Diagnosis Insiden Sinusitis Maksilaris Kronis .1 Defenisi

Hidung tersumbat merupakan salah satu faktor presdiposisi terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Hidung tersumbat biasanya akibat edema selaput lendir konka yang disebabkan oleh alergi serta sekret yang mengental karena infeksi sekunder sebelum terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Penyebab lain hidung tersumbat bisa dikarenakan oleh deviasi septum, hipertrofi konka, polip kavum nasi, tumor hidung Ballenger, 1994; Higler, 1997. Gejala lain adalah hiposmia atau anosmia, halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak Mangunkusumo Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011. Menurut Multazar 2008, pada penelitiannya di RSUP. Haji Adam Malik Medan, menyebutkan bahwa keluhan utama terbanyak yang di rasakan penderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat. Dan menurut Kumala 2011 menyebutkan keluhan yang paling tersering dirasakan penderita sinusitis adalah hidung tersumbat.

2.5.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaa fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Pada sinusitis maksilaris kronis dan etmoid anterior dan frontal tanda khas ialah adanya pus di meatus medius atau di meatus superior untuk sinusitis etmoid posterior dan sphenoid. Pemeriksaan yang terpenting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus besar seperti sinus maksila dan frontal Mangunkusumo Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011. Foto polos dianggap tidak mempunyai nilai pada sebagian besar pasien dengan kemungkinan sinusitis, dan CT scan harus digunakan terutama untuk pasien yang diagnosisnya tidak pasti, untuk pasien yang dicurigai mengalami komplikasi intracranial atau orbital, untuk pasien yang tidak menunjukkan respons terhadap terapi adekuat, dan untuk menetukan anatomi pada persiapan pembedahan Greenberg, 2004. Universitas Sumatera Utara 2.5.7 Terapi 2.5.7.1 Farmakologi Terapi farmakologi sinusitis maksilaris adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan ostium meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis maksilaris bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotika yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amksisilin. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Sedangkan pada sinusitis maksilaris kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberiakan jika diperlukan, seperti mukolotik, steroid oraltopikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan Mangunkusumo Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011. Menurut Multazar 2008 pada penelitiannya di RSUP. Haji Adam Malik medan, menyebutkan bahwa penatalaksaan yang paling sering di lakukan adalah dengan farmakologi sebanyak 229 penderita. dan menurut Stephen 2011 menyebutkan bahwa penatalaksanaan paling sering di lakukan adalah farmakologi sebanyak 146 penderita.

2.5.7.2 Non Farmakologi

Terapi non farmakologi sinusitis maksilaris kronis adalah dengan terapi radikal dilakukan untuk mengangkat mukosa patologik dan membuat drainase sinus yang terkena dengan cara operasi Caldwell-Luc. Bedah sinus Endoskopi Fungsional BSEF dilakukan dengan cara membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiometal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga sinus kembali normal Manjoer, 2000 Universitas Sumatera Utara

2.5.8 Insiden

Insiden sinusitis menurut data dari Departemen Kesehatan RI pada tahun 2003 menyatakan bahwa sekitar 102.817 penderita penyakit sinus dan hidung melakukan pengobatan rawat jalan di rumah sakit Mangunkusumo Soetjipto, 2011. Menurut Jones 2004 menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak terinfeksi sinusitis maksilaris kronis dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Hellgren 2008, meningkat kejadian sinusitis maksilaris kronis pada umur dewasa muda dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan alergen, polutan, perubahan gaya hidup, pola makan serta infeksi. Menurut Multazar 2008 menyebutkan insidensi penyakit sinusitis di RSUP. Haji Adam Malik Medan lebih banyak pada perempuan sebanyak 169 penderita dan pada laki-laki sebanyak 127 penderita. Dan menurut Kumala 2011 insidensi pada perempuan sebanyak 244 penderita, pada laki-laki sebanyak 179 penderita. Menurut Paramasivan 2010 di RSUP. Haji Adam Malik Medan, menyebutkan bahwa kelompok umur paling tersering terkena sinusitis adalah umur 30-39 tahun. Dan menurut Privina 2011, usia tersering adalah 31-45 tahun.

2.5.9 Komplikasi