2.2. Kateterisasi Jantung 2.2.1. Definisi
Kateterisasi jantung adalah suatu prosedur diagnostik yang perlahan berkembang menjadi prosedur terapi untuk kelainan jantung McPhee, 2009.
2.2.2. Sejarah
Konsep mengenai penyakit jantung didasarkan pada pengetahuan fisiologi dan anatomi yang didapat dari percobaan-percobaan dengan kateterisasi jantung
sekitar 70 tahun yang lalu. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Andre Cournand pada saat penerimaan Nobel pada 11 Desember 1956, kateterisasi
jantung adalah kunci jawaban dari konsep penyakit jantung. Dengan menggunakan kunci tersebut, Cournand dan koleganya telah membawa kita ke era
baru untuk memahami fungsi normal dan penyakit jantung pada manusia. Menurut Cournand, kateterisasi jantung pertama kali dilakukan oleh Claude
Bernard pada tahun 1844. Subjeknya berupa kuda dimana kedua ventrikel dari kuda tersebut dimasuki dengan pendekatan retrograde dari vena jugularis dan
arteri carotis Olade, 2008. Aplikasi yang dilakukan oleh Bernard ini, memberi suatu nilai yang sangat besar dalam inovasi teknik ini. Suatu era investigasi pada
hewan kemudian berujung pada suatu perkembangan penting pada teknik dan prinsip teknik kateterisasi jantung yang diterapkan pada manusia.
Werner Frossmann selalu dipuji sebagai orang pertama yang melakukan kateterisasi jantung pada manusia, yaitu pada dirinya sendiri. Pada usia 25 tahun,
setelah menerima instruksi medis bedah di Jerman, ia memasukkan kateter berukuran 65 cm melalui salah satu vena antecubiti kiri, dibantu dengan
fluoroscopy, sampai kateter tersebut memasuki atrium kanan, kemudian ia berjalan ke departemen radiologi untuk mendokumentasikannya dengan
roentgenogram. Dua tahun berikutnya, Frossmann melanjutkan melakukan studi kateterisasi, termasuk enam percobaan tambahan untuk mengkateterisasi dirinya
sendiri. Untuk kontribusi yang diberikan Frossmann tersebut, ia bersama dengan
Andre Cournand dan Dickinson Richards memperoleh Nobel pada tahun 1956.
Tujuan utama dari studi kateterisasi jantung yang dilakukan oleh Frossmann
Universitas Sumatera Utara
adalah untuk mengembangkan teknik terapi yang dapat memasukkan obat secara langsung ke jantung Baim, 2006.
2.2.3. Indikasi
Kateterisasi jantung ini merupakan suatu tindakan invasif. Mengingat risikonya yang cukup tinggi, maka harus dipertimbangkan secara selektif untuk
menggunakan teknik tersebut Roebiono, 1996. Kateterisasi jantung bertujuan untuk mendapat gambaran dan data objektif secara pasti tentang perubahan
anatomis dan fisiologis akibat berbagai kelainan pada jantung dan pembuluh darah. Pasien dengan PJB termasuk pasien yang memerlukan kateterisasi jantung.
Dengan kateterisasi jantung dapat diketahui ada tidaknya kelainan jantung, jenis kelainan jantung, derajat kelainan tersebut, cara pengobatan yang tepat, dan
menilai hasil pengobatan. Selain itu, kateterisasi jantung juga dapat digunakan untuk mengetahui tekanan pada ruang-ruang di jantung, melihat bagaimana darah
melewati jantung, mengambil sampel darah, menginjeksikan zat kontras untuk melihat adanya hambatan pada pembuluh darah, atau abnormalitas dari ruang
jantung, serta melakukan koreksi pada kelainan jantung tersebut Parks, 2007. Berdasarkan data-data di atas, indikasi untuk tindakan kateterisasi jantung
dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu: 1. Untuk menegakkan diagnosis, yaitu dengan menganalisis semua data hasil
kateterisasi sehingga diperoleh gambaran anatomi dan fisiologi secara pasti
2. Untuk melakukan terapi, yaitu kateterisasi intervensi sebagai tindak lanjut dari diagnosis yang diperoleh
2.2.4. Anestesi, Kontras, dan Lama prosedur