Definisi Anak Berkebutuhan Khusus Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
b. Patokan sosial : Tidak dapat bersaing dalam
mencari nafkah c. Patokan pendidikan
: Beberapa kali tak naik kelas di SD
2. Retardasi Mental Ringan Karakteristik retardasi mental ringan adalah :
a. Intelligence Quotient : 52
– 67 debil moron keadaan tolol.
b. Patokan sosial : Dapat mencari nafkah sendiri
dengan mengerjakan sesuatu yang sederhana dan mekanistis.
c. Patokan pendidikan : Dapat dididik dan dilatih tetapi
pada sekolah khusus SLB. 3. Retardasi Mental Ringan
Karakteristik retardasi mental ringan adalah : a. Intelligency Quotient
: 36 – 51 taraf embisil keadaan
dungu. b. Patokan sosial
: Tidak dapat mencari nafkah sendiri, dapat melakukan perbuatan untuk keperluan
sendri mandi, berpakaian, makan dan sebagainya. c. Patokan pendidikan
: Tidak dapat dididik, hanya dapat dilatih.
4. Retardasi Mental Berat
Karakteristik retardasi mental berat adalah : a. Intelligence Quotient
: 20 – 35
b. Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah
sendiri. Kurang mampu melakukan perbuatan untuk keperluan dirinya, dapat mengenal bahaya.
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, dapat
dilatih untuk hal-hal yang sangat sederhana. 5. Retardasi Mental Sangat Berat
Karakteristik retardasi mental sangat berat adalah : a. Intelligence Quotient
: Kurang dari 20 idiotkeadaan pander.
b. Patokan sosial : Tidak dapat mengurus diri
sendiri dan tidak dapat mengenal bahaya. Selama hidup tergantung dari pihak lain.
c. Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik dan dilatih.
2. Anak Tunalaras Emotional or Behavioral DisorderAnak dengan Hendaya Perilaku Menyimpang
Anak tunalaras adalah anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila ia menunjukkan adanya satu atau lebih dari
lima komponen Bower, 1981 dalam Delphie, 2006 antara lain : a. Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual,
sensori atau kesehatan
b. Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman- teman dan guru-guru.
c. Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya. d. Secara umum, mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak
menggembirakan atau depresi. e. Bertendensi kearah symptoms fisik seperti : merasa sakit atau
ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan disekolah. Pembelajaran dalam dunia pendidikan yang dapat diterapkan pada
anak tunalarasa adalah : 1. Pendekatan secara psikoanalitis dalam pendidikan, merupakan
tuntunan berdasarkan prinsip-prinsip psikoanalisis. Masalah yang dihadapi anak dengan hendaya kelainan perilaku menyimpang
dipandang sebagai ketidakseimbangan secara patologis antara bagian-bagian dinamis dari pikiran ide, ego dan super ego.
2. Pendekatan secara psikoedukasional. Terhadap anak dengan hendaya kelainan perilaku yang diasumsikan bahwa kelainannya
melibatkan kelainan psikiatrik dan adanya kesalahan-kesalahan perilaku yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang anak, maka
diperlukan pendekatan secara seimbang antara sasaran yang bersifat terapeutik penyembuhan dengan sasaran untuk pencapaian
prestasinya.
3. Pendekatan secara humanistik. Pendekatan ini berdasarkan atas pandangan psikologis humanistik sehingga memungkinkan adanya
perubahan dalam pendidikan. 4. Pendekatan secara ekologis. Elemen-elemen lingkungan seperti
sekolah, lingkungan keluarga dan perwakilan lembaga sosial merupakan ajang interaksi bagi anak. Sasaran dari pendekatan ini
adalah mengubah lingkungan secukupnya sehingga dapat membantu
intervensi terhadap
perilaku yang
diinginkan. Pendekatan ini tidak hanya berlaku dikelas saja, tetapi meliputi
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh keluarga dari anak yang bersangkutan,
tetangganya dan
orang-orang yang
ada dilingkungannya.
5. Pendekatan perilaku. Pendekatan ini menggunakan dasar-dasar pengondisian yang bersifat operant dan respondent. Asumsinya
adalah bahwa permasalahan yang bersifat perilaku, yang menjadi penyebab tidak tepatnya pembelajaran pada anak dengan hendaya
kelainan perilaku dapat dibantu dengan cara memodifikasi perilaku. Memodifikasi perilaku dapat dikerjakan bersamaan dengan
memanipulasi lingkungan anak. 3. Anak Tunarungu Wicara Anak dengan Hendaya Pendengaran dan
Bicara Anak tunarungu wicara adalah seseorang yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar dan bicara
sebagian atau seluruhnya, diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indera pendengaranbicara. Alat audiometer merupakan
alat untuk mengukur derajat kehilangan pendengaran dengan ukuran decibel dB. Derajat kemampuan berdasarkan ukuran instrumen
audiometer menyebabkan
klasifikasi anak
dengan hendaya
pendengaran sebagai berikut : a. 0
– 26 dB masih mempunyai pendengaran normal b. 27
– 40 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat-ringan, masih mampu mendengar bunyi-bunyian yang jauh
c. 41 – 55 dB termasuk tingkat menengah, dapat mengerti bahasa
percakapan d. 56
– 70 dB termasuk tingkat menengah berat. Kurang mampu mendengar dari jarak dekat, memerlukan alat bantu dengar dan
membutuhkan latihan berbicara khusus e. 71
– 90 dB termasuk tingkat berat. Termasuk orang yang mengalami ketulian, hanya mampu mendengarkan suara keras
yang berjarak kurang lebih satu meter f. 91
– dan seterusnya, termasuk individu yang mengalami ketulian sangat berat.
Ciri-ciri umum hambatan perkembangan bahasa dan komunikasi antara lain sebagai berikut :
a. Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran dikelas
b. Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya untuk berganti posisi telinga terhadap sumber bunyi
c. Mempunyai kesulitan untuk mengikuti petunjuk secara lisan d. Keengganan untuk berpartisipasi secara oral
e. Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau instruksi dikelas
f. Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara g. Perkembangan intelektual anak tunarungu wicara terganggu
h. Mempunyai kemampuan akademik yang rendah, khususnya dalam membaca.
Mereka yang termasuk kedalam hendaya pendengaran terdiri atas dua kategori yaitu mereka yang tuli sejak dilahirkan disebut
dengan congenitally deaf, dan mereka yang tuli setelah dilahirkan disebut dengan adventitiously deaf. Sedangkan klasifikasi berdasarkan
atas ambang batas kemampuan mendengar terdiri atas ringan 26-54 dB, sedang 55-69 dB, berat 70-89 dB dan sangat berat 90 dB
keatas. 4. Anak Tunanetra Anak dengan Hendaya Penglihatan
Anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra atau anak dengan hendaya penglihatan, perkembangannya berbeda
dengan anak-anak berkebutuhan khusus lainnya, tidak hanya dari sisi penglihatan tetapi juga dari hal lain.
Mengenai perkembangan kognitif anak dengan hendaya penglihatan, terdapat tiga hal yang berpengaruh buruk terhadap
perkembangan kognitifnya Lowenfeld, 1948 dalam Delphie, 2006, antara lain :
a. Jarak dan beragamnya pengalaman yang dimiliki oleh anak dengan hendaya penglihatan
b. Kemampuan yang telah diperoleh akan berkurang dan akan berpengaruh terhadap pengalamannya terhadap lingkungan
c. Anak dengan hendaya penglihatan tidak memiliki kendali yang sama terhadap lingkungan dan diri sendiri, seperti hal yang
dilakukan oleh anak dewasa. Dalam perkembangan sosialnya, anak dengan hendaya
penglihatan melakukan interkasi terhadap lingkungan dengan cara menyentuh dan mendengar objeknya. Tidak ada kontak mata dan
kurang ekspresi sehingga interaksi kurang menarik bagi lawannya Lewis, 2003 dalam Delphie, 2006.
5. Anak Autistik Autistic child Autism syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya
hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejal penyandang autism delay
Deinaker, 1952, Marholin Philips, 1976 dalam Delphie, 2006 antara lain :
a. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat dan mata sayu selalu mandang
kebawah b. Selalu diam sepanjang waktu
c. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton
d. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut, serta tidak menyenangi disekelilingnya
e. Tidak tampak ceria f. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali pada benda yang
disukainya. Misalnya boneka. 6. Anak Tunadaksa Physical Disability
Anak tunadaksa mayoritas memiliki kecacatan fisik sehingga mengalami gangguan pada koordinasi gerak, persepsi dan kognisi
disamping adanya kerusakan saraf tertentu. Kerusakan saraf disebabkan karena pertumbuhan sel saraf yang kurang atau adanya
luka pada sistem saraf pusat. Kelainan saraf utama menyebabkan adanya cerebral palsy, epilepsi, spina bifida dan kerusakan otak
lainnya. 7. Anak Tunaganda
Tunaganda adalah
mereka yang
mempunyai kelainan
perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan- hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau
dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti inteligensi, gerak, bahasa, atau hubungan-pribadi dimasyarakat. Delphie 2006, mengutip
hukum di Amerika berdasarkan PL. 94-103 Title II. Ps. 124, Tahun 1975, tentang kelainan perkembangan secara ganda. Kelainan tersebut
antara lain : a. i. Mereka yang dikelompokkan kedalam kelainan ganda antara
tunagrahita, cerebral palsy, epilepsy atau autism. ii. Mereka yang termasuk mempunyai kondisi lain yang
bertendensi kearah kelainan tunagrahita dengan kondisi-kondisi kelainan fungsi secara menyeluruh
iii. Mereka yang mempunyai dyslexia disebabkan oleh kelainan hambatan seperti cerebral palsy, epilepsy, atau autism.
b. Dimulai sebelum mereka berumur 18 tahun c. Kelainannya terjadi secara terus-menerus atau kelainannya
bertendensi kearah yang berkelanjutan d. Kelainan ganda ini merupakan kelainan substansi kemampuan
seseorang untuk berfungsi secara normal dalam masyarakat