2.3. Defenisi Sosiologi dan Semiotika Sastra
Sosiologi sastra berasal dari dua kata, yaitu sosiologi dan sastra. Sosiologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar
manusia dalam masyarakat. Sedangakan sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar. Namun lebih spesifik lagi setelah sastra terbentuk menjadi kata jadian,
yaitu kesusastraan, yang artinya kumpulan hasil karya sastra yang baik Ratna, 2003 : 1.
Sejumlah defenisi tentang sosiologi sastra banyak dikemukakan oleh para ahli, salah satunya yaitu pemahaman terhadap totalitas karya sastra yang disertai
dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung didalamnya. Dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan tersebut, maka sosiologi sastra
juga disebut dengan sosiokritik sastra. Tujuan sosiologi sastra yaitu meningkatkan pemahaman terhadap sastra dan kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan
bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan, mengingat banyaknya karya sastra yang disajikan imajinatif. Dengan menggabungkan dua disiplin yang
berbeda, sosiologi dan sastra secara harfiah ditopang oleh dua teori yang berbeda, yaitu teori-teori sosiologi dan teori-teori sastra. Teori-teori sosiologi yang dapat
menopang analisis sosiologis adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial.
Studi sosiologis didasarkan atas pengertian bahwa fakta kultural dalam masyarakat lahir dan berkembang dalam kondisi tertentu. Melalui medium bahasa,
sastra secara terus-menerus menelusuri proses pemahaman sehingga menghasilkan fakta. Dalam analisis sosiologis diberikan perhatian yang besar
Universitas Sumatera Utara
terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat tertentu. Sebagai timbal balik, karya sastra juga mampu memberikan masukan dan manfaat
terhadap struktur sosial yang menghasilkanya, dalam hal ini masyarakat yang menjadi pokok sosiologi sastra.
Roucek Warren dalam Soekamto 2000:20 mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dan kelompok-
kelompok. Objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari hubungan antar manusia dan proses itu timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat.
Adapun wilayah sosiologi sastra cukup luas, Wellek dan Warren dalam geocities, 1993 : 111 membagi tiga klasifikasi wilayah sosiologi menjadi tiga
yaitu: 1.
Sosiologi Pengarang yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, lain-lain yang menyangkut pengarang.
2. Sosiologi Karya Sastra yakni mempermasalahkan tentang suatu karya
sastra. Yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak
disampaikan. 3.
Sosiologi Sastra yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
Menurut Nyoman 2004 : 60 dasar filosofis pendekatan sosiologi sastra adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dan masyarakat. Hubungan-
hubungan itu disebabkan oleh; a.
Karya sastra dihasilkan oleh pengarang,
Universitas Sumatera Utara
b. Pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat,
c. Pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada di dalam masyarakat
hasil karya itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Teori sosiologi sastra bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan
pencerminan kehidupan masyarakat. Telaah sastra berfokus pada segi-segi sosial kemasyarakatan yang terdapat dalam suatu karya sastra dan juga mempersoalkan
segi-segi yang menunjang pembinaan dan peningkatan pengembangan dalam tata cara kehidupan.
Menurut pendekatan sosiologis sastra, karya sastra dilihat dari hubungannya dengan kenyataan. Sejauh mana karya sastra itu mencerminkan
kenyataan, kenyataan disini mengandung arti yang cukup luas. yaitu segala sesuatu yang berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Sastra
menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri yang sebahagian besar terdiri dari kenyataan sosial.
Semiotika adalah ilmu bahasa, ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari kata yunani yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotika secara istilah adalah ilmu
yang secara sistematik mempelajari tanda, lambang-lambang, sistem lambang, dan proses perlambangan Jaan Van Luxemburg 1986 : 44. Segala sesuatu dapat
menjadi tanda. Tanda terdapat dimana-mana misalnya kata adalah tanda, demikian juga gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya
sastra, struktur film, bangunan, atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Ahli tentang semiotika modern yang sangat terkenal yaitu Charles Sanders
Pierce dan Ferdinand de Saussure.
Universitas Sumatera Utara
Sastra sebagai seni kreatif menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya maka sastra tidak saja merupakan suatu tanda media untuk
menyampaikan ide, teori atau sistem berfikir manusia. Tetapi juga media untuk menampung ide, tori dan sistem berfikir manusia itu sendiri.
Sastra juga merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
mediumnya Atar Semi 1993:8. Berbeda dengan seni lainnya seperti seni lukis yang mediumnya netral dan belum mempunyai arti, sedangkan sastra mediumnya
bahasa, sudah mempunyai arti, mampunyai sistem dan mempunyai konvensi. Dalam sastra banyak bentuk-bentuk karya sastra misalnya prosa, puisi dan
drama. Karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi- konvensi sendiri, untuk itu dalam menganalisis karya sastra harus mempunyai arti
bahasa dan sistim tanda. Pada dasarnya konvensi-konvensi yang berlaku dalam masyarakat pemakai bahasa merupakan prinsip penandaan.
Pemahaman makna sebuah karya sastra dapat diinterpretasikan melalui tanda. Hal tersebut didasarkan kenyataan bahwa bahasa adalah sistem tanda atau
sign. Olehkarena itu bahasa adalah sistim tanda untuk memahami konsep makna dalam karya sastra. Seorang penelaah atau pembaca harus menguasai tanda-tanda,
lambang-lambang, sistem lambang dan proses perlambangan yang ada pada bahasa tersebut.
Dalam hal ini bukan berarti bahasa saja yang dapat diartikan sebagai tanda. Melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini. Jadi tanda itu dapat
Universitas Sumatera Utara
diinterpretasikan dalam berbagai hal seperti pengalaman, pikiran, perasaan, maupun konsep-konsep khusus tentang budaya, seni dan sastra.
Bahasa adalah tanda. Karena dalam bahasa terdapat kata, kalimat dan teks yang merupakan tanda-tanda bahasa. Oleh karena itu, sastra identik dengan teks.
Teks sastra secara keseluruhan merupakan legisign tanda atas dasar sebuah konvensi atau sebuah kode.
Untuk memahami teks sebuah karya sastra diperlukan suatu telaah semiotika sebagai salah satu ilmu tentang tanda yang dapat dijadikan pendekatan
dalam telaah sastra. Pendekatan semiotika dalam sastara dikenal dengan istilah semiotika satra. Semiotika sastra bukanlah suatu aliran dan bukanlah suatu ilmu
yang hanya mempelajari bahasa alami yang dipakai dalam sastra, tetapi juga sistim-sistim tanda lainnya untuk menemukan kode-kode dalam teks sebuah karya
sastra Jaan Van Luxemburg 1986 : 44 - 45. Semiotika sastra lebih mengarah pada cara-cara untuk membedakan tanda-
tanda sastra dengan tanda tipe-tipe wacana lain yang memandang kesusasteraan sebagai kegiatan yang mempersoalkan tipe-tipe yang lain.
Hoed dalam Nurgiantoro 1995 : 40 berpendapat bahwa semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah suatu yang
mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, fikiran, perasaan gagasan dan lain-lain. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan,
gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian, karya seni, sastra lukis, patung, film, tari, musik dan lain-lain yang
berada disekitar kehidupan kita. Menurut Eco dalam Faruq 1999:44 secara
Universitas Sumatera Utara
general semiotika dapat didefenisikan sebagai ilmu yang memepelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda.
Teori Saussure dalam Nrgiantoro 1995 : 39 berpendapat bahwa bahasa merupakan sebuah sistim tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu
yang lain yang disebut makna. Dalam bahasa diinterpretasikan sebagai makna terdapat nilai sosiologis yang bertitik pangkal dalam kehidupan masyarakat pada
umumnya. Dapat disimpulkan bahwa dalam menginterpretasikan sebuah karya sastra
dapat dilakukan melalui tanda-tanda yang terdapat dalam teks sastra tersebut. Hal ini berarti, apabila ingin melihat budaya yang terdapat didalam sebuah teks karya
sastra, dapat diinterpretasikan dengan cara memahami konsep dasar tentang budaya yang ingin diambil. Kemudian, menghubungkan konsep tersebut dengan
bagian-bagian teks yang menjadi tanda yang memiliki sifat indeksikal. Jadi, unsur budaya yang terdapat dalam karya sastra dapat dijadikan sebagai tanda untuk
diinterpretasikan dengan mengambil bagian-bagian teks dalam karya sastra tersebut.
2.4. Biografi Takshi Nagai