan akan menjadi awal suatu produk dikatakan gagal. Porositas pada aluminium ada 2 jenis yaitu yang berasal dari shrinkage dan gas. Namun pada kebanyakan kasus porositas terjadi adalah kombinasi dari keduanya yaitu akibat shrinkage dan juga gas yang terperangkap selama proses pembekuan. Gambar 2.3 menunjukkan berbagai porositas yang terjadi pada paduan aluminium.


(34)

Gambar 2.3 Jenis-jenis porositas pada aluminum

(a) Porositas shrinkage (b) Porositas gas

(c) Porositas gabungan antara Porositas shrinkage dengan Porositas gas. 2.5.1 Cara Menghilangkan Porositas

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan porositas, diantaranya:

a. Menggunakan Gas Pelindung

Aluminium mempunyai pelindung dipermukaan. Permukaan pelindung ini sangat tipis dan hanya terbentuk pada saat pembentukan aluminium.

Dalam proses pengecoran perlu digunakan gas pelindung sehingga kemungkinan aluminium cair untuk dimasuki oleh material lain akan


(35)

semakin kecil. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kemungkinan porositas yang terjadi.

b. Menggunakan Pengikat Oksida

Pada saat melting atau pencairan logam aluminium kebanyakan orang menggunakan zat aditif sebagai pengikat oksida sehingga diharapkan kadar oksida dapat berkurang atau bahkan mencapai tahap nol.

c. Menjaga Permukaan Aluminium Sebelum Dicairkan

Melakukan pengontrolan terhadap permukaan aluminium apalagi terhadap proses pemotongan gerinda atau gergaji listrik. Hal ini akan dapat mempengaruhi komposisi dari material itu sendiri. Sehingga residu yang tidak kita inginkan akan ikut tercampur ke dalam material aluminium. Sehingga kalau ada residu lain yang tercampur, maka material akan lebih tidak terkontrol cacat porositasnya.

d. Mengontrol Permukaan Cetakan

Permukaan harus halus karena akan mempengaruhi laju aliran coran di dalam cetakan. Kalau permukaan tidak halus hal ini akan mempengaruhi laju aliran cairan logam. Sehingga akan menimbulkan turbulensi dalam cetakan. Kalau menimbulkan turbulensi, maka gas atau udara akan terjebak di dalam cetakan sehingga hasil cetakan akan mengalami porositas.

2.6 Variabel Riset Dan Analisis

Sebelum peleburan dilakukan, terlebih dahulu di tentukan aluminium yang ingin di lebur. Pada penelitian ini ada 3 variasi yang dikerjakan. Peleburan pertama aluminium dibutuhkan sebanyak 1,55 kg dimana magnesium yang akan dipadu sebanyak 2%, sehingga dapat diketahui kekerasan yang terkandung dalam paduan Al - Mg. Tetapi pada peleburan selanjutnya, kandungan magnesium yang akan dicampur bervariasi.

Peleburan pertama, total Al-Mg yang akan dilebur 1,581 kg. Aluminium 1.55 kg, jadi Magnesium yang dibutuhkan 31 gram.


(36)

Perhitungannya sebagai berikut : Keterangan :

Aluminium : 1550 gram a = % magnesium yang diinginkan Magnesium : 31 gram

Solusi :

1550 x � = 31 jadi,

a = 3 � 55 = 2 %

Hasil % magnesium yang diinginkan pada percobaan ini = 1,935 %, tetapi sering terjadi perbedaan hasil uji komposisi yang tidak sesuai dengan variasi yang diinginkan pada paduaan Al – Mg ini. Penyebabnya ialah pada waktu peleburan yang dilakukan banyak terdapat kotoran pada cairan aluminium. Maka sebaiknya menggunakan bahan kimia berupa fluks. Fluks fungsinya ialah pembersih kotoran yang terkandung di dalam Al-Mg pada waktu dilebur. Sehingga pada waktu peleburan tidak menghasilkan ampas/kotoran yang banyak. Demikian pula pada peleburan selanjutnya untuk mendapatkan variasi paduan Al –Mg yang dikerjakan. 2.7 Uji Tarik

Uji tarik termasuk dalam pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujiannya sangat sederhana dan sudah memiliki standarisasi di seluruh dunia (Amerika ASTM E8 dan Jepang JIS 2241). Dengan melakukan uji tarik suatu bahan, maka akan diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap energi tarikan dan sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiffness). Gambar mesin uji tarik dapat dilihat pada gambar 2.4.


(37)

Gambar 2.4 mesin uji tarik

Bila gaya tarik terus diberikan kepada suatu bahan (logam) sampai putus, maka akan didapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.5. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.

Gambar 2.5 Hasil dan kurva pengujian tarik (www.infometrik.com)

Hal paling penting dalam pengujian tarik adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut


(38)

Maksimum. Gambar spesimen uji tarik yang sesuai dengan standar E8 ASTM volume 3 bisa dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Sampel standar uji tarik E8 ASTM volume 3

Gambar 2.7 Profil data hasil uji tarik (www.infometrik.com)

Analisa uji tarik dimulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar. Keterangannya dalah sebagai berikut:


(39)

Dalam Gambar 2.7. dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu

regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gambar 2.7.). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, Hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.02%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005%. Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini.

• Batas Proporsional σp (Proportional Limit)

Titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

• Deformasi Plastis (Plastic Deformation)

Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gambar 2.7. yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.

•Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress)

Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.

•Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress)

Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

•Regangan Luluh εy (Yield Strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

•Regangan Elastis εe (Elastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

•Regangan Plastis εp (Plastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.


(40)

• Regangan Total (Total Strain)

Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan

beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.

• Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength)

Pada Gambar 2.7. ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

• Kekuatan Patah (Breaking Strength)

Pada Gambar 2.7. ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.

Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis dapat ditulis :

…(2.1) Dan

� =∆�

0� % …(2.2) Hubungan kedua persamaan ini adalah:

E =σε …(2.3)

Dimana :

� = Tegangan (MPa) � = Regangan (%)


(41)

� = Panjang akhir (cm) � = Panjang awal (cm)

E = Modulus elastisitas (MPa)

2.8 Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Didalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu.

Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (Brinnel).

Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni: Brinell (HB/BHN), Rockwell (HR/RHN), Vickers (HV/VHN), dan Micro Hardness.

Pemilihan masing- masing skala (metode pengujian) tergantung pada: 1. Permukaan material

2. Jenis dan dimensi material 3. Jenis data yang diinginkan 4. Ketersediaan alat uji. 2.8.1 Metode Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja


(42)

(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Ganbar 2.8 adalah alat uji kekerasan material logam (Brinnel).

Gambar 2.8. Alat uji kekerasan material logam (Brinnel)

2.8.2 Metode Vickers

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

2.8.3 Metode Rockwell


(43)

1. HRa (Untuk material yang sangat keras). 2. HRb (Untuk material yang lunak).

3. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang).

2.8.4 Metode Micro Hardness

Pengujian ini identor-nya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini digunakan untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa knoop memberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau mengukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.

Rumus perhitungan Brinnel Hardness Number (BHN) :

��� =�� � −√� −�……….………..… (2.1)

Dimana: P : beban penekan (Kg)

D : diameter bola penekan (mm) d : diameter lekukan (mm)

2.9 Pengujian Komposisi

Dalam proses pengujian komposisi diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :


(44)

a. Sebelum melakukan pengujian harus memperhatikan sampel yang akan diuji, dimana permukaan benda yang diuji harus halus dan rata, maka sebelumnya material harus di gerinda ataupun di polis

b. Meletakkan benda yang akan diuji di meja patri posisi pas dia atas lubang yang ada di tengah meja patri.

c. Menghubungkan tuas penghubung antara benda kerja dengan meja patri. d. Menutup cover ruang benda yang diuji.

e. Menekan tombol start ( tombol warna hijau )

f. Melihat hasil test pengujian pada komputer yang telah terhubung dengan mesin metal analizer.

Gambar 2.9. Alat uji komposisi ( Metal Analizer )


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan Pengecoran 3.1.1. Aluminium

Proses peleburan pada penelitian menggunakan aluminium dalam bentuk batangan (ingot). Dimana aluminium ingot telah didaur ulang oleh industri aluminium. Aluminium inilah yang menjadi bahan utama pada penelitian.

Gambar 3.1. Batangan Aluminium (Ingot)

3.1.2. Magnesium

Magnesium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Mg dan nomor atom 12. Magnesium merupakan unsur paduan pada penelitian yang akan dilakukan. Magnesium dalam bentuk batangan (ingot) yang akan dilebur dengan aluminium ingot


(46)

Gambar 3.2. Batangan Magnesium (Mg) 3.2.Alat – Alat Penelitian

Dalam paenelitian ini banyak menggunakan alat teknik, dimana alat-alat tersebut memiliki kegunaan masing-masing dalam proses penelitian ini. Adapun alat-alat tersebut antara lain :

1. Dapur Lebur

Dapur lebur digunakan sebagai sumber panas yang dihasilkan dari bahan bakar berupa kayu bakar dan sebagai alat pelebur logam yang akan dilebur. Dapur lebur terbuat dari batu bata dan semen tahan api, hasil pembakaran mencapai hingga temperatur 700 0C 900 0C. Dapur lebur

menggunakan blower untuk menghasilkan temperatur yang stabil. Volume dapur lebur bervariasi tergantung pada jumlah bahan yang akan dilebur..

Gambar 3.3. Dapur Peleburan 2. Ladel

Ladel merupakan alat penuang dalam peleburan. Aluminium cair yang memiliki suhu tinggi diambil dari dalam crucible dan dituangkan ke dalam cetakan. Ukuran dari alat ini disesuaikan dengan volume cetakan yang digunakan.

3. Blower

Blower digunakan untuk menjaga temperatur peleburan yang dihasilkan dari panas pembakaran pada kayu bakar. Tanpa alat ini, maka panas yang dihasilkan dari proses pembakaran tidak terdistribusi dengan baik dan panas yang dihasilkan tidak maksimal


(47)

Gambar 3.4 Blower

4. Cetakan Pasir

Cetakan pasir dibuat dengan membentuk pasir kemudian dipadatkan agar hasil cetakan tidak berubah bentuk. Pasir yang digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini dicampur pengikat khusus seperti air, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan

Gambar 3.5. Cetakan Pasir 5. Cetakan kawat ( Mal )

Dalam pengecoran ini dimana bentuk spesimennya adalah berbentuk bulat berongga sesuai dengan besar diameter kawat pada mall tersebut, dimana diameter kawat adalah 1.5 mm dan panjang 8 cm. Dimana agar kawat tersebut agar tidak menyatu dengan cairan Aluminium pada saat pengecoran maka kawat tersebut pertama kali di panaskan untuk menghilangkan kerak-kerak ( kotoran) dari pada kawat tersebut, dan setelah


(48)

itu kawat tersebut diolesi minyak kaca dan lumpur sebelum di lakukan penuangan cairan aluminium magnesium

Gambar 3.6. Cetakan Kawat 6. Mesin Bor

Mesin Bor digunakan untuk menghasilkan ( bram ) serbuk dari pada Magnesium. Dengan cara membuat lubang dan memperkacil batangan magnesium tersebut dan bekas dari pada hasil boran tersebut di kumpulkan.

Gambar 3.7. Masin Bor

7. Mesin Polish

Alat ini digunakan untuk meratakan permukaan benda uji yang akan digunakan pada alat foto mikro. Dimana benda kerja harus dipolish secara bertahap dengan kertas pasir yang telah disediakan hingga pemukaannya halus. Mesin polish yang digunakan dapat kita lihat pada gambar 3.8 .


(49)

Gambar 3.8. Mesin Polish

8. Teropong ukur

Teropong ukur atau disebut juga mikroskop berdaya rendah digunakan untuk mengukur diameter indentasi pada permukaan specimen yang disebabkan penekanan bola indentor. Teropong ukur yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.9

Gambar 3.9. Teropong Ukur

3.3Proses Peleburan

Pada proses peleburan ini hal yang dilakukan yaitu mencairkan aluminium yang diperlukan, aluminium yang di peroleh dari ingot (aluminium batangan) dicairkan atau dilebur. Untuk mempercepat pencairan aluminum tersebut di perkecil hingga menjadi beberapa potong.


(50)

Penambahan unsur Magnesium (Mg) dilakukan terhadap aluminium sesuai dengan variasi yang diinginkan. Aluminium terlebih dahulu dilebur hingga mencapai temperatur 450 – 550 ˚C , setelah mencapai suhu tersebut, magnesium dimasukkan ke dalam cairan aluminium yang sedang dilebur. Peleburan Mg ini dilakukan beberapa tahap, yang setiap tahapnya ditambah beberapa persen (%) magnesium. Proses peleburan dapat dilihat pada gambar 3.10.

Gambar 3.10. Proses peleburan Aluminium-Magnesium

Setelah proses peleburan antara Aluminium-Magnesium berlangsung, maka akan dilakukan proses pengadukan agar campuran Aluminium-Magnesiumnya merata. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.11.


(51)

Setelah dilakukan proses pengadukan, hasil peleburan antara Aluminium-Magnesium dituang ke dalam cetakan pasir yang telah di sediakan sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.12.

Gambar 3.12. Proses Penuangan Aluminium-Magnesium ke dalam cetakan

Proses penuangan Aluminium-Magnesium ke dalam cetakan selesai, maka cetakan dihancurkan untuk mengeluarkan spesimen hasil dari pengecoran tersebut. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.13.

Gambar 3.13. Bentuk spesimen hasil coran dan setelah dibubut

Setelah spesimen tersebut dikeluarkan dari pasir cetakan , kemudian dibersihkan dan dibentuk menggunakan mesin bubut sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan. Lalu dilakukan pengujian komposisi sesuai dengan ukuran yang


(52)

telah ditentukan yaitu 2%, 4% dan 6% magnesium. Setelah hasil pengujian komposisi sesuai, lalu dilakukan uji kekerasan dan Uji Tarik

3.4 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material. Pengujian kekerasan terhadap spesimen Aluminium coran menggunakan metode

”Brinell Hardness Test”dan dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin USU.

3.4.1 Set Up Pengujian Kekerasan

Gambar set up pengujian kekerasan dapat dilihat pada gambar 3.14.

Gambar 3.14. Set up Pengujian kekerasan Adapun keterangan gambar 3.20 adalah:

1. Penunjuk beban (kgf) 2. Gaya (kgf)

3. Ball indentor 4. Pengatur penekan 5. Pembeban

6. Landasan specimen

1 2

3

6

5


(53)

3.4.2 Prosedur Pengujian

Adapun prosedur yang dilakukan pada pengujian kekerasan (Hardness) adalah sebagai berikut:

1. Spesimen diberikan dan dihaluskan terutama pada permukaan yang diuji dengan mengunakan kertas pasir dengan variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200.

2. Diameter dan tinggi specimen diukur dengan jangka sorong. 3. Spesimen diletakkan pada mesin uji Brinell Hardness Test.

4. Bola baja sebagai penetrator diset pada titik yang akan diuji, kondisi bersinggungan (bola baja menyentuhn titik specimen).

5. Kemudian katup pompa dibuka.

6. Spesimen diambil, lalu diukur diameter indentasinya dengan menggunakan teropong ukur.

7. Kemudian diulang percobaan ini, hingga 4 titik dan hasil pengukuran dicatat kembali.

8. Hal yang sama juga dilakukan untuk Al-Mg2%, Al-Mg4% dan Al-Mg 6%.

3.4.3 Bahan Pengujian

Adapun bahan spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aluminium-Magnesium (Al-Mg) dengan ketebalan 20 mm. Dimensi spesimen dapat dilihat pada gambar 3.15


(54)

Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi seperti pada gambar 3.16 sebagai berikut :

Gambar 3.16 dimensi spesimen uji tari batang. 3.5 Mikroskop Optic

Mikroskop optik digunakan untuk mengamati cacat porositas dari Aluminium-Magnesium dengan pembesaran diatas seratus kali. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Mikroskop optic dapat dilihat pada gambar 3.17.

Gambar 3.17 Mikroskop Optic 3.5.1 Prosedur Pengujian

Adapun prosedur pengujian porositas adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan benda uji dengan menghaluskan pada spesimen benda yang akan dilakukan pengujian.

b. Benda uji digosok dengan kertas amplas menggunakan mesin polish (gambar 3.8) diatas pemukaan yang rata dan penggosokan dilakukan dengan


(55)

menggunakan kertas amplas tahan air yang dialiri air. Ukuran kertas amplas yang digunakan adalah kekasaran 400, 800, 1000, dan 1500 permukaan yang dihaluskan dengan amplas hanya satu permukaan saja. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. c. Kemudian dibersihkan dan digosok menggunakan pasta poles (autosol) sampai

mengkilap. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus yaitu pemolesan elektrolit kimia, pemolesan kimia mekanis, dan pemolesan elektro mekanis. Kemudian menyiapkan alat etsa yang diperlukan yaitu : tabung reaksi, gelas ukur dan pipet. Larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya antara lain: nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol 95%), picral (asam picric + alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid, dan lain-lain. Dan benda tersebut dicelupkan ke dalam cairan etsa kimia selama ± 15 detik. Kemudian permukaan benda yang akan diuji dengan etsa dibersihkan dengan cairan alkohol dan cuci benda uji dengan air bersih kemudian keringkan.

d. Benda uji yang telah dietsa diletakkan diatas landasan (anvil) tegak lurus dengan lensa mikroskop, diambil gambar dan dilihat cacat porositas yang ada di permukaan spesimen. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar, maka pengamatan porositas akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel.


(56)

3.6 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.15 menunjukan diagram alir penelitian.

Gambar 3.19 Diagram Alir Penelitian. Aluminium dan Magnesium

Proses Peleburan Aluminium Penambahan Mg

Cetakan

Pembuatan Spesimen

Pengujian

Komposisi Uji Kekerasan Uji Tarik

Analisa Data


(57)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Uji Brinell

Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan dari suatu material. Pengujian ini dilakukan pada tiga variasi Al-Mg, dengan tiap variasi menggunakan tiga buah spesimen, dan tiap-tiap spesimen dilakukan pengujian pada tiga titik pada masing-masing spesimen. Pengujian ini menggunakan spesimen Al-Mg dengan persen Al-Mg masing-masing 2%, 4% dan 6% serta memakai alat uji Brinell Hardness Test. Hasil yang didapat dari pengujian berupa jejak diameter indentasi pada spesimen dari bola indentor. Kemudian dari diameter indentasi ini didapat nilai BHN dengan memakai rumus pers (2.1):

��� = �

��(� − √� − � )

Dimana: P: beban penekan (Kg)

D: diameter bola penekan (mm) d: Diameter indentation (mm)

Berikut merupakan cara perhitungan BHN dimana nilai P dan D telah diketahui melalui alat uji kekerasan Brinell, yaitu 1500 Kg dan 5 mm. Dan untuk nilai d diambil dari spesimen Al-Mg (2%) sebesar 3,8 mm yang didapat setelah pengujian.

��� =�� �−√� −�

��� = �

�� � − √� − , ��� = , � , �


(58)

Contoh perhitungan diatas dapat kita ketahui bahwa nilai BHN untuk AlMg (2%) pada titik satu adalah 109,19. Sedangkan untuk titik lain pada Al-Mg (2%), Al-Mg (4%), dan Al-Mg (6%) dapat menggunakan cara seperti diatas dengan hanya mengganti nilai d dengan besar nilai d telah diukur setelah dilakukan pengujian kekerasan.

Gambar 4.1. Bentuk Spesimen setelah pengujian 4.1.1. Hasil Uji Brinell Al-Mg (2%)

Hasil uji kekerasan Al-Mg (2%) nilai P untuk pengujian adalah 500 kg dan D adalah 5 mm dapat dilihat pada tabel 4.1

No Diameter Indentation

(mm)

Brinnell Hardness Number

(BHN)

1 3,80 109,19

2 3,83 107,34

3 3,82 107,96

Rata2 3,81 108,16

Tabel 4.1. Hasil uji kekerasan Al-Mg (2 %)

Tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai kekerasan untuk spesimen Al-Mg (2%) sebesar 108,16 BHN,.Pada Gambar 4.2. dapat kita lihat nilai kekerasan pada Al-Mg (2%).


(59)

4.1.2. Hasil Uji Brinell Al-Mg (4%)

Hasil uji kekerasan Al-Mg (4%) nilai P untuk pengujian adalah 500 kg dan D adalah 5 mm dapat dilihat pada tabel 4.2.

No Diameter

Indentation (mm)

Brinnell Hardness Number

(BHN)

1 3,73 114,42

2 3,70 116,51

3 3,72 115,11

Rata2 3,71 115,34

Tabel 4.2. Hasil uji kekerasan Al-Mg (4 %)

Tabel 4,2 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai kekerasan untuk spesimen Al-Mg (4%) sebesar 115,34 BHN. Pada gambar 4.3 dapat kita lihat nilai kekerasan pada Al-Mg (4%).

Gambar 4.3. Hasil uji kekerasan Al-Mg (4 %)

4.1.3. Hasil Uji Brinell Al-Mg (6%)

Hasil uji kekerasan Al-Mg (6%) nilai P untuk pengujian adalah 500 kg dan D adalah 5 mm dapat dilihat pada tabel 4.3.

No Diameter Indentation

(mm)

Brinnell Hardness Number

(BHN)

1 3,50 133,62

2 3,52 132,69

3 3,53 131,78

Rata2 3,51 132,70


(60)

Tabel 4,3 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai kekerasan untuk spesimen Al-Mg (6%) sebesar 132,70 BHN. Pada gambar 4.4 dapat kita lihat nilai kekerasan pada Al-Mg (6%).

Gambar 4.4. Hasil uji kekerasan Al-Mg (6 %)

Nilai rata-rata tiap spesimen untuk Mg2% adalah 108.16 BHN, Al-Mg4% adalah 115,34 BHN dan Al-M 6% adalah 132,70 BHN dapat kita lihat pada setiap spesimen terjadi penambahan nilai kekerasan rata-rata pada masing -masing aluminium magnesium. Pada gambar 4.5 dapat kita lihat perbandingan nilai kekerasan rata-rata pada masing- masing variasi

Gambar 4.5. Grafik perbandingan nilai kekerasan rata-rata pada masing-masing variasi

Gambar 4.4 dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan nilai kekerasan untuk masing-masing variasi. Sehingga kenaikan nilai kekerasan secara keseluruhan dapat diambil dari nilai kekerasan rata-rata tiap variasi AlMg. Sehingga dapat kita simpulkan seiring dengan penambahan unsur magnesium pada aluminium maka


(61)

nilai kekerasan juga akan semakin meningkat. Pada gambar 4.5. dapat kita lihat grafik nilai kekerasan pada masing- masing variasi.

Gambar 4.6. Grafik kenaikan kekerasan pada variasi Al-Mg 4.2. Hasil Uji Tarik

hasil pengujian dan tabel hasil pengujian untuk tegangan, regangan dan modulus elastisitas dari hasil uji kekuatan tarik:

1. Spesimen I Al 94,04% - Mg 2%


(62)

a. Tegangan (σ)

Tegangan pada uji tarik merupakan berat beban (P) dibagi dengan luas penampang (A) pada sepesimen. Maka hasil perhitungan tegangan pada untuk setiap spesimennya sama. Dapat dihitung dengan persamaan berikut :

A P

 

Dimana : σ = Tegangan (MPa)

P = Beban pada waktu pengujian (kgf) A = Luas penampang (cm2)

Nilai tegangan untuk masing- masing spesimen adalah :

Maka 0113 . 0 44 . 13   A P

= 1189,3905 kgf/cm ² = 116,5592 MPa Regangan (ε)

Untuk nilai regangan diambil nilai perpanjangan setiap spesimen uji. Maka nilai regangan dapat ditentukan dari persamaan berikut :

Dimana :

ε = Regangan ( %) L1 = Panjang Akhir (cm)

Lo = Panjang Awal (cm)

% 100 1 x L L L o o   


(63)

Maka 100% 5,87% 8 8 47 , 8 % 100

1    

x x

L L L o o

b. Modulus elastisitas (E)

  

E

Dimana :

E = Modulus Elastisitas (MPa)

σ = Tegangan (MPa)

ε = Regangan (%)

Maka 0587 , 0 116,5592     E

= 1985,6763 Mpa

2. Spesimen 2 Al 93,80 % - Mg 4%


(64)

Maka: 013 . 0 83 , 16   A P

= 1489,3805 kgf/cm² = 145,9592 MPa

Maka, 100% 5,11%

8 8 409 , 8 % 100

1   

x x

L L L o o  Maka 0511 , 0 145,9592     E

= 2856,3444 MPa

3. Spesimen 3 Al 93,12 % - Mg 5,69 %


(65)

Maka 0113 . 0 55 , 18   A P

= 1641,5929 kgf/cm² = 160,8761 MPa

Maka, 100% 4,64%

8 8 371 , 8 % 100

1   

x x

L L L o o  Maka 0464 , 0 160,8761     E

= 3467,1573 MPa

Gambar grafik nilai perbandingan antara yield strength dengan tensile strength

Gambar 4.10 Perbandingan antara yield strength dengan tensile strength

Pada Gambar 4.10 memperlihatkan bahwa semakin besar penambahan unsur Magnesium di dalam Aluminium, maka semakin meningkat yield dan tensile strength.


(66)

Gambar 4.11 Grafik Perbandingan Elongation

Gambar perpatahan dari Aluminium coran setelah dilakukan pengujian tarik dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Bentuk perpatahan dari Aluminium coran setelah uji kekuatan tarik a. 2% Mg, b. 4% Mg, dan c. 6% Mg

4.3. Hasil Uji Foto mikro

Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya.truktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji. Pengamatan metallography dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu metallography makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100 kali dan metallography mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas 100 kali.

Pengujian mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan “Reflected Metallurgical Microscope” dengan type Rax Vision No.545491, MM


(67)

-10A,230V-50Hz. Pengujian mikrostruktur ini dilakukan untuk Aluminium yang dipadu dengan unsur Magnesium.

Paduan Al 93,12% - Mg 6%

Gambar struktur mikro dari paduan Al 93,12% - Mg 6% dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.13. Foto Mikro Al 93,12% - Mg 6% Pada 200× Pembesaran Gambar 4.13. diatas memperlihatkan hasil pengujian mikro struktur pada 200× pembesaran untuk paduan Aluminium 93,12% yang ditambah unsur Magnesium 6%, memperlihatkan bentuk coran Aluminium dengan menggunakan cetakan pasir. Secara visual pada spesimen uji dapat dilihat langsung dan dari gambar diatas dapat dilihat beberapa cacat pada coran berupa porositas dimana hal ini tentunya akan mengakibatkan penurunan pada sifat mekanis karena dapat menjadi sumber/awal terjadinya crack.Hasil foto mikro memperlihatkan bahwa pada permukaan logam terdapat cacat pada coran yaitu fits ( lubang) dan shrinkage (penyusutan)


(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu : a. Telah dapat dibuat spesimen dengan hasil peleburan magnesium-aluminium

berongga dengan menggunakan cetakan pasir.

b. Dari hasil uji kekerasan bahwa penambahan unsur magnesium mempengaruhi nilai kekerasan pada bahan Aluminium.Al-Mg2% adalah 108,16 BHN, Al-Mg4% 115,35 BHN dan Al-Mg6% 132,70 BHN, Jika dibandingkan antara Al-Mg (2%) dengan Al-Mg (4%), dan Al-Mg (6%) maka nilai kekerasan meningkat sebesar 6,64% untuk AlMg (4%) dan 22,6% untuk AlMg (6%).

c. Dari hasil uji tarik penambahan unsur magnesium mempengaruhi nilai kekuatan tarik bahwa semakin besar pesentase Magnesiumnya, maka semakin meningakat kekuatan tarik pada bahan Aluminium yaitu sebagai berikut:

1. Al-Mg (2%)

Tensile strength 118,86 N/mm2

Yield strength 83,53 N/mm2

Elongation 5,87 % 2. Al-Mg (4%)

Tensile strength 148,83 N/mm2

Yield strength 103,12 N/mm2

Elongation 5,11 % 3. Al-Mg (6%)

Tensile strength 164,10 N/mm2

Yield strength 122,54 N/mm2

Elongation 4,64 %

d. Dari hasil foto mikro terlihat pada permukaan logam terdapat cacat pada coran yaitu fits ( lubang) dan shrinkage (penyusutan)


(69)

5.2. Saran

Saran-saran yang perlu diperhatikan untuk dilakukan pada penelitian lebih lanjut, yaitu :

a. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut agar mendapatkan penambahan nilai magnesium maksimum pada aluminium sehingga dapat diketahui sifat mekanis Al-Mg yang sempurna.

b. Kandungan Fe harus dikontrol untuk menghindari pengaruhnya terhadap sifat mekanis aluminium yang dilebur,

c. Sebaiknya menggunakan bahan aliminium murni, dan mengontrol perubahan temperatur pada saat pencampuran magnesium.

d. Pada waktu peleburan, sebaiknya digunakan bahan kimia ( fluks) untuk mengikat kerak/kotoran

e. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam peleburan, sebaiknya menggunakan dapur induksi sehingga pencapurannya lebih homogen dan temperatur peleburan dapat di kontrol.


(70)

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo.,2004, “ Pengaruh pengecoran ulang terhadap kekuatan tarik dan ketangguhan impak pada aluminium tuang 320“ proceedings komputer dan sistem intelijen, Universitas Gunadarma Jakarta

2. Surdia, T. dan Saito, S., 1992, “Pengetahuan Bahan Teknik”, P.T Pradnya Paramitha, Jakarta.

3. Basuki,B., Djuhana dan Nurwasito,B., 2005, ”Pengecoran Aluminium

Untuk Bucket Turbin Pelton Skala Laboratorium”, Seminar Material Metalurgi, ISBN ; 9-793-68847-5, Tangerang, Indonesia.

4. Murray,J.,L, ”Alloy phase diagram”, ASM Hanbook, Vol.3

5. Omotoyinbo,J.,A dan Oladele,I.,O, 2010, “The Effect of Plastic Deformation and Magnesium Content on the Mechanical Properties of 6063

Aluminium Alloys”, Journal of Minerals & Materials Characterization & Engineering, Vol.9, No.6, pp.539.546, USA.

6. Suhariyanto,”Perbaikan Sifat Mekanik Paduan Aluminium (A356.0)

dengan Menambahkan Tic”, Jurusan Teknik Mesin, Intitut Teknologi Sepuluh Nopember.

7. Ye,H, 2002, “ An Overview of the Development of Al-Si-Alloy Based

Material for Engine Application”, JMEPEG, 12-288-297, ASM

International

8. Suharno,B.,dkk,2007, “ Pengaruh kadar Besi Terhadap Pembentukan Fasa Intermetalik Al-Fe-SI dan Nilai Fluiditas paduan Hipoeutektik Aluminium Silikon “ Jurnal teknologi,Edisi No.3 Tahun XXI

9. Dody Prayitno, (2006) Pengenalan Pengecoran Modern. Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti.

10. Sudia Tata,(1996). Teknik Pengecoran Logam. PT Pradnya Paramita,Jakarta.

11 Smallman. Prof.R.E. Metalurgi Fisik Moderen Dan Rekayasa

Material, Gramedia jakarta. tahun 1999. 12. Website (www.google.com)


(1)

Maka

0113

.

0

55

,

18

A

P

= 1641,5929 kgf/cm²

= 160,8761 MPa

Maka,

100% 4,64%

8 8 371 , 8 % 100

1   

x x

L L L o o

Maka

0464

,

0

160,8761

E

= 3467,1573 MPa

Gambar grafik nilai perbandingan antara yield strength dengan

tensile strength

Gambar 4.10 Perbandingan antara yield strength dengan tensile strength

Pada Gambar 4.10 memperlihatkan bahwa semakin besar penambahan

unsur Magnesium di dalam Aluminium, maka semakin meningkat yield dan tensile

strength.


(2)

Gambar 4.11 Grafik Perbandingan Elongation

Gambar perpatahan dari Aluminium coran setelah dilakukan pengujian tarik

dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.12 Bentuk perpatahan dari Aluminium coran setelah uji kekuatan tarik

a.

2% Mg, b. 4% Mg, dan c. 6% Mg

4.3.

Hasil Uji Foto mikro

Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat

mempengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya.truktur mikro dari logam

dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan

bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji. Pengamatan

metallography dengan

mikroskop optik

dapat dibagi dua, yaitu

metallography makro yaitu pengamatan

struktur dengan perbesaran 10-100 kali dan

metallography mikro yaitu pengamatan

struktur dengan perbesaran diatas 100 kali.

Pengujian mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan “

Reflected

Metallurgical Microscope

” dengan type

Rax Vision No.545491, MM


(3)

50Hz. Pengujian mikrostruktur ini dilakukan untuk Aluminium yang dipadu dengan

unsur Magnesium.

Paduan Al 93,12% - Mg 6%

Gambar struktur mikro dari paduan Al 93,12% - Mg 6% dapat dilihat pada

gambar 4.12.

Gambar 4.13. Foto Mikro Al 93,12% - Mg 6% Pada 200× Pembesaran

Gambar 4.13. diatas memperlihatkan hasil pengujian mikro struktur pada

200× pembesaran untuk paduan Aluminium 93,12% yang ditambah unsur

Magnesium 6%, memperlihatkan bentuk coran Aluminium dengan menggunakan

cetakan pasir. Secara visual pada spesimen uji dapat dilihat langsung dan dari

gambar diatas dapat dilihat beberapa cacat pada coran berupa porositas dimana hal

ini tentunya akan mengakibatkan penurunan pada sifat mekanis karena dapat

menjadi sumber/awal terjadinya crack.Hasil foto mikro memperlihatkan bahwa

pada permukaan logam terdapat cacat pada coran yaitu fits ( lubang) dan shrinkage

(penyusutan)


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu :

a.

Telah dapat dibuat spesimen dengan hasil peleburan magnesium-aluminium

berongga dengan menggunakan cetakan pasir.

b.

Dari

hasil

uji

kekerasan

bahwa

penambahan

unsur

magnesium

mempengaruhi nilai kekerasan pada bahan Aluminium.Al-Mg2% adalah

108,16 BHN, Al-Mg4% 115,35 BHN dan Al-Mg6% 132,70 BHN, Jika

dibandingkan antara Al-Mg (2%) dengan Al-Mg (4%), dan Al-Mg (6%)

maka nilai kekerasan meningkat sebesar 6,64% untuk AlMg (4%) dan 22,6%

untuk AlMg (6%).

c.

Dari hasil uji tarik penambahan unsur magnesium mempengaruhi nilai

kekuatan tarik bahwa semakin besar pesentase Magnesiumnya, maka

semakin meningakat kekuatan tarik pada bahan Aluminium yaitu sebagai

berikut:

1. Al-Mg (2%)

Tensile strength 118,86 N/mm

2

Yield strength 83,53 N/mm

2

Elongation 5,87 %

2. Al-Mg (4%)

Tensile strength 148,83 N/mm

2

Yield strength 103,12 N/mm

2

Elongation 5,11 %

3. Al-Mg (6%)

Tensile strength 164,10 N/mm

2

Yield strength 122,54 N/mm

2

Elongation 4,64 %

d.

Dari hasil foto mikro terlihat pada permukaan logam terdapat cacat pada

coran yaitu fits ( lubang) dan shrinkage (penyusutan)


(5)

5.2. Saran

Saran-saran yang perlu diperhatikan untuk dilakukan pada penelitian lebih

lanjut, yaitu :

a.

Sebaiknya

dilakukan

penelitian

lebih

lanjut

agar

mendapatkan

penambahan nilai magnesium maksimum pada aluminium sehingga dapat

diketahui sifat mekanis Al-Mg yang sempurna.

b.

Kandungan Fe harus dikontrol untuk menghindari pengaruhnya terhadap

sifat mekanis aluminium yang dilebur,

c.

Sebaiknya menggunakan bahan

aliminium murni, dan

mengontrol

perubahan temperatur pada saat pencampuran magnesium.

d.

Pada waktu peleburan, sebaiknya digunakan bahan kimia ( fluks) untuk

mengikat kerak/kotoran

e.

Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam peleburan, sebaiknya

menggunakan dapur induksi sehingga pencapurannya lebih homogen dan

temperatur peleburan dapat di kontrol.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Purnomo.,2004, “

Pengaruh pengecoran ulang terhadap kekuatan tarik dan

ketangguhan impak pada aluminium tuang 320

“ proceedings komputer dan

sistem intelijen, Universitas Gunadarma Jakarta

2.

Surdia, T. dan Saito, S.,

1992, “

Pengetahuan Bahan Teknik”,

P.T Pradnya

Paramitha, Jakarta.

3.

Basuki,B., Djuhana dan Nurwasito,B., 2005,

”Pengecoran Aluminium

Untuk Bucket Turbin Pelton Skala Laboratorium”

, Seminar Material

Metalurgi, ISBN ; 9-793-68847-5, Tangerang, Indonesia.

4.

Murray,J.,L

, ”Alloy phase diagram”,

ASM Hanbook, Vol.3

5.

Omotoyinbo,J.,A dan Oladele,I.,O, 2010,

“The Effect of Plastic

Deformation and Magnesium Content on the Mechanical Properties of 6063

Aluminium Alloys”

, Journal of Minerals & Materials Characterization &

Engineering, Vol.9, No.6, pp.539.546, USA.

6.

Suhariyanto

,”Perbaikan Sifat Mekanik Paduan Aluminium (A356.0)

dengan Menambahkan Tic”

, Jurusan Teknik Mesin, Intitut Teknologi

Sepuluh Nopember.

7.

Ye,H, 2002,

“ An Overview of the Development of Al

-Si-Alloy Based

Material for Engine Application”

, JMEPEG, 12-288-297, ASM

International

8.

Suharno,B.,dkk,2007, “

Pengaruh kadar Besi Terhadap Pembentukan Fasa

Intermetalik Al-Fe-SI dan Nilai Fluiditas paduan Hipoeutektik Aluminium

Silikon

“ Jurnal teknologi,Edisi No.3 Tah

un XXI

9.

Dody Prayitno, (2006)

Pengenalan Pengecoran Modern. Jakarta : Penerbit

Universitas Trisakti.

10.

Sudia

Tata,(1996).

Teknik

Pengecoran

Logam.

PT

Pradnya

Paramita,Jakarta.

11

Smallman. Prof.R.E.

Metalurgi Fisik Moderen Dan Rekayasa

Material,

Gramedia jakarta. tahun 1999.

12.

Website (

www.google.com

)