Tabel 5.7. SWBS Subsistem Bak Rendaman Bak RendamanWadah
Kode Komponen
Kode Part
D.1 Pompa
D.1.1 Motor D.1.2 Seal
D.2 Presoaking
- Presoaking
D.3 Lye I
- Lye I
D.4 Lye II
- Lye II
D.5 Hotwater I
- Hotwater I
D.6 Hotwater II
- Hotwater II
D.7 Hotwater III
- Hotwater III
D.8 Nozle
- Nozle
D.9 Barometer
- Barometer
5.2.2.4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi
Berdasarkan SWBS untuk setiap subsistem dapat dikembangkan uraian fungsi dan kemungkinan kegagalan fungsi dari setiap subsistem-subsistem bottle
washer. Tabel 5.8. menunjukkan fungsi dan kegagalan fungsi subsistem mekanik, infeed dan discharge, pemanasheater dan bakwadah.
Tabel 5.8. Fungsi dan Kegagalan Fungsi Subsistem No.
Fungsi No. Kerusakan
Fungsi Uraian FungsiKegagalan Fungsi
1.1 Sumber utama penggerak infeed, discharge, nozle
dan pocket 1.1.1
Gerakan infeed tidak selaras dengan pocket 1.1.2
Gerakan discharge tidak selaras dengan pocket 1.1.3
Gagal memutar kopling gearbox 1.1.4
Gagal memutar roda gigi 1.1.5
Gagal memutar gerakan engkol infeed dan discharge 1.2
Memasukkan dan menampung botol yang masuk dan keluar
1.2.1 Bibir botol menyinggung pinggir pocket
1.2.2 Bagian bawah botol menyinggung pocket
1.2.3 Cam infeed dan discharge aus yang menyebabkan
botol pecah
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.8. Fungsi dan Kegagalan Fungsi Subsistem Lanjutan No.
Fungsi No. Kerusakan
Fungsi Uraian FungsiKegagalan Fungsi
1.3 Memanaskan air dengan steam untuk digunakan pada
hotwater 1.3.1
Suhu air tidak standar 1.3.2
Gagal mengalirkan steam 1.4
Bak perendaman dan pembilasan botol kotor 1.4.1
Konsentrasi kaustik tidak standar 1.4.2
Aliran air tidak normal 1.4.3.
Botol pecah pada bagian dalam saat melewati wadah pencucian
Berdasarkan fungsi dan kegagalan fungsi sistem yang telah dibuat, dapat disusun matrix kegagalan fungsi. Matrix ini menyatakan hubungan kegagalan
fungsi terhadap subsistem yang mengalami kegagalan. Matrix ini dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Matrix Kegagalan Fungsi Sub Sistem
No. Kegagalan Fungsi 1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.1.5 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.3.1 1.4.1 1.4.2 1.4.3
Mekanik x
x x
x x
Infeed dan Discharge
x x
x Pemanas
x Bak
x x
x
5.2.2.5. FMEA Failure Mode and Effect Analysis
FMEA menggambarkan tingkat keseringan kejadiaan kerusakan, keparahan dan tingkat deteksi kerusakan yang dinyatakan dengan nilai RPN Risk
Priority Number. Tabel 5.10. menunjukkan tabel FMEA kemungkinan kerusakan yang terjadi pada setiap subsistem.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.10. FMEA Failure Mode and Effect Analysis
Major Subsistem
No. Parts
Failure Mode O
CC Failure Causes
DE T
Failure Effect SE
V RPN
Mekanik 1
Rantai Rantai kendurlepas
5 Aus
4 Mesin berhenti karena
rantai yang menggerakkan semua
gear juga tidak berfungsi
8 160
Grease yang kurang Korosi
Overload 2
Bearing Gerakan engkol tidak stabil
8 Bearing aus
5 Gerakan infeed menjadi
tidak pas dengan pocket yang menyebabkan
botol pecah 8
320 Grease yang kurang
DirtKotor
3 Universal Joint
Universal Joint patah 10
Aus 6
Mesin berhenti akibat penghubung gearbox
maindrive dengan gearbox lainnya
terputus 10
600 Part tidak sesuai spesifikasi
Grease kurang Overload
Pemasangan yang tidak tepat
Infeed dan Discharge
1 Cam Infeed
Cam infeed patah 7
Aus 3
Botol-botol menjadi pecah akibat kontak
langsung dengan batang besi cam
7 147
Benturan dengan botol yang sangkut Gerakan infeed tidak sesuai dengan pocket
2 Cam Discharge
Cam discharge patah 6
Aus 3
Botol-botol menjadi pecah akibat kontak
langsung dengan batang besi cam
7 126
Benturan dengan botol yang sangkut Gerakan discharge tidak sesuai dengan
pocket
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.10. FMEA Failure Mode and Effect Analysis Lanjutan
Major Subsistem
No. Parts
Failure Mode O
CC Failure Causes
DE T
Failure Effect SE
V RPN
3 Pocket
Pocket rusak 10
Gesekan dengan plat dasar dalam bak pencucian
8 Botol menjadi pecah
akibat bibir pocket yang sudah rusak
9 720
Heater 1
PHE PHE rusak
2 Ada plat PHE yang rusak
4 Suhu air tidak standar
3 24
Valve bocor Gasket pecah
2 THE
THE rusak 1
Tube bocor 4
Suhu air tidak standar 3
12 BakWadah
1 Nozle
Seal nozle rusak 3
Aus 6
Air semprotan nozle tidak standar dan tidak
tepat 3
54 Suhu tinggi
Universitas Sumatera Utara
Penentuan nilai occurrence, severity, dan detection didasarkan pada Tabel Rating FMEA pada Tabel 3.3., 3.4., 3.5. Berdasarkan tabel tersebut dan hasil
wawancara dengan operator dan supervisor maka dapat dijelaskan nilai occurrence, severity, dan detection sebagai berikut:
1. Pada part rantai diberikan nilai occurrence 5 karena tingkat kerusakan part
tersebut tidak terlalu sering, nilai detection 4 karena memiliki kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi, nilai severity 8 karena menyebabkan
kehilangan fungsi utama. 2.
Pada part bearing diberikan nilai occurrence 8 karena tingkat kerusakan part tersebut sangat sering, nilai detection 5 karena memiliki kesempatan yang
sedang untuk terdeteksi, nilai severity 8 karena menyebabkan kehilangan fungsi utama.
3. Pada part universal joint diberikan nilai occurrence 10 karena tingkat
kerusakan part tersebut paling sering, nilai detection 6 karena memiliki kesempatan yang rendah untuk terdeteksi, nilai severity 10 karena
menyebabkan tidak berfungsi sama sekali. 4.
Pada part cam infeed diberikan nilai occurrence 7 karena tingkat kerusakan part tersebut sering terjadi, nilai detection 3 karena memiliki kesempatan yang
tinggi untuk terdeteksi, nilai severity 7 karena menyebabkan pengurangan fungsi utama.
5. Pada part cam discharge diberikan nilai occurrence 6 karena tingkat
kerusakan part tersebut sering terjadi, nilai detection 3 karena memiliki
Universitas Sumatera Utara
kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi, nilai severity 7 karena menyebabkan pengurangan fungsi utama.
6. Pada part pocket diberikan nilai occurrence 10 karena tingkat kerusakan part
tersebut paling sering terjadi, nilai detection 8 karena memiliki kesempatan sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi, nilai severity 9 karena menyebabkan
kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan. 7.
Pada part PHE diberikan nilai occurrence 2 karena tingkat kerusakan part tersebut sangat jarang terjadi, nilai detection 4 karena memiliki kesempatan
yang cukup tinggi untuk terdeteksi, nilai severity 3 karena tidak adanya efek dan pekerja menyadari adanya masalah.
8. Pada part THE diberikan nilai occurrence 1 karena tingkat kerusakan part
tersebut hampir tidak pernah terjadi, nilai detection 4 karena memiliki kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi, nilai severity 3 karena tidak
adanya efek dan pekerja menyadari adanya masalah. 9.
Pada part nozle diberikan nilai occurrence 3 karena tingkat kerusakan part tersebut jarang terjadi, nilai detection 6 karena memiliki kesempatan yang
rendah untuk terdeteksi, nilai severity 3 karena tidak adanya efek dan pekerja menyadari adanya masalah.
Nilai RPN merupakan hasil perkalian antara nilai rating Severity, Occurrence dan Detection. Berdasarkan hasil perhitungan RPN pada Tabel 5.8.
terlihat bahwa tingkat RPN tertinggi adalah pada pocket, universal joint dan bearing. Oleh sebab itu, perlu adanya perhatian khusus pada komponen dengan
nilai RPN yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
5.2.2.6. LTA Logic Tree Analysis