Mandiri ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

dan kerja serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggota. Di antara tugas keluarga dalam hal ini orang tua adalah memperbaiki adab dan pengajaran anak- anaknya dan menolong mereka membina aqidah yang betul dan agama yang kukuh. Begitu juga dengan menerangkan kepada mereka prinsip-prinsip dan hukum- hukum agama dan melaksanakan upacara-upacara agama dalam waktu yang tepat dan cara yang betul, juga ia harus menyiapkan peluang dan suasana yang praktis untuk mengamalkan nilai-nilai agama dan akhlak dalam kehidupan, orang tua juga berkewajiban untuk memberikan contoh yang baik dan tauladan yang saleh atas segala yang diajarkannya Langgulung, 1995: 384. Dengan demikian, kelurga merupakan lingkungan pertama yang dijumpai seorang anak, serta suatu lembaga yang pertama membentuk sikap, watak, pikiran, dan prilaku anak. Dalam lingkungan keluarga ini anak-anak memperoleh didikan dan bimbingan serta contoh-contoh yang dapat membentuk kepribadiannya di kemudian hari. Keadaan keluarga yang meliputi antara lain, cara orang tua mendidik, reaksi antara anggota keluarga, keyakinan struktur keluarga, dan keadan ekonomi kelurga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap seluruh perkembangan dan pertumbuhan anak, baik fisik maupun psikisnya. Jauh sebelum pakar pendidikan merumuskan masalah ini, Nabi Muhammad saw telah menyatakan dalam sabdanya sebagai berikut: َح ا ث ا ي ع ع ,ك ا ع يبا , ا ا ع ا ّعا ع يبا ّيّ : ا ا سر ها ص ها ي ع س “ ك ي ي ع , ّط ا ا بأف ا ي اّّ ي . . , “Bercerita kepada saya, al-Qa‟naby dari Malik dari al-Zanad dari al-A‟raj dari Abi Hurairah ia telah berkata: Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi dan Nasroni, …”. HR. Abu Daud. al-Sajistany4, tth: 240. Pelajaran yang dapat diambil dari hadits di atas bahwa anak secara kodrati dilahirkan dalam keadan fitrah. Maka keluarganya-lah yang membesarkannya, yang menjadikan dia baik atau buruk. Dalam keluarga, orang yang paling bertanggung jawab memberikan bimbingan dan pendidikan kepada anak adalah orang tua anak itu sendiri. Untuk memberikan apa yang terbaik maka orang tua harus memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah pendidikan dan pengembangan anak. Kebutuhan akan pendidikan ini dianggap penting karena sebagaiman diungkapkan oleh Clara R. Pujijogyanti 1995: 29 bahwa, “Cara orang tua memenuhi kebutuhan fisik anak misalnya kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempa tinggal dan kebutuhan psikologis anak misalnya rasa aman, rasa kasi sayang, dan penerimaan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap seluruh perkembangan kepribadian anak. ” Di samping itu, sebagaimana kita maklumi bahwa kalangan sosial ekonomi menengah dan atas pada umumnya adalah mereka yang umumnya mempuyai latar belakang pendidikan yang tinggi. Sedangkan status sosial ekonomi akan ikut berpengaruh terhadap terbentuknya sikap mandiri anak. Dalam hal ini Pudjijogyanti menjelaskan, “Pada umumnya orang tua dari kelas sosial ekonomi menengah dan tinggi akan menekankankemandirian, memberitingkat aspirasi yang tinggi, mendukung dan memberian perhatian, memberikan kasih sayang pada anak mereka. Sedangkan orang tua dari sosial ekonomi yang rendah lebih menekankan pada pemberian hukuman aspirasi yang rendah dan memberi sedikit perhatian dan kasih saying. ” Pujijogyanti, 1995: 29. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latar belakang keluarga yang baik, tentunya akan dapat mengarahkan dan membina anak untuk dapat belajar dengan baik. Termasuk mengarahkan anak kepada sikap mandiri dalam belajar. b. Faktor Sekolah Setelah anak dididik di dalam lingkungan keluarga oleh orang tuanya dan mungkin oleh anggota keluarga yang lain, maka seiring dengan usia yang makin bertambah selanjutnya anak akan memasuki Sekolah yang mempuyai pengertian sebagai bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran Poerwadarminta, 1991: 889. Sekolah merupakan pendidikan yang kedua dalam kehidupan seseorang setelah keluarga. Seluruh perangkat sekolah yang meliputi antara lain: Guru, kurikulum, disiplin sekolah, kegiatan ekstrakulikuler, relasi antar siswa, sarana dan prasarana yang dimiliki dan lain sebagainya,dan diharapkan dapat memerankan sesuai dengan fungsinya yaitu meneruskan, mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan suatu masyarakat, melalui kegiatan ikut membentuk keperibadian anak-anak agar menjadi manusia dewasa yang berdiri sendiri di dalam kebudayaan dan masyarakat sekitarnya Nawawi, 1989: 27. Dengan demikian, sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap terbentuknya kemandirian siswa khususnya dalam belajar. Kajian yang dilakukan Ryans juga menunjukkan adanya hubungan yang positif antara perilaku produksi sesuai dengan prilaku guru. Sejalan dengan penelitian Ryans tersebut, Spaulding menunjukkan pula bahwa, “Konsep dari siswa dapat ditingkatkan menjadi positif apabila guru mampu mempuyai sikap menyatu dalam berinteraksi dengan siswa dan dalam mendukung belajar siswa. ” Pujijogyanti, 1995: 65. Dari kajian tersebut lebih lanjut Clara R. Pudjijogyanti menjelaskan “Konsep diri yang positif siswa, yaitu prilaku diri, tidak cemas, menghargai, dan cinta belajar .” Pujijogyanti, 1995: 69. Demikian tidak kala pentingnya menciptakan reaksi dengan baik antara siswa, karena hal ini juga mempuyai pengaruh terhadap belajar siswa, kelengkapan sarana sekolah misalnya alat pelajaran yang dipakai guru pada saat mengajar, dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa, jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya maka ia akan lebih giat dan maju dalam belajar. Jadi jelas bahwa sekolah dan segala perlengkapannya berpengaruh dan berperan vital dalam menumbuh kembangkan keperibadian anak, termasuk terhadap terbentuknya sikap mandiri anak dalam belajar. 3. Faktor Masyarakat Masyarakat juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa, karena masyarakat ad alah “pergaulan hidup manusia sehimpunan manusia yang hidup di suatu tempat dengan ikatan-ikatan yang tertentu .” Poerwadarminta, 1991: 636. Pengaruh itu terjadi karena anak itu berada dalam lingkungan masyarakat. Kegiatan anak dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika terlalu banyak kegiatan yang diikuti, maka justru akan dapat mengganggu pelajarannya. Di samping kegiatan dalam masyarakat, mass media turut berpengaruh dalam belajar anak seperti, TV, radio, surat kabar, majalah, dan lainnya. Mass media yang baik akan membantu anak dalam belajar, sedangkan mass media yang jelek akan mengganggu kosenterasi anak dalam belajar, sehingga hasil belajar anak juga jelek. Dalam kehidupan sehari-hari, pengaruh teman bergaul akan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik pada anak, misalnya dalam belajar kelompok, ini akan membantu anak dalam mencapai keberhasilan belajar. Bentuk kehidupan masyarakat di sekitar anak juga berpengaruh terhadap belajar anak. “Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, mempuyai kebiasaan yang tidak baik, akan berpengaruh sekali terhadap keberhasilan belajar siswa, bahkan akan mengakibatkan kehilangan semangat dalam belajar. ” Slameto, 1995: 71. Siswa yang ingin berhasil dalam belajarnya hendak mampu mencari jalan terbaik untuk dirinya yaitu memilih teman yang baik, bersih dari lingkungan yang mengganggu, memilih alat bantu belajar yang mendukung keberhasilan belajarnya dan juga mampu menciptakan suasana belajar yang baik dan benar. Dengan demikian pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pembentukan pribadi individu termasuk di dalamnya pembentukan sikap mandiri pada diri seseorang. Jadi jelas bahwa lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap mandiri pada diri seseorang khususnya anak didik. Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa konsep pendidikan karakter bangsa pada kemandirian dalam al-Qur ‟an maupun Kemendiknas sama- sama memiliki tujuan agar manusia memiliki sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Islam membenarkan umat manusia untuk aktif dalam berbagai kegiatan, atau bekerja dalam berbagai bidang di dalam maupun di luar rumahnya secara mandiri, bersama orang lain, atau dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat, sopan, serta mereka dapat memelihara agamanya, dan dapat pula menghindarkan dampak-dampak negatif pekerjaan mandirinya tersebut terhadap diri dan lingkungannya.

H. Demokratis

Pendidikan moral sebagai dasar dari pembentukan demokrasi sangatlah penting dalam usaha mencapai suatu keberhasilan kehidupan yang demokratis. Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, maka rakyat pula yang bertanggung jawab dalam membentuk suatu kehidupan dalam konteks kebebasan bagi mereka sendiri. Hal itu berarti masyarakat seharusnya atau sedikitnya memiliki sebuah sikap yang berbudi. Mereka harus memahami dan berkomitmen bahwa pendidikan moral sebagai dasar demokrasi adalah menghargai hak-hak setiap individu, menghomati hukum yang berlaku, secara sukarela teribat dalam kehidupan bermasyarakat, dan memiliki kepedulian untuk bersikap baik. Loyalitas terhadap kesopanan dalam berdemokrasi tersebut sudah mulai ditanamkan sejak dini Lickona, 2012: 8. Demokrasi biasa disepadankan dengan kata Syura dalam bahasa Kitab Suci al- Quran. Makna kemudian berkembang hingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil dari pihak lain, termasuk pendapat. Kitab Suci al-Quran memuji masyarakat yang melakukuan musyawarah dalam urusan meraka QS. al-Syura: 38 dan memerintahkan untuk melakukannya dalam kehidupan berumah tangga QS. al-Thalaq 6, serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara QS. Ali Imran: 159 Shihab, 1994: 402. Dalam al-Qur ‟an ada beberapa kata musyawarah yang bisa disepadankan dengan arti demokrasi, yaitu Musyawarah 42; 38, bermusyawarah 3; 159 Chirzin, 2011: 387. Demokrasi atau hukum disiplin dan musyawarah dalam al- Qur‟an, misalnya dijelaskan dalam QS. Al-Nisa4: 59:                                “Hai orang-orang yang beriman Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw, dan ulil amri di antara kamu. Maka jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah kepada al-Quran dan Rasul sunnahnya, jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian sumber hukum itu baik, lagi sempurna dan juga lebih baik akibatnya di dunia dan akhirat. Surat Ali Imran3: 159,                                    “Maka, disebabkan rahmat dari Allah lah engkau Nabi Muhammad Saw berlaku lemah lembut terhadap mereka. Jika seandainya engkau berlaku keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya QS. Ali Imran: 159. Nabi saw selalu bermusyawarah dengan para sahabatnya ini menunjukkan adanya demokrasi dalam kepemimpinan. Terlebih lagi Islam menganjurkan agar tidak meninggalkan musyawarah agar dapat mengambil pandangan lain. Esensi musyawarah adalah pemberian kesempatan kepada anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang mengikat, baik dalam bentuk aturan hukum atau kebijaksanaan politik Lajnah Pentashihan Al- Qur‟an Kemenag, 2011: 222 . Dalam bermusyawarah pendapat selalu berkembang untuk mengambil keputusan pemimpin akan mengambil keputusan yang telah disepakati, untuk menghindari perbedaan dan perselisihan pendapat. Dengan tetap berpegang kepada al-Quran dan al-Sunnah sebagai pedoman dan pemutus akhir. Dalam penjelasan Tafsir al-Mishbah tuntunan ini ditunjukan kepada Nabi Muhammad saw, sambil menyebutkan sikap lemah lembut Nabi kepada kaum Muslimin khususnya mereka yang telah melakukan kesalahan dan pelanggaran dalam Perang Uhud. Sebenarnya, cukup banyak hal dalam peristiwa Perang Uhud yang dapat mengundang emosi manusia untuk marah. Namun demikian, cukup banyak pula bukti yang menunjukan kelemah-lembutan Nabi saw. Beliau bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan berperang, beliau menerima usul mayoritas mereka, walau beliau sendiri kurang berkenan; beliau tidak memaki dan mempermasalahkan para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi hanya menegurnya dengan halus dan lain-lain Shihab2, 2000: 310. Firman-Nya: “Maka disebabkan rahmat Allah engkau berlaku lemmah lembut terhadap mereka ,” dijelaskan oleh Quraish Shihab bahwa dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah Swt sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi S aw, sebagaimana sabda beliau: “Aku di didik oleh Tuhanku, maka sungguh baik hasil didikan- Nya.” Kepribadian beliau dibentuk sehinga bukan hanya pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melaui wahyu-wahyu al-Quran, tetapi kalbu beliau juga disinari, bahkan totalitas wujud beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam Shihab2, 2000: 310. Salah satu yang menjadi penekanan ayat ini adalah perintah melakukan musyawarah. Ini penting, karena petaka yang terjadi di Uhud didahului oleh musyawarah, serta disetujui oleh mayoriras. Kendati demikian, hasilnya sebagaimana telah diketahui, adalah kegagalan. Hasil ini boleh jadi mengantar seseorang untuk berkesimpulan bahwa bahwa musyawarah tidak perlu diadakan. Apalagi bagi Rasul saw. Karena itu, ayat ini dipahami sebagai pesan unuk melakukan musyawarah. Kesalahan yang dilakukan setelah musyawah tidak sebesar kesalahan yang dilakukan tanpa musyawarah, dan kebenaran yang diraih sendirian, tidak sebaik kebenaran yang diraih bersama Shihab2, 2000: 310. Kata musyawah, dalam tafsiran Quraish Shihab, terambil dari kata syawara yang bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambildikeluarkan dari yang lain termasuk pendapat. Kata musyawarah, pada dasarnya, hanya digunakan untuk hal- hal yang baik, sejalan dengan makana di atas tadi. Madu bukan saja manis, tetapi ia adalah obat bagi banyak penyakit, sekaligus menjadi sumber kesehatan dan kekuatan. Itulah yang dicari di manapun dan siapapun yang menemukannya. Madu dihasilkan oleh Lebah. Jika demikian, yang bermusyawarah bagaikan Lebah, makhluk yang sangat disiplin, kerja samanya mengagumkan, makannya sari kembang, hasilnya madu, di manapun hinggap lebah tidak pernah merusak, tidak menggangu kecuali diganggu, sengatannya pun obat. Itulah permusyawaratan dan demikian itu sifat yang melakukannya. Tidak heran jika Nabi Saw, menyamakan seorang Mukmin dengan Lebah Shihab2, 2000: 310. Pada ayat ini, tiga sikap dan sifat secara berurutan disebut dan diperintahkan kepada Nabi Saw, untuk beliau laksanakan sebelum bermusyawarah. Penyebutan ketiga hal itu dari segi konteks turunnya ayat, mempunyai makna tersendiri yang berkaitan dengan Perang Uhud. Namun, dari segi pelaksanaan dan esensi musyawarah, ia perlu menghiasi diri dengan teladan Nabi Saw, bagi setiap orang yang melaksanakan musyawarah. Setelah itu, disebutkan lagi satu sikap yang harus diambil setelah adanya hasil musyawarah dan bulatnya tekad. Yang pertama adalah berlaku lemah lembut, tidak kasar, dan juga tidak berhati keras. Yang kedua adalah memberi maaf dan membuka lembaran baru. Memaafkan adalah menghapus bekas luka hati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar, sedangakna kecerahan pikiran hadir bersamaan dengan sirnanya kekeruhan hati Shihab2, 2000: 313. Dari al-Qur ‟an, dalam penelusuran Quraish Shihab, ditemukan dua ayat lain yang menggunakan akar kata musyawarah. Yang pertama adalah QS. Al- Baqarah2: 223. Ayat ini membicarakan bagaimana seharusnya hubungan suami- istri dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak- anak, seperti soal menyapih anak. Di sana, Allah memberi petunjuk agar persoalan itu dan juga persoalan-persoalan rumah tangga lainnya dimusyawarahkan antara suami-istri. Ayat kedua, adalah QS. Al-Syura42: 38, yang menjanjikan bagi orang Mukmin ganjaran yang lebih baik dan kekal di sisi Allah. Orang-orang Mukmin dimaksud memiliki sifat-sifat antara lain adalah ا ّ ش ر ب ي amruhum syurabainahumurusan mereka diputuskan dengan musyawarah. Jika demikian, lapangan musyawarah adalah persoalan-persoalan kemasyarakatan, seperi yang dipahami dari QS. Al-Syura di atas. Para sahabat Nabi Saw menyadari benar hal ini sehingga mereka tidak mengajukan saran menyangkut hal-hal yang telah mereka ketahui adanya petunjuk Ilahi Shihab2, 2000: 315. Dari sini dapat disimpulkan bahwa persoalan-persoalan yang telah ada petunjuknya dari Allah Swt, secara tegas dan baik, baik langsung maupun dari Rasul-Nya, persoalan itu tidak termasuk lagi yang dapat dimusyawarahkan. Musyawarah hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang belum dapat ditentukan petunjuknya serta soal-soal kehidupan duniawi, baik yang petunjuknya bersifat global maupun yang tanpa petunjuk dan yang menalami perubahan. Nabi Saw bermusyawarah dalam urusan masyarakat, bahkan beliau dalam bebeapa hal bermusyawarah dan menerima saran menyangkut beberapa urusan keluarga beliau atau pribadi beliau. Salah satu kasus keluarga yang beliu mintakan saran adalah kasus rumor yang menimpa istri beliau, Aisyah Ra, dan yang pada akahirnya turun ayat yang menampik segala rumor itu QS. Al-Nur Shihab2, 2000: 316. Secara umum, dapat dikatakan bahwa petunjuk al-Qur ‟an yang terperinci dikemukakannya menyangkut persoalan-persoalan yang tidak dapat terjangkau oleh nalar serta yang tidak mengalami perkembangan atau perubahan. Dari sini, dipahami mengapa uraian al- Qur‟an menyangkut persoalan metafisika, seperti surga dan neraka, demikian terperinci. Demikian juga soal mahram, yakni mereka terlarang dinikahi karena seseorang, kapanpun di manapun selama jiwanya normal, tidak mungkin mengalami birahi terhadap orang tuanya, saudara, atau keluarga dekat tertentu, demikian seterusnya. Ini adalah naluri yang tidak dapat berubah sepanjang hayat manusia dan kemanusiaan, kecuali bagi yang abnormal Shihab2, 2000: 317. Musyawarah adalah salah satu contohnya. Karena itu pula, petunjuk Kitab Suci al-Qur ‟an menyangkut hal ini amat singkat dan hanya mengandung prinsip-prinsip umum saja. Jangankan al-Qur ‟an, Nabi Saw saja, yang banyak hal seringkali petunjuk-petunjuk umum al-Quran, tidak meletakkan perincian dalam soal musyawarah ini, bahkan tidak juga pola tertentu yang harus diikuti. Itu sebabnya cara suksesi yang dilakukan oleh Empat Khalifah beliau berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Demikian, Rasul Saw, tidak meletakkan petunjuk tegas terperinci tentang cara pola syura, karena jika beliau sendiri yang meletakkannya ini, bertentantangan dengan prinsip syura yang diperintahkan al-Qur ‟an, sedangkan bila beliau bersama yang lain yang menetapkannya, itupun hanya berlaku di masa beliau saja. Tidak berlaku perincian untuk masa sesudahnya Shihab2, 2000: 317. Sungguh tepat keterangan pakar tafsir Muhammad Rashid Ridha ketika menyatakan bahwa “Allah telah menganugerahkan kepada kita kemerdekaan penuh dan kebebasan yang sempurna dalam urusan dunia dan kepentingan masyarakat dengan jalan memberi petunjuk untuk melakukan musyawarah, yakni yang dilakukan oleh orang-orang cakap dan terpandang yang kita percayai, guna menetapkan bagi kita masyarakat pada setuap periode hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan masyarakat. Kita seringkali mengikat diri-sendiri dengan berbagai ikatan syarat yang kita ciptakan, kemudian kita namakan syarat itu ajaran agama, akan tetapi pada akhirnya syarat-syarat itu membelenggu diri kita sendiri.” Demikian komentarnya ketika menafsirkan QS. Al-Nisa‟4: 59 Shihab2, 2000: 318. Apa yang dikemukakan di atas tentang syura, lebih sepadan dengan demokratis, ketimbang demokrasi. Demokratis oleh Kemendiknas didefinisikan dengan suatu cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain Shihab2, 2000: 318. Badan Bahasa Kemendiknas entri , “Demokrasi, Demokratis, Demokrat, dan Demokratisasi,” http:badanbahasa.kemdikbud.go.id, diakses tanggal 15 April 2015 sendiri dengan jelas membedakan antara makna demokrasi dan demokratis. Demokrasi, merupakan kata adjektiva, yang berarti „bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah melalui perantaraan wakilnya‟, „pemerintahan rakyat.‟ Misalnya, negara demokrasi adalah negara yang menganut bentuk dan sistem pemerintahan oleh rakyat. Meskipun demikian, demokrasi juga bisa berarti „gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta per lakuan bagi semua warga negara,‟ misalnya untuk berpaham demokrasi, sosialis, atau agamis, bahkan ateis sekalipun. Kata demokratis, juga merupakan adjektiva, yang berarti „bersifat demokrasi.‟ Semisal, siswa yang demokratis berarti „siswa yang bersifat demokrasi‟ atau „siswa yang bersifat mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perlakuan bagi semua siswa.‟ Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa demokrasi unt uk menyatakan „bentuk dan sistem pemerintahan negara, ‟ sedangkan demokratis untuk menyatakan sifat negara. Pendidikan karakter kebangsaan demokratis akan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban siswa dalam proses kegiatan belajar-mengajarnya. Berikut ini dibahas mengenai hak dan kewajiban pelajar pada umumnya, sehingga siswa akan lebih memahami apa hak dan kewajiban sebagai pelajar:

1. Hak Seorang Pelajar

Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan tamatan pendidikan dasar. Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut. a. Mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. b. Mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan. c. Berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untukmemperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan. d. Mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku. e. Pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi. f. Sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki. g. Memperoleh penuaian hasil belajarnya. h. Menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan. i. Mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat. Secara umum dalam proses belajar mengajar siswa mempunyai hak-hak sebagai berikut: a. Hak Belajar. Belajar merupakan kebutuhan pokok seorang pelajar. Siswa berhak mendapatkan proses belajar mengajardi kelas dan di luar kelas, pengajaran untuk perbaikan, pengayaan, kegiatan ekstrakurikuler, mengikuti ulangan harian, ulangan umum, dan ujian nasional. b. Hak Pelayanan. Dengan adanya pelayanan diharapkan memberi kemudahan bagi siswa meraih harapan memperoleh sukses. Siswa berhak mendapatkan pelayanan yang berhubungan dengan administrasi sekolah. Pelayanan melalui bimbingan konseling akan membantu keberhasilan siswa. c. Hak Pembinaan. Bentuk pembinaan dapatdilaksanakan pada saat upacara bendera, pembinaan wali kelas, saat mengajar bahkan saat bimbingan dan layanan konseling. d. Hak Memakai Sarana Pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan alat untuk mempermudah siswa melakukan berbagi aktivitas belajar. e. Hak Berbicara dan Berpendapat. Hak ini digunakan secara demokratis untuk melatih siswa mengemukakan pendapatnya. Tapi perlu diingat hak ini harus digunakan dengan cara-cara yang sopan, tidak menimbulkan anarki dan berujung pada kerusuhan. f. Hak Berorganisasi. Berkumpul dengan teman sebaya memang diperlukan oleh anak-anak remaja. Jika bertujuan baik maka berorganisasi sah-sah saja dilakukan. Organisasi juga dapat menjadi ajang penyalur bakat dan kreativitas para remaja. g. Hak Bantuan Biaya Sekolah. Bantuan biaya sekolah atau sering disebut beasiswa merupakan kebutuhan wajib yang diterima siswa. Pemberian bantuan ini juga harus memenuhi persyaratan tertentu yang telah diatur dalam ketentuan-ketentuan pemberian beasiswa.

2. Kewajiban Seorang Pelajar

Siswa selain memiliki hak yang harus diterima, juga mempunyai kewajiban yang harus dipenuhinya. Setiap peserta didik berkewajiban untuk: a. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Mematuhi semua peraturan yang berlaku. c. Menghormati civitas akademika kependidikan. d. Ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan. Secara umum kewajiban siswa dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Kewajiban Belajar. Belajar merupakan tugas utama seorang pelajar. Siswa diwajibkan belajar dengan baik di dalam maupun di luar sekolah. Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru termasuk juga kewajiban pelajar.