Klasifikasi Patofisiologi Gejala Klinis Tanda klinis

2.5 Sinusitis Maksilaris Kronis 2.5.1 Defenisi Sinusitis maksilaris kronis adalah pembengkakan selaput lendir dalam hidung dengan menyumbat ostium di sekitar daerah kompleks ostio meatal Broek Feestra, 2011.

2.5.2 Klasifikasi

Menurut Adams dalam Mansjoer 2000, berdasarkan perjalanan penyakitnya sinusitis terbagi atas tiga bagian yaitu : 1. Sinusitis akut ialah bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu 2. Sinusitis sub akut ialah bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan 3. Sinusitis kronik ialah bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun.

2.5.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologi dan faktor predisposisi dapat di bagi dalam 2 tipe:

2.5.3.1 Rhinogen

Pada umumnya penyebab rinosinusitis adalah rinogenik, yang merupakan perluasan infeksi dari hidung Hilger, 1997 Sinusitis merupakan suatu infeksi bakteri pada sinus paranasalis. Sinusitis digolongkan sebagai akut, subakut, atau kronik, didasarkan pada durasi gejala. Sinusitis bersifat akut jika infeksi telah terjadi selama kurang dari 4 minggu. Pada sinusitis subakut, gejala telah ada selama 1-3 bulan. Sinusitis dianggap kronik jika gejala telah ada selama lebih dari 3 bulan. Sinusitis timbul bila terjadi peradangan pada mukosa sinus paranalis, biasanya disebabkan oleh alergi atau infeksi virus. Peradangan menyebabkan edema mukosa, produksi mukus yang berlebihan, dan pertumbuhan bakteri berlebihan, dengan Streptococcus pneumonia ditemukan pada 30-66 kasus, Haemophilus influenza pada 20-30, Moraxella catarrhalis pada 12-30, dan Streptococcus pyogens pada 3-7. Jamur terkadang merupakan penyebab etiologi sinusitis akut pada penyakit diabetes dan pasien dengan jenis gangguan imun lain Greenberg, 2004. Universitas Sumatera Utara Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio meatal KOM, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan dan menyembuhkan sinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin, dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-kelamaan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia Mangunkusumo soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011.

2.5.3.2 Dentogen

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis maksilaris kronis,dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, ronga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan terkadang tanpa tulang pembatas. dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar P1 dan P2, molar M1 dan M2, kadang-kadang juga gigi taring C dan gigi molar M3, bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis, sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita, Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, disamping itu drainase melalui infundibulum yang sempit, dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis Mangunkusumo Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011. Menurut Paramasivan 2010 penelitian yang di lakukan di RSUP. Haji Adam Malik Medan, menyatakan bahwa penyebab tersering terjadinya sinusitis maksilaris kronis adalah dikarenakan faktor rhinogenik sebanyak 328 penderita. Universitas Sumatera Utara

2.5.4 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh potensi osteum sinus dan lancarnya mukosiliar klirens di dalam KOM, mucus juga mengandung antimikrobial dan zat yang fungsinya sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk dalam saluran pernafasan. Organ yang membentuk KOM sangat berdekatan letaknya dan bila terjadi edema, maka mukusa yang saling berdekatan akan bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak sehingga osteum akan tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang dapat menyebabkan terjadinya transudasi, kondisi ini disebut sebagai rinosinusistis non bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari. dan bila kondisi ini menetap, maka sekret yang terkumpul dalam sinus menjadi media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri, sekret akan berubah menjadi puluren dan keadaaan ini disebut rinosinusitis bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil, proses inflamasi akan berlanjut dan terjadi hipoksia, bakteri anaerob akan berkembang sehingga mukosa bertambah bengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar, sampai perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertofi, polipoid atau pembentukan kista. Sinusitis maksilaris kronik merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat Mangunkusumo Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011.

2.5.5 Gejala Klinis Tanda klinis

Gejala sinusitis maksilaris kronik terdiri dari sekret nasal purulen persisten, batuk, nyeri dan rasa penuh di wajah unilateral, kongesti hidung, pembengkakan di maksila atau periorbita, dan nyeri kepala. Greenberg, 2004. Pemeriksaan fisik pada sinusitis maksilaris kronik akan tampak adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus media, atau pus secret mukopurulen dalam nasofaring. Sinusitis maksilaris kronis terasa nyeri pada palpasi dan perkusi. Transiluminasi berkurang bila sinus penuh vairan. Gambaran radiologik sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus George, 1997. Universitas Sumatera Utara Hidung tersumbat merupakan salah satu faktor presdiposisi terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Hidung tersumbat biasanya akibat edema selaput lendir konka yang disebabkan oleh alergi serta sekret yang mengental karena infeksi sekunder sebelum terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Penyebab lain hidung tersumbat bisa dikarenakan oleh deviasi septum, hipertrofi konka, polip kavum nasi, tumor hidung Ballenger, 1994; Higler, 1997. Gejala lain adalah hiposmia atau anosmia, halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak Mangunkusumo Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011. Menurut Multazar 2008, pada penelitiannya di RSUP. Haji Adam Malik Medan, menyebutkan bahwa keluhan utama terbanyak yang di rasakan penderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat. Dan menurut Kumala 2011 menyebutkan keluhan yang paling tersering dirasakan penderita sinusitis adalah hidung tersumbat.

2.5.6 Diagnosis