Gambaran Dukungan Keluarga yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan

(1)

KOTA TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Oleh : JUZRI SIDIK NIM : 1110104000001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1436 H/ 2014 M


(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(3)

iii Undergraduate Thesis, Desember 2014

Juzri Sidik, NIM : 1110104000001

The Family Support Special Needs Children in Special Schools South of Tangerang City

xviii + 60 pages + 8 tables + 2 schemes + 7 attachments

ABSTRACT

Special Needs child (ABK) is the children that is unique in the type and characteristics, which distinguish from normal children in general. This study aims to look at the picture of support for families who have children with special needs in special schools South Tangerang City. The sample used in this research were 60 respondents obtained with nonprobability sampling technique with saturated sampling (total sampling). The design used is descriptive quantitative approach. Collecting data using the research instrument in the form of a questionnaire. Data analysis techniques using univariate descriptive analysis and frequency with the help of statistical application program in its processing. The results of the study of 60 children mnunjukkan that ABK, 34 retarded children, 4 children with hearing impairment, and 22 children with autism. Based on family support to children with intellectual challenges in both categories 32 people (94.1%), enough category (0.0%) and the category of less than 2 persons (5.9%). Support families of children with hearing impairment in both categories 4 people (100%). And support for families of children with autism either category 5 people (22.7%), the category of pretty 10 people (45.5%) and the category of less than 7 people (31.8%).

Keywords : Special Needs Child, Family Support References : 38 ( 2003 – 2014)


(4)

iv Skripsi, Desember 2014

Juzri Sidik, NIM : 1110104000001

Gambaran Dukungan Keluarga yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan

xviii + 60 halaman + 8 tabel + 2 bagan + 7 lampiran

ABSTRAK

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak normal pada umumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran dukungan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus di sekolah khusus Kota Tangerang Selatan. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 60 responden didapat dengan teknik nonprobability sampling dengan sampling jenuh (total sampling). Desain yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Teknik analisa data menggunakan analisa univariat dengan menggunakan bantuan program aplikasi komputerisasi. Hasil penelitian mnunjukkan bahwa dari 60 anak ABK, 34 orang anak tunagrahita, 4 orang anak tunarungu, dan 22 orang anak autis. Berdasarkan dukungan keluarga pada anak tunagrahita dalam kategori baik 32 orang (94,1%), kategori cukup (0,0%) dan kategori kurang 2 orang (5,9%). Dukungan keluarga pada anak tunarungu dalam kategori baik 4 orang (100%). Dan dukungan keluarga pada anak autis kategori baik 5 orang (22,7%), kategori cukup 10 orang (45,5%) dan kategori kurang 7 orang (31,8%).

Kata kunci : Anak Berkebutuhan Khusus, Dukungan Keluarga Daftar bacaan : 38 (tahun 2003 – 2014)


(5)

(6)

(7)

GAMBARAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH KHUSUS KOTA

TANGERANG SELATAN

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh :

Juzri Sidik


(8)

viii Nama : JUZRI SIDIK

Tempat Tanggal Lahir: Sungai Kayu Ara, 24 Januari 1992 Agama : Islam

Status : Belum menikah

Alamat : Kayu Ara Permai, RT/RW : 001/002, Kec. Sungai Apit Kab. Siak, Provinsi Riau, Kode Pos : 28662

HP : +6285216804552

E-mail : Juzris@gmail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. SDN 021 Sungai Kayu Ara 1998 - 2004

2. MTs N 1 Sungai Apit 2004 - 2007

3. SMA N 3 Siak 2007 - 2010


(9)

xi

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ... 33

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Keluarga (Orang Tua) ... 44

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ... 45

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pendidikan ... 45

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak ... 46

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Anak Berkebutuhan Khusus ... 46

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga... 47

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gambaran Dukungan AnakBerkebutuhan Khusus ... 48


(10)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 31 Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 32


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Permohonan Izin Penelitian Lampiran Informed Consent

Lampiran Kuesioner Penelitian

Lampiran Uji Validitas dan Reliabilitas


(12)

“Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna)

kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

Barang siapa yang mendapat hikmah itu

Sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan yang banyak.

Dan tiadalah yang menerima peringatan

melainkan orang- orang yang

berakal”

(Q.S. Al-Baqarah: 269)

Alhamdulillah, Kupersembahkan karya kecil ini, untuk cahaya

hidup, yang senantiasa ada saat suka maupun duka, selalu setia

mendampingi, saat kulemah tak berdaya (Ayah dan Ibu tercinta,

serta Adik tersayang) yang selalu memanjatkan doa untuk putra

tercinta dalam setiap sujudnya. Terima kasih untuk semuanya.

Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian

yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan,

agar hidup jauh lebih bermakna, karena hidup tanpa mimpi ibarat

arus sungai yang mengalir tanpa tujuan.

Akhir kata, semoga skripsi ini membawa kebermanfaatan. Jika hidup bisa

kuceritakan di atas kertas, entah berapa banyak yang dibutuhkan hanya


(13)

x

KATA PENGANTAR

ِميِحَّلا ِنمْحَّلا ِها ِمْسِب

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Dukungan Keluarga yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan”. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya.

Banyak pihak yang telah memberikan bantuan, doa, dukungan, semangat. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa syukur dan ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr(hc). Dr. M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB selaku pembimbing 1 dan Ibu Yenita

Agus, M.Kep, Sp.Mat, Ph.D selaku pembimbing 2 yang selalu meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan saran, kritik, motivasi, bimbingan kepada penulis selama proses penyusunan sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Seluruh staf pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

5. Segenap staf bidang akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan serta Perpustakaan FKIK yang telah membantu dalam pengadaan bahan rujukan skripsi.


(14)

xi

6. Kepala Sekolah Khusus Muara Sejahtera, Kepala Sekolah Khusus Nurasih dan Kepala Sekolah Al-ikhsan 01 yang telah bersedia membantu penulis dalam mengumpulkan data.

7. Orang tua tercinta, Ibunda Siti Khozimah dan Ayahanda Zainal Gani, yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada anaknya, doa, dukungan, dan semangat kepada penulis. Tak lupa kepada adik tersayang Rini Julianti, serta seluruh keluarga besar yang juga memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.

8. Teman-teman FKIK, teman-teman PSIK, kakak-kakak, adik-adik, khususnya teman seperjuangan PSIK 2010 (PSIK Compaq), yang telah memberikan dukungan dan memacu semangat penulis untuk menyelesaikan tugas akhir. 9. Serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Penulis sangat menyadari bahwa pada penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan dan belum sempurna karena keterbatasan yang peneliti miliki, karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Mudah-mudahan segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, Desember 2014


(15)

xii

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN………...xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

1. Bagi Peneliti ... 6

2. Bagi Institusi Keperawatan ... 6

3. Bagi Orang Tua ... 7

4. Bagi Peneliti selanjutnya ... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Anak Berkebutuhan Khusus ... 8


(16)

xiii

2. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus ... 8

3. Penyebab Kelainan pada Anak Berkebutuhan Khusus ... 18

4. Dampak Kelainan Bagi Keluarga... 21

5. Dampak Kelainan Bagi Masyrakat ... 22

B. Dukungan Keluarga ... 22

1. Definisi Keluarga ... 22

2. Struktur Keluarga ... 23

3. Fungsi Keluarga ... 24

4. Peran Keluarga dalam Bidang Kesehatan ... 26

5. Peran Keluarga dengan Anak Berkebutuhan Khusus ... 27

6. Dukungan Keluarga ... 27

C. Kerangka Teori... 31

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 32

A. Kerangka Konsep ... 32

B. Definisi Operasional... 33

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Desain Penelitian ... 35

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 36

1. Populasi ... 36

2. Sampel ... 36

D. Teknik Pengambilan Sampel... 37

E. Instrumen Penelitian... 37

F. Teknik Pengujian Instrumen ... 39

1. Validitas ... 39

2. Reliabilitas ... 39

G. Teknik Pengumpulan Data ... 40

H. Pengolahan Data... 40

I. Teknik Analisa Data ... 42

J. Etika Penelitian yang Digunakan ... 42

BAB V HASIL PENELITIAN ... 44

A. Gambaran Lokasi Penelitian ... 44

B. Karakteristik Responden ... 45

1. Jenis Kelamin ... 45

2. Usia ... 46

3. Pendidikan. ... 46

4. Jenis Kelamin Anak. ... 47


(17)

xiv

D. Dukungan Keluarga ... 48

E. Jenis Dukungan dan Gambaran Dukungan ABK ... 48

BAB VI PEMBAHASAN ... 51

A. Gambaran Karakteristik Responden ... 51

B. Gambaran Dukungan dan Jenis Dukungan Keluarga dengan Anak ABK ... 53

C. Keterbatasan Penelitian ... 58

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

1. Bagi institusi keperawatan ... 57

2. Bagi keluarga (orang tua) ... 57

3. Bagi peneliti selanjutnya ... 57

4. Bagi sekolah khusus ... 57

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR BAGAN DAN TABEL DAFTAR LAMPIRAN


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ... 33

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Keluarga (Orang Tua) ... 45

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ... 46

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pendidikan ... 46

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak ... 47

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Anak Berkebutuhan Khusus ... 47

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga ... 48


(19)

xvi

Daftar Bagan

Bagan 2.1 Kerangka Teori………...31 Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian………32


(20)

xvii

Daftar Lampiran

Lampiran Permohonan Izin Lampiran Surat Keterangan Lampiran Informed Consent Lampiran Kuesioner Penelitian

Lampiran Uji Validitas dan Reliabilitas


(21)

(22)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus (special needs child) atau ABK adalah anak yang mengalami keterlambatan lebih dari dua aspek gangguan perkembangan atau anak yang mengalami penyimpangan yang terdiri dari yaitu tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras, tunagrahita, autisme, dan learning disability (Kemendiknas, 2011). Anak berkebutuhan khusus didefinisikan anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristik perilakunya, yang membedakan dengan anak normal lainnya (Poerwanti, 2007). Perilaku tersebut antara lain wicara, okupasi, intelegensi, emosi dan perilaku sosial yang tidak dapat berkembang dengan baik (Handojo, 2008).

Data Biro Pusat Statistik tahun 2006, dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat. Sedangkan populasi anak tunagrahita/retardasi mental menempati angka paling besar (Triana dan Andriany, 2009 dalam Ahsan, 2011). Data menunjukkan anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat di Indonesia belum memiliki data yang pasti. Menurut WHO jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 juta anak pada tahun 2007 (Kemenkes RI, 2010).


(23)

Gangguan umum yang kerap dihadapi oleh orang tua atas anak ABK adalah reaksi emosional yang sangat buruk, dan beranggapan bahwa anak itu identik dengan perilaku hiperaktif, agresif, stimulasi diri dan tantrum (Wijayakusuma, 2008). Terdapat beberapa reaksi emosional yang biasanya dimunculkan oleh orang tua. Beberapa reaksi emosional tersebut antara lain shock, merasa tidak percaya, penyangkalan, sedih, merasa bersalah, cemas dalam menghadapi keadaan, serta perasaan apa telah terjadi (Mangunsong, 2011). Orang tua yang merasa malu karena anak mereka cacat dan perasaan malu mungkin mengakibatkan anak itu ditolak secara terang-terangan dan banyak keluarga menarik diri dari kegiatan-kegiatan masyarakat (Mawardah, 2012). Reaksi emosional ini merupakan hal yang wajar dirasakan oleh orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, yang kemudian orang tua akan tetap berjuang untuk mengasuh dan membesarkan anak dengan segala keterbatasannya (Putri, 2013).

Gangguan anak berkebutuhan khusus menyerang sekitar 2 sampai 20 orang dari 1000 orang dalam suatu populasi dan pada umumnya gangguan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan (Jeffrey, 2005). Retardasi mental (anak berkebutuhan khusus) 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Muchayaroh 2002 dalam Arfandi 2014). Dukungan yang diberikan orang tua dipengaruhi oleh usia. Khususnya Ibu yang umurnya lebih muda cenderung tidak bisa merasakan/mengenali kebutuhan anaknya dan lebih egosentris dibandingkan dengan ibu-ibu yang lebih tua umurnya. (Friedman (1998) dalam Gralfitrisia (2011).


(24)

Anak berkebutuhan khusus memerlukan perlakuan yang wajar, bimbingan, pengarahan, belajar bersosialisasi dan bermain dengan teman seusianya untuk belajar tentang pola-pola prilaku yang dapat diterima sehingga tidak menghambat perkembangan (Nani,dkk. 2009). Perkembangan anak (termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus) dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya melalui sosialisasi. Anak disosialisasikan dan didukung oleh keluarganya, sekolah, dan masyarakat tempat ia berada (Hidayati, 2011). Kehidupan anak juga sangat ditentukan keberadaannya bentuk dukungan dari keluarga, hal ini dilihat apabila dukungan keluarga yang baik maka pertumbuhan dan perkembangan anak relative stabil, tetapi apabila dukungan keluarga anak kurangbaik, maka anak mengalami hambatan pada dirinya yang dapat menganggu psikologis anak (Alimul, 2005).

Hasil penelitian oleh Nani, dkk (2009) menunjukkan bahwa anggota keluarga (orang tua) telah memberikan dukungan dengan 4 jenis (emosional, penilaian, informasi dan instrumental). Dari keempat dukungan tersebut maka didapatkan dukungan emosional sebanyak 50%, penilaian sebanyak 24%, informasi sebanyak 12,5% dan instrumental sebanyak 12,5%.

Memiliki anak yang berkebutuhan khusus sangat mempengaruhi ibu, ayah dan semua anggota keluarga dengan berbagai cara. Rentang stres dan dinamika emosi yang terjadi sangat bevariasi (Hardman 2002 dalam Hidayati 2011). Ibu lebih besar memberi dukungan dari pada ayah. Ibu merasakan rasa tanggung jawab terhadap kondisi normal-abnormal anaknya merawat anak sejak dalam kandungan, melahirkan hingga masa pertumbuhan anak (Miranda, 2013).


(25)

Kelelahan emosional terutama bagi ibu yang frekuensinya bersama anak lebih besar daripada ayah. Hal ini terjadi dalam hal pengasuhan, ibu lebih membutuhkan dukungan sosial-emosional dalam waktu yang lama dan lebih banyak informasi tentang kondisi anak serta dalam hal merawat anak. Ayah lebih terfokus pada financial dalam membesarkan anak (Wenar dan Kerig, 2000 dalam Miranda, 2013).

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Gusti (2014) menunjukkan bahwa responden dengan dukungan sosial keluarga baik sebanyak 57,9 % sedangkan responden dengan dukungan sosial keluarga kurang sebanyak 42,1 %. Penerimaan diri ibu baik sebanyak 57,9% sedangkan penerimaan diri ibu kurang sebanyak 42,1%.Tingkatan dukungan sosial antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan dari persepsi masing-masing dalam penerimaan dan merasakannya. Dukungan akan dirasakan apabila diperoleh dari orang-orang yang dipercayainya. Dengan begitu seseorang akan mengerti orang lain akan menghargai dan mencintai dirinya (Rustiani, 2009).

Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan, ada sebagian orang tua kurang peduli/kurang memperhatikan anaknya. Pada saat orang tua mengantarkan anak kesekolah ada orang tua yang menerima sentuhan tangan antara anak dan orang tua seperti salam kepada orang tua dan juga ada yang tidak karena ada yang sibuk dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, peneliti disini ingin melakukan penelitian tentang gambaran dukungan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Kota Tangerang Selatan.


(26)

B. Rumusan Masalah

Setiap keluarga khususnya orang tua pasti ingin memiliki anak yang sehat baik secara fisik ataupun mental akan berbeda ketika keluarga memiliki anak yang mengalami hambatan dalam proses tumbuh kembang. Betapa pentingnya dukungan dari keluarga terhadap anak yang memiliki kebutuhan khusus, agar kemampuan sosialisasi dan keterampilan komunikasi anak dapat berkembang secara optimal sebagai bekal untuk hidup bersama dalam masyarakat, karena hanya dari dukungan tersebut yang mampu memberi pengaruh besar dalam kehidupan anak.

Dengan demikian, peneliti ingin mengetahui tentang gambaran dukungan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Kota Tangerang Selatan.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat diambil beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran jenis kelamin, usia, pendidikan, dan jenis kelamin anak 2. Bagaimana gambaran karakteristik dukungan keluarga pada anak tunagrahita 3. Bagaimana gambaran karakteristik dukungan keluarga pada anak tunarungu 4. Bagaimana gambaran karakteristik dukungan keluarga pada anak autis


(27)

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran dukungan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan

2. Tujuan Khusus

a. Bagaimana gambaran jenis kelamin, usia, pendidikan, dan jenis kelamin anak

b. Diketahui gambaran karakteristik dukungan keluarga pada anak tunagrahita c. Diketahui gambaran karakteristik dukungan keluarga pada anak tunarungu d. Diketahui gambaran karakteristik dukungan keluarga pada anak autis

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dalam melakukan penelitian dan menambah pengetahuan serta wawasan peneliti tentang gambaran dukungan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan

2. Bagi institusi keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan anak dan keperawatan keluarga yang berguna dalam mengembangkan perencanaan keperawatan kepada masyarakat khususnya lingkungan anak berkebutuhan khusus.


(28)

3. Bagi orang tua

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran dukungan kepada orang tua sehingga mampu meningkatkan dukungan kepada anak yang berkebutuhan khusus.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baik secara teori maupun data bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang dukungan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Penelitian ini merupakan penelitian yang terkait dengan gambaran dukungan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini dilakukan disekolah khusus di Tangerang Selatan pada bulan Oktober 2014. Populasi penelitian ini adalah seluruh anggota keluarga (orang tua) yang memiliki anak berkebutuhan khusus di sekolah khusus Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Khusus Muara Sejahtera, Sekolah Khusus Nurasih, dan Sekolah Khusus Al-ikhsan 01 Tangerang Selatan.


(29)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Berkebutuhan Khusus

1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus

Anak Berekebutuhan Khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya (Purwanti, 2007).

2. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat sekali mendapat perhatian menurut Kauffman dan Hallahan (2005), antara lain : 1. Tunagrahita (Mental Retardation)

Anak tunagrahita adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Tunagrahita disebut juga oligofrenia (oligo : kurang atau sedikit dan fren : jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2005).

Ciri-ciri RM menurut (Lynn, 2009) sebagai berikut : gangguan kognitif, lambatnya keterampilan mengungkapkan dan menangkap bahasa, gagal melewati tahap perkembangan yang penting, lingkar kepala diatas atau dibawah normal, kemungkinan keterlambatan pertumbuhan, kemungkinan tonus otot abnormal, kemungkinan gambaran dismorfik, keterlambatan perkembangan motorik halus dan kasar.


(30)

a. Gejala Tunagrahita (RM)

Bila ditinjau dari gejalanya, RM dapat dibagi dalam (Muttaqin, 2008) yaitu :

1). Tipe Klinik, biasanya mudah dideteksi sejak dini, mempunyai penyebab organik dan kelainan fisikmaupun mental yang diderita cukup berat. Kebanyakan anak-anak memerlukan perawatan secara terus-menerus

2). Tipe Sosio-budaya, biasanya baru diketahui setelah anak mencapai usia sekolah. Penampilannya seperti anak normal, diagnosis RM baru ditegakkan setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat mengikuti pelajaran. Tipe anak ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi ringan. b. Tingkatan/Klasifikasi Tunagrahita (RM)

Untuk menentukan berat-ringannya RM, kriteria yang dipakai adalah : 1. Inteligency Quotient (IQ), 2. Kemampuan anak untuk dididik dan dilatih, dan 3. Kemampuan sosial dan bekerja (vokasional). Berdasarkan kriteria tersebut kemudian dapat diklasifikasikan berat-ringannya RM yang menurut GPPDGJ – 1 (Maramis, 2005 dalam Kuntjojo, 2009) adalah sebagai berikut :

1). Retardasi Mental Taraf Perbatasan

Karakteristik retardasi mental taraf perbatasan adalah :


(31)

b). Patokan sosial : Tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah

c). Patokan pendidikan : Beberapa kali tak naik kelas di SD

2). Retardasi Mental Ringan

Karakteristik retardasi mental ringan adalah :

a). Intelligence Quotient : 52 – 67 (debil/ moron/ keadaan tolol).

b). Patokan sosial : Dapat mencari nafkah sendiri dengan mengerjakan sesuatu yang sederhana dan mekanistis.

c). Patokan pendidikan : Dapat dididik dan dilatih tetapi pada sekolah khusus (SLB).

3). Retardasi Mental Ringan

Karakteristik retardasi mental ringan adalah :

a). Intelligency Quotient : 36 – 51 (taraf embisil/ keadaan dungu).

b). Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah sendiri, dapat melakukan perbuatan untuk keperluan sendri (mandi, berpakaian, makan dan sebagainya).

c). Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, hanya dapat dilatih.


(32)

Karakteristik retardasi mental berat adalah : a). Intelligence Quotient : 20 – 35

b). Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Kurang mampu melakukan perbuatan untuk keperluan dirinya, dapat mengenal bahaya.

c). Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, dapat dilatih untuk hal-hal yang sangat sederhana.

5). Retardasi Mental Sangat Berat

Karakteristik retardasi mental sangat berat adalah :

a). Intelligence Quotient : Kurang dari 20 (idiot/keadaan pander).

b). Patokan sosial : Tidak dapat mengurus diri sendiri dan tidak dapat mengenal bahaya. Selama hidup tergantung dari pihak lain.

c). Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik dan dilatih.

2. Anak Tunalaras (Emotional or Behavioral Disorder/Anak dengan Hendaya Perilaku Menyimpang)

Anak tunalaras adalah anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila ia menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen (Bower, 1981 dalam Delphie, 2006) antara lain :

a. Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan


(33)

b. Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru.

c. Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya.

d. Secara umum, mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi.

e. Bertendensi kearah symptoms fisik seperti : merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan disekolah. Pembelajaran dalam dunia pendidikan yang dapat diterapkan pada anak tunalarasa adalah :

1). Pendekatan secara psikoanalitis dalam pendidikan, merupakan tuntunan berdasarkan prinsip-prinsip psikoanalisis. Masalah yang dihadapi anak dengan hendaya kelainan perilaku menyimpang dipandang sebagai ketidakseimbangan secara patologis antara bagian-bagian dinamis dari pikiran ide, ego dan super ego.

2). Pendekatan secara psikoedukasional. Terhadap anak dengan hendaya kelainan perilaku yang diasumsikan bahwa kelainannya melibatkan kelainan psikiatrik dan adanya kesalahan-kesalahan perilaku yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang anak, maka diperlukan pendekatan secara seimbang antara sasaran yang bersifat terapeutik (penyembuhan) dengan sasaran untuk pencapaian prestasinya.


(34)

3). Pendekatan secara humanistik. Pendekatan ini berdasarkan atas pandangan psikologis humanistik sehingga memungkinkan adanya perubahan dalam pendidikan.

4). Pendekatan secara ekologis. Elemen-elemen lingkungan seperti sekolah, lingkungan keluarga dan perwakilan lembaga sosial merupakan ajang interaksi bagi anak. Sasaran dari pendekatan ini adalah mengubah lingkungan secukupnya sehingga dapat membantu intervensi terhadap perilaku yang diinginkan. Pendekatan ini tidak hanya berlaku dikelas saja, tetapi meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh keluarga dari anak yang bersangkutan, tetangganya dan orang-orang yang ada dilingkungannya.

5). Pendekatan perilaku. Pendekatan ini menggunakan dasar-dasar pengondisian yang bersifat operant dan respondent. Asumsinya adalah bahwa permasalahan yang bersifat perilaku, yang menjadi penyebab tidak tepatnya pembelajaran pada anak dengan hendaya kelainan perilaku dapat dibantu dengan cara memodifikasi perilaku. Memodifikasi perilaku dapat dikerjakan bersamaan dengan memanipulasi lingkungan anak.

3. Anak Tunarungu Wicara (Anak dengan Hendaya Pendengaran dan Bicara)

Anak tunarungu wicara adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar dan bicara


(35)

sebagian atau seluruhnya, diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indera pendengaran/bicara. Alat audiometer merupakan alat untuk mengukur derajat kehilangan pendengaran dengan ukuran decibel (dB). Derajat kemampuan berdasarkan ukuran instrumen audiometer menyebabkan klasifikasi anak dengan hendaya pendengaran sebagai berikut :

a. 0 – 26 dB masih mempunyai pendengaran normal

b. 27 – 40 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat-ringan, masih mampu mendengar bunyi-bunyian yang jauh

c. 41 – 55 dB termasuk tingkat menengah, dapat mengerti bahasa percakapan

d. 56 – 70 dB termasuk tingkat menengah berat. Kurang mampu mendengar dari jarak dekat, memerlukan alat bantu dengar dan membutuhkan latihan berbicara khusus

e. 71 – 90 dB termasuk tingkat berat. Termasuk orang yang mengalami ketulian, hanya mampu mendengarkan suara keras yang berjarak kurang lebih satu meter

f. 91 – dan seterusnya, termasuk individu yang mengalami ketulian sangat berat.

Ciri-ciri umum hambatan perkembangan bahasa dan komunikasi antara lain sebagai berikut :

a. Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran dikelas


(36)

b. Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya untuk berganti posisi telinga terhadap sumber bunyi

c. Mempunyai kesulitan untuk mengikuti petunjuk secara lisan d. Keengganan untuk berpartisipasi secara oral

e. Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau instruksi dikelas

f. Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara g. Perkembangan intelektual anak tunarungu wicara terganggu h. Mempunyai kemampuan akademik yang rendah, khususnya

dalam membaca.

Mereka yang termasuk kedalam hendaya pendengaran terdiri atas dua kategori yaitu mereka yang tuli sejak dilahirkan disebut dengan congenitally deaf, dan mereka yang tuli setelah dilahirkan disebut dengan adventitiously deaf. Sedangkan klasifikasi berdasarkan atas ambang batas kemampuan mendengar terdiri atas ringan (26-54 dB), sedang (55-69 dB), berat (70-89 dB) dan sangat berat (90 dB keatas).

4. Anak Tunanetra (Anak dengan Hendaya Penglihatan)

Anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra atau anak dengan hendaya penglihatan, perkembangannya berbeda dengan anak-anak berkebutuhan khusus lainnya, tidak hanya dari sisi penglihatan tetapi juga dari hal lain.


(37)

Mengenai perkembangan kognitif anak dengan hendaya penglihatan, terdapat tiga hal yang berpengaruh buruk terhadap perkembangan kognitifnya (Lowenfeld, 1948 dalam Delphie, 2006), antara lain :

a. Jarak dan beragamnya pengalaman yang dimiliki oleh anak dengan hendaya penglihatan

b. Kemampuan yang telah diperoleh akan berkurang dan akan berpengaruh terhadap pengalamannya terhadap lingkungan

c. Anak dengan hendaya penglihatan tidak memiliki kendali yang sama terhadap lingkungan dan diri sendiri, seperti hal yang dilakukan oleh anak dewasa.

Dalam perkembangan sosialnya, anak dengan hendaya penglihatan melakukan interkasi terhadap lingkungan dengan cara menyentuh dan mendengar objeknya. Tidak ada kontak mata dan kurang ekspresi sehingga interaksi kurang menarik bagi lawannya (Lewis, 2003 dalam Delphie, 2006).

5. Anak Autistik (Autistic child)

Autism syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejal penyandang autism (delay & Deinaker, 1952, Marholin & Philips, 1976 dalam Delphie, 2006) antara lain :


(38)

a. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat dan mata sayu selalu mandang kebawah

b. Selalu diam sepanjang waktu

c. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton

d. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut, serta tidak menyenangi disekelilingnya

e. Tidak tampak ceria

f. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali pada benda yang disukainya. Misalnya boneka.

6. Anak Tunadaksa (Physical Disability)

Anak tunadaksa mayoritas memiliki kecacatan fisik sehingga mengalami gangguan pada koordinasi gerak, persepsi dan kognisi disamping adanya kerusakan saraf tertentu. Kerusakan saraf disebabkan karena pertumbuhan sel saraf yang kurang atau adanya luka pada sistem saraf pusat. Kelainan saraf utama menyebabkan adanya cerebral palsy, epilepsi, spina bifida dan kerusakan otak lainnya.

7. Anak Tunaganda

Tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau


(39)

dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti inteligensi, gerak, bahasa, atau hubungan-pribadi dimasyarakat. Delphie (2006), mengutip hukum di Amerika berdasarkan PL. 94-103 (Title II. Ps. 124, Tahun 1975), tentang kelainan perkembangan secara ganda. Kelainan tersebut antara lain :

a. (i). Mereka yang dikelompokkan kedalam kelainan ganda antara tunagrahita, cerebral palsy, epilepsy atau autism.

(ii). Mereka yang termasuk mempunyai kondisi lain yang bertendensi kearah kelainan tunagrahita dengan kondisi-kondisi kelainan fungsi secara menyeluruh

(iii). Mereka yang mempunyai dyslexia disebabkan oleh kelainan hambatan seperti cerebral palsy, epilepsy, atau autism.

b. Dimulai sebelum mereka berumur 18 tahun

c. Kelainannya terjadi secara terus-menerus atau kelainannya bertendensi kearah yang berkelanjutan

d. Kelainan ganda ini merupakan kelainan substansi kemampuan seseorang untuk berfungsi secara normal dalam masyarakat

3. Penyebab Kelainan pada Anak Berkebutuhan Khusus

Penyebab kelainan pada anak berkebutuhan khusus menurut Poerwanti (2007), antara lain :

a. Peristiwa Pre natal (sebelum kelahiran)

1). Virus Liptospirosis, virus ini bersumber dari air kencing tikus, yang masuk ketubuh ibu yang sedang hamil.


(40)

2). Virus Maternal Rubella atau morbili atau campak Jerman. Penyakit ini merusak jaringan kulit sampai mengenai persyarafan disertai demam tinggi dalam waktu lama, sehingga menganggu pertumbuhan dan perkembangan janin

3). Penggunaan obat-obatan kontrasepsi yang salah pemakaian dan dapat pula mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat, sehingga tidak berkembang secara wajar

4). Keracunan darah (Toxaenia) pada ibu-ibu yang sedang hamil dapat menyebabkan janin tidak dapat memperoleh oksigen secara maksimal 5). Penyakit menahun seperti TBC dapat mengakibatkan kelainan pada metabolisme ibu, kondisi ini dapat merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan

6). Infeksi karena penyakit kotor (penyakit kelamin/sipilis yang diderita ayah atau ibu sehingga mempengaruhi terhadap janin sewaktu ibu mengandung), toxoplasmosis (dari virus binatang seperti bulu kucing)

7). Kekurangan vitamin atau kelebihan zat besi/timbel

8). Percobaan abortus yang gagal, sehingga janin yang dikandungnya tidak dapat berkembang secara wajar

9). Terjadinya kelahiran muda (premature) atau bayi lahir kurang waktu


(41)

1). Aranatal noxia yaitu seorang bayi sebelum dilahirkan terbelit tali plasenta dileher atau karena ada lendir pada jalan pernafasan, akibatnya pernafasan bayi tidak dapat normal

2). Proses kelahiran yang menggunakan Tang Verlossing (dengan bantuan Tang). Menyebabkan brain injury (luka pada otak) sehingga pertumbuhan otak kurang dapat berkembang secara maksimal

3). Placenta previa, jaringan yang melekat pada segmen bawah rahim dan menutupi mulut rahim sebagian atau seluruhnya sehingga terjadi pendarahan diotak

4). Proses kelahiran yang lama, karena pinggul ibu kecil sehingga sulit melahirkan

5). Disproporsi sefalopelvik (tulang kemaluan ibu yang kurang proporsional), sehingga proses kelahiran dapat merusak sistem saraf otak

6). Letak bayi sungsang sehingga kesulitan ibu melahirkan yang mengakibatkan pengaruh perkembangan bayi

c. Post Natal

1). Penyakit radang selaput otak (meningitis) dan radang otak (Enchepalitis) yang diakibatkan karena penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak

2). Terjadi incident (kecelakaan) yang melukai kepala dan menekan otak bagian dalam sehingga keadaan otak menjadi terganggu


(42)

3). Kekurangan gizi/vitamin pada usia balita sehingga perkembangan dan pertumbuhan organ tubuh akan terhambat sehingga mengakibatkan kelainan

4). Diabetes Melitus. Penyakit ini dapat berkomplikasi bersamaan dengan munculnya penyakit lain, pada organ mata dapat menyebabkan penyakit berupa retinopathia dan cataracta.

5). Penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga (otitis media), malaria tropicana, yang dapat berpengaruh terhadap kondisi badan.

4. Dampak Kelainan Bagi Keluarga

Menurut Kirk & Gallahan (1993), Salim (1996) dalam Poerwanti (2007), bahwa keberadaan penyandang cacat/anak berkebutuhan khusus ditengah-tengah kelurga akan menimbulkan dua macam krisis, yaitu : a. Krisis yang pertama, orang tua menghadapi anaknya sebagai kondisi

kematian secara simbolis. Seorang ibu menantikan kelahiran bayinya yang didambakan ternyata setelah lahir mengalami kelainan, maka kemudian hancurlah semua harapan dan impiannya

b. Krisis yang kedua adalah masalah yang berkaitan dengan kesulitan orang tua dalam merawat, membimbing dan mendidik anak yang berkelainan. Orang tua tidak tahu bagaimana harus merawat, mengasuh, mendidik anaknya yang berkelainan menjadi anak yang berpendidikan. Sehingga dalam berbagai tahapan kehadiran anak menjadi beban semua anggota keluarga.


(43)

5. Dampak Kelainan Bagi Masyarakat

Pandangan yang miring terhadap anak berkebutuhan khusus, bahwa berbeda dari yang lainnya, karena tidak berdaya, selalu ditolong, dan pada hakekatnya anak berkebutuhan khusus selalu menjadi beban orang lain. Reaksi masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus juga sangat bervariasi ada yang bersikap positif, dengan membantu meringankan beban orang tua, namun pada umumnya lebih banyak yang cenderung bersikap pasif atau bahkan bernada negatif. Adanya perkembangan pendidikan yang mengarah kepada pemberian kesempatan pada anak untuk mendapatkan penghargaan yang sama dengan yang lain (Poerwanti, 2007).

B. Dukungan Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah (Friedman, 1998 dalam Setiawati, 2008). Menurut Baylon & Maglaya (1978) dalam Rasmun (2009) Dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Ada hal penting (Stuart ICN, 2001 dalam Setiawati,2008) dalam definisi keluarga :


(44)

b. Komitmen dan keterikatan antar anggota keluarga yang meliputi kewajiban dimasa yang akan datang.

c. Fungsi keluarga dalam pemberian perawatan meliputi perlindungan, pemberian nutrisi dan sosialisasi untuk seluruh anggota keluarga. d. Anggota – anggota keluarga mungkin memiliki hubungan dan tinggal

bersama atau mungkin juga tidak ada hubungan dan tinggal terpisah. e. Keluarga mungkin memiliki anak atau mungkin tidak.

2. Struktur Keluarga

a. Elemen Struktur Keluarga menurut Friedman 1). Struktur peran keluarga

Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga baik didalam keluarganya sendiri maupun peran dilingkungan masyarakat.

2). Nilai atau norma keluarga

Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini dalam keluarga.

3). Pola komunikasi keluarga

Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi diantara orang tua, orang tua dan anak, diantara anggota keluarga ataupun dalam keluarga besar


(45)

Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mengendalikan atau mempengaruhi orang lain dalam perubahan perilaku kearah positif.

b. Ciri – Ciri Struktur Keluarga 1). Terorganisasi

Keluarga adalah serminan organisasi, dimana masing – masing anggota keluarga mempunyai fungsi dan peran masing – masing sehingga tujuan tercapai.

2). Keterbatasan

Dalam mencapai tujuan, setiap anggota tanggung jawab. 3). Perbedaan dan kekhususan

Keluarga memiliki peran dan tanggung jawabnya masing – masing sehingga dalam berinteraksi setiap anggota tidak semena – mena tetapi keterbatasan dilandasi dengan adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing – masing anggota keluarga memiliki peran dan fungsi yang berbeda dan khas.

3. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga terdiri dari lima kategori (Friedmen, 1998 dalam Efendi, 2009 adalah :

a. Fungsi afektif (affective function)

Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk


(46)

pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagian dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif, perasaan yang memiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang dan reinforcement.

b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function).

Fungsi ini sebagai tempat untuk melatih anak dan mengembangkan kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang ditujukan dalam sosialisasi.

c. Fungsi reproduksi (reproductive function)

Keluarga befungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah sumber daya manusia.

d. Fungsi ekonomi (economic function)

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan, pakaian, dan rumah.


(47)

Fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Kemampuan keluarga dalam memberikan perawatan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga.

4. Peran Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan (Suprajitno, 2004) meliputi :

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan untuk menentukan tindakan keluarga. c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang parah tidak terjadi lagi.

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga. e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.


(48)

5. Peran Keluarga dengan Anak Berkebutuhan Khusus

Seorang anak tidak hanya membutuhkan makanan, kehangatan, dan perlindungan fisik tetapi juga untuk dicintai. Semua itu adalah hak – hak dan tanggung jawab orang tua untuk mempertemukan kebutuhan – kebutuhan tersebut. Suatu tugas khusus orang tua adalah untuk merawat/menjaga dan mendidik anak dari kecil untuk mengubah tatalaksana sesuai dengan makin matangnya anak (Davies, 2009). Orang tua harus memperhatikan benar anak yang menderita retardasi mental dan disarankan agar anak dimasukkan kedalam sekolah khusus yaitu di Sekolah Luar Biasa agar mendapatkan pendidikan dan perkembangan yang optimal (Mustofa, 2010 dalam Gralfitrisia, 2012).

6. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah Sikap, tindakan, dan penerimaan orang tua terhadap anggota keluarga lain (Setiawati, 2008). Anggota keluarga dalam menghadapi keadaan yang berada diluar harapan yang menjadi stressor bagi keluarga melalui proses tertentu akan memungkinkan keluarga itu untuk bertahan dan beradaptasi dengan baik hingga menjadi sebuah keluarga yang relisien (Mc Cubbin, 2001 dalam Puspita, dkk, 2011) menyatakan bahwa fase adaptasi merupakan konsep sentral dari ketahanan keluarga (family resiliency). Olson & De Frain (2003) mengatakan bahwa keluarga akan saling memberikan dukungan fisik, emosi dan ekonomi. Keluarga merupakan lingkungan pertama dalam memberikan proses


(49)

pertumbuhan anak. Keluarga yang harmonis akan memberikan dampak positif dalam keluarga tanpa konflik ataupun tanpa dinamika.

Keluarga merupakan sebuah sistem sosial/ekologikal dibentuk oleh sekumpulan tujuan, keyakinan cultural, peran orang tua dan anak, harapan dan kondisi sosio ekonomi (Cook, Cook, & Tran, 1997; Danseco, 1997; Fine & Simpson, 2000; Howie, 1999; Sontag, 1996; Turbiville, 1997, Hardman, 2002; dalam Hidayati, 2011). Mengacu pada teori ekologi, konsep ekologi dapat diterapkan pada manusia. Ekologi manusia meliputi konteks biologis, psikologis, sosial, dan budaya yang berinteraksi dengan seseorang yang sedang berkembang dan memberikan konsekuensi atas proses yang dijalaninya (misalnya : persepsi, belajar, perilaku) yang berkembang dari waktu ke waktu (Bronfenbrenner & Morris, 1998, dalam Bern, 2007).

a. Jenis dukungan

Keluarga merupakan bagian dalam kelompok sosial. Ada 5 dimensi dari dukungan sosial keluarga (Friedman, 1998 dalam Astari, 2010 adalah :

1). Dukungan informasional

Mencakup pemberian nasehat, petunjuk saran dan mengajarkan keterampilan yang bisa menyediakan pemecahan. Manfaat dalam dukungan ini adalah adanya informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.


(50)

2). Dukungan Penghargaan

Ungkapan penghargaan positif untuk orang lain, dorongan maju, persetujuan dengan gagasan atau dengan individu, dan perhatian kepada individu lain.

3). Dukungan instrumental

Bantuan secara langsung seperti ketika anggota keluarga lain memberikan, menolong, membantu menyelesaikan masalah seseorang pada situasi tertentu. Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit.

4). Dukungan emosional

Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu-individu lain. Dengan begitu individu merasa dicintai dan merasa aman.

5). Dukungan sosial

Hubungan sosial adalah yang memerlukan bantuan orang lain. Bisa juga menghabiskan waktu dengan orang lain pada waktu luang atau rekreasi. Oleh karena itu, individu merupakan bagian dari keluarga, teman sekolah atau kerja, kegiatan agama atau bagian dari kelompok lainnya.

b. Faktor yang mempengaruhi keefektifan dukungan sosial keluarga Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial, (Cohen & Syme, 1985 dalam Widyastuti, 2008) adalah :


(51)

Dukungan lebih mempunyai makna, apabila berasal dari sumber yang sama. Hal ini akan menjalinkan keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan.

2). Jenis dukungan

Dukungan yang diberikan itu bermanfaat sesuai dengan kondisi yang terjadi, misalnya dukungan informatife yang diberikan akan lebih bermanfaat diberikan pada orang yang kekurangan pengetahuan.

3). Penerima dukungan

Penerimaan dukungan itu dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mencari dan mempertahankan dukungan yang diperoleh

4). Lamanya pemberian dukungan

Lama atau singkatnya pemberian dukungan tergantung kapasitas dari pemberi dukungan dalam suatu periode tertentu


(52)

C. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan maka dibentuk kerangka teori penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Bagan 2.1 Modifikasi Kerangka Teori Friedman, 1998 dalam Astari, 2010; Maramis, 2005 dalam Kuntjojo, 2009; Salmiah, 2010; Kuntjojo, 2009; Lynn, 2009

Adaptasi terhadap perubahan

Faktor penyebab

ABK

Deprivasi psikososial Gangguan

jiwa berat Prematuritas

Kelainan kromosom Pengaruh

prenatal Penyakit otak

Gangguan metabolisme Terjadi

rudapaksa Infeksi

Dukungan keluarga

Dukungan instrumental Dukungan emosional Dukungan sosial Dukungan penilaian

Dukungan informasional

1. Baik 2. Cukup 3. Kurang


(53)

(54)

32

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini mengkaji satu variabel yang terdiri dari variabel bebas (independen), yaitu dukungan keluarga. Variabel bebas digambarkan dalam bentuk variabel seperti pada Bagan 3.1 berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Dukungan Keluarga yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan

Dukungan Keluarga yang Memiliki ABK : 1. Dukungan informasional

2. Dukungan penghargaan 3. Dukungan instrumental 4. Dukungan emosional 5. Dukungan sosial


(55)

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Jenis

Kelamin

Perbedaan gender Menjawab pertanyaan kuesioner dengan pilihan jawaban laki-laki atau perempuan

Kuesioner A 1. Laki-laki 2. perempuan

Nominal

Usia Usia orang tua terhitung dari lahir sampai dengan usia saat

Kuesioner data demografi

Kuesioner A 1. 17 - 25 2. 26 - 35 3. 36 - 45 4. 46 – 55 5. 56 - 60 (Depkes, 2009)

Ordinal

Pendidikan Aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya. Kuesioner data demografi

Kuesioner A 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. PT Ordinal Jenis Kelamin Anak Perebedaan gender pada anak. Kuesioner data demografi

Kuesioner A 1. Laki-laki 2. Perempuan Nominal Dukungan Keluarga Dukungan yang diberikan keluarga terdiri dari : 1. Dukungan informasional 2. Dukungan penghargaan 3. Dukungan instrumental 4. Dukungan emosional

5. Dukungan sosial

Menggunak an skala Likkert dengan 26 pertanyaan

Kuesioner B 1. Baik = jika skor jawaban > 95

{x ≥ (μ+1.0σ)} 2. Cukup = jika skor jawaban 61< x < 95

{ (μ-1.0σ) ≤ x <

(μ+1.0σ)} 3. Kurang =


(56)

jika skor jawaban < 61

{x < (μ -1.0σ)} (Azwar, 2012)


(57)

35

Sebuah penelitian mengandung metode yang harus dilalui sebagai syarat dalam penelitian. Oleh karena itu, dalam bab ini akan diuraikan beberapa cara pelaksanaan penelitian dengan menyajikan metode-metode yang akan digunakan serta teknik analisis untuk menjawab rumusan masalah penelitian.

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang telah direncanakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan atau penghubungan dengan variabel yang lain (Siregar, 2013). Pendekatan penelitian dengan kuantitatif lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik, bukan makna secara kebahasan dan kulturnya (Siregar, 2013).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, yaitu Sekolah Khusus Muara Sejahtera, Sekolah Khusus Nurasih dan Sekolah Khusus Al-ikhsan 01. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014. Alasan peneliti memilih tiga sekolah sebagai lokasi penelitian karena kekurangan responden saat melakukan penelitian, dan belum pernah


(58)

dilakukan penelitian mengenai dukungan keluarga pada anak berkebutuhan khusus disekolah ini.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan. Data sekolah yang akan diambil antara lain, Sekolah Khusus Muara Sejahtera, Sekolah Khusus Nurasih dan Sekolah Khusus Al-ikhsan 01. Populasi dari tiga sekolah ini ada 100 orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian adalah sebagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti) (Riduwan, 2007). Sampel dalam penelitian ini menggunakan sampling jenuh/total sampling. Sample jenuh dalam penelitian adalah teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel (Riduwan, 2007). Dalam pengambilan sampel, dari 100 orang diambil 60 orang tua, karena 40 orang tua menolak untuk dijadikan sampel penelitian. Sampel dalam penelitian harus memenuhi kriteria, sebagai berikut:

a. Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan


(59)

D. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan total sampling sebagai teknik dalam pengambilan sampel. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Dahlan, 2010). Dalam penelitian ini sampel berjumlah 60 orang dari total populasi 100 orang. Namun 40 orang tua menolak untuk dijadikan responden penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian dengan cara melakukan pengukuran. Ada juga yang menyatakan bahwa instrumen penelitian merupakan pedoman tertulis tentang wawancara, atau pengamatan atau daftar pertanyaan yang dipersiapkan untuk mendapatkan informasi dari responden (Gulo, 2005 dalam Widoyoko, 2012). Kuisioner dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner mengenai data demografi serta data mengenai dukungan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Untuk data demografi terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan orang tua, pekerjaan dan jenis kelamin anak. Sedangkan untuk data data mengenai dukungan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus terdiri dari dukungan keluarga, jenis dukungan, dan gambaran dukungan.

Instrumen yang digunakan dikembangkan sendiri oleh peneliti dari teori Friedman (1998) dalam Astari (2010) dengan subvariabel, yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan


(60)

informasional dan dukungan sosial. Pernyataan yang dibuat oleh peneliti dikembangkan dari masing-masing subvariabel dengan jumlah 26 buah. Responden memilih satu dari lima pilihan jawaban yang ada pada kuisioner dengan menggunakan skala Likert, dimana untuk pertanyaan favorable bila jawaban selalu skor 5, sering skor 4, kadang-kadang skor 3, jarang skor 2, dan jika tidak pernah skor 1. Untuk pertanyaan unfavorable apabila jawaban selalu skor 1, sering skor 2, kadang-kadang skor 3, jarang skor 4, dan skor tidak pernah 5. Setiap kategori dukungan terdiri dari beberapa pertanyaan. Pertanyaan 1,2,3,4 dan 5 kategori dukungan informasional, pertanyaan 6,7,8,9,10,11,12 kategori dukungan emosional, pertanyaan 13,14,15,16,17 kategori dukungan penghargaan, pertanyaan 18,19,20,21,22 kategori dukungan instrumental, dan pertanyaan 23,24,25,26 dalam kategori dukungan sosial.

Interpretasi skor yang digunakan pada dukungan keluarga akan dibagikan kedalam 3 kategori, menjadi :

a. Baik = jika skor jawaban x ≥ (μ+1.0σ)

b. Cukup = jika skor jawaban (μ-1.0σ) ≤ x < (μ+1.0σ) c. Kurang = jika skor jawaban x < (μ-1.0σ) (Azwar, 2012)

dimana :

μ = 1/2 (Xmaks+Xmin) x total item pertanyaan σ = 1/6 (Imaks - Imin)

Xmaks = skor tertinggi pada 1 item pernyataan (5) Xmin = skor terendah pada 1 item pernyataan (1) Imaks = jumlah total skor tertinggi (130)


(61)

Imin = jumlah total skor terendah (26)

F. Teknik Pengujian Instrumen 1. Pengujian Validitas Instrumen

Validitas adalah menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Siregar, 2013). Metode pengujian validitas instrumen yang digunakan adalah rumus Pearson Product Moment (Riduwan, 2007), dengan bantuan Program Aplikasi Statistik. Kuisioner dinyatakan valid jika nilai r hitung > nilai r tabel (0.355) dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang. Dari uji validitas, ada 3 item pertanyaan yang tidak valid. Yang tidak valid diantaranya pertanyaan ketigabelas, pertanyaan keenambelas dan pertanyaan keduapuluh lima. Karena nilai r tabel dibawah 0,355. Pertanyaan tidak valid dilakukan perubahan redaksi setelah konsultasi dengan dosen pembimbing.

2. Pengujian Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula (Siregar, 2013). Hasil uji reliabilitas dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,6 (Siregar, 2013). Hasil uji reliabilitas kuesioner dukungan keluarga didapatkan nilai alpha 0,750 sehingga dapat dikatakan reliabel. Pengujian ini diuji cobakan dengan 31 orang lalu diukur dengan cara komputerisasi.


(62)

G. Teknik Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan izin dari pihak Sekolah Muara Sejahtera, Sekolah Nurasih dan Sekolah Al-ikhsan 01 Tangerang Selatan, sekolah menunjukkan salah satu guru untuk memberi penjelasan saat pengambilan sampel yang dijadikan responden. Kemudian, peneliti melakukan pengambilan data mengenai jumlah orang tua yang ada di tiap sekolah tersebut yang bisa dijadikan responden penelitia ini.

Selanjutnya peneliti melakukan penyebaran kuesioner kepada orang tua murid yang mengantar anaknya kesekolah. Peneliti melakukan inform consent kepada orang tua murid, menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ini. Peneliti juga menjelaskan maksud dari tiap-tiap pertanyaan kepada orang tua saat orang tua akan mengisi kuesioner tersebut. Waktu pengambilan kuesioner ini dilakukan setelah orang tua mengisi form pertanyaan. Ada sebagian orang tua bawa pulang, keesokan harinya dilakukan pengambilan kuesiner bagi yang bawa pulang kerumah. Selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data.

H. Pengolahan Data (Data Processing)

Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan (Setiadi, 2007).


(63)

Peneliti dalam mengolahkan data, menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing / memeriksa

Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah diseleksi dilakukan terhadap :

a. Kelengkapan jawaban, apakah tiap pertanyaan sudah ada jawabannya. b. Keterbacaan tulisan, tulisan yang sulit dibaca akan mempersulit

pengolahan data.

c. Relevansi jawaban, bila ada jawaban yang kurang atau tidak relevan maka editor harus menolaknya.

2. Memberi Tanda Kode/Koding

Koding adalah mengklarifikasikan jawaban-jawaban dari pada responden kedalam kategori. Klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

3. Sorting

Sorting adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data).

4. Entry data

Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan kedalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data.

5. Cleaning yaitu Pembersihan data, lihat variabel apakah data sudah benar atau belum.


(64)

6. Mengeluarkan informasi (disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan).

I. Teknik Analisa Data

Setelah dilakukan pengolahan data, kemudian dianalisis untuk mengetahui hasil yang dapat menjawab pertanyaan peneliti. Analisis yang dilakukan peneliti adalah analisis univariat.

Analisis univariat mempunyai tujuan untuk mendiskripsikan dari masing-masing variabel. Untuk data kategorik dengan menghitung frekuensi dan persentase masing-masing variabel yaitu dukungan keluarga yang memiliki anak ABK, serta variabel lain yang ikut diteliti, yaitu usia orang tua, jenis kelamin orang tua, pendidikan orang tua dan jenis kelamin anak.

J. Etika Penelitian

Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia. Beberapa prinsip penelitian pada manusia yang harus dipahami (Hidayat, 2008), sebagai berikut :

1. Prinsip manfaat

Prinsip ini dapat ditegakkan dengan membebaskan, tidak memberikan atau menimbulkan kekerasan pada manusia, tidak menjadikan manusia untuk dieksploitasi. Penelitian yang dihasilkan dapat memberikan manfaat dan mempertimbangkan antara aspek resiko dengan aspek manfaat, bila penelitian yang dilakukan dapat mengalami dilema dalam etik.


(65)

2. Prinsip menghormati manusia

Manusia memiliki hak dan merupakan makhluk yang mulia yang harus dihormati, karena manusia berhak untuk menentukan pilihan antara mau dan tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.

3. Prinsip keadilan

Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak menjaga privasi manusia dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia.


(66)

44

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan disekolah khusus yang berlokasi dibeberapa wilayah di kota Tangerang Selatan. Sekolah yang dilakukan tempat penelitian itu diantaranya: Sekolah Khusus Muara Sejahtera Pondok Cabe, Sekolah Khusus Nurasih Kampung Utan, Sekolah Khusus Al-ikhsan 01 Pirigi Lama.

Sekolah Khusus Muara Sejahtera beralamat di Jalan Trubus II, Pondok Cabe Ilir Pamulang. Jumlah murid di sekolah ini ada 50 orang yang terdiri dari 29 orang murid SD, 13 orang murid SMP, dan 8 orang murid SMA dengan jumlah pengajar 12 orang. Murid disekolah ini merupakan anak tunagrahita dan tunarungu.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah proses kegiatan belajar mengajar diruang sekolah, selain itu ada beberapa kegiatan yang sekaligus terapi bagi siswa-siswi di Sekolah Khusus Muara Sejahtera, diantaranya yaitu tata boga, memasak, sablon pakaian, komputer dan bermain musik (band).

Penelitian selanjutnya adalah Sekolah Khusus Nurasih yang terletak di wilayah Kampung Utan, Ciputat. Sekolah ini terdiri dari murid SD, SMP dan SMA dengan gangguan tuna grahita dan autism sebanyak 40 murid dan staf pengajar sebanyak 12 orang.


(67)

Penelitian terakhir yaitu di Sekolah Khusus Al-Ikhsan 01 terletak di Jalan Lengkong Karya, Serpong Utara. Jumlah murid 45 orang dimulai dari jenjang SD, SMP sampai SMA dengan jumlah pengajar 19 orang. Murid di sekolah ini merupakan anak dengan gangguan perkembangan seperti autisme, Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Down Sindrom, tuna grahita dan beberapa gangguan perkembangan lainnya.

Jumlah dari anak berkebutuhan khusus yang diambil dari ketiga sekolah, yaitu : anak tunagrahita, anak tunarungu, dan anak autis.

B. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini, karakteristik yang dianalisis adalah sebagai berikut : 1. Jenis Kelamin

Pengelompokan responden berdasarkan kategori jenis kelamin digambarkan pada tabel 5.1 berikut :

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Keluarga (orang tua) di Sekolah Khusus Tangerang Selatan 2014

(n = 60)

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki Perempuan

12 48

20,0% 80,0%

Total 60 100%

Tabel 5.1 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, yaitu 80,0%, sedangkan responden laki-laki hanya sebesar 20,0%.


(68)

2. Usia

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Sekolah Khusus Tangerang Selatan 2014

(n = 60)

Usia Frekuensi Persentase

26 - 35 36 - 45 56 - 60

58 1 1 96,7% 1,7% 1,7%

Total 60 100%

Tabel 5.2 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden dengan rentang usia 26

– 35 tahun sebanyak 58 orang (96,7%), usia 36-45 tahun sebanyak 1 orang (1,7%%) dan untuk usia 56-60 orang sebanyak 1 orang (1,7%)

3. Pendidikan

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pendidikan di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan 2014

(n = 60)

Pendidikan Frekuensi Persentase

Perguruan Tinggi SMA SMP 36 21 3 60,0% 35,0% 5,0%

Total 60 100%

Tabel 5.3 menunjukkan hasil bahwa orang tua yang berpendidikan tingkat perguruan tinggi lebih banyak 36 orang (60,0%) dibandingkan pendidikan tingkat SMA dan tingkat SMP. Untuk yang paling sedikit terdapat pada pendidikan tingkat SMP sebanyak 3 orang (5,0%).


(69)

4. Jenis Kelamin Anak

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan 2014

(n = 60)

Jenis Kelamin Anak Frekuensi Persentase

Laki-laki Perempuan 46 14 76,7% 23,3%

Total 60 100%

Tabel 5.4 menunjukkan hasil penelitian bahwa jumlah anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anak perempuan. Jumlah anak laki-laki sebanyak 46 orang (76,7%) dan jumlah anak perempuan sebanyak 14 orang (23,3%).

C. Jenis ABK

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan 2014

(n=60)

Jenis ABK Frekuensi Persentase

Tunagrahita Tunarungu Autis 34 4 22 56,7% 6,7% 36,7%

Total 60 100%

Tabel 5.6 dari hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa, banyak ditemukan anak tunagrahita dibandingkan dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Untuk anak tunagrahita sebanyak 34 orang (56,7%), anak autis sebanyak 22 orang (36,7%) dan untuk anak tunarungu sebanyak 4 orang (6,7%).


(70)

D. Dukungan Keluarga

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan 2014

(n=60)

Dukungan Keluarga Frekuensi Persentasi

Baik Cukup Buruk 41 10 9 68,3% 16,7% 15,0%

Total 60 100%

Tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa dari hasil penelitian dalam kategori, 41 dukungan baik (68,3%), 10 dukungan cukup (16,7%), dan 9 dengan dukungan buruk (15,0%).

E. Jenis Dukungan dan Gambaran Dukungan ABK

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Dukungan Keluarga di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan 2014

(n=60)

Jenis dukungan

ABK

Tunagrahita Tunarungu Autis

N N N

Dukungan informasional Kurang Cukup Baik 1 2 31 0 1 3 9 8 5 Dukungan emosional Kurang Cukup Baik 1 1 32 0 0 4 8 9 5


(71)

Dukungan penghargaan Kurang Cukup Baik 2 3 29 0 2 2 6 11 5 Dukungan instrumental Kurang Cukup Baik 1 2 31 0 0 4 9 8 5 Dukungan sosial Kurang Cukup Baik 1 3 30 0 1 3 7 10 5 Tabel 5.7 memperlihatkan bahwa dari hasil penelitian dalam lima jenis dukungan keluarga dalam kategori baik lebih banyak dukungan emosional pada jenis anak tunagrahita sebanyak 32 orang (94,1%) daripada dukungan informasional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan sosial. Sedangkan dukungan dalam kategori baik lebih sedikit dukungan penghargaan pada jenis anak tunarungu sebanyak 2 orang daripada dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental dan dukungan sosial.


(72)

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gambaran Dukungan Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan 2014

(n=60) Jenis ABK

Dukungan Keluarga

Total Kurang Cukup Baik

Tunagrahita Tunarungu Autis N % N % N % 2 5,9% 0 0,0% 7 31,8% 0 0,0% 0 0,0% 10 45,5% 32 94,1% 4 100% 5 22,7% 34 100% 4 100% 22 100% Total 9 15,0% 10 16,7% 41 68,3% 60 100%

Tabel 5.8 memperlihatkan dari 60 responden dapat dilihat dukungan dalam kategori baik lebih banyak pada anak tunagrahita dibandingkan dengan anak tunarungu dan anak autis. Dukungan kategori baik pada anak tunagrahita sebanyak 94,1%, dukungan kategori baik pada anak tunarungu 100%, sedangkan untuk dukungan pada anak autis dikategori cukup sebanyak 45,5%.


(73)

(74)

51

Bab ini akan menjelaskan interpretasi dari hasil penelitian dan keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil akan membahas mengenai hasil penelitian yang dikaitkan dengan teori yang ada pada tinjauan pustaka, sedangkan keterbatasan penelitian akan memaparkan keterbatasan yang terjadi selama pelaksanaan penelitian.

A. Gambaran Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden 50 berjenis kelamin perempuan 83,3%, sedangkan 10 responden laki-laki 16,7%. Hal ini menjelaskan bahwa kebanyakan orang tua yang meluangkan waktu untuk menunggu anak berkebutuhan khusus selama jam sekolah adalah orang tua perempuan (ibu). Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Miranda (2013) bahwa ibu lebih besar memberi dukungan dari pada ayah. Ibu merasakan rasa tanggung jawab terhadap kondisi normal-abnormal anaknya merawat anak sejak dalam kandungan, melahirkan hingga masa pertumbuhan anak. Ayah lebih terfokus pada financial dalam membesarkan anak (Wenar dan Kerig (2000) dalam Miranda (2013).

Hal itu juga sesuai dengan hasil wawancara dengan para orang tua perempuan, yang mengatakan bahwa lebih punya waktu untuk mengurus anak dan anak ini titipan dari Allah. Sedangkan untuk orang tua laki-laki mencari nafkah untuk keluarga.


(75)

Usia orang tua dibagi menjadi menjadi 4 kategori yaitu : usia 17-25 tahun (remaja akhir), usia 26-35 tahun (dewasa awal), usia 36-45 tahun (dewasa akhir), usia 46-55 tahun (lansia awal), dan 56-60 tahun (lansia akhir). Hasil persentase usia 26 – 35 tahun lebih banyak (96,7%) dari usia 36-45 dan usia 46-55 tahun. Orang tua yang berusia 36-45 tahun sebanyak 1 orang (1,7%), sedangkan yang berusia 56-60 tahun sebanyak 1 orang (1,7%). Dalam penelitian ini tidak ditemukan usia orang tua 17-25 tahun dan 46-55 tahun. Menurut Supartini (2004) usia orang tua sangat berpengaruh dalam mengasuh anak. Usia yang terlalu muda dan terlalu tua tidak dapat menjalankan secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial. Penelitian Arfandi (2014) usia berkisar antara 23 – 58 tahun, tergolong matang untuk menjaga dan mendidik anak dengan berkebutuhan khusus. Hasil dari wawancara satu orang tua yang berusia 59 tahun mengatakan, kekuatan fisik sudah tidak menjamin dalam mendidik dan hampir setiap hari dan setiap pagi mengantar anak kesekolah.

Tingkat pendidikan orang tua diteliti, terdiri dari perguruan tinggi, SMA, dan SMP. Orang tua yang pendidikan hingga perguruan tinggi sebanyak 35 orang, tingkat pendidikan SMA sebanyak 21 orang, dan tingkat pendidikan SMP sebanyak 4 orang. Hasil dari persentase tingkat pendidikan perguruan tinggi lebih banyak (60,0%) dari pada tingkat pendidikan SMA dan SMP.

Tingkat pendidikan yang rendah berdampak pada kurang pengetahuan tentang kebutuhan-kebutuhan dan cara didik anak. Sebaliknya semakin tinggi tingkat pengetahuan maka semakin baik dampak bagi perkembangan anak (Wahidin (2006) dalam Arfandi (2014). Hal lain juga dijelaskan oleh Mayasari (2009)


(76)

tingkat pendidikan orang tua berbeda-beda ini menjadikan berbeda juga cara bagaimana orang tua mendidik. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan semakin tinggi pengetahuan orang tua dalam mendidik anak.

Hasil penelitian bedasarkan jenis kelamin anak di Sekolah Khusus Kota Tangerang Selatan, terdapat jenis kelamin laki-laki sebanyak 46 (76,7%) dan perempuan sebanyak 14 (23,3%). Jeffrey (2005) menyebutkan bahwa gangguan anak berkebutuhan khusus menyerang sekitar 2 – 20 orang dari 10.000 orang dalam suatu populasi dan pada umumnya gangguan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

B. Gambaran dukungan dan Jenis Dukungan Keluarga dengan Anak ABK

Hasil penelitian ini didapatkan sebagian besar responden (32 orang) memberikan dukungan emosional yang baik tentang ABK, 31 orang memberikan dukungan informasional yang baik, 29 orang memberikan dukungan penghargaan yang baik, 31 orang memberikan dukungan instrumental yang baik dan 30 orang memberikan untuk dukungan sosial kategori baik terhadap anak ABK. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardyanto (2010) bahwa orang tua telah memberikan dukungan secara maksimal sesuai dengan pemahaman masing-masing. Dukungan yang diberikan orang tua yaitu dukungan instrumental berupa pemenuhan kebutuhan fisiologis secara penuh kepada anak, dukungan informasional berupa pemberian meliputi pencarian informasi mengenai permasalahan anak, dan kemudian dukungan emosional berupa peningkatan rasa percaya diri anak ketika melakuka interaksi sosial.


(77)

Peran dan dukungan orang tua pada anak tunagrahita adalah memberikan dasar pendidikan beragama, menciptakan suasana yang hangat serta memberikan norma baik dan buruk (Nurhayati, 2008).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dukungan baiknya terdapat pada dukungan emosional (4 orang) dan dukungan instrumental (4 orang). Data ini belum menggambarkan dukungan keluarga pada anak tunarungu, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan jumlah sampel responden pada anak anak tunarungu.

Hasil uji statistik menunjukkan dukungan keluarga palingan besar pada dukungan penghargaan dalam kategori cukup (11 orang), dukugan dalam kategori kurang pada dukungan informasional dan instrumental masing-masing 9 orang, sedangkan dukungan kategori baik mewakili semua dukungan (5 orang). Lain halnya dengan penelitian Pancawati (2013) yang menyatakan bahwa dari 4 responden memberikan dukungan, hanya 3 responden yang memberikan dukungan secara maksimal pada anak autis yaitu dukungan emosional. Sebagai orang tua harus dapat memberikan dukungan dan membantu terhadap segala hal yang dilakukan oleh anak serta dapat memberikan pendidikan informal guna membantu pertumbuhan dan perkembangan (Hasbullah, 2001 dalam Pancawati, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga dengan anak berkebutuhan khusus termasuk kedalam kategori baik sebanyak 41 (68,3%), 10


(1)

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 31 100.0

Excludeda 0 .0

Total 31 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items

N of Items

.750 .938 27

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Pertanyaan kesatu 4.32 1.077 31

Pertanyaan kedua 4.58 .886 31

Pertanyaan ketiga 4.42 1.205 31

Pertanyaan keempat 4.52 1.092 31

Pertanyaan kelima 4.58 .923 31

Pertanyaan keenam 4.29 1.270 31

Pertanyaan ketujuh 4.74 .575 31

Pertanyaan kedelapan 4.58 .848 31

Pertanyaan kesembilan 4.45 1.362 31

Pertanyaan kesepuluh 4.32 1.137 31

Pertanyaan kesebelas 3.65 1.330 31

Pertanyaan keduabelas 4.55 .850 31

Pertanyaan ketigabelas 2.39 1.145 31


(2)

Pertanyaan kelimabelas 2.55 1.567 31

Pertanyaan keenambelas 2.81 1.447 31

Pertanyaan ketujuhbelas 4.58 .765 31

Pertanyaan kedelapanbelas 4.71 .739 31

Pertanyaan kesembilanbelas 4.29 1.442 31

Pertanyaan keduapuluh 4.19 1.558 31

Pertanyaan keduapuluhsatu 4.65 .877 31

Pertanyaan keduapuluh dua 4.74 .815 31

Pertanyaan keduapuluh tiga 4.58 .848 31

Pertanyaan keduapuluh

empat 3.58 1.311 31

Pertanyaan keduapuluh lima 4.77 .617 31

Item Statistics

Mean Std. Deviation N Pertanyaan keduapuluh

enam 4.13 1.360 31


(3)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Pertanyaan kesatu 213.61 1112.045 .705 .738

Pertanyaan kedua 213.35 1128.170 .587 .742

Pertanyaan ketiga 213.52 1099.525 .787 .735

Pertanyaan keempat 213.42 1112.452 .690 .739

Pertanyaan kelima 213.35 1119.703 .701 .740

Pertanyaan keenam 213.65 1092.103 .836 .733

Pertanyaan ketujuh 213.19 1141.828 .558 .746

Pertanyaan kedelapan 213.35 1142.503 .360 .746

Pertanyaan kesembilan 213.48 1087.925 .824 .732

Pertanyaan kesepuluh 213.61 1114.845 .629 .739

Pertanyaan kesebelas 214.29 1106.080 .633 .737

Pertanyaan keduabelas 213.39 1127.045 .632 .742

Pertanyaan ketigabelas 215.55 1177.789 -.194 .755

Pertanyaan keempatbelas 213.94 1111.129 .686 .738

Pertanyaan kelimabelas 215.39 1115.045 .443 .740

Pertanyaan keenambelas 215.13 1184.116 -.224 .758

Pertanyaan ketujuhbelas 213.35 1123.170 .782 .741

Pertanyaan kedelapanbelas 213.23 1142.181 .423 .746

Pertanyaan

kesembilanbelas 213.65 1079.903 .864 .730

Pertanyaan keduapuluh 213.74 1083.998 .755 .732

Pertanyaan keduapuluhsatu 213.29 1120.413 .727 .740

Pertanyaan keduapuluh dua 213.19 1123.228 .732 .741

Pertanyaan keduapuluh tiga 213.35 1125.037 .670 .742

Pertanyaan keduapuluh

empat 214.35 1106.837 .634 .738

Pertanyaan keduapuluh lima 213.16 1154.006 .226 .749

Pertanyaan keduapuluh

enam 213.81 1098.095 .709 .735

Total 108.97 290.966 1.000 .923

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(4)

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Laki-laki 12 20.0 20.0 20.0

Perempuan 48 80.0 80.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

26-35 58 96.7 96.7 96.7

36-45 1 1.7 1.7 98.3

56-60 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Perguruan Tinggi 36 60.0 60.0 60.0

SLTA 21 35.0 35.0 95.0

SMP 3 5.0 5.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Jenis Kelamin Anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Laki-laki 46 76.7 76.7 76.7

Perempuan 14 23.3 23.3 100.0


(5)

Dukungan Keluarga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Kurang 9 15.0 15.0 15.0

Cukup 10 16.7 16.7 31.7

Baik 41 68.3 68.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Jenis Dukungan

ABK

Tunagrahita Tunarungu Autis

Count Count Count

Informasional

Kurang 1 0 9

Cukup 2 1 8

Baik 31 3 5

Emosional

Kurang 1 0 8

Cukup 1 0 9

Baik 32 4 5

Penghargaan

Kurang 2 0 6

Cukup 3 2 11

Baik 29 2 5

Instrumental

Kurang 1 0 9

Cukup 2 0 8

Baik 31 4 5

Sosial

Kurang 1 0 7

Cukup 3 1 10


(6)

ABK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Tunagrahita 34 56.7 56.7 56.7

Tunarungu 4 6.7 6.7 63.3

Autis 22 36.7 36.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

ABK* Dukungan keluarga Crosstabulation

Dukungan keluarga Total Kurang Cukup Baik

ABK

Tunagrahita

Count 2 0 32 34

% within ABK 5.9% 0.0% 94.1% 100.0%

Tunarungu

Count 0 0 4 4

% within ABK 0.0% 0.0% 100.0% 100.0%

Autis

Count 7 10 5 22

% within ABK 31.8% 45.5% 22.7% 100.0%

Total Count 9 10 41 60