Latar Belakang Identifikasi Masalah

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7 Maran, 2003. Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4 pada tahun 2000 Romdiati dan Noveria, 2005 dan diproyeksikan mencapai 68 pada tahun 2025 Data Statistik Indonesia, 2010. Khususnya di Provinsi Sumatera Utara, persentase penduduk kota terus meningkat dimana pada tahun 2000 sebesar 42,4, pada tahun 2010 sebesar 50,1 dan pada tahun 2025 diproyeksikan mencapai 63,5 Data Statistik Indonesia, 2010. Meningkatnya jumlah penduduk kota ini terjadi bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk kota secara alamiah, atau akibat adanya pemekaran wilayah kota, tetapi juga akibat arus perpindahan penduduk dari desa ke kota urbanisasi. Kurangnya pembangunan di desa akibat sentralisasi pembangunan di kota serta daya tarik ekonomi dan status sosial kota yang lebih tinggi, menyebabkan urbanisasi menjadi berkembang pesat. Namun, tingginya urbanisasi ini menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan di perkotaan seperti kemacetankesemrawutan kota, kemiskinan serta kriminalitas yang akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas masyarakat kota. Arus urbanisasi juga menimbulkan permukiman kumuh di perkotaan terutama di lahan-lahan atau bangunan-bangunan negara yang kosong seperti pada jalur-jalur hijau di Universitas Sumatera Utara sepanjang pinggiran sungai, di taman-taman kota, di bantaran rel kereta api atau di bawah jalan layang, dengan ciri-ciri padat, kumuh, jorok, tidak mengikuti aturan- aturan resmi, dan mayoritas penghuninya miskin. Permukiman kumuh ini juga merupakan permukiman liar ilegal karena berada di tanah milik Negara Pemerintah.

1.2 Identifikasi Masalah

Permukiman kumuh dan liar di sepanjang pinggiran sungai di perkotaan banyak dijumpai terutama karena sungai dianggap dapat memenuhi beberapa kebutuhan seperti kebutuhan akan lahantempat tinggal serta kebutuhan akan air. Pemukim membangun tempat tinggal di sepanjang pinggiran sungai yang seharusnya dibiarkan kosong karena memang peruntukannya sebagai ruang terbuka hijau. Pemukim di sana dengan mudah dapat memanfaatkan air sungai, baik untuk minum, memasak, mandi, mencuci bahkan sungai sebagai tempat buang kotoran dan buang sampah. Selain rawan terhadap penyakit, sampah yang kian menumpuk di sungai akan mengakibatkan banjir yang dapat menimbulkan korban jiwa dan materi terutama bagi pemukim yang berada di kawasan itu. Permukiman kumuh dan tentunya liar juga dijumpai di tanah-tanah negara yang kosong atau bangunan-bangunan yang terbengkalai dan dibiarkan tak bertuan, di bawah jalan layang atau di taman-taman kota. Akhir-akhir ini bahkan banyak dijumpai di lokasi pemakaman. Pemukim membangun rumah seadanya sebagai tempat berlindung, yang tentunya merusak pemandangan dan keindahan kota. Keberadaan mereka di sana terutama karena kota dianggap mudah untuk Universitas Sumatera Utara mengakses pekerjaan dan mereka tetap bertahan sepanjang tidak ada pelaksanaan penggusuran. Permukiman kumuh dan liar juga banyak terdapat di bantaran rel kereta api. Selain merupakan ruang terbuka hijau, kawasan ini juga merupakan daerah bebas hambatanhalangan. Oleh karena itu tentu sangat tidak aman karena merupakan jalur lintas kereta api yang dapat menimbulkan kecelakaan apabila masyarakat bebas lalu lalang di sana. Kawasan ini juga tidak nyaman dan berbahaya untuk jangka panjang karena terus-menerus mendengarkan suara bising dari kereta api yang berulang-ulang melintas. Juga sangat rawan terhadap beberapa penyakit disebabkan keterbatasan fasilitasnya. Hingga saat ini, studi mengenai permukiman kumuh dan liar di perkotaan serta upaya relokasi, telah banyak dilakukan baik di negara-negara berkembang yang padat penduduk seperti Indonesia, Malaysia, India, atau China, maupun di negara-negara maju seperti Australia, Belanda, dan Amerika. Namun, dalam pelaksanaan “cities without slum and squatter” seringkali terjadi penggusuran tanpa memberikan solusi yang lebih baik, bahkan terkadang menimbulkan permasalahan baru. Permukiman serupa tetap ada di perkotaan, hanya saja telah berpindah lokasi.

1.2.1 Perumusan Masalah

Sebagaimana diketahui bahwa permukiman kumuh dan liar yang ada di perkotaan, pada dasarnya bukanlah kawasan untuk permukiman, melainkan merupakan tanah milik negara yang peruntukannya seharusnya menjadi ruang Universitas Sumatera Utara terbuka hijau kota dan atau kawasan bebas bangunan guna kepentingan keamanan. Namun, mengapa ada masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan itu? Siapakah pemukim kumuh dan liar tersebut? Mengapa mereka berdiam dan bertahan di kawasan itu? Bagaimanakah kiranya karakteristik pemukim tersebut? Berdasarkan dugaan bahwa, disamping karena tidak adanya tindakan yang tegas dari pihak pemerintah kota, maka karakteristik pemukim terutama karakteristik sosial ekonomi dan sosial kemasyarakatan merupakan faktor utama yang menyebabkan mereka berdiam di kawasan tersebut.

1.2.2 Batasan Penelitian

Diantara beberapa lokasi permukiman kumuh dan liar yang ada di perkotaan, lokasi yang dipilih adalah yang berada di bantaran sebelah kanan rel kereta api di Jalan Elang I dan Jalan Elang II Jalan ElangUjung Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Kota Medan. Ada beberapa faktor yang menjadi alasan pemilihan ini, yaitu : 1. Lokasi di bantaran rel kereta api dianggap yang paling rentan terhadap kecelakaan. 2. Lokasi ini berada tidak terlalu jauh dari pusat kota lebih kurang 10 km. 3. Kawasan ini berada di bantaran rel kereta api yang masih aktif yakni jalur kereta api dari pusat kota Medan menuju kota Tebing Tinggi. 4. Kawasan ini sudah cukup lama berada di sana lebih dari 30 tahun karena belum pernah mengalami penggusuran. Universitas Sumatera Utara 5. Dari penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa setiap lokasi memiliki ciri khas masing-masing.

1.3 Tujuan Penelitian