Kebijakan Persaingan Usaha Terhadap Penyelenggaraan BPJS

48

BAB IV PENYELENGGARAAN BPJS

A. Kebijakan Persaingan Usaha Terhadap Penyelenggaraan BPJS

BPJS terbentuk sesuai dengan amat UU SJSN yang diwujudkan dengan Uudang-undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk mengelola asuransi sosial di Indonesia. Sejalan dalam perkembangannya, sebenarnya sebelum adanya BPJS sudah ada banyak pelaku usaha asuransi baik berupa asuransi kesehatan, ketenagakerjaan, asuransi jiwa, asuransi jaminan hari tua dan lain-lain, mereka adalah pelaku usaha swasta. Pelaku usaha swasta ini sebenarnya sudah mampu mengelola jenis-jenis asuransi sebagaimana yang telah disebutkan diatas yang diperuntukan bagi masyarakat luas dengan berbagai pelayanan dan fasilitas yang di tawarkan, sehingga pelaku usaha swasta ini dapat dikatakan sebagai pesaing yang potensial yang memang sudah eksis sebelum adanya BPJS. Hal ini dapat dilihat dengan menjamurnya pelaku-pelaku swasta di bidang asuransi. Tetapi pemerintah mengeluarkan kebijakan Melalui Undang- undang yang memberikan delegasi kepada BPJS untuk menjalankan program asuransi sosial, dan memberikan BPJS hak monopoli melalui Undang-undang No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara jaminan Sosial. Menggenai ketentuan hak monopoli yang dimiliki BPJS di atur di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan 49 Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasal 50 huruf a yang menyatakan,Yang dikecualikan dari ketentuan Undang-undnag ini adalah : a Perbuatan danatau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undang Pasal ini menyebabkan monopoli pemerintah melalui BPJS tidak dapat dikatakan melawan hukum, karena ada delegasi dari Undang-undang No. 24 Tahun 2011. Kegiatan usaha yang dilakukan BPJS bersifat melaksanakan perintah Undang-undangan yang menjadi dasar hukum pengecualian bagi BPJS, yang keberadaannya di akui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menggenai pengaturan pelaksanaan monopoli di atur di dalam Pasal 51 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat: “Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan Undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah. ” Karena di dalam penjelasan Pasal 51 dikatakan cukup jelas maka pengaturan lebih lanjut menggenai ketentuan Pasal 51 dijelaskan secara rinci dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 3 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Disana dijelaskan tujuan dari Pasal 51 melalui pedoman pelaksanaan Pasal 51 adalah 50 mengidentifikasi batasan hukum yang jelas menggenai maksud dari kegiatan bidang produksi atau pemasaran barang dan jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara, menjadi pedoman bagi para pihak dalam melakukan kegiatan usaha agar tidak mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 72 Dalam menjabarkan keberadaan Pasal 51, terdapat beberapa bagian yang merupakan elemen utama dalam Pasal ini terkait keberadaan intervensi negara. Keberadaan Pasal 51 memungkinkan adanya monopoli dan pemusatan kegiatan yang di kecualikan dari Undang-undang hukum persaingan usaha, Namun apabila prilaku pelaku usaha melalui posisi dominannya yang bertendensi melakukan praktek monopoli yang berujung pada persaingan usaha tidak sehat, kegiatan tersebut tidak lepas dari penegakan persaingan usaha. Karena kegiatan usaha yang mengarah kepada praktek monopoli akan akan merugikan pelaku usaha, konsumen, dan kepetingan umum, sehingga praktek monopoli menjadi sebuah kegiatan yang dilarang. Sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam, islam juga mendorong para pelaku usahanya bersaing secara sehat. Didalam ekonomi Islam juga melarang pelaku usaha menjalankan usahanya secara curang batil atau menjalankan usahanya secara tidak sehat. Pelarangan pelaku usaha untuk tidak melakukan kegiatan usahanya secara curang atau secara tidak sehat sebagaimana Allah SWT 72 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999. h.6 51 berfirman di dalam Al- Qur‟an Surat An-nisa 4 : 29 dan Al- Baqarah 2 : 279 yang berbunyi ;                          ةروس ءاسنلا 4:29 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ”                   ميركلا نآرقلا 2:279 Artinya : “Maka jika kamu tidak mengerjakan meninggalkan sisa riba, Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat dari pengambilan riba, Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak pula dianiaya.” Pasal 51 UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengakui kewenangan negara dalam memberikan hak monopoli kepada BUMN danatau kepada badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk pemerintah untuk menyelengarakan monopoli atas barang atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta cabang produksi yang penting bagi negara. Namun terhadap tindakan yang dilakukan oleh pemegang hak monopoli yang bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha tidak sehat tidak di kecualikan. Apabila kita menelaah frasa “ bertujuan melaksanakan” dalam 52 Pasal 50 huruf a diartikan bahwa pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha bukan atas otoritasnya sendiri melainkan menjalankan perintah dan kewenanggannya yang di atur secara tegas di dalam Undang-undang. Dengan demikian “perbuatan atau perjanjian” yang dikecualikan dalam ketentuan Pasal 50 huruf a adalah perbuatan danatau perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha berdasarkan perintah dan kewenanggan yang diberikan oleh Undang-undang untuk dilaksanakan. 73 Sebuah monopoli atau pemusatan kegiatan hanya dapat dikecualikan dari ketentuan Pasal 51 tadi selama monopoli atau pemusatan kegiatan tersebut diatur keberadaannya oleh Undang-undang. Dengan kata lain yang di kecualikan adalah tindakan-tindakan yang jelas di atur di dalam Undang-undang dan peraturan pelaksanaanya, namun tidak berlaku ketika monopoli atau pemusatan kegiatan tersebut melahirkan perbuatan yang anti persaingan di Undang-undang terkait atau peraturan pelaksananya. Dengan kata lain kegiatan monopoli yang berujung pada praktek monopoli tanpa memberikan kesempatan pada perusahaan lain yang sejenis untuk menawarkan bentuk kerjasama yang kompetitif, maka potensi benturan dengan prinsip persaingan yang sehat dapat terjadi, khususnya terkait dugaan menghambat persaingan usaha yang sehat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 UU No.5 tahun 1999. 74 73 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 UU No. 5 Tahun 1999.h.15 74 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999. h.12 53

B. Tugas dan Kewenangan KPPU dalam Menjaga Iklim Persaingan Perusahaan