melakukan suatu tindakan pelanggaran atau tindakan kejahatan. Artinya, perampasan atau pembatasan kemerdekaan dan kebebasan bergerak seseorang yang diduga
melakukan tindak pidana, dipandang dari sudut Hukum Pidana dapat berupa penangkapan, penahanan dan pemidanaan, dapat dibenarkan apabila berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang telah ada sebelum tindakan hukum dikenakan kepadanya.
121
D. Pengajuan Ganti Rugi dan Rehabilitasi oleh Terdakwa dalam Putusan No.
63 KPID2007
Cukup banyak kasus yang timbul, karena terjadinya penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu terhadap seseorang yang
akhirnya ternyata tidak terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. Bahkan lebih dari itu, mereka yang tidak bersalah ternyata telah mengalami penyiksaan dan
penderitaan lainnya, yang melampaui batas-batas perikemanusiaan di dalam tahanan.
122
Terkadang muncul anggapan bahwa kualitas penemuan fakta hanya bersifat informal saja, sehingga muncul deviasi penyimpangan dalam proses
penyidikan, seperti kekerasan dan penyiksaan untuk memperoleh keterangan yang berisi suatu pengakuan hasil rekayasa fabricated confession.
123
121
OC.Kaligis, Op.Cit., hlm. 113.
122
Ibid., hlm. 104.
123
Hal ini sering terjadi pada masa pemberlakuan Het Herziene Indonesisch Reglement
HIR. Dalam OC. Kaligis, Ibid., hlm. 171.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Menteri kehakiman RI No. M.01.PW.07.03 tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP menyatakan bahwa perlindungan terhadap hak
korban tindak pidana diberikan dengan mempercepat proses untuk mendapatkan ganti rugi yang dideritanya, yaitu dengan menggabungkan perkara pidananya dengan
permohonan untuk mempercepat ganti rugi, yang pada hakekatnya merupakan suatu perkara perdata dan yang biasanya diajukan melalui gugatan perdata dengan
demikian akan dihemat waktu dan biaya perkara. Demikian pula dengan Petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
No. B 187E51995 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi di Seluruh Indonesia yang mengharuskan JPU untuk memberitahukan kepada para korban kejahatan mengenai
hak-haknya sesuai dengan Pasal 98 KUHAP sebelum dibacakannya tuntutan, sesuai dengan keputusan Menteri Kehakiman RI No. Masyarakat M.01.PW.07.03 Tahun
1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Terdapat mekanisme tentang ganti kerugian dan rehabilitasi, dalam KUHAP.
Ganti kerugian bisa dimintakan oleh tersangka atau terdakwa dalam kaitannya dengan proses pemeriksaan dan pengadilan yang tidak sah kepada aparat penegak hukum dan
juga oleh korban atas kerugian yang dideritanya kepada pelaku. Sedangkan ketentuan mengenai rehabilitasi adalah berkenaan dengan hak-hak terdakwa.
Dalam konteks ini mekanisme yang ditawarkan oleh KUHAP untuk hak-hak korban adalah mekanisme untuk ganti rugi kepada korban oleh pelaku. Mekanisme
Universitas Sumatera Utara
pengajuan ganti kerugian dalam KUHAP ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan 1 mengajukan gugatan perdata setelah perkara pidananya diputus atau 2
menggabungkan antara pengajuan ganti kerugian dengan pokok perkara. Berdasarkan pengaturan ganti rugi yang telah diatur, seharusnya yang telah
menjadi korban atas penangkapan, penahanan, penuntutan, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau tindakan lain yang tidak berdasar undang-
undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, dapat menikmati ganti rugi dari negara.
Dikarenakan telah lampaunya batas waktu pengajuan ganti kerugian yang telah ditentukan, maka korbanterdakwa Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang tidak
dapat menerima ganti rugi dalam bentuk apapun. Ketidaktahuan korban terhadap batas waktu yang hanya 3 bulan, sementara proses hukum telah berhasil yang sudah
berlangsung relatif lama yang mengakibatkan haknya dalam penuntutan ganti rugi menjadi tersiasiakan. Hal ini tampaknya sangat melecehkan hak hidup seseorang
warga yang menjadi korban penegakan hukum, dengan terbatasnya jangka waktu pengajuan ganti rugi yang hanya 3 tiga bulan. Demikian halnya, dalam jumlah nilai
ganti rugi yang diperoleh berdasarkan PP No. 27 Tahun 1983 yakni berkisar antara Rp. 5.000,- hingga Rp 1.000.000,-, sangat tidak memenuhi rasa kemanusiaan atas
terdakwa yang telah mengalami kerugian dari sejak penangkapan hingga pemidanaan di tingkat pengadilan negeri.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 63 KPID2007 yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi No. 212PID2006PT-MDN, menyatakan
dalam putusannya: “Mengembalikan Harkat dan Martabat terdakwa seperti keadaan semula”. Walau demikian, putusan yang berisi rehabilitasi tersebut, tampaknya tidak
dapat dinikmati oleh terdakwakorban Tua Anggiat Haris Maruli Simatupang, yang telah tercemar namanya, terganggu pikiran dan jiwanya, terganggu mengikuti
pendidikan, dihina dan dicaci maki masyarakat sekitar sebagai pelaku pembunuhan adik kandungnya sendiri sehubungan dengan tidak ada yang mempublikasikan bahwa
si terdakwa bukanlah pelaku pembunuhan tersebut, dimana penetapan tersebut hanya ditempelkan di papan pengumuman pengadilan.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 63 KPID2007, maka setiap orang yang telah diputus bebas termasuk terdakwa yang sudah menjadi korban atas
penangkapan, penahanan, penuntutan, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau tindakan lain yang tidak berdasar undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, berhak mendapatkan perlindungan hukum atas hak asasi yang dimilikinya.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV P E N U T U P
A. Kesimpulan