BAB IV
PEMEKARAN KELURAHAN PERDAGANGAN I MENJADI KELURAHAN PERDAGANGAN I DAN
KELURAHAN PERDAGANGAN III
4.1 Faktor-Faktor Pendukung Pemekaran Kelurahan Perdagangan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam beberapa daerah yang besar dan kecil. Pembagian daerah tersebut disesuaikan dengan susunan
pemerintahannya yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-
hak asal-usul daerah-daerah yang istimewa. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 18 diterangkan bahwa daerah Indonesia akan dibagi ke dalam beberapa daerah propinsi.
Daerah propinsi akan dibagi pula ke dalam beberapa daerah yang lebih kecil lagi. Daerah-daerah ini dapat bersifat otonom atau bersifat daerah administratif, sesuai
dengan aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang. Sebagai realisasi dari pelaksanaan pasal 18 UUD 1945 tersebut, telah dibuat
Undang-Undang yang mengatur tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974
27
27
Sebelum Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 lahir, telah ada Undang-Undang sejenis yang membahas tentang pemerintahan di daerah: UU No.22 tahun 1948, UU No.18 tahun 1965.
. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 dalam penjelasannya umumnya menyebutkan bahwa: Undang-Undang ini disebutkan
Undang-Undang mengenai pokok-pokok pemerintahan di daerah, oleh karena dalam Undang-Undang ini diatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi tugas Pemerintahan Pusat di daerah, artinya dalam Undang-Undang ini diatur pokok-pokok penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan azas Desentralisasi,
azas Dekonsentralisasi, azas Tugas Pembantuan di daerah. Untuk mempermudah kita dalam memahami prosedur pembentukan serta
sistem kerja pada tingkat Kecamatan, maka alangkah baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan ketiga azas tersebut di atas:
a. Azas Desentralisasi
Azas Desentralisasi adalah azas dimana urusan-urusan yang telah diserahkan kepada kepala daerah dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi pada dasarnya
menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa sepenuhnya diserahkan kepada daerah sepenuhnya, baik yang menyangkut
penentuan kebijakan, perencanaan, maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaanya. Demikian pula perangkat pelaksanaannya adalah perangkat daerah
itu sendiri. b.
Azas Dekonsentrasi Azas Dekonsentrasi adalah azas yang oleh karena tidak sama urusan
pemerintahan dapat diserahkan kepada daerah menurut azas desentralisasi, maka penyelenggaran berbagi urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh perangkat
pemerintahan di daerah berdasarkan azas dekonsentralisasi. Urusan-urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut azas
dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat baik mengenai
perencanaan, pelaksanaannya, maupun pembiayaanya. Unsur pelaksananya adalah terutama instansi-instansi vertikal yang dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam
kedudukannya selaku perangkat pemerintah pusat, tetapi kebijakan terhadap pelaksanaan urusan dekonsentrasi tersebut sepenuhnya oleh pemerintah pusat.
c. Azas Tugas Pembantuan
Azas tugas pembantuan maksudnya adalah bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Jadi
beberapa urusan pemerintahan masih tetap merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintahan pusat. Akan tetapi adalah berat sekali bagi pemerintah pusat
untuk menyelenggarakan seluruh urusan pemerintahan pusat di daerah yang masih menjadi wewenang dan tanggung jawabnya itu atas dasar dekonsentrasi, mengingat
terbatasnya kemampuan perangkat pemerintah pusat di daerah. Dan juga ditinjau dari dayaguna dan hasilguna adalah kurang dapat dipertanggung jawabkan apabila semua
urusan pemerintah pusat di daerah harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya di daerah karena hal tersebut akan membutuhkan tenaga dan biaya yang sangat besar
jumlahnya. Lagi pula, mengingat sifatnya, berbagai urusan sulit untuk dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ikut sertanya pemerintah daerah yang bersangkutan.
Melihat uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa azas yang melatar belakanngi dibentuknya sebuah kelurahan Perdagangan III adalah azas desentralisasi.
Yang mana dalam azas ini, dijelaskan bahwa pemerintahan yang telah diserahkan oleh pemerintah kepada daerah adalah wewenang dan tanggung jawab daerah
sepenuhnya, baik menyangkut penentuan kebijakan, perencanaan, maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaannya, termasuk pula perangkat pelaksanaannya
adalah perangkat daerah itu sendiri. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa azas dekonsentrasi dan azas Tugas Pembantuan masih diperlukan.
Beranjak dari undang-Undang Nomor 5 tahun 1974, bahwa sebuah pemekaran harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, maka untuk tertib dan lancarnya
penyelenggaraan pemerintahan dibentuklah Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri. Pembentukan Kelurahan Perdagangan III berawal dari adanya hibah
wilayah yang diberikan oleh Perkebunan Bah Lias seluas 250 Ha kepada pemerintah kabupaten melalui pemerintah kecamatan Bandar pada tahun 1994.
28
Untuk menjaga kestabilan pemerintahan dan kolektivitas dari pemerintahan Kota Perdagangan maka dimusyawarahkan agar wilayah Kota Perdagangan kembali
dimekarkan. Hasilnya, disepakati bahwa wilayah kota tersebut dibagi menjadi 2 dua. Adapun inspirasi masyarakat Perdagangan yang mendukung adanya
pemekaran dikarenakan merasakan dampak yakni semakin lamanya bila masyarakat melakukan pengurusan di kantor kelurahan. Hal ini disebabkan oleh semakin
banyaknya penduduk di Kelurahan Perdagangan I. Kedua, bahwa dalam rangka menghadapi perkembangan situasi, kondisi, dan pertimbangan aspek pelayanan
administrasi pemerintah dan pembangunan yang sesuai dengan norma-norma dan prinsip demokrasi, sesuai dengan peraturan Undang-Undang tahun 1982 yang
merupakan perubahan dari Undang-Undang terdahulunya yakni Undang-Undang Dengan adanya
hibah wilayah ini maka pihak pemerintah Kota Perdagangan secara otomatis dapat melakukan perluasan wilayah pemerintahan.
28
Wawancara, Iskandar Efendi, 26 Januari 2011, Di Kantor Kelurahan Perdagangan I
No.5 tahun 1974 yang kemudian dibentuk kembali Undang-Undang No.22 tahun 1999, bahwa untuk wilayah administratif kota harus berbentuk sebuah kelurahan.
Berdasarkan pertimbangan itu, diusulkan kepada pemerintah Kabupaten Simalungun agar dibahas rencana pemekaran tersebut. Akhirnya, pada tanggal 26 Agustus 1999
sesuai dengan hasil pertemuan dengan pemerintah legislatif dan eksekutif menyepakati adanya Kelurahan Perdagangan III dan ditandatangani oleh Zulkarnaen
Damanik selaku bupati Kabupaten Simalungun pada saat itu. Namun surat keputusan ini baru diterbitkan pada tanggal 27 Agustus 2008. Untuk lebih lengkapnya tentang
Surat Keputusan mengenai Pemekaran Kelurahan Perdagangan III dapat dilihat pada lampiran.
4.2 Langkah-Langkah Persiapan Pembentukan Kelurahan Perdagangan III