Karakteristik Pasien Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan Yang Menjalani Kateterisasi Jantung di RSUP H. Adam Malik Medan
KARAKTERISTIK PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG MENJALANI KATETERISASI JANTUNG DI RSUP H.
ADAM MALIK MEDAN
Oleh:
ANANDA MARINA 070100028
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
KARAKTERISTIK PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG MENJALANI KATETERISASI JANTUNG DI RSUP H.
ADAM MALIK MEDAN KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
ANANDA MARINA 070100028
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Karakteristik Pasien Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan yang Menjalani Kateterisasi Jantung di RSUP H. Adam Malik Medan Nama : Ananda Marina
NIM : 070100028
Pembimbing Penguji I
(dr. Muhammad Ali, Sp.A (K)) (dr. Juliandi Harahap, M.A) NIP : 19690524 199903 1 001 NIP : 19700702 199802 1 001
Penguji II
(dr. Bintang Sinaga, Sp.P) NIP : 19720228 199903 2 002
Medan, Desember 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001
(4)
ABSTRAK
Latar belakang: Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur atau fungsi jantung yang telah ada sejak lahir. Salah satu cara untuk mendiagnosis dan sekaligus sebagai prosedur terapi PJB adalah dengan kateterisasi jantung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan.
Metode: Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Agustus 2010. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan cara total sampling, dimana jumlah sampel yang didapatkan adalah 30 sampel. Data pada penelitian ini diperoleh dari rekam medis pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan.
Hasil: Dari hasil penelitian ini diperoleh rata-rata umur pasien adalah 5,7 tahun dimana sebanyak 19 orang (63,3%) berjenis kelamin laki-laki. Secara keseluruhan kateterisasi jantung masih digunakan hanya sebagai alat diagnosis saja. Jenis kateter yang paling sering digunakan adalah gabungan dari jenis kateter pigtail dan MPA (n=16; 53,3%). Pada diagnosis dengan kateterisasi jantung terdapat perbedaan pada hasil diagnosis sebelum dan sesudah kateterisasi. Jenis kontras yang paling sering digunakan adalah Iopamiro (n=29; 96,7%). Anestesi general
digunakan pada keseluruhan sampel. Rata-rata lama waktu radiasi pada tindakan kateterisasi jantung adalah 10 menit 59 detik. Rata-rata lama prosedur kateterisasi jantung adalah 52 menit 13 detik. Komplikasi hanya terjadi pada satu sampel saja (3,3%), yaitu berupa luka pada tempat insisi.
Kesimpulan: Melihat hasil penelitian yang masih menggunakan kateterisasi jantung sebagai alat diagnostik diharapkan dapat lebih dikembangkan sebagai prosedur terapi agar kita bukan hanya dapat mendiagnosis kelainan jantung tersebut, tetapi juga dapat melakukan penatalaksanaan.
(5)
ABSTRACT
Background: Congenital heart disease (CHD) is a disease with abnormal structure or function of the heart which is present at birth. A method to diagnose and also as the therapy procedure of the CHD is with cardiac catheterization. This research is conducted to determine the characteristics of pediatric patients with CHD who undergo cardiac catheterization in RSUP H. Adam Malik Medan. Method: This research was taken in RSUP H. Adam Malik since August 2010. This reseach was a descriptive study, with the method of total sampling, which the total sampels gained were 30 samples. The data were collected from medical records of the pediatric patients with CHD who underwent cardiac catheterization in RSUP H. Adam Malik Medan.
Results: From the result of the research could be obtained that the average age of the patients was 5.7 years old, 19 (63.3%) of which were male. Overall the cardiac catheteriation was used only for diagnostic device. Kind of catheter used the most was combination of pigtail catheter and MPA (n=16; 53.3%). Diagnosis with cardiac catheterization had differences between the diagnostic result before and after catheterization. The type of contrast used the most was Iopamiro (n=29; 96.7%). General anesthesia was used in the whole samples. The average radiation time in cardiac catheterization was 10 minutes and 59 seconds. The average procedure time in cardiac catheterization was 52 minutes and 13 seconds. Complication only occured in one sample (3.3%), which was incised wound.
Conclusion: Seeing the results of the research still using cardiac catheterization as a diagnostic device, it is expected to be more developed as a therapy procedure so that not only can we diagnose those cardiac abnormalities, we also can do the management.
(6)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Karateristik Pasien Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan yang Menjalani Kateterisasi Jantung di RSUP H. Adam Malik Medan “ dapat selesai tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Muhammad Ali, Sp.A(K), selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan saran dan petunjuk dalam pelaksanaan pembuatan karya tulis ini.
3. Dr. Juliandi Harahap, M. A, dan Bintang Sinaga, Sp. P, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.
4. Prof. dr. Adril Arsyad Hakim, Sp.BS, selaku Dosen Penasehat Akademis yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Bagian Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) dan Bagian Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) RSUP H. Adam Malik Medan serta instalasi rekam medik yang telah memberikan izin dan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan proses pengumpulan data di lokasi penelitian. 6. Bagian Poliklinik Kardiologi Anak RSUP H. Adam Malik Medan yang
telah memberikan tempat dan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan proses pengumpulan data.
7. Seluruh staff pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
8. Kedua orang tua (dr. M. Natsir Pohan, Sp.B dan Ir. Mary Edwina) yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil hingga saat ini, serta
(7)
keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan dan motivasi tiada henti.
9. Sahabat-sahabat sekelompok karya tulis ilmiah (Citra, Taufik, Ami, Fandy, PW, Azizi, dan Armika), sahabat-sahabat senasib sepenanggungan dalam proses penulisan KTI ini.
10.Sahabat-sahabat penulis di FK USU (Nana, Nanda, Yasmine, Irfan, Inal, Iqbal, Hasbi, Alta, Otneil, Fitri, Hanum, Mail, Mas Tyo, Uty) serta teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis sadar karya tulis ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar semakin baik ke depannya. Akhir kata, penulis berharap agar hasil dari karya tulis ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan dunia kesehatan.
Medan, November 2010 Penulis
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... ix
Daftar Lampiran... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian... 2
1.4. Manfaat Penelitian ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Penyakit Jantung Bawaan ... 3
2.1.1. Definisi Penyakit Jantung Bawaan ... 3
2.1.2. Epidemiologi Penyakit Jantung Bawaan ... 3
2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko Penyakit Jantung Bawaan ... 3
2.1.4. Jenis Penyakit Jantung Bawaan ... 4
2.2. Kateterisasi Jantung ... 6
2.2.1. Definisi Kateterisasi Jantung ... 6
2.2.2. Sejarah Kateterisasi Jantung ... 6
2.2.3. Indikasi Kateterisasi Jantung ... 7
2.2.4. Anestesi, Kontras, dan Lama Prosedur... 7
(9)
2.3. Kateterisasi Jantung pada PJB ... 10
2.3.1. Kateterisasi sebagai Diagnostik ... 10
2.3.2. Kateterisasi sebagai Terapi ... 11
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 15
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 15
3.2. Definisi Operasional ... 15
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 17
4.1. Rancangan Penelitian ... 17
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 17
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 17
4.5. Metode Analisis Data ... 18
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
5.1. Hasil Penelitian ... 19
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 19
5.1.2. Deskripsi Sampel Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Indikasi Kateterisasi, dan Jenis Kateter ... 20
5.1.3. Deskripsi Sampel Berdasarkan Diagnosis Sebelum dan Sesudah Kateterisasi ... 21
5.1.4. Deskripsi Sampel Berdasarkan Jenis Kontras, Jenis Anestesi, Lama Radiasi, Lama Prosedur, dan Komplikasi ... 23
(10)
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
6.1. Kesimpulan ... 28
6.2. Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Jenis Zat Anestesi pada Kateterisasi Jantung 8
5.1 Distribusi Umur, Jenis Kelamin, Indikasi Kateterisasi,
dan Jenis Kateter 20
5.2 Distribusi Diagnosis Sebelum Kateterisasi 21
5.3 Distribusi Diagnosis Setelah Kateterisasi 22
5.4 Distribusi Jenis Kontras, Jenis Anestesi, Lama Radiasi,
(12)
DAFTAR LAMPIRAN 1. Riwayat Hidup Peneliti
2. Form Penelitian 3. Ethical Clearence 4. Surat Izin Penelitian 5. Data Induk
(13)
ABSTRAK
Latar belakang: Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur atau fungsi jantung yang telah ada sejak lahir. Salah satu cara untuk mendiagnosis dan sekaligus sebagai prosedur terapi PJB adalah dengan kateterisasi jantung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan.
Metode: Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Agustus 2010. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan cara total sampling, dimana jumlah sampel yang didapatkan adalah 30 sampel. Data pada penelitian ini diperoleh dari rekam medis pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan.
Hasil: Dari hasil penelitian ini diperoleh rata-rata umur pasien adalah 5,7 tahun dimana sebanyak 19 orang (63,3%) berjenis kelamin laki-laki. Secara keseluruhan kateterisasi jantung masih digunakan hanya sebagai alat diagnosis saja. Jenis kateter yang paling sering digunakan adalah gabungan dari jenis kateter pigtail dan MPA (n=16; 53,3%). Pada diagnosis dengan kateterisasi jantung terdapat perbedaan pada hasil diagnosis sebelum dan sesudah kateterisasi. Jenis kontras yang paling sering digunakan adalah Iopamiro (n=29; 96,7%). Anestesi general
digunakan pada keseluruhan sampel. Rata-rata lama waktu radiasi pada tindakan kateterisasi jantung adalah 10 menit 59 detik. Rata-rata lama prosedur kateterisasi jantung adalah 52 menit 13 detik. Komplikasi hanya terjadi pada satu sampel saja (3,3%), yaitu berupa luka pada tempat insisi.
Kesimpulan: Melihat hasil penelitian yang masih menggunakan kateterisasi jantung sebagai alat diagnostik diharapkan dapat lebih dikembangkan sebagai prosedur terapi agar kita bukan hanya dapat mendiagnosis kelainan jantung tersebut, tetapi juga dapat melakukan penatalaksanaan.
(14)
ABSTRACT
Background: Congenital heart disease (CHD) is a disease with abnormal structure or function of the heart which is present at birth. A method to diagnose and also as the therapy procedure of the CHD is with cardiac catheterization. This research is conducted to determine the characteristics of pediatric patients with CHD who undergo cardiac catheterization in RSUP H. Adam Malik Medan. Method: This research was taken in RSUP H. Adam Malik since August 2010. This reseach was a descriptive study, with the method of total sampling, which the total sampels gained were 30 samples. The data were collected from medical records of the pediatric patients with CHD who underwent cardiac catheterization in RSUP H. Adam Malik Medan.
Results: From the result of the research could be obtained that the average age of the patients was 5.7 years old, 19 (63.3%) of which were male. Overall the cardiac catheteriation was used only for diagnostic device. Kind of catheter used the most was combination of pigtail catheter and MPA (n=16; 53.3%). Diagnosis with cardiac catheterization had differences between the diagnostic result before and after catheterization. The type of contrast used the most was Iopamiro (n=29; 96.7%). General anesthesia was used in the whole samples. The average radiation time in cardiac catheterization was 10 minutes and 59 seconds. The average procedure time in cardiac catheterization was 52 minutes and 13 seconds. Complication only occured in one sample (3.3%), which was incised wound.
Conclusion: Seeing the results of the research still using cardiac catheterization as a diagnostic device, it is expected to be more developed as a therapy procedure so that not only can we diagnose those cardiac abnormalities, we also can do the management.
(15)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur atau fungsi jantung yang telah ada sejak lahir. Kelainan ini terjadi karena gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin (Harimurti, 2008). Penyakit Jantung Bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden lebih tinggi pada lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi premature (2%) (Bernstein, 2004).
Evaluasi awal pada bayi dengan dugaan PJB meliputi tiga komponen utama. Pertama, defek jantung bawaan tersebut dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu PJB sianotik dan asianotik, hal ini dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisik dan dibantu dengan oksimetri transkutan. Kedua, dua kelompok PJB dapat lebih lanjut dibagi berdasarkan corak vaskuler paru, apakah bertambah, normal, atau berkurang. Hal ini dapat dilihat melalui radiografi dada. Ketiga, elektrokardiogram dapat digunakan untuk menentukan apakah ada hipertrofi ventrikel kanan, kiri, atau biventrikuler. Sifat suara jantung dapat menyempitkan diagnosis banding. Diagnosis akhir dikonfirmasi dengan ekokardiografi dan/atau kateterisasi jantung (Bernstein, 2004).
Dewasa ini, telah terjadi perkembangan dalam hal penggunaan kateterisasi jantung. Jika pada awalnya, kateterisasi jantung hanya digunakan sebagai alat diagnostik PJB, maka sekarang kateterisasi jantung juga dimanfaatkan sebagai teknik intervensi non-bedah. Tahun 1996 merupakan awal dilakukannya intervensi transkateter pertama di Indonesia yang dilakukan oleh Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UI/PJN Harapan Kita ( Harimurti, 2008).
Berdasarkan fakta-fakta yang telah dijelaskan di atas, dapat kita lihat bahwa teknik kateterisasi jantung telah berkembang demikian pesat. Namun, data-data mengenai karakteristik anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan belum diketahui, sehingga dirasa perlu untuk melakukan pencarian data tersebut.
(16)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimanakah karakteristik pasien anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia kesehatan dalam memutuskan jenis PJB yang sesuai diintervensi dengan kateterisasi jantung.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Jantung Bawaan
2.1.1. Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir (Sani, 2007). Kelainan ini terjadi karena gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin (Harimurti, 2008).
2.1.2. Epidemiologi
Penyakit Jantung Bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden lebih tinggi pada lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi premature (2%) (Tank, 2000).
Penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada bayi berjenis kelamin laki-laki, dan 14,21 pada bayi perempuan. Penyakit Jantung Bawaan yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect (Wu, 2009).
2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Pada sebagian besar kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui (Sastroasmoro, 1994). Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan lingkungan.
Pada faktor genetik, hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung. Hal lain yang juga berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya pada Sindroma Down (Fachri, 2007).
(18)
Untuk faktor lingkungan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: - Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok. - Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan
menyebabkan penyakit jantung bawaan
- Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol mempunyai risiko sekitar 3-5% untuk mengalami penyakit jantung bawaan
- Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30% untuk mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan
- Ectasy dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazin, dan kokain akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan (Indriwanto, 2007).
2.1.4. Jenis
Secara garis besar, PJB ini dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu PJB asianotik dan sianotik (Widyantoro, 2006).
Penyakit jantung bawaan asianotik dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian berdasarkan beban fisiologis yang diberikannya kepada jantung. Salah satunya yaitu lesi shunt dari kiri ke kanan. Penyakit jantung bawaan yang termasuk ke dalamnya adalah Atrial Septal Defect, Ostium Secundum Defect, Sinus Venosus Atrial Septal Defect, Partial Anomalous Pulmonary Venous Return, Atrioventricular Septal Defects (Ostium Primum and Atrioventricular Canal or Endocardial Cushion Defects), Ventricular Septal Defect, Supracristal Ventricular Septal Defect with Aortic Insufficiency, Patent Ductus Arteriosus, Aorticopulmonary Window Defect, Coronary-Arteriovenous Fistula (Coronary-Cameral Fistula), Ruptured Sinus of Valsalva Aneurysm.
Pada lesi obstruktif termasuk Pulmonary Valve Stenosis with Intact Ventricular Septum, Infundibular Pulmonary Stenosis and Double-Chamber Right Ventricle, Pulmonary Stenosis in Combination with an Intracardiac Shunt, Peripheral Pulmonary Stenosis, Aortic Stenosis, Coarctation of the Aorta, Coarctation with Ventricular Septal Defect, Coarctation with Other Cardiac
(19)
Anomalies and Interrupted Aortic Arch, Congenital Mitral Stenosis,and Pulmonary Venous Hypertension
Pada lesi regurgitan termasuk Pulmonary Valvular Insufficiency and Congenital Absence of the Pulmonary Valve, Congenital Mitral Insufficiency, Mitral Valve Prolapse, and Tricuspid Regurgitation. Pada lesi jantung tambahan termasuk Anomalies of the Aortic Arch, Anomalous Origin of the Coronary Arteries, Pulmonary Vascular Disease (Eisenmenger Syndrome)
Penyakit jantung bawaan sianosis dapat kita bagi menjadi lesi sianosis yang disertai dengan penurunan aliran darah paru dan lesi sianosis yang disertai penambahan aliran darah paru. Lesi sianosis yang disertai dengan penurunan aliran darah paru termasuk Tetralogy of Fallot, Pulmonary Atresia with Ventricular Septal Defect, Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum, Tricuspid Atresia, Double-Outlet Right Ventricle with Pulmonary Stenosis, Transposition of the Great Arteries with Ventricular Septal Defect and Pulmonary Stenosis, Ebstein Anomaly of the Tricuspid Valve.
Lesi sianosis yang disertai dengan bertambahnya aliran darah paru termasuk d-Transposition of the Great Arteries, d-Transposition of the Great Arteries with Intact Ventricular Septum, Transposition of the Great Arteries with Ventricular Septal Defect, l-Transposition of the Great Arteries (Corrected Transposition), Double-Outlet Right Ventricle Without Pulmonary Stenosis, Double-Outlet Right Ventricle with Transposition of the Great Arteries (Taussig-Bing Anomaly), Total Anomalous Pulmonary Venous Return, Truncus Arteriosus, Single Ventricle (Double-Inlet Ventricle, Univentricular Heart), Hypoplastic Left Heart Syndrome, Abnormal Positions of the Heart and the Heterotaxy Syndromes (Asplenia, Polysplenia)
Adapun malformasi dari PJB yang lain yaitu Pulmonary Arteriovenous Fistula, Ectopia Cordis, Diverticulum of the Left Ventricle, Primary Pulmonary Hypertension (Bernstein, 1999).
(20)
2.2. Kateterisasi Jantung 2.2.1. Definisi
Kateterisasi jantung adalah suatu prosedur diagnostik yang perlahan berkembang menjadi prosedur terapi untuk kelainan jantung (McPhee, 2009).
2.2.2. Sejarah
Konsep mengenai penyakit jantung didasarkan pada pengetahuan fisiologi dan anatomi yang didapat dari percobaan-percobaan dengan kateterisasi jantung sekitar 70 tahun yang lalu. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Andre Cournand pada saat penerimaan Nobel pada 11 Desember 1956, kateterisasi jantung adalah kunci jawaban dari konsep penyakit jantung. Dengan menggunakan kunci tersebut, Cournand dan koleganya telah membawa kita ke era baru untuk memahami fungsi normal dan penyakit jantung pada manusia. Menurut Cournand, kateterisasi jantung pertama kali dilakukan oleh Claude Bernard pada tahun 1844. Subjeknya berupa kuda dimana kedua ventrikel dari kuda tersebut dimasuki dengan pendekatan retrograde dari vena jugularis dan arteri carotis (Olade, 2008). Aplikasi yang dilakukan oleh Bernard ini, memberi suatu nilai yang sangat besar dalam inovasi teknik ini. Suatu era investigasi pada hewan kemudian berujung pada suatu perkembangan penting pada teknik dan prinsip teknik kateterisasi jantung yang diterapkan pada manusia.
Werner Frossmann selalu dipuji sebagai orang pertama yang melakukan kateterisasi jantung pada manusia, yaitu pada dirinya sendiri. Pada usia 25 tahun, setelah menerima instruksi medis bedah di Jerman, ia memasukkan kateter berukuran 65 cm melalui salah satu vena antecubiti kiri, dibantu dengan fluoroscopy, sampai kateter tersebut memasuki atrium kanan, kemudian ia berjalan ke departemen radiologi untuk mendokumentasikannya dengan roentgenogram. Dua tahun berikutnya, Frossmann melanjutkan melakukan studi kateterisasi, termasuk enam percobaan tambahan untuk mengkateterisasi dirinya sendiri. Untuk kontribusi yang diberikan Frossmann tersebut, ia bersama dengan Andre Cournand dan Dickinson Richards memperoleh Nobel pada tahun 1956. Tujuan utama dari studi kateterisasi jantung yang dilakukan oleh Frossmann
(21)
adalah untuk mengembangkan teknik terapi yang dapat memasukkan obat secara langsung ke jantung (Baim, 2006).
2.2.3. Indikasi
Kateterisasi jantung ini merupakan suatu tindakan invasif. Mengingat risikonya yang cukup tinggi, maka harus dipertimbangkan secara selektif untuk menggunakan teknik tersebut (Roebiono, 1996). Kateterisasi jantung bertujuan untuk mendapat gambaran dan data objektif secara pasti tentang perubahan anatomis dan fisiologis akibat berbagai kelainan pada jantung dan pembuluh darah. Pasien dengan PJB termasuk pasien yang memerlukan kateterisasi jantung. Dengan kateterisasi jantung dapat diketahui ada tidaknya kelainan jantung, jenis kelainan jantung, derajat kelainan tersebut, cara pengobatan yang tepat, dan menilai hasil pengobatan. Selain itu, kateterisasi jantung juga dapat digunakan untuk mengetahui tekanan pada ruang-ruang di jantung, melihat bagaimana darah melewati jantung, mengambil sampel darah, menginjeksikan zat kontras untuk melihat adanya hambatan pada pembuluh darah, atau abnormalitas dari ruang jantung, serta melakukan koreksi pada kelainan jantung tersebut (Parks, 2007).
Berdasarkan data-data di atas, indikasi untuk tindakan kateterisasi jantung dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu:
1. Untuk menegakkan diagnosis, yaitu dengan menganalisis semua data hasil kateterisasi sehingga diperoleh gambaran anatomi dan fisiologi secara pasti
2. Untuk melakukan terapi, yaitu kateterisasi intervensi sebagai tindak lanjut dari diagnosis yang diperoleh
2.2.4. Anestesi, Kontras, dan Lama prosedur
Kateterisasi jantung pada anak dengan PJB dapat dilakukan dengan anestesi umum. Adapun keuntungan dari anestesi umum ini adalah untuk imobilisasi yang lebih baik, kontrol pernapasan serta hemodinamik yang optimal (Reyntjens et al, 2005).
(22)
Beberapa jenis zat anestesi yang digunakan pada kateterisasi jantung terdapat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Jenis Zat Anestesi pada Kateterisasi Jantung (Arnold dan Holtby, 2005).
Pada kateterisasi jantung, injeksi zat kontras dilakukan untuk mengetahui adanya hambatan maupun penyempitan pada pembuluh darah. Adapun zat kontras yang digunakan pada kateterisasi jantung adalah Iohexol, Iodixanol, Diatrizoate meglumine/sodium, kombinasi Diatrizoate meglumine/sodium dengan Iohexol, serta kombinasi Diatrizoate meglumine/sodium dengan Iodixanol (Amini, et al, 2009).
Lama prosedur kateterisasi jantung bervariasi. Hal ini bergantung pada kemampuan operator dan kompleksnya kondisi pasien yang dikateterisasi. Berdasarkan penelitian pada tahun 1997, kateterisasi jantung kiri membutuhkan waktu rata-rata 64 menit untuk waktu lab, termasuk 25 menit waktu prosedur.
(23)
Sedangkan untuk kateterisasi jantung kanan membutuhkan waktu rata-rata 84 menit untuk waktu lab dan waktu prosedur sekitar 32 menit. Untuk prosedur intervensi, dibutuhkan waktu rata-rata 117 menit, dengan waktu prosedur sekitar 70 menit (Baim, 2006).
2.2.5. Kontraindikasi
Kontraindikasi dari kateterisasi jantung ini sangat bervariasi. Hal ini bergantung pada kemajuan teknik, peralatan serta ketrampilan operator. Seiring berkembangnya pengetahuan mengenai kateterisasi jantung, hampir dikatakan tidak ada lagi kontraindikasi absolut, yang ada hanya kontraindikasi relatif. Hal-hal yang termasuk dalam kontraindikasi relatif adalah:
1. Ventrikel iritabel yang tidak dapat dikontrol
2. Hipokalemia/intoksikasi digitalis yang tidak dapat dikoreksi 3. Hipertensi yang tidak dapat dikoreksi
4. Penyakit demam berulang
5. Gagal jantung dengan edema paru akut
6. Gangguan pembekuan: waktu protrombin > 18 detik 7. Gagal ginjal hebat/anuria
8. Alergi bahan kontras
Sedangkan satu-satunya yang dianggap sebagai kontraindikasi absolut adalah apabila pasien dan keluarganya menolak untuk dilakukan kateterisasi (Ontoseno, 1994).
2.3. Kateterisasi Jantung pada PJB 2.3.1. Kateterisasi sebagai Diagnostik
Diagnostik dengan kateterisasi adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan menggunakan zat anestesi dan pipa berlubang dengan diameter 2-3 mm, yang disebut kateter, yang dimasukkan melalui vena dan/atau arteri pada leher, tangan, dan kaki, yang mana akan berlanjut ke bagian kanan atau kiri dari jantung. Ketika kateter telah mencapai bagian jantung tersebut, maka tekanan darah di berbagai
(24)
ruang jantung dapat diukur, sampel darah dapat diambil, dan zat kontras dapat diinjeksikan untuk dilihat dengan x-ray.
Hasil dari diagnostik dengan menggunakan kateterisasi sangat membantu dalam evaluasi pasien dengan kelainan jantung. Teknik kateterisasi ini dapat mengkonfirmasi dugaan yang kita dapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan/atau evaluasi dari metode noninvasive, seperti EKG, ekokardiogram, dan sebagainya.
Pada pelaksanaannya, kateter dapat dimasukkan melalui vena atau arteri. Hal ini didasarkan pada kondisi yang ingin dievaluasi. Untuk mengakses bagian kanan dari ruang maupun pembuluh darah, kateterisasi dilakukan melalui vena. Sedangkan untuk mengakses bagian kiri jantung, kateterisasi dilakukan melalui arteri. Kateterisasi melalui arteri dan vena ini dapat dilakukan secara
percutaneous atau via cutdown.
Pada prosedur kateterisasi terdapat beberapa komplikasi, seperti terjadinya luka pada arteri dan vena pada tempat dilakukannya kateterisasi. Hal ini terjadi pada 0,5-1,5% pasien. Lebam disertai perubahan warna kulit pada tempat punksi pembuluh darah terjadi pada 1-5% pasien. Komplikasi yang paling jarang terjadi adalah infeksi pada lokasi pemasangan kateter. Injeksi dari zat kontras dapat menyebabkan mual dan muntah pada 3-15% pasien, rasa gatal pada 1-3% pasien, reaksi alergi pada 0,2% pasien. Pada pasien yang mempunyai fungsi ginjal yang abnormal, injeksi zat kontras ini dapat memperburuk kondisi penyakit tersebut. Komplikasi mayor, seperti kematian, serangan jantung, dan stroke, yang terjadi dalam 24 jam setelah prosedur dilakukan, ditemui pada 0,2-0,3% pasien. Kematian dapat dikarenakan perforasi dari jantung maupun pembuluh darah, abnormalitas irama jantung, serangan jantung, dan reaksi alergi yang parah akibat injeksi kontras.
Diagnosis dengan kateterisasi pada PJB sangat penting, karena setengah dari anak dengan PJB meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun. Maka diperlukan prosedur yang dengan cepat mampu mendeteksi kelainan tersebut agar segera dapat ditindaklanjuti. Pada kateterisasi, ada 3 informasi penting yang dapat diperoleh, yaitu tekanan pada ruang dan pembuluh darah jantung, saturasi oksigen
(25)
pada darah, dan hubungan abnormal dapat ditunjukkan secara langsung dengan penggunaan kateter.
Berbicara mengenai pengukuran tekanan pada PJB, hal ini diperlukan untuk mendiagnosis stenosis. Namun, adanya peningkatan tekanan tanpa disertai adanya stenosis juga merupakan hal yang menarik dan perlu dicari penyebabnya. Saturasi oksigen dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi shunt dari kiri ke kanan, khususnya Atrial Septal Defect. Sedangkan hubungan abnormal yang dapat dideteksi dengan kateterisasi sangat berguna untuk menentukan diagnosis yang melibatkan dua sirkulasi (Lange and Hillis, 2003).
2.3.2. Kateterisasi sebagai Terapi
Kateterisasi jantung merupakan suatu alat diagnostik yang penting pada neonatus selama beberapa dekade. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, diagnosis tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan echocardiography, sehingga penggunaan kateterisasi jantung sebagai alat diagnostik menjadi berkurang. Sekarang, kateterisasi jantung semakin berkembang sebagai prosedur terapi (Shim, et al, 1999).
Beberapa contoh perkembangan kateterisasi jantung dalam prosedur terapi pada PJB adalah:
1. Opening of Atrial Communications
- Ballon Atrial Septostomy
Ballon atrial septostomy pertama kali digambarkan oleh Rashkind and Miller tahun 1966 sebagai prosedur paliatif pada kelainan Transposition of the Great Arteries. Pembuatan Atrial Septal Defect pada Transposition of the Great Arteries membuat percampuran darah antara aliran pulmonal dan darah vena sistemik, dimana hal ini meningkatkan saturasi oksigen.
- Blade Atrial Septostomy
Ketika septum atrium terlalu tebal untuk ditembus hanya dengan menggunakan ballon septostomy saja dan adanya hubungan adekuat atrium yang penting untuk mengadakan percampuran, maka blade septostomy adalah prosedur pilihan. Prosedur ini pertama kali digambarkan oleh Park et al.
(26)
- Static Ballon Atrial Dilation
Prosedur ini pertama kali dilakukan pada hewan percobaan pada tahun 1987 oleh Mitchell et al. Sedangkan pada manusia, hal ini pertama kali dilakukan pada tahun 1987 oleh Shrivastava et al. Indikasi dari penggunaan prosedur ini sama dengan ballon atrial septostomy dan blade atrial septostomy.
2. Closure Devices
- Devices for Atrial Septal Defects
Atrial Septal Defect (ASD) yang paling umum ditemukan adalah Secundum ASD dan bisa diintervensi dengan penutupan transkateter. Era dari penggunaan transkateter pada ASD dimulai pada tahun 1976 ketika King et al melaporkan aplikasi dari double-umbrella device pada manusia.
- Devices for Ventricular Septal Defects
Penggunaan preoperative transkateter dengan menggunakan double-disk device sangat membantu pada Ventricular Septal Defect (VSD). The Clamshell device, the Rashkind double umbrella port device, dan buttoned device telah digunakan untuk menutup muscular/ perimembranous VSD dengan berbagai tingkat kesuksesan (Rao, 2005)
- Devices for Patent Ductus Arteriosus
Era dari penggunaan transkateter pada Patent Ductus Arteriosus (PDA)
berawal dari tahun 1967, ketika Porstmann et al melaporkan penggunaan Ivalon untuk menutup PDA.
3. Ballon Dilation of Cardiac Valves
- Pulmonary Valve Stenosis
Sejak diawali dengan ballon valvulotomy tahun 1979 oleh Semb dan koleganya serta dilation ballon valvuloplasty tahun 1982 oleh Kan dan koleganya, telah terdapat banyak laporan tentang kesuksesan dari hasil penggunaan ballon dilation pada Pulmonary Valve Stenosis. Ballon dilation
(27)
- Aortic Valve Stenosis
Sejak penjabaran awal mengenai ballon dilation pada katup aorta oleh Lababidi et al, beberapa investigator telah melaporkan hasil yang baik dalam penggunaan ballon aortic valvuloplasty.
- Mitral Valve Stenosis
Penggunaan ballon dilation pada Rheumatic Mitral Valve Stenosis lebih luas dan berhasil dibandingkan penggunaan pada Congenital Stenosis.
4. Ballon Angioplasty
- Coarctation of the Aorta
Kemungkinan penggunaan ballon angioplasty pada Coarctation of the Aorta
pertama kali dijabarkan oleh Sos et al tahun 1979. - Systemic Venous and Pulmonary
5. Stenting Procedures
Beberapa tahun belakangan ini, penggunaan ballon yang diperluas dengan
stent telah memberi suatu peningkatan yang penting pada perkembangan teknik kateterisasi.
- Pulmonary Artery Stenosis
Aplikasi stent ini paling banyak digunakan pada anak dengan Pulmonary Artery Stenosis
- Systemic Venous Stenosis
Prosedur stent ini telah sukses mengobati anak dengan stenosis vena cava superior dan inferior (Andrew, 2004)
6. Coil Occlusion
Percutaneous transcatheter occlusion pada hubungan vaskular yang tidak diinginkan telah memainkan peranan penting pada intervensi kardiologi anak sejak diungkapkan pertama kali oleh Gianturco dan kolega lebih dari 20 tahun yang lalu. Teknik dari prosedur ini bervariasi, bergantung pada tipe dari kelainan vaskular yang terjadi dan patofisiologi kelainan tersebut.
(28)
Penggunaan tersering dari teknik coil embolization pada kardiologi anak adalah oklusi transkateter pada Aortapulmonary Collaterals. Kelainan ini terjadi paling banyak pada anak dengan Tetralogy of Fallot
- Patent Ductus Arteriosus
Selama beberapa dekade, kardiolog telah mencari metode transkateter yang efektif untuk menutup Patent Ductus Arteriosus . Penggunaan coil occlusion
ini pada PDA sangat efektif. - Arteriovenous Fistula
Arteriovenous Fistula sangat efektif diobati dengan teknik coil occlusion ini. Teknik ini membutuhkan keahlian tingkat tinggi dan juga pengetahuan mengenai anatomi arteri dan teknik kateterisasi (Allen, 1998)
7. Septal Occluder Placement
(29)
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Anak adalah setiap manusia yang berusia kurang dari 18 tahun kecuali terdapat hukum tertentu yang berlaku terhadap anak tersebut, kedewasaan dicapai lebih awal (UNICEF, 1989).
3.2.2. Penyakit jantung bawaan adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir (Sani, 2007).
Umur
Jenis kelamin Indikasi kateterisasi
Diagnosis sebelum kateterisasi Diagnosis setelah kateterisasi Jenis kateter
Jenis kontras Anestesi Lama radiasi Lama prosedur Komplikasi Kateterisasi jantung
(30)
3.2.3. Kateterisasi jantung adalah suatu prosedur diagnostik yang perlahan berkembang menjadi prosedur terapi untuk kelainan jantung (McPhee, 2009).
3.2.4. Lama prosedur adalah rentang waktu sejak kateter diinsersikan sampai kateter dikeluarkan kembali.
(31)
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat karakteristik pasien anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan sejak bulan Agustus 2010.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan.
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah semua pasien anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling, dimana jumlah sampel yang didapatkan adalah 30 sampel.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dari rekam medik pasien anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan.
4.5. Metode Analisis Data
Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel. Data yang di peroleh dianalisis secara statistik dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 17.
(32)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17 Medan Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan. RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. RSUP H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993.
5.1.2. Deskripsi Sampel berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Indikasi Kateterisasi, dan Jenis Kateter
Distribusi sampel berdasarkan umur, jenis kelamin, indikasi kateterisasi, dan jenis kateter dapat dilihat pada tabel berikut:
(33)
Tabel 5.1. Distribusi umur, jenis kelamin, indikasi kateterisasi, dan jenis kateter sampel
Karakteristik n (%)
Umur
0-5 tahun 17 (56,7)
6-10 tahun 8 (26,7)
11-15 tahun 5 (16,7)
Jenis Kelamin
Perempuan 11 (36,7)
Laki-laki 19 (63,3)
Indikasi kateterisasi
Diagnosis 30 (100)
Terapi 0
Jenis kateter
Pigtail 7 (23,3)
MPA 7 (23,3)
Gabungan 16 (53,3)
Berdasarkan tabel 5.1, dapat dilihat dari 30 sampel yang digunakan dalam penelitian ini, sampel yang berusia 0-5 tahun berjumlah 17 orang (56,7%), dan merupakan kelompok umur paling sering yang menjalani kateterisasi jantung. Sedangkan kelompok umur yang paling sedikit menjalani kateterisasi jantung adalah sampel yang berusia 11-15 tahun, yaitu berjumlah 5 orang (16,7%). Sisanya yaitu kelompok umur 6-10 tahun berjumlah 8 orang (26,7%). Rata-rata umur pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung adalah 5,7 tahun.
Menurut tabel di atas, dapat kita lihat bahwa pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung terbanyak adalah pada jenis kelamin laki-laki,yaitu sebanyak 19 orang (63,3%), diikuti jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 orang (36,7%).
(34)
Indikasi kateterisasi pada pasien anak dengan PJB mencakup dua aspek, yaitu sebagai sarana diagnostik dan terapi. Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa penggunaan kateterisasi jantung pada pasien anak dengan PJB di RSUP H. Adam Malik Medan secara keseluruhan pada 30 sampel (100%) masih digunakan hanya sebagai alat diagnosis saja.
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jenis kateter yang paling sering digunakan pada pasien anak dengan PJB di RSUP H.Adam Malik Medan adalah gabungan dari jenis kateter pigtail dan MPA yaitu digunakan pada 16 orang anak (53,3%), diikuti kateter pigtail dan MPA masing-masing digunakan sebanyak 7 orang anak (23,3%).
5.1.3. Deskripsi Sampel berdasarkan Diagnosis Sebelum dan Setelah Kateterisasi
Distribusi sampel berdasarkan indikasi sebelum dan sesudah kateterisasi jantung dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.2. Distribusi diagnosis sebelum kateterisasi
Diagnosis Sebelum Kateterisasi n (%)
VSD 10 (33,3)
ASD 3 (10)
TOF 4 (13,3)
PDA 5 (16,7)
CoA 1 (3,3)
Kombinasi 7 (23,3)
(35)
Tabel 5.3. Distribusi diagnosis setelah kateterisasi
Diagnosis setelah kateterisasi n (%)
VSD 12 (40)
ASD 2 (6,7)
TOF 5 (16,7)
PDA 6 (20)
Kombinasi 5 (16,7)
Total 30 (100)
Pada penelitian ini, peneliti hanya mencari karakteristik diagnosis PJB anak sebelum dan sesudah kateterisasi, tanpa mencari hubungan antara keduanya. Pada diagnosis sebelum kateterisasi, PJB yang ditemukan pada anak digolongkan pada 6 kategori, yaitu PJB VSD, ASD, TOF, PDA, CoA, dan PJB kombinasi atau gabungan dari beberapa PJB. Dari 6 kategori tersebut, berturut-turut dari paling sering sampai paling jarang yaitu VSD sebanyak 12 orang (33,3%), kombinasi sebanyak 7 orang (23,3%), PDA sebanyak 5 orang (16,7%), TOF sebanyak 4 orang (13,3%), ASD sebanyak 3 orang (10%), dan CoA sebanyak 1 orang (3,3%).
Sedangkan pada diagnosis setelah kateterisasi, PJB yang ditemukan pada anak digolongkan pada 5 kategori, yaitu PJB VSD, ASD, TOF, PDA, dan PJB kombinasi atau gabungan dari beberapa PJB. Dari 5 kategori tersebut, berturut-turut dari paling sering sampai paling jarang yaitu VSD sebanyak 12 orang (40%), PDA sebanyak 6 orang (20%), TOF dan kombinasi masing-masing 5 orang (16,7%), dan ASD sebanyak 2 orang (6,7%).
(36)
5.1.4. Deskripsi Sampel berdasarkan Jenis Kontras, Jenis Anestesi, Lama Radiasi, Lama Prosedur, dan Komplikasi
Distribusi sampel berdasarkan jenis kontras, jenis anestesi, lama radiasi, lama prosedur, dan komplikasi yang terjadi pada kateterisasi jantung pada pasien anak dengan PJB dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.4. Distribusi jenis kontras, jenis anestesi, lama radiasi, lama prosedur, dan komplikasi
Karakteristik n (%)
Jenis kontras
Iopamiro 29 (96,7)
Aografi 1 (3,3)
Jenis anestesi
General 30 (100)
Lokal 0
Lama radiasi
< 10 menit 21 (70)
>10 menit 9 (30)
Lama prosedur
<1 jam 20 (66,7)
>1jam 10 (33,3)
Komplikasi
Ada 1 (3,3)
Tidak ada 29 (96,7)
Tabel di atas menunjukkan jenis kontras yang paling sering digunakan adalah Iopamiro, pada 29 sampel (96,7%), sedangkan pada 1 sampel (3,3%) digunakan Aografi.
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa anestesi general atau anestesi umum digunakan pada keseluruhan sampel (30 orang) dengan persentase 100%.
(37)
Pada penelitian ini, lama radiasi pada kateterisasi dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu lama radiasi di bawah 10 menit dan lama radiasi di atas 10 menit. Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa lama radiasi pada kateterisasi jantung paling banyak dalam jangka waktu di bawah 10 menit, yaitu pada 21 orang sampel (70%), sedangkan dalam jangka waktu di atas 10 menit ditemukan pada 9 orang (30%). Rata-rata lama waktu radiasi pada tindakan kateterisasi jantung adalah 10 menit 59 detik.
Lama prosedur pada kateterisasi pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu lama prosedur di bawah 1 jam dan lama prosedur di atas 1 jam. Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa lama prosedur pada kateterisasi jantung paling banyak dalam jangka waktu di bawah 1 jam, yaitu pada 20 orang sampel (66,7%), sedangkan dalam jangka waktu di atas 1 jam ditemukan pada 10 orang (33,3%). Rata-rata lama prosedur kateterisasi jantung adalah 52 menit 13 detik.
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa komplikasi pada tindakan kateterisasi hanya terjadi pada satu sampel saja (3,3%), sedangkan pada 29 sampel (96,7%) tidak dijumpai adanya komplikasi.
5.2. Pembahasan
Pada penelitian yang kami lakukan, didapati rata-rata umur pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung adalah 5,7 tahun (1 tahun-15 tahun). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Begic et al
(2000) di Sarajevo Clinical Center, dimana didapatkan umur rata-rata pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung adalah 5,9 tahun (11 hari-17 tahun).
Berdasarkan hasil pada penelitian kami, didapati bahwa pasien PJB yang menjalani kateterisasi pada jenis kelamin laki-laki,yaitu sebanyak 19 orang (63,3%), diikuti jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 orang (36,7%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Begic et al (2000) di Sarajevo Clinical Center, dimana jenis kelamin pasien PJB yang terbanyak menjalani kateterisasi jantung adalah laki-laki (58,3%).
(38)
Penggunaan kateterisasi jantung pada PJB terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai alat diagnostik dan terapi. Namun, pada penelitian kami didapati penggunaan kateterisasi jantung pada PJB di RSUP H. Adam Malik Medan secara keseluruhan (100%) sebagai alat diagnostik. Sedangkan menurut Shim et al (1999), sekarang penggunaan kateterisasi lebih dititikberatkan sebagai prosedur terapi pada PJB. Hal ini dikarenakan diagnosis pada PJB dapat dilakukan dengan menggunakan echocardiography.
Pada prosedur kateterisasi jantung pada pasien anak dengan PJB di RSUP H. Adam Malik Medan yang kami lakukan, jenis kateter yang paling sering digunakan adalah gabungan kateter pigtail dengan MPA (53,3%). Kateter pigtail
merupakan jenis kateter yang digunakan untuk mengakses bagian kiri jantung dan dimasukkan melalui arteri. Sedangkan kateter MPA (Multipurpose Angiographic)
dapat dimasukkan melalui vena untuk mendapatkan informasi dari bagian kanan jantung (Baim, 2006).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hoffman (2002), jenis PJB yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect (VSD). Hal ini ditunjang oleh penelitian kami yang juga menunjukkan bahwa jenis PJB yang paling banyak ditemukan adalah VSD.
Pada diagnosis dengan kateterisasi jantung terdapat perbedaan pada hasil diagnosis sebelum dan sesudah kateterisasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh alat ataupun cara diagnostik yang digunakan sebelum penggunaan kateterisasi jantung kurang sensitif untuk mendeteksi kelainan jantung tersebut. Menurut Bernstein (2004) evaluasi awal PJB meliputi 3 komponen utama. Pertama, evaluasi apakah kelainan jantung tersebut termasuk sianotik atau asianotik. Kedua, perhatikan corak vaskuler paru, apakah bertambah, normal, atau berkurang. Ketiga, penggunaaan elektrokardiogram untuk menentukan apakah terjadi hipertrofi ventrikal kanan, kiri, atau biventrikuler. Diagnosis akhir dikonfirmasi dengan penggunaan ekokardiografi dan/atau kateterisasi jantung.
Jenis kontras yang digunakan pada prosedur kateterisasi jantung adalah jenis kontras yang larut dalam air (water soluble) dimana zat tersebut merupakan derivat tri-iodinated benzoic acid. Struktur kimia dasar dari zat kontras tersebut
(39)
adalah cincin benzene dengan 3 atom iodine pada posisi 1,3,5. Zat kontras ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu High Osmolality Contrast Media (HOCM), dimana biasanya merupakan isotonic contrast media (IOCM) dan Low Osmolality Contrast Media (LOCM) dan biasanya merupakan Nonionic contrast agent.
Berdasarkan penelitian kami, jenis kontras yang paling sering digunakan adalah Iopamiro (96,7%). Iopamiro (Iopamidol) termasuk golongan Low Osmolality Contrast Media (LOCM) dan Nonionic contrast agent. Nonionic contrast agent secara rutin telah digunakan pada prosedur kateterisasi jantung sejak akhir tahun 1980. Hal ini mungkin disebabkan karena kejadian efek yang tidak diinginkan (adverse reaction) seperti reaksi idionsinkrasi atau reaksi alergi lebih kecil pada LOCM (Lock, 2000).
Pada penelitian kami, didapati pada seluruh pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung digunakan general anestesi. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kebanyakan prosedur kateterisasi jantung dilakukan dengan anestesi general. Penggunaan anestesi general ini bertujuan mengurangi atau menghilangkan rasa tidak nyaman pada pasien selama prosedur berlangsung. Selain itu, alasan penggunaan anestesi general ini adalah agar pasien dapat sepenuhnya dikontrol atau koperatif selama prosedur berlangsung (Mullins, 2006).
Pada penelitian yang kami lakukan, didapati rata-rata waktu radiasi adalah 10 menit 59 detik dengan rentang antara 3-26 menit. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Papadopouolou (2005), dimana didapati rentang waktu radiasi adalah 5,2-39 menit. Menurut Baim (2006), lama radiasi di atas 60 menit dapat menimbulkan luka pada kulit.
Penelitian yang kami lakukan di RSUP H. Adam Malik menunjukkan rata-rata lama prosedur kateterisasi jantung pada PJB adalah 52 menit 13 detik. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Philips et al (2010). Pada penelitian yang mereka lakukan, didapati rata-rata lama prosedur kateterisasi jantung adalah 42 menit. Lamanya prosedur sangat bergantung kepada jenis kelainan (kompleks atau tidak), apakah dilakukan narkose, pengalaman dan
(40)
ketrampilan operator dan personil yang membantu, sarana yang tersedia, dan informasi yang diperlukan (Ontoseno, 1994).
Komplikasi pada pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan hanya terjadi pada satu pasien saja (3,3%) yaitu berupa luka pada tempat insersi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Vitiello (1998). Pada penelitian tersebut terdapat komplikasi pada 8,8% pasien yang menjalani kateterisasi jantung. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah aritmia. Komplikasi ini bergantung pada beberapa hal yaitu tipe prosedur yang dilakukan, usia pasien saat dilakukan kateterisasi jantung, dan juga perkembangan ilmu pengetahuan, serta alat yang digunakan.
(41)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rata-rata umur pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung adalah 5,7 tahun.
2. Pasien anak dengan PJB yang menjalani kateterisasi jantung terbanyak adalah pada jenis kelamin laki-laki,yaitu sebanyak 19 orang (63,3%), diikuti jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 orang (36,7%).
3. Penggunaan kateterisasi jantung pada pasien anak dengan PJB di RSUP H. Adam Malik Medan secara keseluruhan pada 30 sampel (100%) masih digunakan hanya sebagai alat diagnosis saja.
4. Terdapat perbedaan hasil pada diagnosis sebelum dan sesudah kateterisasi jantung.
5. Jenis kateter yang paling sering digunakan pada pasien anak dengan PJB di RSUP H.Adam Malik Medan adalah gabungan dari jenis kateter pigtail
dan MPA.
6. Jenis kontras yang paling sering digunakan adalah Iopamiro.
7. Anestesi general atau anestesi umum digunakan pada keseluruhan sampel (30 orang).
8. Rata-rata lama waktu radiasi pada tindakan kateterisasi jantung adalah 10 menit 59 detik.
9. Rata-rata lama prosedur kateterisasi jantung adalah 52 menit 13 detik. 10. Komplikasi pada tindakan kateterisasi jantung hanya terjadi pada satu
(42)
6.2. Saran
Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian tersebut, maka dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Penelitian lanjutan berupa hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dan jenis PJB
2. Penelitian lanjutan berupa perbandingan sensitivitas antara kateterisasi jantung dengan echocardiography sebagai sarana diagnostik pada PJB 3. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penggunaan kateterisasi jantung di
RSUP H. Adam Malik Medan hanya sebagai alat diagnostik, diharapkan dapat lebih dikembangkan sebagai prosedur terapi agar kita bukan hanya dapat mendiagnosis kelainan jantung tersebut, tetapi juga dapat melakukan penatalaksanaan.
(43)
DAFTAR PUSTAKA
Allen, H.D., et al. 1998. Pediatric Therapeutic Cardiac Catheterization : A Statement for Healthcare Professionals From the Council on Cardiovascular Disease in the Young. Circulation97: 609-625.
Amini, M., 2009. N-acetylcysteine does not prevent contrast-induced nephropathy after cardiac catheterization in patients with diabetes mellitus and chronic kidney disease: a randomized clinical trial. Trials 10: 45.
Andrews, R.E., Tulloh, R.M., 2004. Interventional Cardiac Catheterisation in Congenital Heart Disease. Arch Dis Child 89:1168-1173.
Arnold, P.D., Holtby, H.M., 2005. Anesthesia for The Cardiac Catheterization Laboratory. Dalam: Andropoulos, D.B., Stayer, S.A., Russel, I.A.,
Anesthesia for Congenital Heart Disease. Blackwell Futura, California: 407-427.
Baim, Donald S., 2006. Grossman's Cardiac Catheterization, Angiography, & Intervention, 7th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Baker, Charles., 1999.
Diunduh dari
April 2010]
Begic, Z., Dinarevic, S., Terzic, R., 2000. Pediatric Catheterization In Treatment
Of Congenital Heart Diseases. Diunduh dari:
[Diakses 7 November
(44)
Bernstein, Daniel. 2007. The Cardiovascular System. Dalam: Kliegman, Robert M. et al. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics 18th Edition. Saunders Elsevier, Philadelphia: 1828 – 1928.
Fachri, D., 2007. Upaya Medis yang Dapat Dikerjakan pada Penyakit Jantung
Bawaan. Diunduh dari:
Harimurti, Ganesja M., 2008. Penyakit Jantung Bawaan: dari Pisau ke Jarum.
Diunduh dari:
[Diakses 12 Februari 2010]
Hoffman, J., Kaplan, Samuel., 2002. The Incidence of Congenital Heart Disease. J. Am. Coll. Cardiol.39:1890-1900.
Indriwanto., 2007. Faktor Risiko dan Tanda-Tanda Anak dengan Penyakit
Jantung Bawaan. Diunduh dari:
Lange, R.A., Hillis, L.D., 2003. Diagnostic Cardiac Catheterization. Circulation
107: e111-e11.
Lock, J.E., Keane, J.F., Perry, S. B., 2000. Diagnostic and Interventional Catheterization in Congenital Heart Disease, 2nd ed. USA: Kluwer Academic Publishers.
McPhee, S.J., Papadakis, M.A., 2009. Current Medical Diagnosis & Treatment, 48th ed. USA: McGraw-Hill.
(45)
Mullins, C.E., 2006. Cardiac Catheterization in Congenital Heart Disease: Pediatric and Adult. USA: Blackwell Futura.
Olade, Roger B., 2008. Cardiac Catheterization (Left Heart). Diunduh dari:
2010]
Ontoseno., 1994. Kateterisasi Jantung dan Angiokardiografi. Dalam: Sastroasmoro, Sudigdo., Madiyono, Bambang., Buku Ajar Kardiologi Anak.
Binarupa Aksara, Jakarta: 134-163.
Papadopoulou, D. et al, 2005. Entrance Radiation Doses During Paediatric Cardiac Catheterisations Performed For Diagnosis Or The Treatment Of Congenital Heart Disease. Radiat Prot Dosimetry 117 (1-3): 236-240.
Park, Myung K. 2008. Pediatric Cardiology for Practitioners, 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier.
Phillips, B. L. et al, 2010. Procedural Complications During Congenital Cardiac Catheterization. Congenital Heart Disease 5(2) :118–123 [Abstract].
Rao, P.S., 2005. Diagnosis and Management of Acyanotic Heart Disease: Part II - Left-to-right Shunt Lesions. Indian J Pediatr 72 (6) : 503-512.
Reyntjens et al, 2005. Glycopyrrolate during sevoflurane–remifentanil-based anaesthesia for cardiac catheterization of children with congenital heart disease. British Journal of Anaesthesia 95 (5): 680–4.
(46)
Roebiono, P.S., 1996. Bagaimana Dokter Spesialis Jantung Melakukan Pemeriksaan pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan. Diunduh dari:
Sani, M.U., Mukhtar-Yola, M., Karaye, K.M., 2007. Spectrum of Congenital Heart Disease in a Tropical Environment: An Echocardiography Study. J Natl Med Assoc. 99: 665-669.
Sastroasmoro, Sudigdo., Madiyono, Bambang., 1994. Epidemiologi dan Etiologi Penyakit Jantung Bawaan. Dalam: Sastroasmoro, Sudigdo., Madiyono, Bambang., Buku Ajar Kardiologi Anak. Binarupa Aksara, Jakarta: 165-171.
Shim, D., Lloyd, T.R., Crowley, D.C., Beekman, R.H., 1999. Neonatal Cardiac Catheterization: A 10-Year Transition from Diagnosis to Therapy. Pediatr Cardiol20 (2): 131-133.
Tank, S., Malik, S., Joshi, S., 2004. Epidemiology of Congenital Heart Disease
among Hospitalised Patients. Diunduh dari:
[Diakses 10 Maret 2010]
UNICEF (United Nations International Children's Fund). 1989. Definition of the
Child. Diunduh dari
2010]
Widyantoro, Bambang., 2006. Penyakit Jantung Bawaan: Haruskah Selalu
Berakhir di Ujung Pisau Bedah. Diunduh dari:
(47)
Wu, M.H., Chen, H., Lu, C., Wang, J., Huang, S., 2009. Prevalence of Congenital Heart Disease at Live Birth in Taiwan. J Peds 156(5): 782-785 [Abstract].
(48)
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ananda Marina
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 16 Juli 1989
Agama : Islam
Alamat : Jalan Karya Setuju nomor 21 Medan
Riwayat Pendidikan : 1. SD Panglima Polem Rantauprapat (1995-2001) 2. SLTP Negeri 2 Rantauprapat (2001-2004)
3. SMA Panglima Polem Rantauprapat (2004-2007) Riwayat Pelatihan : 1. Pekan Ta`aruf PHBI FK USU Tahun 2007
2. Masa Orientasi dan Pelatihan HMI Komisariat FKG USU Tahun 2008
Riwayat Organisasi : 1. Anggota bidang Administrasi dan Kesekretariatan HMI Komisariat FK USU Periode 2008-2009 2. Sekretaris Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Tenis
(49)
LAMPIRAN 2
FORMULIR PENELITIAN
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Indikasi kateterisasi : Diagnosis sebelum kateterisasi : Diagnosis setelah kateterisasi :
Jenis kateter :
Jenis kontras :
Anestesi :
Lama radiasi :
Lama prosedur :
Komplikasi :
(50)
(51)
(52)
(53)
LAMPIRAN 5
DATA INDUK
KARAKTERISTIK PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG MENJALANI KATETERISASI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
umur gender indikasi dxbcath dxacath kateter kontras anastesi radiasi kat.
Radiasi prosedur kat.
Prosedur komplikasi kel. Umur 5 laki-laki diagnosis VSD VSD gabungan iopamiro general 0:05:33
<10
menit 1:02:00 >1 jam tidak ada
0-5 tahun
11 perempuan diagnosis VSD VSD gabungan iopamiro general 0:05:00 <10
menit 0:55:00 < 1jam tidak ada
11-15 tahun
2 perempuan diagnosis VSD VSD gabungan iopamiro general 0:05:53 <10
menit 0:30:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
1 perempuan diagnosis kombinasi kombinasi MPA iopamiro general 0:15:29 >10
menit 1:00:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
9 laki-laki diagnosis VSD VSD MPA iopamiro general 0:07:32 <10
menit 0:44:00 < 1jam tidak ada
6-10 tahun
6 laki-laki diagnosis TOF TOF MPA iopamiro general 0:26:00 >10
menit 1:05:00 >1 jam tidak ada
6-10 tahun
4 laki-laki diagnosis kombinasi PDA gabungan iopamiro general 0:05:45 <10
menit 1:00:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
13 perempuan diagnosis TOF VSD gabungan iopamiro general 0:08:27 <10
menit 0:38:00 < 1jam tidak ada
11-15 tahun
1 perempuan diagnosis PDA PDA gabungan iopamiro general 0:05:25 <10
menit 0:28:28 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
(54)
5 laki-laki diagnosis yang lain ASD pigtail iopamiro general 0:03:33 <10
menit 0:25:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
14 laki-laki diagnosis ASD TOF MPA iopamiro general 0:07:33 <10
menit 0:36:00 < 1jam tidak ada
11-15 tahun
1 laki-laki diagnosis ASD VSD gabungan iopamiro general 0:05:55 <10
menit 1:15:00 >1 jam tidak ada
0-5 tahun
4 laki-laki diagnosis kombinasi VSD gabungan iopamiro general 0:03:55 <10
menit 0:36:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
3 laki-laki diagnosis ASD ASD gabungan iopamiro general 0:07:57 <10
menit 0:57:33 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
9 laki-laki diagnosis VSD VSD gabungan iopamiro general 0:05:32 <10
menit 0:45:32 < 1jam tidak ada
6-10 tahun
6 perempuan diagnosis kombinasi TOF gabungan iopamiro general 0:26:00 >10
menit 1:03:00 >1 jam tidak ada
6-10 tahun
3 perempuan diagnosis kombinasi kombinasi pigtail iopamiro general 0:15:32 >10
menit 1:03:00 >1 jam ada
0-5 tahun
7 laki-laki diagnosis kombinasi kombinasi pigtail iopamiro general 0:25:27 >10
menit 1:00:00 < 1jam tidak ada
6-10 tahun
5 perempuan diagnosis PDA PDA pigtail aografi general 0:05:32 <10
menit 0:34:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
5 laki-laki diagnosis TOF TOF MPA iopamiro general 0:26:33 >10
menit 1:02:00 >1 jam tidak ada
0-5 tahun
2 perempuan diagnosis PDA PDA pigtail iopamiro general 0:05:36 <10
menit 1:01:00 >1 jam tidak ada
0-5 tahun
1 laki-laki diagnosis VSD VSD gabungan iopamiro general 0:05:32 <10
menit 0:56:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
8 laki-laki diagnosis VSD VSD gabungan iopamiro general 0:06:33 <10
menit 0:57:33 < 1jam tidak ada
6-10 tahun
(55)
11 laki-laki diagnosis VSD VSD MPA iopamiro general 0:07:33 <10
menit 0:43:33 < 1jam tidak ada
11-15 tahun
11 laki-laki diagnosis VSD kombinasi gabungan iopamiro general 0:26:00 >10
menit 1:15:00 >1 jam tidak ada
11-15 tahun
4 perempuan diagnosis VSD VSD pigtail iopamiro general 0:06:33 <10
menit 0:57:23 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
1 laki-laki diagnosis kombinasi kombinasi gabungan iopamiro general 0:16:32 >10
menit 1:05:00 >1 jam tidak ada
0-5 tahun
3 laki-laki diagnosis PDA PDA gabungan iopamiro general 0:05:33 <10
menit 0:44:23 < 1jam tidak ada
0-5 tahun
9 laki-laki diagnosis TOF TOF MPA iopamiro general 0:24:32 >10
menit 1:03:00 >1 jam tidak ada
6-10 tahun
7 perempuan diagnosis PDA PDA pigtail iopamiro general 0:06:34 <10
menit 0:44:23 < 1jam tidak ada
6-10 tahun
(56)
LAMPIRAN 6
HASIL OUTPUT
KARAKTERISTIK PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG MENJALANI KATETERISASI JANTUNG DI RSUP H.
ADAM MALIK MEDAN A. HASIL OUTPUT BERDASARKAN UMUR
Kelompok Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 0-5 tahun 17 56.7 56.7 56.7
6-10 tahun 8 26.7 26.7 83.3
11-15 tahun 5 16.7 16.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
B. HASIL OUTPUT BERDASARKAN JENIS KELAMIN Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid perempuan 11 36.7 36.7 36.7
laki-laki 19 63.3 63.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
C. HASIL OUTPUT BERDASARKAN INDIKASI KATETERISASI Indikasi Kateterisasi
(57)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diagnosis 30 100.0 100.0 100.0
D. HASIL OUTPUT BERDASARKAN JENIS KATETER Jenis Kateter
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid pigtail 7 23.3 23.3 23.3
MPA 7 23.3 23.3 46.7
gabungan 16 53.3 53.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
E. HASIL OUTPUT BERDASARKAN DIAGNOSIS SEBELUM
KATETERISASI
Diagnosis Sebelum Kateterisasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid VSD 10 33.3 33.3 33.3
ASD 3 10.0 10.0 43.3
TOF 4 13.3 13.3 56.7
PDA 5 16.7 16.7 73.3
yang lain 1 3.3 3.3 76.7
kombinasi 7 23.3 23.3 100.0
(58)
F. HASIL OUTPUT BERDASARKAN DIAGNOSIS SETELAH KATETERISASI
Diagnosis Setelah Kateterisasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid VSD 12 40.0 40.0 40.0
ASD 2 6.7 6.7 46.7
TOF 5 16.7 16.7 63.3
PDA 6 20.0 20.0 83.3
kombinasi 5 16.7 16.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
G. HASIL OUTPUT BERDASARKAN JENIS KONTRAS Jenis Kontras
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid iopamiro 29 96.7 96.7 96.7
aografi 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
H. HASIL OUTPUT BERDASARKAN JENIS ANASTESI Jenis Anastesi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(59)
I. HASIL OUTPUT BERDASARKAN LAMA RADIASI Lama Radiasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >10 menit 9 30.0 30.0 30.0
<10 menit 21 70.0 70.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
J. HASIL OUTPUT BERDASARKAN LAMA PROSEDUR Lama Prosedur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 1jam 20 66.7 66.7 66.7
>1 jam 10 33.3 33.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
K. HASIL OUTPUT BERDASARKAN KOMPLIKASI Komplikasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ada 1 3.3 3.3 3.3
tidak ada 29 96.7 96.7 100.0
(1)
5 laki-laki diagnosis yang lain ASD pigtail iopamiro general 0:03:33 <10
menit 0:25:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun 14 laki-laki diagnosis ASD TOF MPA iopamiro general 0:07:33
<10
menit 0:36:00 < 1jam tidak ada
11-15 tahun 1 laki-laki diagnosis ASD VSD gabungan iopamiro general 0:05:55
<10
menit 1:15:00 >1 jam tidak ada
0-5 tahun 4 laki-laki diagnosis kombinasi VSD gabungan iopamiro general 0:03:55
<10
menit 0:36:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun 3 laki-laki diagnosis ASD ASD gabungan iopamiro general 0:07:57
<10
menit 0:57:33 < 1jam tidak ada
0-5 tahun 9 laki-laki diagnosis VSD VSD gabungan iopamiro general 0:05:32
<10
menit 0:45:32 < 1jam tidak ada
6-10 tahun 6 perempuan diagnosis kombinasi TOF gabungan iopamiro general 0:26:00
>10
menit 1:03:00 >1 jam tidak ada
6-10 tahun 3 perempuan diagnosis kombinasi kombinasi pigtail iopamiro general 0:15:32
>10
menit 1:03:00 >1 jam ada
0-5 tahun 7 laki-laki diagnosis kombinasi kombinasi pigtail iopamiro general 0:25:27
>10
menit 1:00:00 < 1jam tidak ada
6-10 tahun 5 perempuan diagnosis PDA PDA pigtail aografi general 0:05:32
<10
menit 0:34:00 < 1jam tidak ada
0-5 tahun 5 laki-laki diagnosis TOF TOF MPA iopamiro general 0:26:33
>10
menit 1:02:00 >1 jam tidak ada
0-5 tahun 2 perempuan diagnosis PDA PDA pigtail iopamiro general 0:05:36
<10
menit 1:01:00 >1 jam tidak ada
0-5 tahun
(2)
11 laki-laki diagnosis VSD VSD MPA iopamiro general 0:07:33 <10
menit 0:43:33 < 1jam tidak ada
11-15 tahun 11 laki-laki diagnosis VSD kombinasi gabungan iopamiro general 0:26:00
>10
menit 1:15:00 >1 jam tidak ada
11-15 tahun 4 perempuan diagnosis VSD VSD pigtail iopamiro general 0:06:33
<10
menit 0:57:23 < 1jam tidak ada
0-5 tahun 1 laki-laki diagnosis kombinasi kombinasi gabungan iopamiro general 0:16:32
>10
menit 1:05:00 >1 jam tidak ada
0-5 tahun 3 laki-laki diagnosis PDA PDA gabungan iopamiro general 0:05:33
<10
menit 0:44:23 < 1jam tidak ada
0-5 tahun 9 laki-laki diagnosis TOF TOF MPA iopamiro general 0:24:32
>10
menit 1:03:00 >1 jam tidak ada
6-10 tahun 7 perempuan diagnosis PDA PDA pigtail iopamiro general 0:06:34
<10
menit 0:44:23 < 1jam tidak ada
6-10 tahun
(3)
LAMPIRAN 6
HASIL OUTPUT
KARAKTERISTIK PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN YANG MENJALANI KATETERISASI JANTUNG DI RSUP H.
ADAM MALIK MEDAN
A. HASIL OUTPUT BERDASARKAN UMUR
Kelompok Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 0-5 tahun 17 56.7 56.7 56.7
6-10 tahun 8 26.7 26.7 83.3
11-15 tahun 5 16.7 16.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
B. HASIL OUTPUT BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Jenis Kelamin Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid perempuan 11 36.7 36.7 36.7
laki-laki 19 63.3 63.3 100.0
(4)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid diagnosis 30 100.0 100.0 100.0
D. HASIL OUTPUT BERDASARKAN JENIS KATETER
Jenis Kateter
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid pigtail 7 23.3 23.3 23.3
MPA 7 23.3 23.3 46.7
gabungan 16 53.3 53.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
E. HASIL OUTPUT BERDASARKAN DIAGNOSIS SEBELUM KATETERISASI
Diagnosis Sebelum Kateterisasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid VSD 10 33.3 33.3 33.3
ASD 3 10.0 10.0 43.3
TOF 4 13.3 13.3 56.7
PDA 5 16.7 16.7 73.3
yang lain 1 3.3 3.3 76.7
kombinasi 7 23.3 23.3 100.0
(5)
F. HASIL OUTPUT BERDASARKAN DIAGNOSIS SETELAH KATETERISASI
Diagnosis Setelah Kateterisasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid VSD 12 40.0 40.0 40.0
ASD 2 6.7 6.7 46.7
TOF 5 16.7 16.7 63.3
PDA 6 20.0 20.0 83.3
kombinasi 5 16.7 16.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
G. HASIL OUTPUT BERDASARKAN JENIS KONTRAS
Jenis Kontras
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid iopamiro 29 96.7 96.7 96.7
aografi 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
H. HASIL OUTPUT BERDASARKAN JENIS ANASTESI
Jenis Anastesi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(6)
I. HASIL OUTPUT BERDASARKAN LAMA RADIASI
Lama Radiasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >10 menit 9 30.0 30.0 30.0
<10 menit 21 70.0 70.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
J. HASIL OUTPUT BERDASARKAN LAMA PROSEDUR
Lama Prosedur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 1jam 20 66.7 66.7 66.7
>1 jam 10 33.3 33.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
K. HASIL OUTPUT BERDASARKAN KOMPLIKASI
Komplikasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ada 1 3.3 3.3 3.3
tidak ada 29 96.7 96.7 100.0