Analisis Nilai Tambah Tebu Di Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II

(1)

ANALISIS NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA

SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II

SKRIPSI

Oleh : RURI UTHAMI

070304033

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ANALISIS NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA

SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II

SKRIPSI

Oleh : RURI UTHAMI

070304033

Skripsi sebagai syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Ir. Luhut Sihombing, MP) (Dr. Ir. Salmiah, M.Si) NIP. 196510081992031001 NIP. 195702171986032001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

ABSTRAK

RURI UTHAMI (070304033) dengan judul penelitian ANALISIS

NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS.

Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi akibat adanya perlakukan tertentu terhadap komoditi tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah adalah melalui proses pengolahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir, serta mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu sehingga menjadi gula. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Pabrik Gula Sei Semayang merupakan salah satu sentra pabrik gula yang ada di Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel untuk pengolahan tahu digunakan metode Purposive Area Sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses pengolahan yang dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang terdiri dari 7 tahapan yaitu proses pencacahan tebu, proses penggilingan, proses pemurnian, proses penguapan, proses pemasakan, proses pemutaran, dan proses penyelesaian; nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu menjadi gula adalah tinggi.


(4)

RIWAYAT HIDUP

RURI UTHAMI, dilahirkan di Medan pada tanggal 06 Januari 1989 dari ayahanda Abdul Murad dan ibunda Almh. Syamsiah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Sultan Iskandar Muda Medan tahun 2001, SMP Negeri 1 Medan tahun 2004, SMA Negeri 1 Medan tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Bangun Sari Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara pada Bulan Juni 2011.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmad, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP., selaku ketua komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Tak lupa pula ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS., selaku anggota komisi pembimbing, yang juga banyak memberi semangat, dorongan, dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah MS. dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara, M.Ec, selaku ketua dan sekretaris program studi Agribisnis FP USU

2. Seluruh staff pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis

3. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian ini dan turut serta membantu penulis dalam memperoleh data yang diperlukan.


(6)

Segala hormat dan terima kasih penulis ucapkan kepada Kakak Elisa Wulandari, S.Sos., dan Adek ZoelVikri, yang terus memberi dukungan dan semangat kepada penulis untuk terus berkarya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua rekan mahasiswa khususnya SEP`07 yang tak dapat disebutkan satu persatu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2011

P e n u l i s


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN ... KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

1.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1. Tinjauan Agronomis ... 7

2.1.2. Tinjauan Pengolahan Tebu... 9

2.2. Landasan Teori ... 13

2.3. Kerangka Pemikiran ... 19

2.4. Hipotesis Penelitian ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 23

1.3. Metode Penentuan Daerah Penelitian... 23

1.4. Metode Pengambilan Sampel ... 23

1.5. Metode Pengumpulan Data ... 23

1.6. Metode Analisis Data ... 24

1.7. Defenisi dan Batasan Operasional ... 25

3.5.1. Defenisi ... 25

3.5.2. Batasan Operasional ... 27

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 28

4.1. Profil PT. Perkebunan Nusantara II ... 28

4.1.1. Jenis Komoditi PT. Perkebunan Nusantara II ... 31

4.2. Profil Singkat PG. Sei Semayang... 32

4.2.1. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... 33

4.2.2. Struktur Organisasi ... 34


(8)

4.2.4. Letak Geografis ... 37

4.3. Karakteristik Sampel ... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

5.1. Proses Pengolahan Tebu ... 39

Proses Pencacahan Tebu ... 41

Proses Penggilingan ... 42

Proses Pemurnian ... 43

Proses Penguapan ... 46

Proses Pemasakan ... 48

Proses Pemutaran ... 49

Proses Penyelesaian ... 50

Gula ... 50

5.2. Nilai Tambah Yang Diperoleh Dari Pengolahan Tebu ... 53

Input, Output dan Harga ... 55

Pendapatan ... 57

Balas Jasa Untuk Faktor Produksi ... 59

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 61

6.1. Kesimpulan ... 61

6.2. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Perhitungan Nilai Tambah menggunakan Metode Hayami ... 25

2. Jenis Komoditi dan Luas Areal Tanaman Perkebunan ... 31

3. Perhitungan Nilai Tambah Pengolahan Tebu ... 54


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal. 1. Skema Kerangka Pemikiran... 21 2. Struktur Organisasi PG. Sei Semayang ... 36 3. Skema Proses Pengolahan Tebu Sampai Kepada Produk Akhir ... 40


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab ... 76

2. Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) ... 84

3. Biaya Tambahan Pengolahan Tebu ... 85

4. Gambar Proses Pengolahan Tebu Menjadi Produk Akhir ... 87

5. Bagan Alur Pabrik... 90

6. Jumlah Output/Hasil Produksi Gula (Kg) ... 92


(12)

ABSTRAK

RURI UTHAMI (070304033) dengan judul penelitian ANALISIS

NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS.

Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi akibat adanya perlakukan tertentu terhadap komoditi tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah adalah melalui proses pengolahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir, serta mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu sehingga menjadi gula. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Pabrik Gula Sei Semayang merupakan salah satu sentra pabrik gula yang ada di Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel untuk pengolahan tahu digunakan metode Purposive Area Sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses pengolahan yang dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang terdiri dari 7 tahapan yaitu proses pencacahan tebu, proses penggilingan, proses pemurnian, proses penguapan, proses pemasakan, proses pemutaran, dan proses penyelesaian; nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu menjadi gula adalah tinggi.


(13)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkebunan merupakan sistem perekonomian pertanian komersil yang bercorak kolonial. Sistem Perkebunan ini dibawa oleh perusahaan kapitalis asing (pada zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa. Perkebunan merupakan bagian dari sistem perekonomian pertanian komersil yang diwujudkan dalam bentuk usaha pertanian tanaman komersil dalam skala besar dan kompleks yang bersifat padat modal, menggunakan lahan yang luas, memiliki organisasi tenaga kerja yang besar dengan pembagian kerja yang rinci, menggunakan teknologi modern, spesialisasi, sistem administrasi dan birokrasi serta pemasaran yang baik (Pahan, 2008).

Ada beberapa jenis tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan di Indonesia yang terbagi atas tanaman semusim dan tanaman tahunan. Salah satu tanaman perkebunan semusim yang dibudidayakan terus-menerus sampai sekarang adalah tanaman tebu. Salah satu perkebunan Negara yang membudidayakan tanaman tebu adalah PT. Perkebunan Nusantara II.

Tebu merupakan bahan baku dalam proses pengolahan pembuatan gula. Untuk itu, pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi rendahnya produksi gula di Indonesia. Adapun alasan pemerintah untuk memperhatikan perkebunan tebu adalah karena pertambahan jumlah permintaan akan gula semakin meningkat, pendapatan penduduk yang rendah akibat


(14)

kurangnya lapangan pekerjaan serta pola konsumsi masyarakat berubah dengan semakin membutuhkan gula.

Usaha pemerintah tersebut sangatlah wajar dan tidak berlebihan mengingat dulu Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai pengekspor gula sebelum perang. Sehingga PT. Perkebunan Nusantara II masih menanam tebu guna kebutuhan untuk masyarakat dan untuk mengurangi impor gula di Indonesia.

Perkebunan tebu dan pabrik gula merupakan tindakan yang mendapat perhatian besar dari pemerintah saat ini. Dengan demikian, pabrik gula diharapkan dapat mewujudkan beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah secara nasional yaitu :

1. Meningkatkan produktivitas, dalam rangka pemenuhan kebutuhan gula nasional

2. Meningkatkan pendapatan petani tebu

3. Menjadikan petani sebagai tuan di tanahnya sendiri (Prabowo, 1992).

Agroindustri merupakan proses pengolahan komoditi pertanian yang diolah menjadi bahan jadi, seperti adanya proses pengolahan tebu menjadi gula. Proses pengolahan ini dilakukan di salah satu pabrik gula di Sumatera Utara yaitu Pabrik Gula Sei Semayang. Dengan adanya proses pengolahan tersebut maka akan memberikan nilai tambah. Nilai tambah diperoleh karena adanya perubahan nilai yang terjadi dari bahan mentah menjadi barang jadi.

Gula merupakan hasil produk olahan dari proses pengolahan yang dilakukan. Karena Indonesia telah melakukan impor terhadap produk gula, maka nilai


(15)

tambah yang diperoleh dari pengolahan gula dapat dikatakan rendah. Hal ini disebabkan karena Indonesia belum mampu untuk meningkatkan produksi gula dalam memenuhi kebutuhan warga negara akan gula. Dalam hal ini, peneliti hendak meneliti mengenai nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan tersebut di salah satu pabrik gula yaitu Pabrik Gula Sei Semayang.

Tanaman tebu telah masak panen bila kadar gula (rendemen) di dalam nira yang terkandung di batangan telah mencapai tingkat tertentu. Pada perusahaan gula besar seperti milik PT. Perkebunan dan perkebunan swasta, penentuan kemasakan tebu dilakukan dengan melaksanakan analisis pendahuluan untuk mengetahui kadar gula dan harkat kemurnian gulanya. Tebu yang telah masak panen tersebut

akan diolah menjadi gula dan produk sampingan lainnya (Setyamidjaja dan Husaini 1992).

Menurut Setyohadi (2006), pada prinsipnya proses pengolahan tebu menjadi gula baik secara tradisional maupun pabrik mengikuti tahapan-tahapan yaitu panen batang tebu, pembersihan (daun, akar, tanah), penimbangan, penggilingan, penjernihan, pemanasan, pendinginan, pencetakan atau kristalisasi, pengemasan, dan penyimpanan. Proses pengolahan tebu menjadi gula ini dilakukan untuk memberikan nilai tambah.

Pengolahan tebu hingga menjadi gula merupakan pengolahan yang dilakukan untuk memperoleh nilai tambah. Nilai tambah yang terjadi akibat dari pengolahan ini dapat berupa nilai guna tempat, nilai guna bentuk, nilai guna waktu dan nilai guna kepemilikan. Akibat adanya nilai guna ini menimbulkan konsekuensi tambahan ongkos yang harus dibayar oleh konsumen. Hal ini disebabkan karena


(16)

produk hasil olahan mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan nilai produk pertanian itu sendiri.

Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Kini, Indonesia merupakan salah satu importir gula terbesar di dunia dengan volume impor rata-rata sekitar 1,5 juta ton pada dekade terakhir. Hal ini dikarenakan pabrik gula yang ada di Indonesia cenderung menurun. Di Sumatera Utara hanya memiliki dua pabrik gula yang masih beroperasi, yaitu Pabrik Gula Sei Semayang dan Pabrik Gula Kuala Madu. Dalam hal ini, peneliti melakukan penelitian di Pabrik Gula Sei Semayang.

Membanjirnya gula impor di pasar domestik tidak hanya disebabkan oleh ketidakefisienan pabrik gula di Indonesia, tetapi juga oleh pasar gula dunia yang bersifat distortif. Sebagian besar gula dunia saat ini diperdagangkan dengan sistem kuota atau preferential treatment. Akibatnya, harga gula residual market tersebut cenderung rendah dan sangat fluktuatif, khususnya bila negara-negara produsen besar masuk ke pasar (Hutabarat dkk, 2001).

Di dalam kehidupan sehari-hari gula sangat penting sekali, bahkan gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan di Indonesia. Kebutuhan gula dari tahun ke tahun semakin meningkat terus-menerus, yaitu seiring dengan pesatnya pertambahan penduduk sampai sekarang ini. Nampaknya masalah yang dihadapi Indonesia saat ini adalah kekurangan produksi gula yang diakibatkan oleh kesulitan ekonomi maupun teknologi, sehingga sebagian gula masih harus di impor dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.


(17)

Pabrik Gula Sei Semayang merupakan salah satu pabrik gula yang mengolah pengolahan tebu menjadi gula. Pabrik gula tersebut belum mampu mendukung Indonesia untuk melakukan swasembada gula. Hal ini disebabkan karena pabrik gula yang ada tidak mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah sehingga dapat menyebabkan produksi gula yang diperoleh terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan pertambahan penduduk yang semakin bertambah. Dengan demikian, peneliti ingin melakukan penelitian di Pabrik Gula Sei Semayang guna untuk melihat proses pengolahan yang dilakukan di daerah penelitian.

Berdasarkan alasan-alasan dan latar belakang diatas, penulis melakukan penelitian mengenai analisis nilai tambah tebu di Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II.

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu diteliti adalah :

a. Bagaimana proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir ?

b. Berapa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu sehingga menjadi gula ?


(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir. b. Untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan

tebu sehingga menjadi gula.

1.4.Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

a. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang mengusahakan tanaman tebu dalam mengembangkan usahataninya.

b. Bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik pihak akademis dan non-akademis


(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2..1.1. Tinjauan Agronomis

Tanaman tebu tidak asing lagi bagi kita, karena telah lama ada di negeri ini. Di lingkungan Internasional tanaman ini lebih dikenal dengan nama ilmiahnya Saccharum officinarum. Keberadaan tebu di Jawa telah ada sejak 400 tahun sesudah masehi. Perkembangan tebu di Indonesia selanjutnya tidak terlepas dari seluruh perjuangan bangsa. (Tim Penulis, 2000).

Tebu (Saccharum officinarum) termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai ujung batangnya mengandung air gula dengan kadar mencapai 20%. Air gula inilah yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir. Disamping itu, tebu juga dapat menjadi bahan baku pembuatan gula merah (Setyamidjaja dan Husaini, 1992).

Sesuai dengan daerah asalnya tebu sebagai tanaman tropis, maka tanaman tebu dapat tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditanam di daerah subtropis sampai garis isotern 20°C yaitu pada kawasan yang berada di antara 39° Lintang Utara dan 35° Lintang Selatan. Pertumbuhan tebu yang optimum dapat dicapai pada suhu 24°C - 30°C (Setyamidjaja dan Husaini, 1992).

Sebagai tanaman berbiji tunggal, tebu berakar serabut. Akar ini keluar dari lingkaran-lingkaran akar di bagian pangkal batang. Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tanaman yang


(20)

tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih dan berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya. Sedangkan daun tebu merupakan daun yang tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah dan helaian daun tanpa tangkai daun (Tim Penulis, 2000).

Tanaman tebu dapat ditanam pada tanah dengan sifat fisik yang berat maupun ringan, tanah vulkanik maupun tanah pasir. Tanah alluvial berat sampai agak berat dengan kandungan kapur yang cukup lebih baik untuk ditanami tebu dibandingkan dengan tanah pasir yang ringan. Walaupun demikian, tanaman tebu akan tumbuh lebih baik pada tanah bertekstur lempung berliat, lempung berpasir, dan lempung berdebu (Setyamidjaja dan Husaini, 1992).

Menurut Sutardjo (1996), produktivitas tanaman tebu dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu penggunaan sarana produksi dan teknik budidayanya. Pemupukan sebagai salah satu usaha peningkatan kesuburan tanah, pada jumlah dan kombinasi tertentu dapat menaikkan produksi tebu dan gula. Berdasarkan ini, rekomendasi pemberian macam dan jenis pupuk harus didasarkan pada kebutuhan optimum dan terjadinya unsur hara dalam tanah disertai dengan pelaksanaan pemupukan yang efisien yaitu waktu pemberian dan cara pemberian. Kombinasi jenis dan jumlah pupuk yang digunakan berkaitan erat dengan tingkat produktivitas dan rendemen tebu.

Rendemen tebu merupakan kandungan yang terdapat pada tebu. Dalam prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang tepat. Namun


(21)

sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak baik, hablur yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang. Oleh sebab itu sering terjadi permasalahan dengan cara penentuan rendemen di pabrik. Berbagai kasus yang mencuat dan bahkan menyebabkan konflik antara petani dan pabrik gula adalah karena ketidakjelasan penentuan rendemen (Purwono, 2003).

2.1.2. Tinjauan Pengolahan Tebu

Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tebu ini termasuk jenis rumput-rumputan. Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 10 bulan. Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu. Daun kemudian dipisahkan dari batang tebu, kemudian baru dibawa ke pabrik untuk diproses menjadi gula (Anonimous, 2009).

Tujuan utama pengolahan tebu adalah untuk memperoleh hasil hablur yang tinggi. Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Dalam sistem produksi gula, pembentukan gula terjadi didalam proses metabolisme tanaman. Proses ini terjadi di lapangan (on farm). Pabrik gula sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi gula kristal (Purwono, 2003).

Setelah tebu dipanen dan diangkut ke pabrik, selanjutnya dilakukan pengolahan. Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di pabrik dengan menggunakan peralatan yang sebagian besar bekerja secara otomatis. Beberapa tahap


(22)

pengolahan, yaitu ekstraksi nira, penjernihan, penguapan, kristalisasi, pemisahan kristal, dan pengeringan, pengemasan serta penyimpanan (Tim Penulis, 2000).

Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Anonimus(c), 2010).

Dasar pengolahan gula tebu dalam bentuk kristal atau nama umum gula pasir, prinsipnya memisahkan gula sukrosa dari kotoran-kotoran bukan gula dan air yang untuk selanjutnya dilakukan pengkristalan. Pada umumnya proses pengolahan gula secara pabrik digolongkan menjadi beberapa stasiun yang berturut-turut sebagai berikut pertama stasiun penggilingan, kedua stasiun pemurnian, ketiga stasiun penguapan, keempat stasiun kristalisasi, kelima stasiun putaran dan keenam stasiun penyelesaian. Masing-masing stasiun ini mempunyai fungsi dan tugas tersendiri, namun tetap merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan sehingga harus dipahami berbagai aspek operasionalnya, termasuk pengendalian dan pengawasan prosesnya (Setyohadi, 2006).

Tanaman tebu merupakan salah satu bahan dasar pembuatan gula. Produk olahan pabrikan dalam bentuk gula kristal atau gula putih. Komposisi nira tebu rata-rata mengandung sukrosa (10 - 11%), air (2%), zat lain bukan gula (74 – 76%) dan sabut (14%), ini tergantung jenis tebu (Setyohadi, 2006).

Bahan baku untuk pengolahan gula yang paling umum digunakan adalah batang tanaman tebu. Batang tanaman tebu yang masih segar hampir seluruhnya tersusun


(23)

atas unsur karbon (C), hydrogen (H), dan Oksigen (O). Dari sejumlah itu, kira-kira 75% diantaranya dalam bentuk air (H2O) dan sisanya dalam bentuk bahan kering. Untuk kepentingan pengolahan gula, batang tanaman tebu dianggap tersusun atas nira tebu dan ampas. Tujuan dari pengolahan tebu adalah untuk memisahkan gula atau sukrosa yang terkandung didalam batang tebu atau umbi tanaman bit gula sebanyak-banyaknya ( Tjokroadikoeoerno dan Baktir, 1984).

Bila tebu dipotong, akan terlihat serat-serat dan terdapat cairan yang manis. Serat dan kulit batang biasa disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5% dari bobot tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase 87,5%. Nira terdiri dari air dan bahan kering. Gula merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat dalam bahan kering yang larut dalam nira. Akan tetapi, bahan kering yang larut juga mengandung bahan bukan tebu. Jadi dapat dibayangkan betapa kecilnya persentase gula dalam tebu (Tim Penulis, 2000).

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagai produk makanan tentunya harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan sehingga layak untuk dikonsumsi. Gula yang kita konsumsi sehari-hari adalah gula kristal putih secara internasional disebut sebagai plantation white sugar. GKP dibuat dari tebu yang diolah melalui berbagai tahapan proses, untuk Indonesia kebanyakan menggunakan proses sulfitasi dalam pengolahan gula. Kriteria mutu gula yang berlaku di Indonesia (SNI) saat ini pada dasarnya mengacu pada kriteria lama yang dikenal dengan SHS (Superieure Hoofd Suiker), yang pada perkembangannya kemudian mengalami modifikasi dan terakhir SNI 01-3140-2001/Rev 2005 (Kuswurj, 2009).


(24)

Berikut ini merupakan kriteria uji syarat mutu gula kristal putih menurut SNI-3140-2001/Rev 2005 adalah sebagai berikut :

• Polarisasi menunjukkan kadar sukrosa dalam gula, semakin tinggi polarisasi

semakin tinggi kadar gulanya. Batasan minimal kadar pol adalah 99,5 %.

• Warna kristal dapat dilihat secara langsung dengan mata, secara kualitatif

dengan cara membandingkan dengan standar dapat diketahui tingkat keputihan (whiteness) gula. Penggunaan peralatan (spektrofotometer refleksi) diperlukan untuk pengukuran kuantitatif yang dinyatakan dalam CT (colour type). Semakin tinggi nilai CT semakin putih warna gulanya. Untuk gula GKP kisaran nilai CT sekitar 5 sampai 10. Pada penentuan premi mutu gula warna kristal ini merupakan salah satu tolak ukur utama yang menentukan.

• Warna larutan gula berkisar dari kuning muda (warna muda) sampai kuning

kecoklatan (warna gelap) diukur dengan metode ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis), dinyatakan dalam indeks warna. Semakin besar indeks semakin gelap warna larutan. Batasan maksimal indeks warna untuk GKP adalah 300 iu.

• Besar jenis butir adalah ukuran rata-rata butir kristal gula dinyatakan dalam

milimeter. Persyaratan untuk GKP adalah 0,8 sampai 1,1 mm.

• Kadar SO2 gula produk kita berkisar 5 sampai 20 ppm, ini disebabkan

sebagian besar pabrik gula menggunakan proses sulfitasi, sehingga terdapat residu SO2 seperti pada kisaran tersebut. Adanya residu SO2 menjadi kendala untuk konsumsi industri makanan atau minuman, yang biasanya menuntut


(25)

bebas SO2. Kadar SO2 maksimal yang diperkenankan di Indonesia adalah 30 ppm.

• Kadar air adalah jumlah air (%) yang terdapat dalam gula, biasanya batasan

maksimal 0,1%. Gula yang mengandung kadar air tinggi cepat mengalami penurunan mutu/kerusakan dalam penyimpanan, berubah warna, mencair dan sebagainya.

(Kuswurj, 2009).

2.2. Landasan Teori

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan, nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al., 1987).

Menurut Hayami et al. (1987), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang memperngaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain.


(26)

Perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan suatu produk dapat menggunakan Metode Hayami. Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua, dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah menurtu Hayami dapat diterapkan untul subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran (Suprapto, 2006).

Suatu agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi selain mampu untuk memperoleh keuntungan yang berlanjut. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan merupakan selisih antara nilai komoditas yang mendapat perlakuan pada suatu tahap dengan nilai korbanan yang harus dikeluarkan selama proses produksi terjadi. Nilai tambah yang diperoleh lebih dari 50% maka nilai tambah dikatakan besar dan sebaliknya, nilai tambah yang diperoleh kurang dari 50% maka nilai tambah dikatakan kecil (Sudiyono, 2004).

Distribusi nilai tambah berhubungan erat dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja, dan bahan baku. Bila teknologi padat karya yang dipilih, maka proporsi untuk bagian tenaga kerja yang lebih besar daripada proporsi terhadap keuntungan perusahaan. Apabila padat modal, maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu proporsi untuk bagian tenaga kerja lebih kecil. Besar kecilnya imbalan terhadap tenaga kerja tergantung pada kualitas tenaga kerjanya. Apabila faktor konversi bahan baku terhadap produk akhir berubah, maka yang terjadi adalah adanya perubahan kualitas bahan baku atau perubahan teknologi (Sudiyono, 2004).


(27)

Proses pengolahan hasil pertanian memberikan nilai tambah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan produk pertanian itu sendiri sehingga mampu memberikan kontribusi nilai ekonomis yang tinggi. Dalam beberapa peranan pengolahan hasil baik pengolahan hasil pertanian maupun penunjang dapat meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, mampu menyerap banyaknya tenaga kerja, meningkatkan devisa negara, dan mendorong tumbuhnya industri lain (Soekatawi(b), 1999).

Pengolahan hasil meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan adalah faktor teknis yang meliputi kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja serta faktor non-teknis yang meliputi harga output, upah kerja, harga bahan baku, dan nilai input selain bahan baku dan tenaga kerja. Faktor teknis akan berpengaruh terhadap penentuan harga jual produk, sementara faktor nonteknis akan berpengaruh terhadap faktor konversi dan biaya produksi (Sudiyono, 2004).

Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan sebagai berikut :

1. Meningkatkan nilai tambah

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha ini


(28)

menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri.

2. Kualitas Hasil

Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

3. Penyerapan tenaga kerja

Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.

4. Meningkatkan keterampilan

Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.

5. Peningkatan pendapatan

Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.


(29)

Pada pengolahan hasil pertanian dapat dikatakan juga dengan adanya diversifikasi vertikal yaitu kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan (memasukkan) tambahan kegiatan atau perlakuan terhadap komoditas setelah panen., sehingga para petani/produsen bersangkutan dapat memperoleh nilai tambah dari komoditas yang dihasilkan. Melalui kegiatan ini (penyimpanan, pengeringan, pengolahan, pengangkutan) nilai tambah yang semula dinikmati oleh pihak lain (pengolah, pedagang) sekarang diterima oleh petani produsen bersangkutan, sehingga dengan demikian pendapatan petani dapat ditingkatkan (Suryana, 1990).

Dalam menjalankan suatu usaha pengolahan hasil pertanian dibutuhkan biaya. Biaya ialah pengorbanan-pengorbanan yang mutlak harus diadakan atau harus dikeluarkan agar dapat diperoleh suatu hasil. Untuk menghasilkan suatu barang atau jasa tentu ada bahan baku, tenaga kerja dan jenis pengorbanan lain yang tidak dapat dihindarkan. Tanpa adanya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak akan dapat diperoleh suatu hasil (Wasis, 1992).

Income statement adalah suatu ringkasan dari pendapatan dan pengeluaran untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai alat kontrol untuk alat evaluasi suatu usaha. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya produksi. Untuk memperoleh pendapatan yang tinggi, maka harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah dan sebaliknya (Soekartawi(a), 1995).

Komoditi pertanian dapat juga disebut sebagai barang primer, yang biasanya apabila produksi tinggi maka harga akan turun. Karena harga turun maka pendapatan menjadi berkurang. Apabila agroindustri dikembangkan maka akan


(30)

mendapatkan nilai tambah yang tinggi pula, serta dapat meningkatkan permintaan yang lebih besar dari produk pertanian dan sebaliknya. Tidak hanya bentuk primer yang diminta tetapi juga bentuk sekunder sebagai hasil olahan (Saragih, 2001).

Agroindustri pengolahan tebu menjadi gula merupakan pengolahan hasil produk olahan sehingga agroindustri adalah bagian dari sub-sistem agribisnis. Agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari industri pertanian. Agroindustri pada konteks ini menekankan pada food processing management dalam suatu produk olahan, yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian. Dalam lingkup agroindustri ini digunakan teknologi untuk mampu memberikan

nilai tambah yang relatif tinggi terhadap produk yang dihasilkan (Husodo dkk, 2004).

Sebagai contoh aplikasi peningkatan teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi produk pertanian dapat dilihat pada industri pengolahan. Pemanfaatan teknologi untuk pengolahan dapat dilakukan dengan beberapa tahap yaitu :

1. Tahap primer, yaitu output utama yang dihasilkan dalam proses produksi langsung dinikmati oleh konsumen tanpa adanya pengolahan lebih lanjut.

2. Tahap Sekunder, yaitu produk yang dihasilkan mengalami proses pengolahan tertentu secara tradisional. Pengolahan secara tradisional ini kemudian secara perlahan menjadi lebih maju, kemudian output dari hasil pengolahan itu dikonsumsi.


(31)

3. Tahap tersier, yaitu ketika output yang dihasilkan oleh tahap sekunder diolah dengan proses yang lebih canggih sehingga menghasilkan bahan pangan yang dapat diolah menjadi berbagai macam makanan turunan dari produk tersebut. (Husodo dkk, 2004).

Menurut Soekartawi (1999), nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor teknis yang terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kuantitas bahan baku dan input penyerta serta faktor pasar yang meliputi harga jual output, harga bahan baku, nilai input lain dan upah tenaga kerja.

Peningkatan nilai tambah dari suatu produk agribisnis pada dasarnya tidak terlepas dari aplikasi teknologi yang tepat dan sistem manajemen yang professional. Besarnya nilai tambah yang tergantung dari teknologi digunakan dalam proses produksi dan adanya perlakuan lebih lanjut terhadap produk yang dihasilkan. Suatu perusahaan dengan teknologi yang baik akan menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik pula, sehingga harga produk olahan akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai tambah yang diperoleh (Suryana, 1990).

2.3. Kerangka Pemikiran

Tanaman tebu merupakan salah satu produk pertanian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan gula. Dalam hal ini pengadaan input yaitu jumlah dan kontinuitas tebu, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan mesin dan ketersediaan teknologi sangat diperlukan dalam pembuatan gula.


(32)

Tebu dapat dinikmati dalam bentuk segar dan juga dapat dilakukan proses pengolahan lebih lanjut agar dapat dikonsumsi. Tebu sebagai bahan baku yang diolah akan menimbulkan kegiatan pengolahan tebu yang dilakukan oleh pabrik gula. Pengolahan tebu dapat menghasilkan berbagai macam produk baru yang salah satu hasilnya adalah gula. Kegiatan pengolahan ini memberikan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.

Produksi tebu yang dihasilkan oleh Unit Kebun Sei Semayang ini langsung dikirim ke pabrik gula. Pabrik Gula Sei Semayang merupakan pabrik gula yang mengolah proses pengolahan tebu menjadi gula. Tebu dihasilkan berasal dari produksi sendiri serta tebu rakyat intensifikasi.

Nilai tambah dalam pengolahan tebu menjadi gula ini merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena komoditas tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi. Nilai tambah yang diperoleh merupakan selisih antara nilai komoditas yang mendapat perlakuan pada suatu tahap dengan nilai bahan baku dan input lain yang harus dikeluarkan selama proses produksi terjadi.

Nilai tambah yang dihasilkan dapat memberikan keuntungan yang besar apabila pengolahan yang diberikan dilakukan dengan baik dan menghasilkan suatu produk jadi yang berkualitas baik. Pengolahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang semakin canggih dan modern, serta adanya manajemen dan pemasaran yang baik.

Gula merupakan hasil produk utama yang dihasilkan oleh Pabrik Gula Sei Semayang. Pabrik gula ini telah membantu pemerintah dalam menghasilkan gula


(33)

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat banyak. Dalam hal ini, harga gula harus dapat dicapai oleh semua orang dan berharap masih memberikan keuntungan bagi pabrik gula itu sendiri.

Skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Tebu

Proses Pengolahan

Produk Akhir ( Gula )

Nilai Tambah

Keterangan : : Menyatakan hubungan


(34)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini adalah : 1) Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu menjadi gula cukup tinggi.


(35)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara Purposive atau sengaja (Soehartono, 2004). Dengan mempertimbangkan bahwa daerah ini merupakan salah satu sentra pabrik

gula yang ada di Sumatera Utara, yaitu di Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II.

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini ditetapkan secara Purposive Area Sampling (Sugiyono, 2006). Purposive Area Sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu seperti orang yang ahli di bidangnya. Dengan metode tersebut, maka ditetapkan yang menjadi sampel penelitian ini adalah staff ahli bidang pengolahan di Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden yaitu staff ahli bidang pengolahan di Pabrik Gula Sei Semayang. Data primer yang dibutuhkan seperti mengenai proses pengolahan tebu hingga menjadi gula.

Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga terkait, yaitu Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II, Badan Pusat Statistik (BPS), dan


(36)

literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Data-data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain:

- Data produksi tebu (ton),

- Data hasil olahan produk/gula (ton),

- Data deskripsi wilayah PG. Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II, serta - Data biaya produksi (Rp.).

3.4. Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1 dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu mengenai proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir berupa gula dengan menggunakan data yang diperoleh di daerah penelitian.

Untuk identifikasi masalah 2 mengenai nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu sehingga menjadi gula, maka dianalisis dengan menggunakan Metode Hayami yaitu :


(37)

Tabel 1. Perhitungan Nilai Tambah Dengan Menggunakan Metode Hayami

No Output, Input, Harga Formula

1 Hasil produksi (kg/tahun) A

2 Bahan baku (kg/tahun) B

3 Tenaga kerja (HOK) C

4 Faktor konversi (1 / 2) A / B = M

5 Koefisien tenaga kerja (3 / 2) C / B = N

6 Harga produk (Rp / kg) D

7 Upah rerata (Rp / HOK) E

Pendapatan

8 Harga Bahan Baku (Rp / kg) F

9 Bahan Tambahan (Rp / kg) G

10 Nilai produk (4x6) (Rp / kg) K = M X D

11 a. Nilai tambah (10-8-9) (Rp / kg) L = K - F - G b. Rasio nilai tambah (11a / 10) (%) H = (L / K) % 12 a. Imbalan TK langsung(5x7) (Rp / kg) P = N X E

b. Bagian TK langsung (12a / 11a) (%) Q = (P / L) %

13 a. Keuntungan (11a - 12a) R = L - P

b. Tingkat keuntungan (13a / 11a) (%) I = (R / L) % Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14 Margin (Rp / kg) S = K - F

a. Pendapatan TK langsung 12a/14 (%) T = P / S (%)

b. Bahan Tambahan 9/14 (%) U = G / S (%)

c. Keuntungan Perusahaan 13a/14 (%) V = R / S (%) Sumber: Sudiyono, 2004

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1. Definisi

1. Output adalah jumlah gula yang dihasilkan (Kg).


(38)

3. Tenaga kerja adalah banyaknya Hari Orang Kerja (HOK) yang terlibat langsung dalam satu kali proses produksi.

4. Faktor konversi adalah banyaknya output yang dapat dihasilkan dalam satu satuan input.

5. Koefisien tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan dalam pengolahan.

6. Harga output adalah harga jual produk per satu kilogram (Rp).

7. Upah tenaga kerja adalah upah rata-rata yang diterima tenaga kerja langsung untuk mengolah produk (Rp/HOK).

8. Harga bahan baku adalah harga beli bahan baku tebu (Rp/kg).

9. Bahan tambahan merupakan biaya pemakaian input lain per kilogram produk (Rp).

10.Nilai output menunjukkan nilai output gula yang dihasilkan (Rp).

11.Nilai tambah merupakan selisih nilai output gula dengan nilai bahan baku utama tebu dan sumbangan input lain (Rp).

12.Rasio nilai tambah menunjukkan prosentase nilai tambah dari nilai produk.

13.Pendapatan tenaga kerja langsung adalah hasil kali antara koefisien tenaga kerja dan upah tenaga kerja langsung (Rp/Kg).

14.Bagian tenaga kerja langsung menunjukkan prosentase pendapatan tenaga kerja dari nilai tambah.


(39)

15.Keuntungan adalah nilai tambah dikurangi pendapatan tenaga kerja (Rp).

16.Tingkat keuntungan menunjukkan prosentase keuntungan terhadap nilai tambah.

17.Marjin adalah selisih antara nilai output dengan bahan baku atau besarnya kontribusi pemilik faktor-faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.

18.Pendapatan tenaga kerja langsung adalah prosentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%).

19.Bahan tambahan lain adalah prosentase sumbangan input lain terhadap marjin (%).

20.Keuntungan adalah prosentase keuntungan terhadap marjin (%).

3.5.2. Batasan Operasional

Adapun batasan operasional adalah sebagai berikut :

1. Daerah penelitian dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah staff ahli bidang pengolahan di Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II.

3. Produk akhir yang dihasilkan berupa gula.


(40)

IV. DESKRIPSI WILAYAH

4.1. Profil PT. Perkebunan Nusantara II

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero), disingkat PTPN II, dibentuk berdasarkan PP No. 7 Tahun 1996, tanggal 14 Pebruari 1996. Perusahaan yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan kebun-kebun di Wilayah Sumatera Utara dari eks PTP II dan PTP IX. Selain itu dikembangkan juga tanaman kelapa sawit di wilayah Irian Jaya yaitu di Kabupaten Manokwari dan Jayapura.

Perusahaan Perseroan PT Perkebunan II bergerak dibidang usaha Pertanian dan Perkebunan didirikan dengan Akte Notaris GHS Loemban Tobing, SH No. 12 tanggal 5 April 1976 yang diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54 tanggal 21 Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No. Y.A. 5/43/8 tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam Lembaran Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan kepada Pengadilan Negeri Tingkat I Medan tanggal 19 Pebruari 1977 No. 10/1977/PT. Perseroan Terbatas ini bernama Perusahaan Perseroan (Perseroan) PT Perkebunan II disingkat “PT Perkebunan II" merupakan perubahan bentuk dan gabungan dari PN Perkebunan II dengan PN Perkebunan Sawit Seberang.

Pendirian perusahaan ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1975. Pada tahun 1984 menurut Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang


(41)

Saham, Akte Pendirian tersebut diatas telah dirubah dan diterangkan dalam Akte Notaris Imas Fatimah Nomor 94 tanggal 13 Agustus 1984 yang kemudian diperbaiki dengan Akte Nomor 26 tanggal 8 Maret 1985 dengan persetujuan Menteri Kehakiman Nomor C2-5013-HT.0104 tahun 1985 tanggal 14 Agustus 1985. Sesuai dengan Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham tanggal 20 Desember 1990 Akte tersebut mengalami perubahan kembali dengan Akte Notaris Imas Fatimah Nomor 2 tanggal 1 April 1991 dengan persetujuan Menteri Kehakiman Nomor C2-4939-HT.01.04TH-91 tanggal 20 September 1991.

Pada tanggal 11 Maret 1996 kembali diadakan reorganisasi berdasarkan nilai kerja dimana PT Perkebunan II dan PT Perkebunan IX yang didirikan dengan Akte Notaris GHS. Loemban Tobing, SH Nomor 6 tanggal 1 April 1974 dan sesuai dengan Akte Notaris Ahmad Bajumi, SH Nomor 100 tanggal 18 September 1983 dilebur dan digabungkan menjadi satu dengan nama PT Perkebunan Nusantara II yang dibentuk dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH Nomor 35 tertanggal 11 Maret 1996. Akte pendirian ini kemudian disyahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan Surat Keputusan No. C2.8330.HT.01.01.TH.96 dan diumumkan dalam Berita Negera RI Nomor 81. Pendirian Perusahaan yang merupakan hasil peleburan PTP-II dan PTP-IX berdasarkan Peraturan Pemerintah Ri Nomor 7 tahun 1996. Kemudian pada tanggal 8 Oktober 2002 terjadi perubahan modal dasar perseroan sesuai Akte Notaris Sri Rahayu H. Prastyo, SH.1:34 PM 7/21/2008.

Adapun yang menjadi visi dari PT. Perkebunan Nusantara II adalah turut melaksanakan dan menopang kebijaksanaan serta program pemerintah di bidang


(42)

ekonomi dan pembangunan nasional umumnya dan secara khusus di sub sektor perkebunan dalam arti seluas-luasnya dengan tujuan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Sedangkan misi dari PT. Perkebunan Nusantara II adalah profitisasi melalui pendayagunaan, pengelolaan perusahaan di bidang perkebunan, dengan mengusahakan lima budidaya komoditi unggulan yakni kelapa sawit, karet, kakao, tembakau dan tebu secara efisien, ekonomis sehingga dapat mencapai produk yang memenuhi standard kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen, serta melakukan diversifikasi usaha yang dapat mendukung kinerja perusahaan. Pengelolaan produksi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang berwawasan lingkungan, memiliki daya saing yang kuat, serta meningkatkan kemitraan dengan petani untuk memenuhi pasar dalam dan luar negeri guna kelangsungan usaha dalam mendukung pertanian perkebunan.

Sasaran dari PT. Perkebunan Nusantara II adalah mempertahankan dan meningkatkan sumbangan di bidang perkebunan melalui upaya peningkatan produksi sekaligus mendukung upaya peningkatan ekspor non migas, memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya, memelihara sumber daya alam dan lingkungan, air dan menjaga kesuburan tanah.

Dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan serta mengantisipasi era globalisasi dan ketidak-pastian perekonomian pada tahun-tahun mendatang, perusahaan telah menetapkan berbagai strategi yakni sebagai berikut :


(43)

a. Optimalisasi pemanfaatan lahan dengan mengembangkan 5 budidaya unggulan yakni kelapa sawit, karet, kakao, tebu dan tembakau dengan peningkatan produksi dan produktivitas.

b. Peningkatan kualitas produksi yang mempunyai potensi pasar, serta pengawasan harga pokok produksi yang dapat memberikan profit margin yang lebih baik.

c. Meningkatkan keperdulian terhadap kesejahteraan karyawan dalam rangka untuk meningkatkan kegairahan kerja serta produktivitas kerja. Berupaya ke arah industri hilir yang dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan pihak ketiga (kemitraan) atau berdiri sendiri.

d. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan terhadap sumber daya manusia dalam lingkup teknis melalui pelatihan dan pendidikan.

4.1.1. Jenis Komoditi PT. Perkebunan Nusantara II

PT. Perkebunan Nusantara II merupakan perkebunan milik Negara yang membudidayakan beberapa jenis tanaman semusim dan tahunan. Berikut ini merupakan tanaman perkebunan yang diusahakan oleh PT. Perkebunan Nusantara II adalah :

Tabel 2. Jenis Komoditi dan Luas Areal Tanaman Perkebunan

No. Tanaman Perkebunan Luas Areal (Ha)

1 Kelapa Sawit 61.577

2 Tebu 13.046

3 Karet 11.265

4 Kakao 7.370

5 Tembakau 2.443

Total 95.701


(44)

Selain penanaman komoditi pada areal sendiri + inti, PT.Perkebunan Nusantara II juga mengelola areal Plasma milik petani seluas 25.250 ha untuk tanaman kelapa sawit.

4.2. Profil Singkat PG. Sei Semayang

Berdirinya Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II diawali dengan pendirian perusahaaan Perusahaan Belanda dengan nama N.V Veroning de Deli Maatscnappij (N.V. VDM) pada tanggal 11 Januari 1958. Seluruh Perusahaan bangsa Belanda yang diambil Alih Kepemilikannya termasuk Perusahaan–Perkebunan Belanda berdasarkan Undang-Undang No. 86 tahun 1958 tentang Normalisasi Perusahaan milik Belanda N.V. VDM yang terdiri dari 34 Perusahaan.

Perusahaan Belanda diubah menjadi Perkebunan Negara pada tanggal 28 November 1958 berdasarkan Peraturan Negara Baru Cabang Sumatera Utara melakukan Pengembangan dengan merubah kebun menjadi 30 perkebunan dengan luas areal 101.633 Ha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 143 Tahun 1961, maka pada tanggal 1 Juni 1961, perusahaan perkebunan Sumatera Utara bergerak khusus dalam bidang pengembangan Budidaya tembakau. Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1968, Lembaga Negara No. 23 Tahun 1961, maka perusahaan perkebunan Sumatera Utara I diubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan IX yang terdiri dari 23 Perkebunan dengan luas areal 58.139,75 Ha.

Setelah melakukan penelitian maka dapat memenuhi ketentuan-ketentuan untuk dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan. Karena adanya berbagai


(45)

permasalahan dalam hal pengusahaan tembakau dipasaran serta pemanfaatan tanah secara khusus pada selang waktu penanaman tembakau maka Proyek Pengembangan Industri Gula (PPIG) / Dirjen Perkebunan dilakukan percobaan Penanaman Budidaya Tebu pada tahun 1975 di kebun percobaan yang berlokasi di Tanjung Morawa Batang kuis. Sei Semayang sebelumnya bukanlah termasuk pemetaan tanaman tebu.

Dengan dilakukannya percobaan penanaman tebu diantaranya rotasi tebu, usaha penekanan biaya minimum oleh perusahaan dari segi aktivitas dan manajeman dinilai cukup baik. Sehingga Proyek pengembangan Industri Gula (PPIG) dan Balai Penelitian PTP. IX melihat proposal dan masa depan cerah dengan memanfaatkan tanaman tebu dalam satu proyek gula, maka pada tahun 1978 dilakukan Feasebility Study pada tahun yang sama diperoleh izin prinsip Pembangunan Proyek Gula PTP. IX dan akhirnya pada tahun 1982 didirikannya Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS).

4.2.1. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Pabrik Gula Sei Semayang merupakan industri manufaktur yang memproduksi gula pasir. Bahan baku utama dari produk tersebut adalah tebu yang berasal dari penyedian bahan baku. Perusahaan ini dalam masa operasinya, sering disebut dengan masa giling gula, yaitu apabila bahan baku (tebu) mengalami masa panen yang cukup untuk digiling dalam produksi.

PG. Sei Semayang adalah daerah penghasil gula pertama diluar Pulau Jawa yang mempunyai kantor besar di Jln. Deli No. 4 Medan dan merupakan pabrik penghasil gula terbesar dari unit pabrik yang dimiliki oleh PTPN-II. Sejalan


(46)

dengan pengelompokkan perusahaan Gula Negara, PGSS dikategorikan kedalam golongan D. Pengelompokkan ini berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 559/Keputusan/EEK/10/1977 yang menyertakan gilingan perhari sebagai berikut :

Golongan A Kapasitas Giling 800 – 1200 TCD Golongan B Kapasitas Giling 1200 – 1800 TCD Golongan C Kapasitas Giling 1800 –2700 TCD Golongan D Kapasitas Giling 2700 – 4000 TCD

Pabrik Gula Sei Sei Semayang mempunyai visi dan misi yang akan menjadi pedoman masa depan. Adapun yang menjadi visi-nya adalah mengolah bahan baku tebu menjadi gula SHS dan tetes yang berkualitas baik. Sedangkan misi dari pabrik gula Sei Semayang adalah mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya manusia dan usaha mencapai produksi yang lebih baik.

Sasaran yang ingin dicapai oleh Pabrik Gula Sei Semayang adalah : • Mampu mengolah tebu menjadi gula dengan rendemen 6,38 % • Menghasilkan kualitas pertama gula

• Dapat mengolah dengan kapasitas Ekslusif/inclusif 3400 - 3800 TCD.

4.2.2. Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah susunan wewenang dan tanggung jawab dalam perusahaan dari masing-masing bagian yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kerjasama. Salah satu cara bentuk organisasi yang digunakan perusahaan adalah dengan melihat struktur organisasi perusahaan bersangkutan.


(47)

Melalui suatu struktur organisasi yang baik maka pelaksanaan pekerjaan akan lancar, efektif dan efisien. Bagi setiap perusahaan struktur organisasi yang digunakan tidaklah sama satu dengan lainnya, sebab pada hakekatnya struktur organisasi perusahaan dirancang dengan kondisi kebutuhan, fungsi serta tujuan dari perusahaan tersebut.

Struktur organisasi pada Pabrik Gula Sei Semayang merupakan struktur organisasi garis dan fungsional, dimana wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan pada suatu organisasi dibawahnya dalam suatu bidang kerja. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh seluruh personil yang tercantum pada bagan organisasi di bidang masing-masing sesuai dengan tugasnya. Pekerjaan dilakukan sesuai standart pelaksanaan kerja untuk mencapai target yang telah ditentukan.


(48)

Adapun struktur organisasi Pabrik Gula Sei Semayang terlihat pada gambar 2 dibawah ini :

Manager

Dinas Teknik Dinas Pengolahan Laboratorium TUK/Umum

Boiler Pemurnian Lab. Analisa Timbangan

Gilingan Penguapan Water Treatment Gdg. Hasil

Power/Listrik Masakan U.P.L.C.

Instrument Putaran

Work Shop

Cane Yard

Gambar 2.

Struktur Organisasi PG. Sei Semayang 4.2.3.Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab

Uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab pada Pabrik Gula Sei Semayang dapat dilihat pada Lampiran 3.


(49)

4.2.4. Letak Geografis

Lokasi Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) terletak antara kota Medan dengan Binjai tepatnya di Km. 12,5 dan dari persimpangan Km. 12,5 masuk menuju Desa Mulyo Rejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang sejauh 2500 m.

Pabrik Gula Sei Semayang termasuk berada ditengah-tengah perkebunan tebu dan perbatasan di :

Sebelah selatan : Berbatasan dengan bengkel teknik Sebelah timur : Menuju ke jalan Bulun Cina

Sebelah utara : Daerah penanaman DP (Diversun Penanaman) IV/V Sebelah barat : Terdapat Komplek Perumahan Karyawan

Secara Geografis areal pabrik Sei Semayang terletak diantara 98° Bujur Timur dan diantara garis 3° Lintang Utara. Ketinggian tempat antara 9-125 diatas permukaan laut.

4.3. Karakteristik Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan staff ahli di bidang proses pengolahan tebu menjadi gula. Staff ahli ini merupakan orang yang mengetahui mengenai proses pengolahan tebu menjadi gula dari kegiatan proses awal sampai kepada kegiatan proses akhir. Berikut ini identitas yang merupakan sampel dalam penelitian ini adalah :


(50)

Nama : Tolap Purba Tanggal Lahir : 13 Juni 1962

Umur : 49 tahun

Alamat : Komplek Perumahan Staff Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II Jln. Binjai Km. 12,5 Desa Mulyorejo Kecamatan Sunggal.


(51)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Proses Pengolahan Tebu

Tebu merupakan bahan baku dalam proses pembuatan gula. Tebu dapat dipanen apabila telah mencapai umur ± 1 tahun. Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu. Setelah tebu dipanen dan diangkut ke pabrik, selanjutnya dilakukan pengolahan.

Pabrik gula akan beroperasi apabila tebu yang dipanen cukup dan sesuai dengan kapasitas giling yang telah ditentukan. Pabrik Gula Sei Semayang di desain dengan kapasitas ± 4000 ton/ hari pada masa giling. Pengolahan tebu menjadi gula dilakukan di pabrik dengan menggunakan peralatan/mesin yang sebagian besar bekerja secara otomatis. Proses pengolahan hasil pertanian memberikan nilai tambah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan produk pertanian itu sendiri sehingga mampu memberikan kontribusi nilai ekonomis yang tinggi.

Proses pengolahan yang dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang terdiri dari 7 tahap yaitu pencacahan tebu, penggilingan, pemurnian, penguapan, pemasakan, pemutaran, dan penyelesaian sehingga menghasilkan gula. Berikut ini disajikan skema proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir berupa gula:


(52)

ALIRAN PROSES PEMBUATAN GULA

PENCACAHAN TEBU

AIR IMBISISI PENGGILINGAN Ampas 30-40%

20-24%

Nira mentah

GAS Ca(OH)₂ = 0,15% PEMURNIAN Blotong 4%

SO₂ 0,04%

Nira encer Air injeksi

PENGUAPAN Air kondensat

Nira Kental

PEMASAKAN Air kondensat Stroop

PEMUTARAN

PENYELESAIAN

GULA

Gambar 3.


(53)

Berikut ini merupakan keterangan penjelasan dari skema proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir adalah :

1) Proses Pencacahan Tebu

Proses pencacahan tebu merupakan proses awal dalam pembuatan tebu menjadi gula. Proses ini diawali dengan penggunaan bahan baku yang berupa tebu. Tebu yang akan diolah adalah tebu yang telah masak panen dengan standart kematangan yang cukup. Tebu-tebu tersebut dibawa ke pabrik dengan menggunakan truk pengangkut tebu. Truk-truk tersebut harus ditimbang terlebih dahulu pada saat masuk dan keluar pabrik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berat netto dari tebu tersebut. Tujuan dari proses pencacahan tebu ini adalah agar tebu berbentuk cacahan sehinggga dapat memudahkan proses selanjutnya yaitu proses penggilingan.

Proses pencacahan tebu dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama, tebu dari truk pengangkutan dijungkitkan dengan menggunakan tenaga pompa hidrolik, sehingga tebu jatuh ke dalam cane carrier, kedua, sebagian tebu yang lain diangkut dengan truk dibongkar di lantai dengan menggunakan cane striker tebu yang disorong ke cane carrier, serta ketiga, sebagian tebu lagi dibongkar dengan menggunakan cane lifter hilo, dimana kabel hilo dihubungkan dengan salah satu sisi truk sehingga tebu tumpah ke cane feeding table lalu pemasukan tebu ke cane carrier diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi kapasitas gilingan yang direncanakan.

Dari cane carrier, tebu dibawa masuk kedalam cane leverler untuk pengaturan masuk tebu kedalam alat pemotong I (cane cutter I). Pada cane cutter I tebu


(54)

dipotong-potong secara horizontal, kemudian selanjutnya cane carrier membawa tebu ke cane cutter II untuk dicacah lebih halus lagi. Kemudian dilanjutkan ke proses pengiilingan.

2) Proses Penggilingan

Setelah mengalami proses pencacahan tebu, maka proses selanjutnya adalah proses penggilingan. Proses penggilingan ini merupakan proses yang dilakukan dengan pemerasan tebu yang bertujuan untuk mendapatkan nira sebanyak-banyaknya. Pemerasan tebu dilakukan dengan 5 set three roll mill yaitu unit gilingan I sampai V dimana setiap unit gilingan terdapat 3 roll yang diatur sedemikian rupa membentuk sudut 120°, dan pada masing-masing gilingan terjadi 2 kali pemerasan.

Proses penggilingan ini dilakukan dengan pemerasan tebu-tebu pada gilingan I dan II. Nira hasil perasan yang diperoleh di gilingan I dan II ditampung di tangki nira mentah yang kemudian dipompakan menuju timbangan nira mentah. Ampas dari gilingan I dilanjutkan ke gilingan II, demikian seterusnya sampai ke gilingan V, sampai kebelakang ampas tebu akan semakin kering sehingga nira yang diperas benar-benar maksimal. Nira yang dihasilkan oleh gilingan III merupakan nira imbibisi untuk gilingan II, begitu juga nira gilingan IV akan menjadi nira imbibisi III, dan nira hasil gilingan V merupakan nira imbibisi untuk gilingan IV. Sedangkan pada gilingan V menggunakan air panas sebagai air imbibisi.

Setelah pada gilingan V, nira yang terikut dalam ampas (bagasse) tebu hampir tidak ada. Bagasse dari pemerasan akhir ini dibakar di boiler sehingga


(55)

menghasilkan uap air untuk menggerakan turbin. Dan yang tidak terpakai di boiler dikirim ke bagasse house (gudang penyimpanan ampas tebu).

Sedangkan ampas yang terikat pada tangki nira mentah disaring melalui plat saringan dan dibawa oleh srew conveyor ke ampas gilingan I untuk digiling kembali ke gilingan II. Ampas yang terikut pada hasil gilingan III, IV, dan V diangkut oleh juice strainer untuk digiling kembali pada gilingan III. Nira yang telah bebas ampas dari penggilingan I dan II dipompakan ke proses selanjutnya yaitu proses pemurnian.

3) Proses Pemurnian

Nira yang telah bebas ampas/bersih akan dialihkan ke proses pemurnian. Nira yang dihasilkan sebelumnya adalah nira mentah. Tujuan proses pemurnian ini yaitu untuk menghilangkan kotoran (unsur bukan gula) dalam nira tanpa merusak kadar gulanya. Banyak proses yang dilakukan dalam proses pemurnian dari proses secara kimia yaitu dengan memberikan bahan kimia yang kemudian bereaksi dengan kotoran membentuk endapan, proses secara fisika dengan menggunakan pemanasan, pengendapan, pengapungan dan penyaringan, serta proses kimia fisika yaitu dengan mengubah sifat fisis suatu komponen sehingga mudah dipisahkan. Pelaksanaan proses pemurnian harus dilakukan tanpa mengabaikan waktu, suhu, dan pH.

Pada proses pemurnian diperlukan 4 (empat) bahan penolong yaitu: kapur tohor, gas sulfit/belerang, phospat dan talosep (A6XL). Dengan tahapan-tahapan dalam proses pemurnian ini adalah sebagai berikut :


(56)

- Penyaringan I

Nira mentah dari tangki nira mentah dialirkan melalui pipa kesaringan DSM. Kemudian dialirkan ke timbangan “Maxwell Boulogne” yang menimbang nira mentah secara otomatis.

- Pemanasan I (Juice Heater I)

Nira mentah ditimbang dialirkan ke pemanasan I, dan dipanaskan sampai ke temperatur 75°C dengan mengalirkan steam. Pemanasan ini dilakukan dengan waktu sesingkat mungkin untuk mencegah gula terpecah menjadi unsur yang lebih sederhana.

- Defekasi (defecation)

Tujuan proses defikasi adalah untuk membersihkan komponen-komponen bukan gula dan meningkatkan harkat kemurnian (HK). Bahan yang dipakai pada proses ini adalah kapur tohor dengan pH 9.0 – 9.5. Pemakaian bahan ini dalam proses defikasi ini belum dapat digantikan dengan bahan lain tapi tidak bisa ditingggalkan.

- Sulfitasi nira mentah

Nira yang telah terkapur masuk kedalam tangki sulfitasi dalam proses ini terjadi penurunan pH nira menjadi 7.0 – 7.2. Sulfitasi ini dilakukan pada suhu 70 - 75°C. Penambahan SO2 tidak boleh berlebihan karena akan menyebabkan penurunan pH menjadi terlalu rendah dan terbentuknya senyawa Calsium Hidrosulfida (CaHSO3) yang larut dalam nira.


(57)

- Netralisasi (Neutralizing)

Nira mentah tersulfitasi mengalir ketangki netralisasi, kemudian ditambahkan lagi kapur tohor sehingga pH netral (berkisar antara 7.0 – 7.2).

- Pemanasan II (Juice heater II)

Nira yang telah dinetralkan pHnya kemudian dialirkan ketangki pemanasan II, disini nira dipanaskan dengan steam pada temperatur yang lebih panas daripada pemanasan I yaitu 105°C. Dimana temperatur ini adalah suhu yang mempunyai isoelektris yaitu yang dapat mengumpulkan zat-zat tertentu, membunuh bakteri-bakteri dalam nira dan menurunkan kepekatan (viskositas) sehingga kotoran lebih mudah mengendap.

- Pengeluaran gas dan pengendapan

Sebelum dilakukannya pengendapan gas-gas yang terdapat dalam nira harus dibebaskan kedalam tangki pengembangan (flash tank) agar tidak mengganggu proses pengendapan. Dari flash tank nira dialirkan ke tangki pengendapan (compatrement door clarifier) yang berfungsi untuk mengendapkan kotoran hasil pemurnian dengan menambahkan flokulat (Tolasep (A6XL)), yang berfungsi mempercepat pengendapan kotoran dalam nira.

Pada tangki ini terdapat proses pemisahan nira jernih atau nira encer dari nira kotor. Nira jernih dialirkan secara over flow sedangkan nira kotor keluar melalui bagian bawah di pompakan ke tangki nira kotor. Pada nira kotor terjadi perlakuan penyaringan, sedangkan nira jernih diteruskan ke proses pengentalan.


(58)

- Penyaringan II

Nira encer disaring dengan saringan DSM dan dialirkan ke proses penguapan (evaporator). Nira jernih secara over flow keluar dari door clarifier, sedangkan nira kotor dipompakan keluar dan ditampung kedalam sebuah bak dan kemudian diteruskan ke mud feed mixer. Pada mud feed mixer ini nira kotor dicampurkan dengan ampas halus dari gilingan V. Ampas tebu berguna sebagai media filtrasi agar nira kotor tersaring. Setelah tercampurnya ampas tebu dengan nira kotor kemudian diteruskan ke vacuum filter (saringan hampa).

Di vacuum filter inilah nira kotor akan tersaring untuk memperoleh filtrate sebanyak-banyaknya. Vacuum filter ini prinsip perbedaaan tekanan pada dua tempat dipisahkan oleh media penyaringan. Dengan dua buah drum yang

berputar dan permukaan yang berlubang dengan kecepatan berputar 0.15 – 0.35 rpm nira ditarik melalui media penyaringan dengan tekanan hampa

antara 35 – 45 cm Hg, yang akan meninggalkan kotoran berwarna coklat (blotong) yang melekat pada permukaan drum. Untuk pencucian, blotong disemprot dengan air, lalu dengan scraper dilepas dari permukaan saringan, melalui conveyer dibawah kabin blotong dan dimasukkan kedalam truk untuk ditimbang dan dibuang keluar pabrik. Blotong ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Filtrat hasil saringan tadi kemudian dipompakan ke tangki nira yang telah ditimbang untuk proses ulang.

4) Proses Penguapan

Nira yang dihasilkan pada proses pemurnian merupakan nira encer. Nira encer tersebut diperoleh dari penyaringan kedua kali. Nira encer disaring dengan


(59)

saringan DSM dan kemudian dialirkan ke proses penguapan. Tujuan dari proses penguapan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada nira encer agar diperoleh nira yang lebih kental, dengan kentalan 62 - 65°brix. Proses penguapan ini dilakukan pada temperatur 65 - 115°C dengan empat tahap yang disebut “Quadruple Effect Evaporator”, dengan menggunakan cara forward feed. Steam masuk evaporator dengan tekanan 0.8 cmHg dan suhu 120°C.

Alat/mesin penguapan (Evaporator) yang ada dalam sistem ini berjumlah lima buah tetapi yang dipakai hanya empat buah, yang satu lagi dipakai apabila terjadi kerusakan pada salah satu evaporator atau apabila salah satu evaporator dibersihkan. Titik didih larutan diturunkan dengan menurunkan tekanan dalam badan evaporator, dimana tekanan pada badan IV ±65 cmHg vacuum, pada badan III ±45 cmHg vacuum, pada badan II ±15 cmHg vacuum, pada badan I ±0.8 cmHg vacuum.

Perbedaan tekanan pada masing-masing evaporator akan mengakibatkan nira mengalir secara otomatis dari badan I ke badan berikutnya. Nira yang masuk pada tiap-tiap badan evaporator akan bersirkulasi hingga mencapai kepekatan tertentu. Kemudian secara otomatis katub (valve) akan terbuka dan nira mengalir kebadan berikutnya. Demikian seterusnya sampai pada badan evaporator terakhir dengan kepekatan 65°brix.

Nira kental yang telah melewati proses penguapan (evaporating) ini kemudian di alirkan ke proses selanjutnya yaitu proses pemasakan. Sedangkan kondensasi yang berasal dari badan evaporator I dan II ditampung untuk digunakan sebagai


(60)

air pengisi ketel kondensat dan yang berasal dari badan II dan IV di tarik dengan pompa kondensat ke tangki kondensat.

5) Proses Pemasakan

Nira yang telah dihasilkan sebelumnya berupa nira kental. Nira kental dari proses penguapan ini akan di alirkan ke proses pemasakan. Proses pemasakan dilakukan dengan proses kristalisasi yang bertujuan agar kristal gula mudah dipisahkan dengan kotorannya dalam pemutaran sehingga didapatkan hasil yang memiliki kemurnian tinggi, membentuk kristal gula yang sesuai dengan standar kualitas yang ditentukan dan perlu untuk mengubah saccarosa dalam larutan menjadi kristal agar pengambilan gula sebanyak-banyaknya dan sisa gula dalam larutan terakhir (tetes) sedikit mungkin.

Dalam proses kristalisasi di Pabrik gula Sei Semayang terdapat 3 tingkat proses pemasakan yaitu :

a. Proses pemasakan A, yaitu proses pemasakan yang menghasilkan kristal (gula) A dan Stroop A, stroop A ini masih mengandung sukrosa. Pada pemasakan A terdapat 2 buah pan masakan yang dapat mengkristalkan ± 68% dari nira kental masuk.

b. Proses pemasakan B yaitu proses pemasakan yang menghasilkan kristal (gula) B dan Stroop B, dengan menggunakan bahan dasar stroop A. Pada pemasakan B terdapat 1 buah pan masakan yang dapat mengkristalkan ± 62% dari nira kental masuk.


(61)

c. Proses pemasakan D yaitu proses pemasakan yang menghasilkan kristal (gula) D dan Klare D, dengan menggunakan bahan dasar stroop A, stroop B dan Klare D. Pada masakan D terdapat 2 buah pan masakan yang dapat mengkristalkan ± 58% dari nira kental masuk.

Langkah – langkah pengkristalan dapat diuraikan sebagai berikut :

Nira kental dimasak pada vaccum pan A akan menghasilkan masakan A yang terdiri dari gula A dan stroop A, setelah dipisahkan pada putaran A, stroop A dimasak kembali pada vaccum pan B menghasilkan masakan B, dilanjutkan pada putaran B dan menghasilkan gula B dan stroop B, stroop B dimasak kembali pada vaccum pan D, ketika dilanjutkan ke putaran D menghasilkan gula D1 dan tetes. Gula D1 kemudian di putar kembali untuk meningkatkan kemurniannya sehingga menghasilkan gula D2 dan klare D, (disebut klare kerena mengalami 2 kali putaran). Gula D2 ini merupakan bibit untuk membesarkan kristalnya pada masakan A dan masakan B, sedangkan Klare D dimasak ulang pada masakan D.

Gula A dan gula B dicampur dan dicuci dengan air untuk membersihkan sisa-sisa larutan (stroop) yang ada pada kristal dengan cara diputar pada putaran SHS, hasil putaran inilah yang disebut dengan gula SHS dan klare SHS, klare SHS kemudian dimasak ulang bersama nira kental pada vaccum pan A. Sedangkan gula SHS diproses lebih lanjut.

6) Proses Pemutaran

Pada proses pemasakan sebelumnya telah dihasilkan gula SHS dan klare SHS. Gula yang telah dihasilkan tersebut akan mengalami proses lanjutan yaitu putaran pada proses pemutaran. Tujuan proses pemutaran ini adalah memisahkan kristal


(62)

gula dengan larutan (stroop) yang masih menempel pada kristal gula sehingga gula berwarna putih. Putaran bekerja dengan gaya centrifugal yang menyebabkan masakan terlempar jauh dari titik (sumbu) putaran, dan menempel pada dinding putaran yang telah dilengkapi dengan saringan yang menyebabkan kristal gula tertahan pada dinding putaran dan larutan (stroop) nya keluar dari putaran dengan menembus lubang–lubang saringan, sehingga terpisah larutan (stroop) tersebut dari kristal gulanya.

7) Proses Penyelesaian

Setelah gula benar-benar telah terbentuk, maka proses akhir dari pengolahan ini adalah proses penyelesaian. Proses penyelesaian ini merupakan proses yang dilakukan dengan proses pengeringan gula yang berasal dari proses pemutaran sehingga benar-benar kering. Pengeringan dilakukan dengan penyemprotan uap panas dengan suhu ± 70°C, kemudian didinginkan kembali karena gula tidak tahan pada temperatur yang tinggi. Tujuan pengeringan adalah untuk menghindari kerusakan gula yang disebabkan oleh microorganisme, dan agar gula tahan lama selama proses penyimpanan sebelum disalurkan kepada konsumen. Setelah kering gula diangkut dengan elevator dan disaring pada saringan vibrating screen. Gula tersebut diangkut dengan sugar conveyor yang diatasnya dipasang magnetic saparator untuk menarik logam (besi) yang terikat pada kristal gula.

8) Gula

Gula yang telah bersih dari besi yang terikut didalamnya masuk kedalam sugar bin. Sugar bin menampung gula dan sugar weigher mengisi gula kedalam karung. Gula yang dihasilkan dari Pabrik Gula Sei Semayang merupakan gula. Gula-gula


(63)

yang telah dihasilkan disimpan di dalam gudang penyimpanan dan akan didistribusikan.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai proses pengolahan tebu yang dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang maka tahapan-tahapannya yaitu dimulai dari proses pencacahan tebu, proses penggilingan, proses pemurnian, proses penguapan, proses pemasakan, proses pemutaran, dan proses penyelesaian sehingga menghasilkan gula. Tahapan-tahapan tersebut merupakan proses pengolahan yang dilakukan secara berkesinambungan, dimana mesin yang digunakan antar proses pengolahan saling terkait satu sama lain atau dapat dilihat pada bagan alur pabrik pada lampiran 5.

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengolahan tebu menjadi gula ini adalah seperti pada proses pencacahan tebu yaitu pertama, timbangan untuk mengetahui berat netto dari tebu yang diangkut, kedua, alat Cane Laveller sebagai alat pemerata tebu menuju Cane Cutter sehingga tebu dipotong dengan merata, ketiga, tenaga pompa hidrolik, cane striker, cane lifter hilo untuk memasukkan tebu ke cane carrier sehingga memenuhi kapasitas gilingan yang direncanakan, keempat, cane cutter I dan II untuk mencacah tebu agar lebih halus lagi. Sedangkan alat yang digunakan pada proses penggilingan seperti unit gilingan I sampai V untuk memeras nira sebanyak-banyaknya dengan melakukan 5 kali penggilingan.

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengolahan tebu menjadi gula ini adalah seperti pada proses pemurnian yaitu pertama, timbangan Maxwell Boulogne untuk menimbang nira mentah, kedua, tangki pemanasan I untuk mencegah gula terpecah menjadi unsur yang lebih sederhana, ketiga, tangki pemanasan II untuk


(64)

membunuh bakteri yang ada pada nira, keempat, tangki pengendapan untuk mengendapkan kotoran hasil proses pemurnian, kelima, tangki nira kotor untuk menampung nira kotor untuk mendapatkan perlakuan penyaringan kembali, keenam, drum vacuum filter untuk menyaring nira kotor dengan tekanan hampa yang akan meninggalkan kotoran berwarna coklat yang melekat pada permukaan drum. Sedangkan alat yang digunakan pada proses penguapan seperti mesin penguapan yang berjumlah 5 buah untuk melakukan proses penguapan bagi nira.

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengolahan tebu menjadi gula ini adalah seperti pada proses pemasakan yaitu terdapat 3 mesin pemasakan yaitu pemasakan A, B dan D untuk melakukan proses kristalisasi gula. Sedangkan alat yang digunakan pada proses pemutaran seperti mesin putaran untuk memisahkan kristal gula dengan larutan yang masih menempel pada kristal gula sehingga gula berwarna putih. Sedangkan alat yang digunakan pada proses penyelesaian seperti karung untuk menyimpan gula yang telah dihasilkan.


(65)

5.2. Nilai Tambah Yang Diperoleh Dari Pengolahan Tebu

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan, nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al., 1987).

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui nilai tambah yang diperolah dari pengolahan tebu sehingga menjadi gula adalah Metode Hayami. Perhitungan nilai tambah yang dilakukan pada proses pengolahan tebu di pabrik gula dengan tujuan untuk mengukur besarnya nilai tambah yang terjadi akibat adanya proses pengolahan tebu menjadi gula yang siap dipasarkan. Analisis nilai tambah berguna untuk menguraikan masing-masing faktor-faktor produksi menurut sumbangan masing-masing faktor-faktor produksi, serta berguna untuk mengetahui distribusi nilai tambah terhadap tenaga kerja. Berikut ini merupakan tabel perhitungan nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah sebagai berikut :


(66)

Tabel 3. Perhitungan Nilai Tambah Pengolahan Tebu

No Output, Input, Harga Nilai

1 Hasil produksi (kg/tahun) 25.086.821

2 Bahan baku (kg/tahun) 382.622.320

3 Tenaga kerja (HOK) 44.688

4 Faktor konversi 0,07

5 Koefisien tenaga kerja 0,0001

6 Harga produk (Rp/kg) 8.900

7 Upah rerata (Rp) 1.970.303

Pendapatan

8 Harga Bahan Baku (Rp/kg) 0

9 Bahan Tambahan Pengolahan (Rp/kg bahanbaku) 7,26

10 Nilai produk (Rp/kg) 623

11 a. Nilai tambah (Rp/kg) 615,74

b. Rasio nilai tambah (%) 98

12 a. Imbalan tenaga kerja langsung (Rp/kg) 197,03

b. Bagian tenaga kerja langsung (%) 31,9

13 a. Keuntungan 418,71

b. Tingkat keuntungan (%) 68

Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14 Margin (Rp/kg) 623

a. Pendapatan TK langsung (%) 31,6

b. Bahan Tambahan Pengolahan (%) 1,2

c. Keuntungan Perusahaan (%) 67,2

Catatan : Perhitungan Dengan Metode Hayami

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka produk yang dihasilkan dari Pabrik Gula Sei Semayang adalah berupa gula dan tetes. Namun, penelitian ini hanya meneliti mengenai nilai tambah gula saja. Gula merupakan salah satu bahan sembako yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Penjelasan mengenai perhitungan yang terdapat pada tabel 3, dapat dilihat sebagai berikut :


(67)

Input, Output dan Harga

Dari tabel 3, dilihat bahwa hasil produksi berupa gula yang dihasilkan adalah sebesar 25.086.821 kg/tahun. Hasil produksi ini diperoleh selama 114 hari pada tahun 2010 dimana pada Bulan Januari selama 17 hari, Bulan Februari selama 26 hari, Bulan Maret selama 29 hari, Bulan April selama 27 hari, dan Bulan Mei selama 15 hari. Hasil produksi selama 114 hari tersebut dapat dilihat pada lampiran 6. Sedangkan bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan ini adalah tebu. Tebu yang akan digiling merupakan tebu yang telah masak panen dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Bahan baku awal harus ada setiap kali akan melakukan kegiatan produksi karena bahan baku merupakan kunci utama dalam proses pengolahan yang akan berlangsung.

Dari tabel 3, tebu yang diperoleh sebanyak 382.622.320 kg/tahun. Tebu-tebu yang diperoleh tersebut dapat dilihat pada lampiran 7. Tebu-tebu tersebut diperoleh dari Unit Kebun Sei Semayang itu sendiri, yang merupakan produksi sendiri. Karena tebu yang dihasilkan oleh kebun Sei Semayang tidak mencukupi kapasitas giling dalam proses pengolahan di Pabrik Gula Sei Semayang, maka pabrik ini juga memperoleh tebu yang berasal dari TRI Sei Semayang.

Namun demikian, jumlah bahan baku tebu yang diperoleh tidak mampu menghasilkan produk gula yang banyak pula. Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa hasil produk olahan/output yang dihasilkan sebanyak 25.086.821 kg/tahun lebih sedikit dibandingkan dengan bahan baku tebu yang akan digiling yaitu sebanyak 382.622.320 kg/tahun. Perbandingan antara output yang dihasilkan dengan input yang diperoleh tersebut adalah 1 : 15. Sedikitnya hasil produksi yang diperoleh


(68)

dibandingkan dengan bahan baku akan digiling, dikarenakan kandungan rendemen tebu yang dihasilkan rendah.

Rendemen tebu merupakan kandungan yang terdapat pada tebu yang akan digiling. Rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang tepat. Sedangkan rendemen gula adalah perbandingan berat kristal gula yang diperoleh dengan berat tebu yang digiling.

Pabrik sebagai sarana proses pengolahan juga berperan dalam menentukan rendemen. Tinggi rendahnya rendemen bukan hanya ditentukan oleh pabrik, tetapi juga ditentukan oleh kualitas tanaman tebu meliputi varietas tebu, budidaya tanaman tebu, waktu tanam, kemasakan optimal waktu panen, kriteria tebangan, dan waktu angkutan

Keterbatasan perolehan gula yang ada sekarang ini menyebabkan Indonesia masih mengimpor gula untuk memenuhi kebutuhan gula yang ada di Indonesia pada umumnya dan Sumatera Utara pada khususnya sehingga saat ini Indonesia belum mampu untuk melakukan swasembada gula. Kinerja dari pabrik-pabrik gula di Indonesia juga cenderung menurun. Hal ini dapat dikarenakan umur pabrik gula yang sudah tua, kapasitas dan hari giling pabrik gula cenderung tidak mencapai standar.

Dari tabel 3, faktor konversi yang diperoleh adalah sebesar 0,07. Faktor konversi ini diperoleh dari pembandingan antara hasil produksi dengan bahan baku. Nilai konversi ini menunjukkan bahwa setiap pengolahan 1 kg tebu akan menghasilkan


(69)

0,07 kg gula. Sedangkan koefisien tenaga kerja merupakan pembandingan antara tenaga kerja dengan bahan baku, maka nilai yang diperoleh dari koefisien tenaga kerja adalah sebesar 0,0001.

Dalam melaksanakan kegiatan produksinya Pabrik Gula Sei Semayang membutuhkan tenaga kerja. Adapun tenaga kerja langsung yang berpengaruh terhadap proses pengolahan di Pabrik Gula Sei Semayang sebanyak 533 orang, dimana tenaga kerja pria sebanyak 502 orang dan wanita sebanyak 31 orang. Perbandingan antara tenaga kerja wanita dengan pria adalah 1 : 16. Hal ini diartikan bahwa satu tenaga kerja wanita sebanding dengan 16 tenaga kerja pria atau tenaga kerja pria lebih dibutuhkan dalam proses pengolahan tebu dibandingkan tenaga kerja perempuan. Dalam hal ini, bagian teknis dan pengolahan didominasi oleh tenaga kerja pria, sedangkan pada bagian penyelesaian/pengemasan didominasi tenaga kerja wanita. Maka tenaga kerja yang dibutuhkan selama 114 hari adalah sebesar 44.688 HKO.

Pendapatan

Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa Pabrik Gula Sei Semayang tidak membeli bahan bahan baku. Hal ini dikarenakan adanya bagi hasil antara pihak kebun Sei Semayang dengan TRI Sei Semayang. Sehingga pada Metode hayami, harga bahan baku bernilai nol(0) rupiah.

Dalam proses pengolahan tebu menjadi gula dibutuhkan bahan tambahan pengolahan yang dimasukkan dalam memproduksi gula sehingga menghasilkan gula yang sesuai dengan kriteria/standart yang telah ditentukan. Bahan tambahan yang dimaksud merupakan bahan tambahan yang ditambahkan secara langsung ke


(70)

dalam proses pengolahan sebagai komposisi produk yang bertujuan untuk menyempurnakan produk akhir yang dihasilkan. Berikut ini merupakan tabel yang menujukkan biaya bahan tambahan pengolahan tebu adalah :

Tabel 4. Biaya Bahan Tambahan Pengolahan Tebu Di PG. Sei Semayang

No. Jenis Bahan Satuan (Rp) Persentase (%)

1 Kapur Tohor 527,686,500 30.2%

2 Belerang 844,075,000 48.3%

3 Asam Phospat 111,287,500 6.4%

4 Tolasep 89,775,000 5.1%

5 Buckem NT-49 70,150,000 4.0%

6 Natrium Phospat 6,548,400 0.4%

7 Garam Dapur 4,002,000 0.2%

8 Caustic Soda 94,080,000 5.4%

Total 1,747,604,400 100%

Sumber : Lampiran 3

Dari tabel 4, dapat dijelaskan bahwa pemakaian belerang sangat diperlukan dalam proses pengolahan tebu dibandingkan lainnya. Persentase penggunaan bahan tambahan terbanyak yaitu belerang sebanyak 48,3 %, sedangkan yang terkecil adalah garam dapur sekitar 0,2 %. Gas sulfit/belerang diperoleh dari pembakaran belerang di dalam tabung belerang, dimana awalnya memasukkan belerang yang sengaja dinyalakan, kemudian selanjutnya secara terus-menerus dialirkan ke udara kering. Tujuan pemberian gas sulfit/belerang ini adalah:

 Menetralkan kelebihan air kapur pada nira yang terkapur, sehingga pH mencapai 7,2 – 7,4 dan untuk membantu terbentuknya endapan Ca(SO3)2.

 Untuk memucatkan warna larutan nira kental yang akan berpengaruh pada warna kristal dari gula.


(1)

Gambar Daerah Penelitian (Pabrik Gula Sei Semayang)

Gambar Tebu


(2)

Gambar Proses Pencacahan Tebu


(3)

Gambar Proses Pemurnian


(4)

Gambar Proses Pemasakan


(5)


(6)

Uraian Januari Februari Maret April Mei Jumlah Hasil Produksi Gula (kg) 3.592.969 5.592.467 6.770.724 6.508.662 2.621.999 25.086.821

Lampiran 7. Jumlah Input/Bahan Baku Tebu (kg)

Uraian Januari Februari Maret April Mei Jumlah

Bahan Baku Tebu (kg) 57.800.000 88.400.000 98.600.000 95.200.000 42.622.320 382.622.320 Lahan ditebang (Ha) 919,06 1.405,63 1.567,81 1.513,75 677,73 6.083,77