Tinjauan Pustaka 2..1.1. Tinjauan Agronomis

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2..1.1. Tinjauan Agronomis

Tanaman tebu tidak asing lagi bagi kita, karena telah lama ada di negeri ini. Di lingkungan Internasional tanaman ini lebih dikenal dengan nama ilmiahnya Saccharum officinarum. Keberadaan tebu di Jawa telah ada sejak 400 tahun sesudah masehi. Perkembangan tebu di Indonesia selanjutnya tidak terlepas dari seluruh perjuangan bangsa. Tim Penulis, 2000. Tebu Saccharum officinarum termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai ujung batangnya mengandung air gula dengan kadar mencapai 20. Air gula inilah yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir. Disamping itu, tebu juga dapat menjadi bahan baku pembuatan gula merah Setyamidjaja dan Husaini, 1992. Sesuai dengan daerah asalnya tebu sebagai tanaman tropis, maka tanaman tebu dapat tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditanam di daerah subtropis sampai garis isotern 20°C yaitu pada kawasan yang berada di antara 39° Lintang Utara dan 35° Lintang Selatan. Pertumbuhan tebu yang optimum dapat dicapai pada suhu 24°C - 30°C Setyamidjaja dan Husaini, 1992. Sebagai tanaman berbiji tunggal, tebu berakar serabut. Akar ini keluar dari lingkaran-lingkaran akar di bagian pangkal batang. Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tanaman yang Universitas Sumatera Utara tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih dan berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya. Sedangkan daun tebu merupakan daun yang tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah dan helaian daun tanpa tangkai daun Tim Penulis, 2000. Tanaman tebu dapat ditanam pada tanah dengan sifat fisik yang berat maupun ringan, tanah vulkanik maupun tanah pasir. Tanah alluvial berat sampai agak berat dengan kandungan kapur yang cukup lebih baik untuk ditanami tebu dibandingkan dengan tanah pasir yang ringan. Walaupun demikian, tanaman tebu akan tumbuh lebih baik pada tanah bertekstur lempung berliat, lempung berpasir, dan lempung berdebu Setyamidjaja dan Husaini, 1992. Menurut Sutardjo 1996, produktivitas tanaman tebu dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu penggunaan sarana produksi dan teknik budidayanya. Pemupukan sebagai salah satu usaha peningkatan kesuburan tanah, pada jumlah dan kombinasi tertentu dapat menaikkan produksi tebu dan gula. Berdasarkan ini, rekomendasi pemberian macam dan jenis pupuk harus didasarkan pada kebutuhan optimum dan terjadinya unsur hara dalam tanah disertai dengan pelaksanaan pemupukan yang efisien yaitu waktu pemberian dan cara pemberian. Kombinasi jenis dan jumlah pupuk yang digunakan berkaitan erat dengan tingkat produktivitas dan rendemen tebu. Rendemen tebu merupakan kandungan yang terdapat pada tebu. Dalam prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang tepat. Namun Universitas Sumatera Utara sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak baik, hablur yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang. Oleh sebab itu sering terjadi permasalahan dengan cara penentuan rendemen di pabrik. Berbagai kasus yang mencuat dan bahkan menyebabkan konflik antara petani dan pabrik gula adalah karena ketidakjelasan penentuan rendemen Purwono, 2003. 2.1.2. Tinjauan Pengolahan Tebu Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tebu ini termasuk jenis rumput-rumputan. Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 10 bulan. Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu. Daun kemudian dipisahkan dari batang tebu, kemudian baru dibawa ke pabrik untuk diproses menjadi gula Anonimous, 2009. Tujuan utama pengolahan tebu adalah untuk memperoleh hasil hablur yang tinggi. Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Dalam sistem produksi gula, pembentukan gula terjadi didalam proses metabolisme tanaman. Proses ini terjadi di lapangan on farm. Pabrik gula sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi gula kristal Purwono, 2003. Setelah tebu dipanen dan diangkut ke pabrik, selanjutnya dilakukan pengolahan. Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di pabrik dengan menggunakan peralatan yang sebagian besar bekerja secara otomatis. Beberapa tahap Universitas Sumatera Utara pengolahan, yaitu ekstraksi nira, penjernihan, penguapan, kristalisasi, pemisahan kristal, dan pengeringan, pengemasan serta penyimpanan Tim Penulis, 2000. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras mesin press di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5, ampas tebu 90 dan sisanya berupa tetes molasse dan air Anonimusc, 2010. Dasar pengolahan gula tebu dalam bentuk kristal atau nama umum gula pasir, prinsipnya memisahkan gula sukrosa dari kotoran-kotoran bukan gula dan air yang untuk selanjutnya dilakukan pengkristalan. Pada umumnya proses pengolahan gula secara pabrik digolongkan menjadi beberapa stasiun yang berturut-turut sebagai berikut pertama stasiun penggilingan, kedua stasiun pemurnian, ketiga stasiun penguapan, keempat stasiun kristalisasi, kelima stasiun putaran dan keenam stasiun penyelesaian. Masing-masing stasiun ini mempunyai fungsi dan tugas tersendiri, namun tetap merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan sehingga harus dipahami berbagai aspek operasionalnya, termasuk pengendalian dan pengawasan prosesnya Setyohadi, 2006. Tanaman tebu merupakan salah satu bahan dasar pembuatan gula. Produk olahan pabrikan dalam bentuk gula kristal atau gula putih. Komposisi nira tebu rata-rata mengandung sukrosa 10 - 11, air 2, zat lain bukan gula 74 – 76 dan sabut 14, ini tergantung jenis tebu Setyohadi, 2006. Bahan baku untuk pengolahan gula yang paling umum digunakan adalah batang tanaman tebu. Batang tanaman tebu yang masih segar hampir seluruhnya tersusun Universitas Sumatera Utara atas unsur karbon C, hydrogen H, dan Oksigen O. Dari sejumlah itu, kira- kira 75 diantaranya dalam bentuk air H2O dan sisanya dalam bentuk bahan kering. Untuk kepentingan pengolahan gula, batang tanaman tebu dianggap tersusun atas nira tebu dan ampas. Tujuan dari pengolahan tebu adalah untuk memisahkan gula atau sukrosa yang terkandung didalam batang tebu atau umbi tanaman bit gula sebanyak-banyaknya Tjokroadikoeoerno dan Baktir, 1984. Bila tebu dipotong, akan terlihat serat-serat dan terdapat cairan yang manis. Serat dan kulit batang biasa disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5 dari bobot tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase 87,5. Nira terdiri dari air dan bahan kering. Gula merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat dalam bahan kering yang larut dalam nira. Akan tetapi, bahan kering yang larut juga mengandung bahan bukan tebu. Jadi dapat dibayangkan betapa kecilnya persentase gula dalam tebu Tim Penulis, 2000. Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagai produk makanan tentunya harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan sehingga layak untuk dikonsumsi. Gula yang kita konsumsi sehari-hari adalah gula kristal putih secara internasional disebut sebagai plantation white sugar. GKP dibuat dari tebu yang diolah melalui berbagai tahapan proses, untuk Indonesia kebanyakan menggunakan proses sulfitasi dalam pengolahan gula. Kriteria mutu gula yang berlaku di Indonesia SNI saat ini pada dasarnya mengacu pada kriteria lama yang dikenal dengan SHS Superieure Hoofd Suiker, yang pada perkembangannya kemudian mengalami modifikasi dan terakhir SNI 01-3140-2001Rev 2005 Kuswurj, 2009. Universitas Sumatera Utara Berikut ini merupakan kriteria uji syarat mutu gula kristal putih menurut SNI-3140-2001Rev 2005 adalah sebagai berikut : • Polarisasi menunjukkan kadar sukrosa dalam gula, semakin tinggi polarisasi semakin tinggi kadar gulanya. Batasan minimal kadar pol adalah 99,5 . • Warna kristal dapat dilihat secara langsung dengan mata, secara kualitatif dengan cara membandingkan dengan standar dapat diketahui tingkat keputihan whiteness gula. Penggunaan peralatan spektrofotometer refleksi diperlukan untuk pengukuran kuantitatif yang dinyatakan dalam CT colour type. Semakin tinggi nilai CT semakin putih warna gulanya. Untuk gula GKP kisaran nilai CT sekitar 5 sampai 10. Pada penentuan premi mutu gula warna kristal ini merupakan salah satu tolak ukur utama yang menentukan. • Warna larutan gula berkisar dari kuning muda warna muda sampai kuning kecoklatan warna gelap diukur dengan metode ICUMSA International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis, dinyatakan dalam indeks warna. Semakin besar indeks semakin gelap warna larutan. Batasan maksimal indeks warna untuk GKP adalah 300 iu. • Besar jenis butir adalah ukuran rata-rata butir kristal gula dinyatakan dalam milimeter. Persyaratan untuk GKP adalah 0,8 sampai 1,1 mm. • Kadar SO2 gula produk kita berkisar 5 sampai 20 ppm, ini disebabkan sebagian besar pabrik gula menggunakan proses sulfitasi, sehingga terdapat residu SO2 seperti pada kisaran tersebut. Adanya residu SO2 menjadi kendala untuk konsumsi industri makanan atau minuman, yang biasanya menuntut Universitas Sumatera Utara bebas SO2. Kadar SO2 maksimal yang diperkenankan di Indonesia adalah 30 ppm. • Kadar air adalah jumlah air yang terdapat dalam gula, biasanya batasan maksimal 0,1. Gula yang mengandung kadar air tinggi cepat mengalami penurunan mutukerusakan dalam penyimpanan, berubah warna, mencair dan sebagainya. Kuswurj, 2009.

2.2. Landasan Teori