Karakteristik Pemukim Kumuh dan Liar

karena itu tak heran bila ada beberapa nama lain dari permukiman liar Srinivas, 2007, mulai dari pandangan positif, netral sampai negatif, yaitu: Permukiman Informal Informal Settlements, Permukiman Penghasilan-Rendah Low-income settlements , Permukiman Semi Permanen Semi-Permanent Settlements, Kota Gubuk Buruk Shanty Towns, Permukiman Spontan Spontaneous Settlements, Permukiman yang tidak dikuasai Unauthorized Settlements, Permukiman yang tidak direncanakan Unplanned Settlements, atau Permukiman yang tidak dikontrol Uncontrolled Settlements. Begitu juga terdapat beberapa nama lokal dalam bahasa sehari-hari untuk permukiman liar yang kadang digunakan untuk permukiman kumuh Srinivas, 2007 yaitu: Ranchos Venezuela, Callampas, Campamentos Chile, Favelas, Bidonvilles, Tugurios Brazil, Barriadas Peru, Villas Misarias Argentina, Colonias Letarias Mexico, Barong-Barong Philippines, Kevettits Burma, Gecekondu Turkey, Bastee, Juggi-johmpri India. Dalam penelitian ini, lokasi penelitian merupakan kawasan permukiman kumuh dan liar, karena memenuhi kriteria jenis permukiman tersebut. Kajian penelitian difokuskan pada karakteristik pemukim. Hal ini berdasarkan dugaan bahwa karakteristik pemukim merupakan faktor utama yang menyebabkan mereka berdiam di kawasan tersebut.

2.3 Karakteristik Pemukim Kumuh dan Liar

Menurut Anharudin 2005, Pemukim Liar adalah penduduk yang memiliki masalah illegal karena bermukim di areal-areal yang ditetapkan sebagai zona Universitas Sumatera Utara bebas okupasi seperti bantaran sungai atau rel kereta api, cagar alam budaya, lahan konservasi jalur hijau dan atau zona penyangga. Sedangkan Kelompok Marginal Kota yakni kelompok urban kota yang mendiami wilayah-wilayah kumuh dan miskin dan kelompok lain yang rentan dan malang vulnarable and disadvantage people , yang sewaktu-waktu harus mengalami dampak permukiman kembali akibat proyek pembangunan infrastruktur perkotaan. Proyek-proyek pembangunan prasarana fisik jalan raya, waduk, saluran irigasi, dermaga, dll karena menggunakan lahan besar menyebabkan pemerintah mengadakan perubahan penggunaan tanah, air dan sumber daya alam lainnya. Asian Development Bank ADB menyebut kelompok ini sebagai Orang-orang yang Terkena Dampak OTD Anharudin, 2005. Secara umum, penduduk menjadi liar dapat disebabkan oleh 2 dua faktor Srinivas, 2007, yaitu : A. Faktor Internal, meliputi : 1. Kurangnya asset jaminan. 2. Kurangnya asset tabungan dan keuangan lainnya. 3. Pekerjaan dengan gaji harianpenghasilan rendah, yang dalam beberapa kasus merupakan semi permanen atau sementara. B. Faktor Eksternal, meliputi : 1. Harga lahan dan pelayanan perumahan yang tinggi. 2. Ketidakperdulian dan antipati sebagian pemerintah dalam membantu mereka. 3. Tingginya standar bangunan yang ‘pantas’ dan peraturan penguasa. 4. Undang-undang perencanaan dan penzoningan yang berat sebelah. Universitas Sumatera Utara Sebab-sebab di atas mengakibatkan tidak adanya pilihan terhadap rumah tangga berpenghasilan rendah sehingga menjadi liar di lahan kosong. Keliaran dilakukan baik oleh ‘penguasa kumuh’ atau benar-benar berawal dari suatu kelompok kecilinti pemukim liar. ’Penguasa kumuh’ mengambil sebidang lahan kosong, membaginya lagi dan ‘menjualnya’ kepada beberapa rumah tangga untuk membangun rumah. Pelayanan seperti penyediaan air atau listrik disediakan oleh yang bersangkutan atau oleh kelompok pemukim liar tersebut dan biasanya dilakukan bersama-sama. Kelompok inti pemukim liar merupakan jumlah kecil keluarga yang mendiami sebidang lahan kemudian membangun tempat perlindungan darurat dan sementara. Bangunan dapat ditingkatkan menjadi permanen atau tambahan keluarga dapat bergabung pada kelompok ini, bergantung pada tingkat ancaman pengusiran Srinivas, 2007. Sedangkan menurut Patrick McAuslan 1986 dalam Purnawan 2004, kehadiran permukiman liar dalam prakteknya ada beberapa macam: a. Massa pemukim liar yang diorganisir. b. Keluarga-keluarga secara sendiri-sendiri menetap di atas tanah yang mereka anggap tidak ditempati dengan atau tanpa izin kepada mereka. c. Pemukim liar yang didasarkan pada transaksi resmi ortodoks, yaitu pemukim membeli sebidang tanah dari seorang penjual yang memiliki tanah itu, tetapi tidak mempunyai persetujuan yang sah mengenai pembagian tanah untuk membangun rumah di atasnya, atau yang sebenarnya tidak mempunyai hak, baik untuk memiliki atau menjual tanah itu kepada siapa pun. Berbekal sedikit Universitas Sumatera Utara sumber finansial, keterampilan dan akses lain, serta adanya kebebasan nyata untuk mendiami lahan kosong illegal telah memberi kemungkinan bagi mereka untuk membangun tempat-tempat perlindungan darurat Srinivas, 2007. Selain dicirikan oleh pemilihan lokasi tempat tinggal yang kumuh, pemukim pada umumnya terkonsentrasi pada berbagai jenis pekerjaan di sektor informal, cenderung mendominasi pekerjaan-pekerjaan sebagai penjual makanan dan minuman baik diproduksi sendiri maupun diambil dari orang lain, penjual rokok dan sejenisnya. Pada umumnya mereka menjual dagangannya secara berkeliling atau menggunakan lapak sebagai pedagang kaki lima. Jenis pekerjaan lain yang cukup banyak dilakukan adalah pekerjaan sebagai pemulung, kuli bangunan dan pekerja kasar lainnya. Terkonsentrasinya mereka pada pekerjaan-pekerjaan di sektor informal ini adalah karena sektor ini sangat mudah dimasuki, meski oleh mereka yang tidak memiliki keterampilan atau pendidikan formal. Sektor informal menyediakan berbagai barang dan jasa misalnya tenaga kerja kurang terampilkurang terdidik untuk kebutuhan pembangunan fisik kota, bahkan sebagian bisa mendukung keberlangsungan kehidupan sektor formal Suparlan, 2007. Suko Bandiyono 2007 menyatakan, meskipun tinggal di permukiman liar, namun mereka juga membentuk lembaga Rukun Tetangga RT dan Rukun Warga RW, bahkan sebagian dapat menikmati penerangan listrik, ada pula yang punya telepon rumah, dan tetap membayar Pajak Bumi dan Bangunan PBB. Mereka juga turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Walaupun merupakan sumberdaya manusia asal pedesaan berkualitas rendah, Universitas Sumatera Utara namun mereka telah menjadi bagian dari ekosistem perkotaan yang secara langsung menyumbangkan jasa tenaga kerja murah, dan menyediakan produksi skala rumah tangga, yang terutama sangat diperlukan bagi usaha formal maupun masyarakat golongan menengah ke atas, baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai bagian dari segmen pasar, bahkan sebagai distributor komoditi pabrikan. Menurut Oscar Lewis Wan, 2006 permasalahan yang terdapat di permukiman kumuh dan liar sangat kompleks. Pada permukiman tersebut tercipta suatu kehidupan yang tidak nyaman yang mengakibatkan munculnya budaya kemelaratan seperti apatisme, serba curiga, perasaan yang didominasi angan- angan tinggi tanpa kenyataan, putus asa, ketergantungan, rendah diri, kriminalitas, berorientasi pada hari ini, yang kesemuanya ini disosialisasikan dari generasi ke generasi.

2.4 Pemetaan Sosial