Latar Belakang Dr. Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum 4. Syafruddin S. Hasibuan, SH., MH., DFM

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum yang berkualitas adalah hukum yang mengandung nilai-nilai keadilan bagi seluruh masyarakat dan sesuai dengan kehendakaspirasi masyarakat, sebab itu hukum yang baik akan menjamin kepastian hak dan kewajiban secara seimbang kepada tiap-tiap orang. Tujuan hukum, disamping menjaga kepastian hukum juga menjaga sendi-sendi keadilan yang hidup dalam masyarakat. 1 Hal utama bagi kepastian hukum yakni, adanya peraturan itu sendiri. Tentang apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakatnya, adalah diluar pengutamaan nilai kepastian hukum. Dengan adanya nilai yang berbeda-beda tersebut, maka penilaian mengenai keabsahan hukum atau suatu perbuatan hukum, dapat berlain-lainan tergantung nilai mana yang dipergunakan. Tetapi umumnya nilai kepastian hukum yang lebih berjaya, karena disitu diam-diam terkandung pengertian supremasi hukum. 2 Mengenai peranan hakim dalam menegakkan kepastian hukum, maka tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan hubungan antara hukum dengan hakim, untuk menciptakan keadilan dan ketertiban dalam dan bagi masyarakat. Hakim menjadi 1 Wasis SP, Pengantar Ilmu Hukum, Malang: UMM Press, 2002, hlm. 21. 2 Tb. Ronny Rahman Nitibaskara, Tegakkan Hukum Gunakan Hukum, Jakarta: Buku Kompas, 2006, hlm. 59-60. Universitas Sumatera Utara faktor penting dalam menentukan, bahwa pengadilan di Indonesia bukanlah suatu permainan untuk mencari menang, melainkan untuk mencari kebenaran dan keadilan. 3 Demi menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang, dalam pemeriksaan atas terdakwa, hakim senantiasa berpedoman pada sistem pembuktian yang digariskan dalam Pasal 183 KUHAP, yaitu sistem negatif menurut undang-undang Negatief Wettelijke Stelsel. Pasal 183 KUHAP berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Berdasarkan kalimat tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang KUHAP, yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP alat-alat bukti terdiri dari: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. 4 Berdasarkan alat bukti dan keyakinan hakim tersebut, nantinya dapat ditentukan, bagaimanakah nilai alat-alat bukti tersebut masing-masing, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 185 sampai dengan Pasal 189 KUHAP. Menilai kebenaran keterangan para saksi maupun terdakwa, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain, persesuaian keterangan antara keterangan saksi dengan alat bukti 3 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progressif, Jakarta: Buku Kompas, 2007, hlm. 275. 4 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sapta Artha Jaya, 1996, hlm. 262. Universitas Sumatera Utara lain, alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu, cara hidup dan kesusilaan saksi, serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya Pasal 185 ayat 6 KUHAP. 5 Penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa di tingkat pengadilan negeri dalam kasus pembunuhan ini, hanya mempertimbangkan kepada keterangan saksi yakni, saksi yang hanya mendengar dari orang lain saja testimonium de auditu dan tidak ada mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa pidana tersebut, bahkan tidak ada menemui barang bukti yang dipergunakan untuk membunuh korban, yang dalam hal ini adalah saudara kandung terdakwa, serta tidak mempertimbangkan keterangan saksi A de Charge dan Visum et Repertum, telah menimbulkan permasalahan dalam ranah hukum pidana terlebih dalam penjatuhan putusan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam menjatuhkan putusan yang seharusnya berdasarkan kepada fakta hukum yang diperoleh di persidangan, sesuai hukumundang-undang yang berlaku dan keyakinan hakim. 6 Pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara pembunuhan ini, yakni berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 63 KPid2007, 5 Agar keadilan itu sungguh-sungguh dapat ditegakkan dan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti ditetapkan dalam Pasal 4 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, yang diubah oleh UU No. 35 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, dan dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 6 Binsar Gultom, Pandangan Kritis Seorang Hakim Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm. 114. Universitas Sumatera Utara bahwa ternyata Pemohon Kasasi tidak dapat membuktikan putusan tersebut adalah merupakan pembebasan yang tidak murni, dikarenakan Pemohon Kasasi tidak dapat mengajukan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan mengenai dimana letak sifat tidak murni dari putusan bebas tersebut. 7 Demikian halnya dengan Putusan Pengadilan Tinggi No. 212PID2006PT-MDN, yang menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan kejahatan sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum JPU dan dinyatakan bebas murni. Putusan Mahkamah Agung No. 63 KPid2007 dan Putusan Pengadilan Tinggi No. 212PID2006PT-MDN tersebut, bertentangan dengan Putusan Pengadilan Negeri No. 1616Pid.B2005PN-LP, yang menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pembunuhan”. 8 Putusan PN Lubuk Pakam ini, hanya mendasarkan pertimbangan kepada keterangan saksi yakni, saksi yang hanya mendengar dari orang lain saja testimonium de auditu dan tidak ada mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa pidana tersebut, bahkan tidak ada menemui barang bukti yang dipergunakan untuk membunuh korban, yang dalam hal ini adalah saudara kandung terdakwa, serta tidak mempertimbangkan keterangan saksi A de Charge dan Visum et Repertum. Dasar pertimbangan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 183 KUHAP hingga Pasal 189 KUHAP, yang menyebabkan unsur barangsiapa tidak 7 Putusan Mahkamah Agung No. 63 KPid2007, tanggal 26 Maret 2007, hlm. 16. 8 Putusan Pengadilan Negeri No. 1616Pid.B2005PN-LP, tanggal 22 Mei 2006, hlm. 47. Universitas Sumatera Utara terbukti. 9 Oleh sebab itu, unsur selanjutnya seharusnya tidak akan dilanjutkan, akan tetapi hakim tetap melanjutkan proses peradilan tersebut, sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan, dan tidak adanya kepastian hukum yang seharusnya diciptakan dalam praktek peradilan. Berdasarkan putusan Majelis Hakim yang menyatakan, bahwa kesalahan terdakwa tidak terbukti dalam suatu pemeriksaan persidangan yang terbuka untuk umum dan diputus dengan amar putusan yang berbunyi “membebaskan atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan”, maka ia berhak untuk menjalankan proses tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi. 10 Dari uraian diatas tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas suatu tulisan yang berjudul “ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Studi Kasus No. 63 KPid 2007”. B. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini: 1. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam Putusan No.63 KPid2007; 9 Putusan Pengadilan Tinggi No. 212Pid2006PT-MDN, tanggal 22 Agustus 2006, hlm. 19. 10 Martiman Prodjohamidjojo, Ganti Rugi dan Rehabilitasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986, hlm. 5. Universitas Sumatera Utara 2. Apakah terdakwa dari Putusan No. 63 KPid2007 dapat mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi.

C. Tujuan Penelitian

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Suatu Telaah Terhadap Proses Pengajuan Grasi Terhadap Putusan Pidana Mati Berdasarkan UU RI No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (Studi Kasus PUTUSAN Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.513/PID. B/1997/PN. LP)

0 64 77

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA CABUL TERHADAP ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO : 988 K/Pid/2007)

0 3 16

Tindak Pidana Penyertaan Pembunuhan Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 K/Pid/2012)

1 7 116

SKRIPSI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI.

0 3 11

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

ANALISIS PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 964 K/PID/2015).

0 2 12

IMPLEMENTASI UPAYA HUKUM KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA (Studi Kasus Putusan Nomor : 576PID.B2010PN.Mks)

0 0 118