1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimanakah karakteristik pasien anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H. Adam Malik Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di RSUP H.
Adam Malik Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia kesehatan dalam memutuskan jenis PJB yang sesuai diintervensi dengan kateterisasi jantung.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Jantung Bawaan 2.1.1. Definisi
Penyakit Jantung Bawaan PJB adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir Sani, 2007. Kelainan
ini terjadi karena gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin Harimurti, 2008.
2.1.2. Epidemiologi
Penyakit Jantung Bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden lebih tinggi pada lahir mati 2, abortus 10-25, dan bayi premature
2 Tank, 2000. Penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu
sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada bayi berjenis kelamin laki-laki, dan 14,21 pada bayi perempuan. Penyakit Jantung Bawaan
yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect Wu, 2009.
2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Pada sebagian besar kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui Sastroasmoro, 1994. Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis
besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan lingkungan.
Pada faktor genetik, hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung. Hal lain yang juga
berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar 10 penderita PJB mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya pada Sindroma Down
Fachri, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Untuk faktor lingkungan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: - Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok.
- Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan menyebabkan penyakit jantung bawaan
- Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol mempunyai risiko sekitar 3-5 untuk mengalami penyakit
jantung bawaan - Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30
untuk mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan - Ectasy dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazin,
dan kokain akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan Indriwanto, 2007.
2.1.4. Jenis
Secara garis besar, PJB ini dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu PJB asianotik dan sianotik Widyantoro, 2006.
Penyakit jantung bawaan asianotik dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian berdasarkan beban fisiologis yang diberikannya kepada jantung. Salah
satunya yaitu lesi shunt dari kiri ke kanan. Penyakit jantung bawaan yang termasuk ke dalamnya adalah Atrial Septal Defect, Ostium Secundum Defect,
Sinus Venosus Atrial Septal Defect, Partial Anomalous Pulmonary Venous Return, Atrioventricular Septal Defects Ostium Primum and Atrioventricular
Canal or Endocardial Cushion Defects, Ventricular Septal Defect, Supracristal Ventricular Septal Defect with Aortic Insufficiency, Patent Ductus Arteriosus,
Aorticopulmonary Window Defect, Coronary-Arteriovenous Fistula Coronary- Cameral Fistula, Ruptured Sinus of Valsalva Aneurysm.
Pada lesi obstruktif termasuk Pulmonary Valve Stenosis with Intact Ventricular Septum, Infundibular Pulmonary Stenosis and Double-Chamber Right
Ventricle, Pulmonary Stenosis in Combination with an Intracardiac Shunt, Peripheral Pulmonary Stenosis, Aortic Stenosis, Coarctation of the Aorta,
Coarctation with Ventricular Septal Defect, Coarctation with Other Cardiac
Universitas Sumatera Utara
Anomalies and Interrupted Aortic Arch, Congenital Mitral Stenosis,and Pulmonary Venous Hypertension
Pada lesi regurgitan termasuk Pulmonary Valvular Insufficiency and Congenital Absence of the Pulmonary Valve, Congenital Mitral Insufficiency,
Mitral Valve Prolapse, and Tricuspid Regurgitation. Pada lesi jantung tambahan termasuk Anomalies of the Aortic Arch, Anomalous Origin of the Coronary
Arteries, Pulmonary Vascular Disease Eisenmenger Syndrome Penyakit jantung bawaan sianosis dapat kita bagi menjadi lesi sianosis
yang disertai dengan penurunan aliran darah paru dan lesi sianosis yang disertai penambahan aliran darah paru. Lesi sianosis yang disertai dengan penurunan
aliran darah paru termasuk Tetralogy of Fallot, Pulmonary Atresia with Ventricular Septal Defect, Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum,
Tricuspid Atresia, Double-Outlet Right Ventricle with Pulmonary Stenosis, Transposition of the Great Arteries with Ventricular Septal Defect and Pulmonary
Stenosis, Ebstein Anomaly of the Tricuspid Valve. Lesi sianosis yang disertai dengan bertambahnya aliran darah paru
termasuk d-Transposition of the Great Arteries, d-Transposition of the Great Arteries with Intact Ventricular Septum, Transposition of the Great Arteries with
Ventricular Septal Defect, l-Transposition of the Great Arteries Corrected Transposition, Double-Outlet Right Ventricle Without Pulmonary Stenosis,
Double-Outlet Right Ventricle with Transposition of the Great Arteries Taussig- Bing Anomaly, Total Anomalous Pulmonary Venous Return, Truncus Arteriosus,
Single Ventricle Double-Inlet Ventricle, Univentricular Heart, Hypoplastic Left Heart Syndrome, Abnormal Positions of the Heart and the Heterotaxy Syndromes
Asplenia, Polysplenia Adapun malformasi dari PJB yang lain yaitu Pulmonary Arteriovenous
Fistula, Ectopia Cordis, Diverticulum of the Left Ventricle, Primary Pulmonary Hypertension Bernstein, 1999.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Kateterisasi Jantung 2.2.1. Definisi
Kateterisasi jantung adalah suatu prosedur diagnostik yang perlahan berkembang menjadi prosedur terapi untuk kelainan jantung McPhee, 2009.
2.2.2. Sejarah
Konsep mengenai penyakit jantung didasarkan pada pengetahuan fisiologi dan anatomi yang didapat dari percobaan-percobaan dengan kateterisasi jantung
sekitar 70 tahun yang lalu. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Andre Cournand pada saat penerimaan Nobel pada 11 Desember 1956, kateterisasi
jantung adalah kunci jawaban dari konsep penyakit jantung. Dengan menggunakan kunci tersebut, Cournand dan koleganya telah membawa kita ke era
baru untuk memahami fungsi normal dan penyakit jantung pada manusia. Menurut Cournand, kateterisasi jantung pertama kali dilakukan oleh Claude
Bernard pada tahun 1844. Subjeknya berupa kuda dimana kedua ventrikel dari kuda tersebut dimasuki dengan pendekatan retrograde dari vena jugularis dan
arteri carotis Olade, 2008. Aplikasi yang dilakukan oleh Bernard ini, memberi suatu nilai yang sangat besar dalam inovasi teknik ini. Suatu era investigasi pada
hewan kemudian berujung pada suatu perkembangan penting pada teknik dan prinsip teknik kateterisasi jantung yang diterapkan pada manusia.
Werner Frossmann selalu dipuji sebagai orang pertama yang melakukan kateterisasi jantung pada manusia, yaitu pada dirinya sendiri. Pada usia 25 tahun,
setelah menerima instruksi medis bedah di Jerman, ia memasukkan kateter berukuran 65 cm melalui salah satu vena antecubiti kiri, dibantu dengan
fluoroscopy, sampai kateter tersebut memasuki atrium kanan, kemudian ia berjalan ke departemen radiologi untuk mendokumentasikannya dengan
roentgenogram. Dua tahun berikutnya, Frossmann melanjutkan melakukan studi kateterisasi, termasuk enam percobaan tambahan untuk mengkateterisasi dirinya
sendiri. Untuk kontribusi yang diberikan Frossmann tersebut, ia bersama dengan
Andre Cournand dan Dickinson Richards memperoleh Nobel pada tahun 1956.
Tujuan utama dari studi kateterisasi jantung yang dilakukan oleh Frossmann
Universitas Sumatera Utara
adalah untuk mengembangkan teknik terapi yang dapat memasukkan obat secara langsung ke jantung Baim, 2006.
2.2.3. Indikasi
Kateterisasi jantung ini merupakan suatu tindakan invasif. Mengingat risikonya yang cukup tinggi, maka harus dipertimbangkan secara selektif untuk
menggunakan teknik tersebut Roebiono, 1996. Kateterisasi jantung bertujuan untuk mendapat gambaran dan data objektif secara pasti tentang perubahan
anatomis dan fisiologis akibat berbagai kelainan pada jantung dan pembuluh darah. Pasien dengan PJB termasuk pasien yang memerlukan kateterisasi jantung.
Dengan kateterisasi jantung dapat diketahui ada tidaknya kelainan jantung, jenis kelainan jantung, derajat kelainan tersebut, cara pengobatan yang tepat, dan
menilai hasil pengobatan. Selain itu, kateterisasi jantung juga dapat digunakan untuk mengetahui tekanan pada ruang-ruang di jantung, melihat bagaimana darah
melewati jantung, mengambil sampel darah, menginjeksikan zat kontras untuk melihat adanya hambatan pada pembuluh darah, atau abnormalitas dari ruang
jantung, serta melakukan koreksi pada kelainan jantung tersebut Parks, 2007. Berdasarkan data-data di atas, indikasi untuk tindakan kateterisasi jantung
dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu: 1. Untuk menegakkan diagnosis, yaitu dengan menganalisis semua data hasil
kateterisasi sehingga diperoleh gambaran anatomi dan fisiologi secara pasti
2. Untuk melakukan terapi, yaitu kateterisasi intervensi sebagai tindak lanjut dari diagnosis yang diperoleh
2.2.4. Anestesi, Kontras, dan Lama prosedur
Kateterisasi jantung pada anak dengan PJB dapat dilakukan dengan anestesi umum. Adapun keuntungan dari anestesi umum ini adalah untuk imobilisasi yang
lebih baik, kontrol pernapasan serta hemodinamik yang optimal Reyntjens et al, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa jenis zat anestesi yang digunakan pada kateterisasi jantung terdapat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Jenis Zat Anestesi pada Kateterisasi Jantung
Arnold dan Holtby, 2005.
Pada kateterisasi jantung, injeksi zat kontras dilakukan untuk mengetahui adanya hambatan maupun penyempitan pada pembuluh darah. Adapun zat kontras
yang digunakan pada kateterisasi jantung adalah Iohexol, Iodixanol, Diatrizoate megluminesodium, kombinasi Diatrizoate megluminesodium dengan Iohexol,
serta kombinasi Diatrizoate megluminesodium dengan Iodixanol Amini, et al,
2009. Lama prosedur kateterisasi jantung bervariasi. Hal ini bergantung pada
kemampuan operator dan kompleksnya kondisi pasien yang dikateterisasi. Berdasarkan penelitian pada tahun 1997, kateterisasi jantung kiri membutuhkan
waktu rata-rata 64 menit untuk waktu lab, termasuk 25 menit waktu prosedur.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan untuk kateterisasi jantung kanan membutuhkan waktu rata-rata 84 menit untuk waktu lab dan waktu prosedur sekitar 32 menit. Untuk prosedur
intervensi, dibutuhkan waktu rata-rata 117 menit, dengan waktu prosedur sekitar 70 menit Baim, 2006.
2.2.5. Kontraindikasi
Kontraindikasi dari kateterisasi jantung ini sangat bervariasi. Hal ini bergantung pada kemajuan teknik, peralatan serta ketrampilan operator. Seiring
berkembangnya pengetahuan mengenai kateterisasi jantung, hampir dikatakan tidak ada lagi kontraindikasi absolut, yang ada hanya kontraindikasi relatif. Hal-
hal yang termasuk dalam kontraindikasi relatif adalah: 1. Ventrikel iritabel yang tidak dapat dikontrol
2. Hipokalemiaintoksikasi digitalis yang tidak dapat dikoreksi 3. Hipertensi yang tidak dapat dikoreksi
4. Penyakit demam berulang 5. Gagal jantung dengan edema paru akut
6. Gangguan pembekuan: waktu protrombin 18 detik 7. Gagal ginjal hebatanuria
8. Alergi bahan kontras Sedangkan satu-satunya yang dianggap sebagai kontraindikasi absolut adalah
apabila pasien dan keluarganya menolak untuk dilakukan kateterisasi Ontoseno, 1994.
2.3. Kateterisasi Jantung pada PJB 2.3.1. Kateterisasi sebagai Diagnostik
Diagnostik dengan kateterisasi adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan menggunakan zat anestesi dan pipa berlubang dengan diameter 2-3 mm, yang
disebut kateter, yang dimasukkan melalui vena danatau arteri pada leher, tangan, dan kaki, yang mana akan berlanjut ke bagian kanan atau kiri dari jantung. Ketika
kateter telah mencapai bagian jantung tersebut, maka tekanan darah di berbagai
Universitas Sumatera Utara
ruang jantung dapat diukur, sampel darah dapat diambil, dan zat kontras dapat diinjeksikan untuk dilihat dengan x-ray.
Hasil dari diagnostik dengan menggunakan kateterisasi sangat membantu dalam evaluasi pasien dengan kelainan jantung. Teknik kateterisasi ini dapat
mengkonfirmasi dugaan yang kita dapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, danatau evaluasi dari metode noninvasive, seperti EKG, ekokardiogram, dan
sebagainya. Pada pelaksanaannya, kateter dapat dimasukkan melalui vena atau arteri.
Hal ini didasarkan pada kondisi yang ingin dievaluasi. Untuk mengakses bagian kanan dari ruang maupun pembuluh darah, kateterisasi dilakukan melalui vena.
Sedangkan untuk mengakses bagian kiri jantung, kateterisasi dilakukan melalui arteri. Kateterisasi melalui arteri dan vena ini dapat dilakukan secara
percutaneous atau via cutdown. Pada prosedur kateterisasi terdapat beberapa komplikasi, seperti terjadinya
luka pada arteri dan vena pada tempat dilakukannya kateterisasi. Hal ini terjadi pada 0,5-1,5 pasien. Lebam disertai perubahan warna kulit pada tempat punksi
pembuluh darah terjadi pada 1-5 pasien. Komplikasi yang paling jarang terjadi adalah infeksi pada lokasi pemasangan kateter. Injeksi dari zat kontras dapat
menyebabkan mual dan muntah pada 3-15 pasien, rasa gatal pada 1-3 pasien, reaksi alergi pada 0,2 pasien. Pada pasien yang mempunyai fungsi ginjal yang
abnormal, injeksi zat kontras ini dapat memperburuk kondisi penyakit tersebut. Komplikasi mayor, seperti kematian, serangan jantung, dan stroke, yang terjadi
dalam 24 jam setelah prosedur dilakukan, ditemui pada 0,2-0,3 pasien. Kematian dapat dikarenakan perforasi dari jantung maupun pembuluh darah,
abnormalitas irama jantung, serangan jantung, dan reaksi alergi yang parah akibat injeksi kontras.
Diagnosis dengan kateterisasi pada PJB sangat penting, karena setengah dari anak dengan PJB meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun. Maka
diperlukan prosedur yang dengan cepat mampu mendeteksi kelainan tersebut agar segera dapat ditindaklanjuti. Pada kateterisasi, ada 3 informasi penting yang dapat
diperoleh, yaitu tekanan pada ruang dan pembuluh darah jantung, saturasi oksigen
Universitas Sumatera Utara
pada darah, dan hubungan abnormal dapat ditunjukkan secara langsung dengan penggunaan kateter.
Berbicara mengenai pengukuran tekanan pada PJB, hal ini diperlukan untuk mendiagnosis stenosis. Namun, adanya peningkatan tekanan tanpa disertai
adanya stenosis juga merupakan hal yang menarik dan perlu dicari penyebabnya. Saturasi oksigen dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi shunt dari kiri
ke kanan, khususnya Atrial Septal Defect. Sedangkan hubungan abnormal yang dapat dideteksi dengan kateterisasi sangat berguna untuk menentukan diagnosis
yang melibatkan dua sirkulasi Lange and Hillis, 2003.
2.3.2. Kateterisasi sebagai Terapi
Kateterisasi jantung merupakan suatu alat diagnostik yang penting pada neonatus selama beberapa dekade. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, diagnosis tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan echocardiography, sehingga penggunaan kateterisasi jantung sebagai alat
diagnostik menjadi berkurang. Sekarang, kateterisasi jantung semakin berkembang sebagai prosedur terapi Shim, et al, 1999.
Beberapa contoh perkembangan kateterisasi jantung dalam prosedur terapi pada PJB adalah:
1. Opening of Atrial Communications
- Ballon Atrial Septostomy Ballon atrial septostomy pertama kali digambarkan oleh Rashkind and Miller
tahun 1966 sebagai prosedur paliatif pada kelainan Transposition of the Great Arteries. Pembuatan Atrial Septal Defect pada Transposition of the Great
Arteries membuat percampuran darah antara aliran pulmonal dan darah vena sistemik, dimana hal ini meningkatkan saturasi oksigen.
- Blade Atrial Septostomy Ketika septum atrium terlalu tebal untuk ditembus hanya dengan
menggunakan ballon septostomy saja dan adanya hubungan adekuat atrium yang penting untuk mengadakan percampuran, maka blade septostomy adalah
prosedur pilihan. Prosedur ini pertama kali digambarkan oleh Park et al.
Universitas Sumatera Utara
- Static Ballon Atrial Dilation Prosedur ini pertama kali dilakukan pada hewan percobaan pada tahun 1987
oleh Mitchell et al. Sedangkan pada manusia, hal ini pertama kali dilakukan pada tahun 1987 oleh Shrivastava et al. Indikasi dari penggunaan prosedur ini
sama dengan ballon atrial septostomy dan blade atrial septostomy. 2.
Closure Devices - Devices for Atrial Septal Defects
Atrial Septal Defect ASD yang paling umum ditemukan adalah Secundum ASD dan bisa diintervensi dengan penutupan transkateter. Era dari
penggunaan transkateter pada ASD dimulai pada tahun 1976 ketika King et al melaporkan aplikasi dari double-umbrella device pada manusia.
- Devices for Ventricular Septal Defects Penggunaan preoperative transkateter dengan menggunakan double-disk
device sangat membantu pada Ventricular Septal Defect VSD. The Clamshell device, the Rashkind double umbrella port device, dan buttoned device telah
digunakan untuk menutup muscular perimembranous VSD dengan berbagai tingkat kesuksesan Rao, 2005
- Devices for Patent Ductus Arteriosus Era dari penggunaan transkateter pada Patent Ductus Arteriosus PDA
berawal dari tahun 1967, ketika Porstmann et al melaporkan penggunaan Ivalon untuk menutup PDA.
3. Ballon Dilation of Cardiac Valves
- Pulmonary Valve Stenosis Sejak diawali dengan ballon valvulotomy tahun 1979 oleh Semb dan
koleganya serta dilation ballon valvuloplasty tahun 1982 oleh Kan dan koleganya, telah terdapat banyak laporan tentang kesuksesan dari hasil
penggunaan ballon dilation pada Pulmonary Valve Stenosis. Ballon dilation merupakan terapi pilihan untuk Pulmonary Valve Stenosis.
Universitas Sumatera Utara
- Aortic Valve Stenosis Sejak penjabaran awal mengenai ballon dilation pada katup aorta oleh
Lababidi et al, beberapa investigator telah melaporkan hasil yang baik dalam penggunaan ballon aortic valvuloplasty.
- Mitral Valve Stenosis Penggunaan ballon dilation pada Rheumatic Mitral Valve Stenosis lebih luas
dan berhasil dibandingkan penggunaan pada Congenital Stenosis. 4.
Ballon Angioplasty - Coarctation of the Aorta
Kemungkinan penggunaan ballon angioplasty pada Coarctation of the Aorta pertama kali dijabarkan oleh Sos et al tahun 1979.
- Systemic Venous and Pulmonary 5.
Stenting Procedures Beberapa tahun belakangan ini, penggunaan ballon yang diperluas dengan
stent telah memberi suatu peningkatan yang penting pada perkembangan teknik kateterisasi.
- Pulmonary Artery Stenosis Aplikasi stent ini paling banyak digunakan pada anak dengan Pulmonary
Artery Stenosis - Systemic Venous Stenosis
Prosedur stent ini telah sukses mengobati anak dengan stenosis vena cava superior dan inferior Andrew, 2004
6. Coil Occlusion
Percutaneous transcatheter occlusion pada hubungan vaskular yang tidak diinginkan telah memainkan peranan penting pada intervensi kardiologi anak
sejak diungkapkan pertama kali oleh Gianturco dan kolega lebih dari 20 tahun yang lalu. Teknik dari prosedur ini bervariasi, bergantung pada tipe dari
kelainan vaskular yang terjadi dan patofisiologi kelainan tersebut. - Aortapulmonary Collaterals
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan tersering dari teknik coil embolization pada kardiologi anak adalah oklusi transkateter pada Aortapulmonary Collaterals. Kelainan ini
terjadi paling banyak pada anak dengan Tetralogy of Fallot - Patent Ductus Arteriosus
Selama beberapa dekade, kardiolog telah mencari metode transkateter yang efektif untuk menutup Patent Ductus Arteriosus . Penggunaan coil occlusion
ini pada PDA sangat efektif. - Arteriovenous Fistula
Arteriovenous Fistula sangat efektif diobati dengan teknik coil occlusion ini. Teknik ini membutuhkan keahlian tingkat tinggi dan juga pengetahuan
mengenai anatomi arteri dan teknik kateterisasi Allen, 1998 7.
Septal Occluder Placement 8. Radio Frequency Catheter Ablation Baker, 1999
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Anak adalah setiap manusia yang berusia kurang dari 18 tahun kecuali terdapat hukum tertentu yang berlaku terhadap anak tersebut, kedewasaan dicapai
lebih awal UNICEF, 1989.
3.2.2. Penyakit jantung bawaan adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir Sani, 2007.
Umur Jenis kelamin
Indikasi kateterisasi Diagnosis sebelum kateterisasi
Diagnosis setelah kateterisasi Jenis kateter
Jenis kontras Anestesi
Lama radiasi Lama prosedur
Komplikasi Kateterisasi jantung
Universitas Sumatera Utara
3.2.3. Kateterisasi jantung adalah suatu prosedur diagnostik yang perlahan berkembang menjadi prosedur terapi untuk kelainan jantung McPhee, 2009.
3.2.4. Lama prosedur adalah rentang waktu sejak kateter diinsersikan sampai kateter dikeluarkan kembali.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat karakteristik pasien anak dengan penyakit jantung bawaan yang menjalani kateterisasi jantung di
RSUP H. Adam Malik Medan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian