Pengaturan Rehabilitasi Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Mahkamah Agung

c. Ganti kerugian yang sifatnya perdata, tapi terjalin dengan sifat pidana dan diberikan pada prosedur pidana. d. Ganti kerugian yang sifatnya perdata dan diberikan pada prosedur pidana, tapi pembayarannya menjadi tanggung jawab pidana. e. Ganti kerugian yang sifatnya netral dan diberikan dengan prosedur khusus. KUHAP menganut seperti tersebut pada cara yang kedua, dimana gugatan ganti rugi dari korban yang sifatnya perdata digabungkan pada perkara pidananya, sedang ganti rugi tersebut dipertanggungjawabkan kepada pelaku tindak pidana, sedang kerugian yang bersifat “immateriil” tidak dapat dimintakan lewat prosedur ini. 89

B. Pengaturan Rehabilitasi

Rehabilitasi 90 bertujuan sebagai sarana dan upaya untuk memulihkan kembali nama baik, kedudukan, dan martabat seseorang yang telah sempat menjalani tindakan penegakan hukum baik berupa penangkapan, penahanan, penuntutan, atau 89 Ibid. 90 Pengertian Rehabilitasi dalam Pasal 1 butir 23 KUHAP berbunyi: “Rehabilitasi adalah hak seseorang yang mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena alasan kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.” Sedangkan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan dalam penjelasan Pasal 9 ayat 1, bahwa Rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang berdasarkan putusan pengadilan pada kedudukan semula yang menyangkut kehormatan, nama baik, atau hak-hak lain. Universitas Sumatera Utara pemeriksaan di sidang pengadilan. Putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap terdakwa berupa pembebasan atau pelepasan dari segala tuntutan hukum, memberi hak kepada terdakwa untuk memperoleh rehabilitasi dari pengadilan yang bersangkutan Pasal 97 ayat 1 KUHAP. 91 Berdasarkan Pasal 12 PP 27 Tahun 1983 menentukan, bahwa permintaan rehabilitasi hanya dapat diajukan selambat-lambatnya dalam waktu 14 empat belas hari setelah putusan mengenai sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan diberitahukan kepada pemohon. Jangka waktu ini akan berlaku juga apabila terdakwa diputus bebas dari tuduhan atau dilepas dari segala tuntutan hukum, karena putusan ini dengan sendirinya berarti juga mengandung putusan mengenai tidak sahnya penangkapan danatau penahanan, kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan seperti yang dimaksud oleh Pasal 97 ayat 3 juncto Pasal 95 5 KUHAP. 92 Berdasarkan Pasal 81 KUHAP disebutkan yang berhak minta ganti rugi dan atau rehabilitasi adalah tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan. Dihubungkan dengan pasal-pasal lain dari KUHAP, dapat disimpulkan bahwa yang berhak meminta rehabilitasi menurut pasal ini adalah hanya tersangka, sedangkan pihak ketiga diartikan hanya berhak atas permintaan ganti rugi. Demikian pula menurut Pasal 82 ayat 1 huruf b KUHAP, hanya tersangka yang disebutkan disitu. 91 Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 69. 92 Hanafi Asmawie, Ganti Rugi dan Rehabilitasi Menurut KUHAP, Jakarta: Pradnya Paramita, 1990, hlm. 52. Universitas Sumatera Utara Pasal 97 ayat 3 KUHAP pun hanya menyebutkan tersangka yang dapat meminta rehabilitasi. 93 Demikian halnya apabila tersangka atau terdakwa dalam proses pemeriksaan perkara pidananya tidak ditahan maka dalam putusannya hanya dicantumkan rehabilitasinya, kalau hal itu diminta oleh tersangka atau terdakwa tersebut Pasal 82 ayat 3 huruf c KUHAP. 94 Baik putusan maupun penetapan rehabilitasi, diumumkan oleh panitera dengan menempelkan pada papan pengumuman pengadilan. 95 Pemulihan nama baik dan martabat tersangka atau terdakwa di dalam pergaulan masyarakat sangat penting, guna menghapuskan cacat yang dideritanya akibat penangkapan, penahanan, atau penuntutan dan pemeriksaan pengadilan yang dilakukan terhadap dirinya, maupun keluarganya di mata masyarakat. 96 Akan tetapi mengenai rehabilitasi nama baik sebenarnya perlu diadakan pembahasan lebih lanjut, karena pasal-pasal KUHAP sama sekali tidak pernah menyebutkan perkataan nama baik yang dihubungkan dengan rehabilitasi, sekalipun soal pemulihan nama baik itu juga termasuk dalam arti menegakkan hak asasi seorang tersangka dan atau terdakwa. Pada butir 23 Pasal 1 KUHAP tertera bahwa, rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. 97 93 Ibid., hlm. 51. 94 Ibid., hlm. 49. 95 Pasal 15 PP 27 Tahun 1983 96 Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 70. 97 Hanafi Asmawie, Op. Cit., hlm. 58. Universitas Sumatera Utara Mahkamah Agung dalam SEMA No. 11 Tahun 1985 tanggal 1 Maret 1985 tentang Permohonan Rehabilitasi dari terdakwa yang dibebaskan dari segala tuntutan hukum, memuat sebagai berikut: 98 a. Berhubung masih dijumpai adanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang amarnya adalah membebaskan terdakwa atau melepas terdakwa dari segala tuntutan hukum, akan tetapi dalam amar putusan tersebut tidak sekaligus dicantumkan tentang pemberian rehabilitasinya. b. Sehubungan dengan itu apabila orang tersebut menghendaki agar rehabilitasinya diberikan oleh pengadilan, maka ia dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama; c. Pengadilan Negeri setelah menerima permohonan itu kemudian memberikan rehabilitasi yang diminta orang tersebut yang dituang dalam bentuk “Penetapan”; d. Pada hakikatnya bagi seorang yang diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum oleh pengadilan, untuk memperoleh rehabilitasi adalah merupakan “hak”, oleh karena itu hendaknya selalu diingat oleh para hakim agar apabila menjatuhkan putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum selalu mencantumkan tentang rehabilitasinya dalam amar putusannya. Dilepaskannya terdakwa dari segala tuntutan hukum atau bebas dari tuduhan karena pasal pidana yang didakwakan tidak terbukti, maka si terdakwa berhak akan rehabilitasi. Akan tetapi apabila terdakwa terbukti melakukan tindak pidana lain yang tidak didakwakan dalam pemeriksaan persidangan pengadilan, maka seyogyanya permohonan rehabilitasi kepada Pengadilan Negeri akan dinyatakan oleh pengadilan tidak dapat diterima. Lain hal kalau ternyata yang didakwakan hukum yang keliru, misalnya hukum yang telah dicabut, sehingga putusan akhir hakim memuat diktum pembebasan dari tuduhan atau pelepasan dari segala tuntutan hukum. Oleh sebab itu sudah semestinya permintaan rehabilitasi yang diajukan terdakwa 98 Ibid., hlm. 54-55. Universitas Sumatera Utara dapat diterima oleh pengadilan dan diputus sekaligus Pasal 97 ayat 2 KUHAP dan SEMA No. 11 Tahun 1985. 99

C. Perkembangan Ganti Rugi dan Rehabilitasi

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Suatu Telaah Terhadap Proses Pengajuan Grasi Terhadap Putusan Pidana Mati Berdasarkan UU RI No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (Studi Kasus PUTUSAN Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.513/PID. B/1997/PN. LP)

0 64 77

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA CABUL TERHADAP ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO : 988 K/Pid/2007)

0 3 16

Tindak Pidana Penyertaan Pembunuhan Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 K/Pid/2012)

1 7 116

SKRIPSI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI.

0 3 11

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

ANALISIS PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 964 K/PID/2015).

0 2 12

IMPLEMENTASI UPAYA HUKUM KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA (Studi Kasus Putusan Nomor : 576PID.B2010PN.Mks)

0 0 118