3.1.2. Kondisi Sosial Tokoh utama Cuplikan hal 90
Orang-orang yang pergi memeriksa perlatan kini kembali satu-persatu. “Semua hancur”. “Semua katup hancur”. “Kawat dan kabel listrik putus-putus”.
“Transformator tidak bisa kami bawa karena banyak orang-orang yang menghalangi jalanan”. Tidak satupun laporan yang baik.
Analisis:
Dari beberapa cuplikan diatas, menggambarkan kondisi sosial pada waktu itu sangat kacau. Tidak seperti perang biasa, karena musuh pada waktu itu telah
menggunakan bom atom. Orang-orang yang diberikan tugas untuk membawa transformator, mencari dan membawa peralatan yang masih baik, menghidupkan
listrik dan lain-lain kembali dengan tangan kosong.
Cuplikan hal 91
Kulihat dua orang anak menuntun ayah mereka. Seorang perempuan lari dengan menggendong anak kecil yang sudah tidak punya kepala. Sepasang orang
Dipintu masuk jurusan kebidanan kulihat seorang bidan dengan mata terbelalak tak berkedip berjalan berputar-putar membentuk satu lingkaran kecil.
Kutepuk punggungnya keras-keras “Ayo Jangan pengecut” kataku. Tapi dia sama sekali tidak mempedulikannya dan tetap berputar-putar. Rupanya semua itu
lebih dari yang bisa ditahannya dan dia telah berubah ingatan.
Cuplikan hal 92
Universitas Sumatera Utara
lanjut usia kelihatan mendaki bukit pelan-pelan sambil berpegangan tangan. Seorang perempuan waktu lari tiba-tiba pakainnya terbakar dan ia pun segera
dilalap api. Diatas atap sebuah bangunan yang sedang terbakar kulihat seorang lelaki sedang menari dan menyanyi. Dia sudah jadi sinting. Adapula orang yang
selalu menoleh kebelakang dan adapula yang sudah tak kuat untuk menoleh. Seorang anak perempuan tak henti-hentinya memarahi adiknya yang kurang cepat
jalannya tapi adiknya tak henti-hentinya pula minta dinanti. Dan dari belakang api mengejar tanpa ampun.
Analisis:
Kedahsyatan bom atom yang jatuh di Nagasaki sangat menakjubkan. Sehingga pasca ledakan walaupun masih ada korban yang selamat, mereka bisa
terkena radiasi dan lambat laun jika tidak ditangani dengan baik akan segera menemui ajalnya. Ada juga yang sampai kehilangan akal sehatnya. Seperti
seorang suster dengan mata terbelalak berjalan berputar-putar membentuk sebuah lingkaran. Sehingga teguran dari Nagai pun tidak diacuhkannya lagi. Dan ada juga
seorang laki-laki yang menari-nari sambil bernyanyi diatas gedung yang sedang terbakar. Beruntung bagi Nagai tidak seperti mereka. Hanya mengelami shock
setelah melihat semua kondisi yang terpampang langsung dihadapan matanya. Suasana yang kacau terlihat jelas pada kutipan kedua. Hal ini dideskripsikan
oleh Nagai dengan apa yang telah dilihatnya sendiri. Ada dua orang anak yang menuntun ayah mereka, seorang perempuan yang menggendong seorang anak
yang sudah tidak mempunyai kepala, seorang perempuan yang berlari dengan pakaian yang terbakar sehingga diapun mati terbakar, sepasang orang lanjut usia
Universitas Sumatera Utara
yang berpegangan tangan mendaki bukit pelan-pelan. Orang yang sampai hilang ingatan, dan anak kecil yang berlari dengan adiknya sementara dibelakang mereka
api terus mengejar. Cuplikan hal 100
Mereka adalah teman-teman yang paling akrab. Mereka boleh dikatakan tertawa dan menagis bersama. Mereka latihan bersama-sama dan pernah pula
sama-sama menolong korban serangan udara musuh. Dia merasa kesepian tanpa mereka.
Cuplikan hal 117
Kami menuju tempat yang ditunjukkan Profesor Yamada dan disitu kami temuka n tulang-tulang wanita. Pastilah itu tulang suster Tsujita. Sungguh
menyedihkan Tentu tulang-tulang itu tak akan pernah tertawa ria seperti dulu, tawa yang telah begitu kami kenal dan kami sayangi. Waktu tulang-tulang itu
kupungut dan kuletakkan diatas sehelai kertas, aku berfikir dalam hati, “Kalaulah ini hanya sekedar mimpi Kalaulah ini hanya sekedar mimpi...”
Cuplikan hal 102
Dan ketika itu sudah banyak waktu yang terbuang. Dan waktu mereka kembali kesitu, ruangan itu sudah dilalap api.
“Masih ada satu orang didalam. Tapi dia tidak mau ikut” teriak Dr. Okura, ada perasaan pilu pada suaranya.
“Semua yang bisa kau kerjakan telah kau kerjakan,” kataku “Itu sama sekali bukan kesalahanmu.”
Universitas Sumatera Utara
Cuplikan hal 121
Namun wajah kedua orang itu memperlihatkan kepedihan yang amat sangat. Mereka merasa bertanggung jawab atas kematian orang itu. Dan mereka
menyaksikan api yang melalap ruangan tempat lelaki itu dengan perasaan tak
berdaya. Analisis:
Dari beberapa cuplikan diatas, terdapat tanda yang menggambarkan kondisi hubungan sosial yang masih terjalin cukup baik walaupun dengan situasi
yang sangat kacau. Perasaan senasib telah mempersatukan para korban yang selamat yang berkumpul untuk membentuk sebuah regu penyelamat. Mereka
masih menunggu sahabat-sahabat mereka dengan harapan sahabat-sahabat mereka itu masih hidup. Harapan ini juga terlihat ketika mereka menemukan tulang
belulang yang diduga adalah suster Tsujita. Kenangan semasa hidupnya pun membuat mereka sedih. Rasa tidak percaya terlihat disini. Nagai terus berfikir
kalau hal yang mereka alami itu semua hanya mimpi. Kondisi sosial sewaktu penyelamatan juga tergambar dari cuplikan diatas, betapa penyesalan yang
dirasakan Dr, Okura ketika hendaak menyelamatkan seseorang dari sebuah ruangan tetapi ternyata ruangan itu telah dilalap api. Rasa bersalah dan penyesalan
jelas tergambar dari raut muka Dr. Okura seakan-akan dia bertanggung jawab atas kematian orang tersebut. Nagai berusaha menenangkan Dr. Okura dengan
menjelaskan bahwa semua itu bukan kesalahannya. Semua yang bisa dilakukan Dr. Okura telah dilakukannya. Jadi tidak ada alasan untuk merasa bersalah atas
kematian orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Kubaca pamflet itu buat pertama kalinya, aku terperangah. Kubaca untuk kedua kalinya, aku merasa mereka memperbodoh kami. Setelah kubaca untuk
yang ketiga kalinya, aku merasa marah atas kekurangajaran mereka. Tapi setelah kubaca untuk yang keempat kalinya pendapatku berubah; berfikir itu usul yang
cukup beralasan. Dan ketika kubaca unutk yang kelima kalinya, aku tahu bahwa ini bukanlah propaganda kosong, tapi sebuah kenyataan yang pahit.
Cuplikan hal 139
Menyadari bahwa satu bom atom lagi akan memusnahkan kami semua, setiap kali kami mendengar bunyi pesawat terbang betapapun jauhnya kami
langsung lari terbirit-birit menuju lubang perlindungan. Semangat kami telah hancur berantakan.
Cuplikan hal 144
Yamashita-san dan keempat temannya kami kuburkan. Mustahil rasanya mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman kami yang berharga ini dengan
cara sesederhana itu, tanpa upacara apa-apa. Semacam nisan kecil kami buat dari kayu dan kami tulisi dengan pensil, lalu kami letakkan diatas kuburan mereka.
Bunga-bunga sudah tidak ada untuk menghiasainya. Cuplikan hal 170
Satu persatu anggota regu penolong kami jatuh terbaring di tempat tidur, sakit dan tak berdaya lagi. Luka-luka akibat bom atom, terlalu banyak bekerja dan
kurang makan semuanya telah menyebabkan sakit kami lebih parah. Butir darah putih Profesor fuse hanya separo dari normal. Moriuchi menderita wazir pula.
Universitas Sumatera Utara
Rambut kepala perawat rontok. Yang jatuh sakit ini tentu tak bisa menjalankan tugas dan terbaring di tempat tidur kesakitan.
Sementara itu teman-teman yang masih bisa bekerja, malam hari sepulangnya dari desa-desa yang mereka kunjungi harus pula merawat mereka
yang sakit, dan subuhnya sudah harus bernagkat pula ke desa-desa, menolong para korban. Mereka mangunjungi rumah-demi rumah, berjalan tertaih-tatih dibawah
sinar matahari yang terik.
Analisis :
Cuplikan diatas menggembarkan kondisi sosial pasca serangan bom atom. Pamflet yang disebarkan tentara Amerika pasca dijatuhkannya bom atom
membuat Nagi berfikir. Setelah membaca berulang kali barulah Nagai menyadari bahwa berita yang tertulis di pamflet itu bukanlah propaganda kosong. Itu adalah
sebuah kenyataan yang sangat pahit. Teman teman mereka yang mereka sayangi telah meninggal. Tetapi mereka tetap menghormatinya dengan sederhana. Sebuah
nisan kayu, dan nama yang dibuat dengan pensil tanpa bunga-bunga. Semakin hari kondisi regu penyelamat yang juga merupakan korban dari bom atom semakin
memburuk. Hal ini dikarenakan penyakit akibat radiasi mulai tampak tanda- tandanya. Kelelahan, kurang istirahat dan kurang tidur membuat penderitaan
mereka semakin parah. Sementara orang-orang yang masih sehat dan bisa bekerja terpaksa harus memforsir tenaga mereka. Jika subuh mereka sudah berangkat ke
desa-desa untuk menolong korban, malam harinya harus menjaga dan merawat teman-teman mereka yang sakit
Universitas Sumatera Utara
3.2. Semagat Untuk Lingkungan Orang-orang di Sekitarnya