Penelitian gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat umum di Indonesia belum diteliti lagi, maka saya hendak melakukan penelitian ini
dengan mengambil populasi mahasiswa fakultas ekonomi karena mahasiswa fakultas ekonomi tidak dapat perkuliahan tentang stroke dapat dianggap
menggambarkan pendapat umum. Selain itu, responden juga bisa memilih waktu yang senggang untuk menjawab kuesioner dan tidak merasa terpaksa serta jawab
kuesioner dengan terbuka sehingga hasil penelitian ini lebih akurat dan lebih efisien.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008 tentang stroke?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008 tentang stroke.
1.3.2 Tujuan khusus, Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengetahuan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara Angkatan 2008 tentang stroke. 2.
Mengetahui sikap mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008 tentang stroke.
3. Mengetahui tindakan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara Angkatan 2008 tentang stroke.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1.
Sebagai bahan masukan untuk masyarakat dan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008 lebih mengetahui
tentang stroke dan juga membantu upaya tindakan preventif pencegahan mortalitas stroke.
2. Menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis tentang masalah stroke.
3. Sebagai sumber informasi kepada peneliti lain untuk melaksanakan
penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stroke 2.1.1. Definisi
Menurut World Health Organization WHO, Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler WHO, 1999.
Stroke ialah bencana atau gangguan peredaran darah di otak. Dalam bahasa Inggris dinamai juga sebagai Cerebro-vascular Accident. Gangguan
peredaran darah ini dapat berupa iskemia dan perdarahan. Iskemia adalah aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian dearah di otak, manakala perdarahan
adalah terjadi karena dinding pembuluh darah robek. Gangguan peredaran darah ini mengakibatkan fungsi otak terganggu, dan bila berat dapat mengakibatkan
kematian sebagian sel-sel otak disebut infark Lumbantobing, 1994.
2.1.2. Epidemiologi
Sekitar 0,2 dari populasi Barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab
kematian mencapai 9 sekitar 4 juta dari total 50,5 juta kematian per tahunnya Hankey, 1999.
Di Amerika Serikat angka insidens stroke adalah 500.000 per tahunnya, dengan angka kematian sekitar 150.300 dalam tahun 1988. Selanjutnya, dengan
adanya kontrol yang baik dalam hal faktor resiko, angka insidens dapat ditekan pada masa tahun berikutnya Bowler, 1996.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan analisis, data beberapa studi epidemiologi, Caplan 1993 menyatakan bahwa terdapat sekitar 80 dari semua stroke adalah suatu jenis
iskemik dan 20 sisanya adalah jenis hemoragik. Hasil penelitian ini mirip dengan penelitian Rasmussen dkk. 1992 pada pemeriksaan CT Sken otak
terhadap 245 penderita stroke baru sekitar 1-7 hari sesudah serangan stroke dan dirawat di Rumah Sakit Kopenhagen. Dalam masa satu tahun ditemukan 76
pasien jenis iskemik, 11 mengalami pendarahan, sedangkan 13 tidak menunjukkan tanda-tanda lesi akut. Kebanyakan pasien berusia lanjut dengan
perbandingan wanita lebih banyak daripada pria. Letak lesi terbanyak di daerah basal ganglia 41,2, kemudian berturut-turut diikuti di daerah temporal, parietal,
dan frontal. Luas lesi terbanyak adalah 2x2x2 cm atau lebih 63,3 yang terdapat di hemisfer kanan 40,4 daripada di hemisfer kiri 35.
Usia merupakan faktor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia. Di
Oxfordshire, selama tahun 1981 – 1986, tingkat insiden kasus baru per tahun stroke pada kelompok usia 45-54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk
dibanding 1987 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok usia 85 tahun ke atas Lumbantobing, 2001. Sedangkan di Auckland, Selandia Baru, insiden stroke
pada kelompok usia 55 – 64 tahun ialah 20 per 10.000 penduduk. Di Soderhamn, Swedia, insiden stroke pada kelompok usia yang sama 32 per 10.000 penduduk.
Pada kelompok usia di atas 85 tahun dijumpai insiden stroke dari 184 per 10.000 di Rochester, Minnesota, dan 397 per 10.000 penduduk di Soderhamn, Swedia
Fieschi, et al, 1998. Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per
100.000 pada pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens
stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita
Fieschi, et al, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke. Di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada tahun 2010 dirawat inap,
ada 365 orang penderita stroke, 40 menderita stroke iskemik dan 18 menderita stroke hemoragik DepartemenSMF Neurologi FKUSURSHAM 2011.
2.1.3. Klasifikasi
Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya
WHO, 1989; Ali, et al, 1996; Misbach, 1999; Widjaja, 1999. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa Ali, et al, 1996; Misbach, 1999.
Adapun klasifikasi tersebut, antara lain I.
: Misbach, 1999
a Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
Transient Ischemic Attack TIA
Stroke Iskemik
Trombosis serebri
Emboli serebri
Perdarahan intraserebral
Stroke Hemoragik
Perdarahan subarachnoid II.
a. Transient Ischemic Attack TIA Berdasarkan stadiumpertimbangan waktu:
b. Stroke in evolution c. Completed Stroke
III. 1. Sistem karotis
Berdasarkan sistem pembuluh darah:
2. Sistem vertebrobasiler
Universitas Sumatera Utara
IV. 1. Partial Anterior Circulation Infark PACI
Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu Soertidewi, 2007:
2. Total Anterior Circulation Infark TACI 3. Lacunar Infarct LACI
4. Posterior Circulation Infark POCI Sedangkan penggunaan klinis yang lebih praktis lagi adalah klasifikas i
dari NewYork Neurological Institute, di mana stroke menurut mekanisme terjadinya dibagi dalam dua bagian besar, yaitu: Stroke Iskemik 85 yang
terdiri dari: thrombosis 75 – 80, emboli 15 – 20, lain-lain 5: vaskulitis, koagulopati, hipoperfusi dan Stroke Hemoragik 10 – 15 yang terdiri dari:
intraserebral parenchymal dan subarachnoid WHO, 1989; Ozer, et al,1994; Iswadi, 1999; Widjaja, 1999; Caplan, 2000.
Gambar 1. Perbedaan Tempat Stroke Non Hemoragik dan Stroke Hemoragik
Universitas Sumatera Utara
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik kausal:
Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
Defisit neurologis yang sementara yang disebabkan oleh disfungsi otak fokal, medulla spinalis atau iskemi retina tanpa ada infark akut.
i. Serangan Iskemik SepintasTransient Ischemic Attack TIA
ii. Defisit Neurologik Iskemik SepintasReversible Ischemic Neurological
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
Deficit RIND
Gejala neurologik makin lama makin berat. iii. Stroke Progresif Progressive StrokeStroke In Evaluation
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi. iv. Stroke komplet Completed StrokePermanent Stroke
b. Berdasarkan Kausal:
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama
makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabakan iskemik Japardi, 2002. Trombosis serebri adalah
obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal Caplan, 2000.
1 Stroke akibat trombosis serebri
Selain oklusi trombotik pada tempat aterosklerosis arteri serebral, infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
atheromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan- gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke
tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen
2 Emboli serebri
Universitas Sumatera Utara
distal akan berhenti, mengakibatkan infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32 dari penyebab stroke
Anonim, 2010.
Klasifikasi Stroke Hemoragik
a. Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas: Perdarahan Intraserebral PIS
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan dari salah satu arteri otak ke dalam jaringan otak. Lesi ini menyebabkan gejala yang terlihat
mirip dengan stroke iskemik. Diagnosis perdarahan intraserebral tergantung pada neuroimaging yang dapat dibedakan dengan stroke
iskemik. Stroke ini lebih umum terjadi di negara-negara berkembang daripada negara-negara maju, penyebabnya masih belum jelas namun
variasi dalam diet, aktivitas fisik, pengobatan hipertensi, dan predisposisi genetik dapat mempengaruhi penyakit stroke tersebut WHO, 2005.
b. Perdarahan subarachnoid dicirikan oleh perdarahan arteri di ruang
antara dua meningen yaitu piameter dan arachnoidea. Gejala yang terlihat jelas penderita tiba-tiba mengalami sakit kepala yang sangat parah dan
biasanya terjadi gangguan kesadaran. Gejala yang menyerupai stroke dapat sering terjadi tetapi jarang. Diagnosis dapat dilakukan dengan
neuroimaging dan lumbal puncture WHO, 2005. Perdarahan Subarakhnoidal PSA
2.1.4. Faktor Resiko
Resiko stroke akan meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor resiko. Data epidemiologi menyebutkan resiko untuk timbulnya serangan
ulang stroke adalah 30 dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal.
Tekanan darah tinggi dan diabetes masih merupakan faktor resiko jangka panjang
Universitas Sumatera Utara
yang penting. Kira-kira 40-60 pasien diabetes terkomplikasi dengan hipertensi terjadi bersamaan, resiko untuk stroke semakin meningkat secara drastik Gilroy,
2000; Eguchi dkk, 2003; Kelompok Studi Serebrovaskuler Perdossi, 2004; Hu dkk, 2005; Harmsen dkk, 2006; Goldstein, 2006.
Faktor Resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi nonmodifiable,
modifiable, or potentially modifiable dan bukti yang kuat well documented or less well documented Goldstein, 2006.
I. Nonmodifiable risk factors:
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Berat badan lahir rendah
4. Bangsa ras
5. Keturunan genetik
II. Modifiable risk factor:
A. Well documented and modifiable risk factor
1. Penyakit hipertensi
2. Merokok
3. Diabtes Mellitus
4. Atrial fibrillasi
5. Dislipidemia
6. Carotid artery stenosis
7. Penyakit Sel Sickle
8. Postmenopausal hormone therapy
9. Poor Diet
10. Inaktivasi fisikal
11. Obesitas dan body fat distribution
Universitas Sumatera Utara
B. Less well-documented and modifiable risk factor
1. Metabolic Syndrome
2. Alkoholik
3. Kontrasepsi oral
4. Sleep-dirordered breathing
5. Migraine headache
6. Hyperhomocysteinemia
7. Peningkatan lipoprotein a
8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
9. Hiperkoagulabilitas
10. Inflamasi
11. Infeksi
Efek faktor resiko pada insidens stroke biasanya bertambah atau berlipat ganda, sehingga dengan adanya beberapa faktor resiko akan menempatkan
seseorang pada resiko tinggi.
Major Risk Factors: 1.
Hipertensi 2.
Merokok 3.
Diabetes Mellitus 4.
Kelainan Jantung 5.
Kolesterol
Pada penelitian Grau dkk. 2001 didapati secara signifikan p0,001 faktor resiko hipertensi 67, bukan peminum alcohol 48,
hiperkolesterolemia 35, diabetes mellitus 29, merokok 28, aritmia kordis 26, penyakit jantung koroner 24 dan daily alcohol comsumed 10.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Gejala Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah Mangunsong dan Hadinoto, 1992:
Gejala Stroke Non Hemoragik
i. Buta mendadak amaurosis fugaks.
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan disfasia
bila gangguan terletak pada sisi dominan. iii.
Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
ii. Gangguan mental.
iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
v. Bisa terjadi kejang-kejang.
i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol. c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa aphasia.
i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
ii. Meningkatnya refleks tendon.
iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
iv. Gejala-gejala serebelum seperti gemetar pada tangan tremor, kepala
berputar vertigo. v.
Ketidakmampuan untuk menelan disfagia. vi.
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara disatria.
Universitas Sumatera Utara
vii. Kehilangan kesadaran sepintas sinkop, penurunan kesadaran secara
lengkap strupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan disorientasi.
viii. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda diplopia, gerakan arah
bola mata yang tidak dikehendaki nistagmus, penurunan kelopak mata ptosis, kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang
pada belahan kanan atau kiri kedua mata hemianopia homonim. ix.
Gangguan pendengaran. x.
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
i. Koma
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
ii. Hemiparesis kontralateral.
iii. Ketidakmampuan membaca aleksia.
iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua
yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain,
namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walaupun sebagian di antaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak. f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia yang memang ada secara kongenital, yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya
disebut Global alexia. iii.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
Universitas Sumatera Utara
iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka
setelah terjadinya kerusakan otak. v.
Right-Left Disorientation Agnosia jari Body Image adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan
gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari dapat dilihat
dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya.
vi. Hemi spatial neglect Viso spatial agnosia adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang. vii.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang
menyebabkan terjadinya gangguan bicara. viii.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa
di otak. ix.
Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
Gejala Stroke Hemoragik
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali pada siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosimarah. Kesadaran
biasanya menurun dan cepat masuk koma 65 terjadi kurang dari setengah jam, 23 antara 12-2 jam, dan 12 terjadi setelah 3 jam
Mangunsong dan Hadinoto, 1992.
a. Gejala Perdarahan Intraserebral PIS
Universitas Sumatera Utara
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi
gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian obat
antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG Mangunsong dan Hadinoto, 1992.
b. Gejala Perdarahan Subarakhnoid PSA
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis Stroke Non Hemoragik Aliah, 2007.
a. Diagnosis didasarkan atas hasil:
i. Penemuan Klinis
Terutama terjadinya keluhangejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
Anamnesis
ii. Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya. Pemeriksaan Fisik
b. i.
Pemeriksaan tambahanLaboratorium
Computerized Tomography Scanning CT-Scan, sangat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut.
Angiografi serebral karotis atau vertebral untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila sken tidak
jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral PIS
maupun perdarahan subarakhnoid PSA. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Universitas Sumatera Utara
ii. Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan
darah rutin Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit, hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi EKG. Pemeriksaan lain-lain
a. Diagnosis Stroke Hemoragik
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda klinis dari hasil pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan
Computerized Tomography Scanning CT-Scan, Magnetic Resonance I maging MRI, Elektrokardiografi EKG, Elektroensefalografi EEG,
Ultrasonografi USG, dan Angiografi cerebral. Perdarahan Intraserebral PIS
b. Diagnosis didasarkan atas gejala-gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan
tambahan dapat dilakukan dengan Multislices CT-Angiografi, MR Angiografi atau Digital Substraction Angiography DSA.
Perdarahan Subarakhnoid PSA
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya
sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit.
Universitas Sumatera Utara
1. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:
Tabel 2.1. Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragi TandaGejala
k Djoenaidi, 1988 Skor
1. TIA sebelum serangan 2. Permulaan serangan
Sangat mendadak 1-2 menit Mendadak beberapa menit-1 jam
Pelan-pelan beberapa jam 3. Waktu serangan
Waktu kerja aktivitas Waktu istirahatduduktidur
Waktu bangun tidur 4. Sakit kepala waktu serangan
Sangat hebat Hebat
Ringan Tak ada
5. Muntah Langsung habis serangan
Mendadak beberapa menit-jam Pelan-pelan 1 hari atau lebih
Tak ada 6. Kesadaran
Hilang waktu serangan langsung Hilang mendadak beberapa menit-jam
1
6,5 6,5
1
6,5 1
1
10 7,5
1
10 7,5
1
10 10
Universitas Sumatera Utara
2. Tabel 2.2. Guys Hospital Score 1985
1. Derajat kesadaran 24 jam setelah MRS
GejalaTanda Klinis dan Skor
Mengantuk + 7.3 Tak dapat dibangunkan + 14.6
2. Babinski bilateral + 7.1
3. Permulaan serangan
Sakit kepala dalam 2 jam setelah serangan atau kaku kuduk: + 21.9 4.
Tekanan darah diastolik setelah 24 jam + tekanan darah diastolik x 0.17 5.
Penyakit katub aortamitral -4.3 6.
Gagal jantung - 4.3 7.
Kardiomiopati - 4.3 8.
Fibrilasi atrial - 4.3 9.
Rasio kardio-torasik 0.5 pada x-foto toraks - 4.3 10.
Infark jantung dalam 6 bulan - 4.3 11.
Angina, klaudikasio atau diabetes - 3.7 12.
TIA atau stroke sebelumnya - 6.7 13.
Anemnesis adanya hipertensi - 4.1
Pembacaan:
Skor : + 25: Infark stroke non hemoragik + - 5: Perdarahan stroke hemoragik
+ 14: Kemungkinan infark dan perdarahan 1 : 1 + 4: Kemungkinan perdarahan 10
Sensivitas: Untuk stroke hemoragik: 81-88; stroke non hemoragik infark 76- 82.
Ketetapan keseluruhan: 76-82.
Universitas Sumatera Utara
3. Tabel 2.3. Siriraj Hospital Score Poungvarin, 1991
Versi orisinal: = 0.80 x kesadaran + 0.66 x muntah + 0.33 x sakit kepala + 0.33x
tekanan darah diastolik – 0.99 x atheromal – 3.71. Versi disederhanakan:
= 2.5 x kesadaran + 2 x muntah + 2 x sakit kepala + 0.1 x tekanan darah
diastolik – 3 x atheroma – 12. Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2 Muntah:
tidak = 0 ; ya = 1 Sakit kepala dalam 2 jam:
tidak = 0 ; ya = 1 Tanda-tanda ateroma:
tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1 anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten
Pembacaan: Skor 1: Perdarahan otak
-1: Infark otak
Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3.
Untuk infark: 93.2.
Ketepatan diagnostik: 90.3.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Penatalaksanaan
A Terapi medik stroke iskemik Lumbantobing, 1994 Berikut ini ada beberapa macam obat yang digunakan pada stroke iskemik:
Pada fase akut stroke dapat terjadi edema di otak. Bila edema ini berat akan mengganggu sirkulasi darah di otak dan dapat juga mengakibatkan keadaan
lebih buruk atau dapat juga menyebabkan kematian. 1. Obat untuk sembab otak edema otak
Obat antiedema otak ialah cairan hiperosmolar misalnya larutan manitol 20; larutan gliserol 10. Membatasi jumlah cairan yang diberikan juga
membantu mencegah bertambahnya edema di otak. Obat deksametason, suatu kortikosteroid, dapat digunakan juga.
Ada obat yang dapat mencegah menggumpalnya trombosit darah dan dengan demikian mencegah terbentuknya trombus gumpalan darah yang dapat
menyumbat pembuluh darah. Obat sedemikian dapat digunakan pada stroke iskemik, misalnya pada TIA. Obat yang banyak digunakan ialah asetosal aspirin.
Dosis asetosal berkisar dari 40 mg sehari sampai 1,3 gram sehari. Akhir-akhir ini juga digunakan obat tiklopidin untuk maksud yang sama, dengan dosis 2 x 250mg
atau klopidogrel dengan dosis 1 x 75 mg sehari. Pada TIA, untuk mencegah kambuhnya, atau untuk mencegah terjadinya stroke yang lebih berat, lama
pengobatan dengan antiagregasi berlangsung 1-2 tahun, atau lebih. 2. Obat antiagregasi trombosit
Tentu kita harus juga menanggulangi faktor-faktor resiko yang ada dengan baik.
Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi trombus. Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan
kelainan jantung yang dapat menimbulkan embolus. Obat yang digunakan ialah heparin, kumarin dan sintrom.
3. Antikoagulansia
Universitas Sumatera Utara
Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan bahwa bila sumbatan oleh trombus dapat segera dihilangkan atau dikurangi rekanalisasi,
maka sel-sel neuron yang sekarat dapat ditolong. 4. Obat Trombolitik obat yang dapat menghancurkan trombus
Penelitian yang cukup besar, yang membuktikan efektivitas penggunaan rt-PA pada stroke iskemik, ialah penelitian NINDS, yang melibatkan 624
penderita dan pengobatan dimulai dalam kurun waktu 3 jam setelah mulainya stroke. Terjadinya perdarahan sebagai akibat pengobatan ini cukp tinggi 6,4
dibanding 0,6 pada kelompok tanpa trombolitik plasebo. Namun demikian, pasien yang dapat rt-PA, yaitu 48 dibanding 36 pada plasebo. Terapi
trombolitik pada stroke iskemik merupakan terapi yang poten, dan cukup berbahaya bila tidak dilakukan dengan seksama.
Berbagai obat dan tindakan telah diteliti dan dilaporkan di kepustakaan dengan tujuan memperbaiki tau mengoptimasi keadaan otak, metabolismenya dan
sirkulasinya. Hasilnya masih kontroversial dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
5. Obat atau tindakan lain
Obat-obat ini misalnya: kodergokrin mesilat Hydergin, nimodipin Nimotop, pentoksifilin Trental, sitikolin Nicholin.
Tindakan yang perlu penelitian lebih lanjut ialah: hemodilusi, mengencerkan darah. Hal ini dilakukan bila darah kental pada fase akut stroke.
Bila darah kental, misalnya hematokrit lebih dari 44-55, darah dikeluarkan sebanyak 250cc, diganti dengan larutan dekstran-40 atau larutan lainnya. Bila
masih kental juga, dapat dikeluarkan lagi 250cc keesokan harinya.
Penatalaksanaan medik perdarahan subaraknoid oleh pecahnya anerisma atau robeknya malformasi arteri-vena belumlah baku. Panatalaksanaan ini
mencakup: B Terapi medik perdarahan subaraknoid Lumbantobing, 1994
a tirah baring di ruang tenang, b mengupayakan agar penderita tidak mengedan, c menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
Universitas Sumatera Utara
Tindakan ini merupakan rekomendasi konvensional. Belum dapat dibuktikan bahwa tindakan ini mengurangi perdarahan ulang atau vasospasme
menciutnya pembuluh darah. Namun meningkatnya tekanan intrakranial dan tekanan darah oleh aktivitas fisik atau lonjakan emosional memang dapat dicegah,
dan sebaiknya dicegah.
1. Menurunkan tekanan darah untuk mencegah perdarahan ulang. Pada orang yang dasarnya normotensif tensi normal diturunkan sampai sistolik 160mmHg,
pada orang yang hipertensif sedikit lebih tinggi. Tujuan terapi medik antara lain ialah:
2. Penderita harus istirahat total, paling sedikit 4 minggu, agar proliferasi fibroblastik dan penyembuhan luka pembuluh darah lebih baik.
3. Tekanan dalam rongga tengkorak diturunkan dengan cara a. Meningkatkan posisi kepala 15-30 satu bantal
:
b. Memberikan obat antiedem c. Memberikan obat deksametason, selain sebagai antiedem juga untuk mencegah
perlekatan pada arakhnoid yang dapat mengakibatkan hidrosefalus dan peninggian tekanan dalam tengkorak.
4. Mencegah perdarahan ulang, paling sering terjadi selama 2-4 minggu pertama. Untuk maksud ini dapat diberi obat dari golongan antifibrinolitik misalnya asam
traneksamat 4-6 gram intravena selama 2 minggu. 5. Mencegah spasme arteri, yang sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 10. Untuk
maksud ini dapat diberi obat nimodipine, 4 x 30-60 mg sehari selama 2 minggu.
C Terapi medik perdarahan intraserebral dalam jaringan otak Lumbantobing, 1994
1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial Tujuan terapi antara lain mencakup:
2. Mencegah komplikasi sekunder sebagai akibat menurunnya kesadaran misalnya gangguan pernafasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan tindakan bedah.
Universitas Sumatera Utara
Belum ada persesuaian pendapat mengenai peranan pembedahan pada stroke hemoragik. Namun, pada keadaan tertentu dibutuhkan operasi darurat
untuk mengeluarkan bekuan darah dari otak. Pada bekuan darah di otak kecil, umumnya dibutuhkan tindakan operasi,
mencegah terjadinya tekanan pada batang otak dan terjadinya hidrosefalus.
2.1.8. Pencegahan
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke 1999 di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
i. Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko
Pencegahan Primordial
stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat.
Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit
stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard. ii.
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan
gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain: Pencegahan Primer
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan. c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik, dan penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
Universitas Sumatera Utara
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
iii. Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke.
Pencegahan Sekunder
Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis.
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal asam asetil salisilat digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320
mghari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup dan kondisi
koagulopati yang lain. Tindakan yang dilakukan adalah:
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontraindikasi
terhadap asetosal aspirin. c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat
antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
iv. Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tertier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
Pencegahan Tertier
Universitas Sumatera Utara
a. Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu
proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris
penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi
okupasional Occupational Therapist atau OT, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi,
memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan
dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain. Rehabilitasi Fisik
b. Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
Rehabilitasi Mental
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan
mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita
stroke menghadapi masalah sosial seperti mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial
akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.
Rehabilitasi Sosial
Universitas Sumatera Utara
2.2. Prilaku
Prilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang berkaitan. Maka, prilaku manusia merupakan sesuatu aktivitas dari manusia itu
sendiri. Terdapat 2 hal yang dapat mempengaruhi prilaku yaitu faktor genetik keturunan dan faktor lingkungan. Faktor keturunan merupakan konsepsi dasar
untuk perkembangan prilaku mahluk hidup itu. Lingkungan adalah kondisi untuk perkembangan prilaku tersebut.
Menurut Skinner 1938 dalam Notoatmodjo 2003 mengemukakan bahwa prilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang stimulus dan tanggapan
respon. Terdapat 2 jenis respon yaitu: a
Respondent respon yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan- rangsangan tertentu. Respon yang timbul umumnya relatif tetap.
b Operant respon ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini dikenal sebagai reinforcing stimuli karena perangsangan-peransangannya memperkuat
respon yang telah dilakukan organisme. Prilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan makanan serta lingkungan. Becker 1979 dalam Notoatmodjo 2003 mengajukan
klasifikasi prilaku yang berhubungan dengan kesehatan health related behavior seperti berikut:
a Prilaku kesehatan merupakan hal-hal yang berhubungan dengan tindakan
atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
b Prilaku sakit ialah segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
merasakan sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
c Prilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit untuk memperolehi kesembuhan. Bloom 1908 membagi prilaku ke dalam 3 domain tapi tidak mempunyai
batasan yang jelas dan tegas yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan secara luas berarti segala sesuatu yang kita ketahui Balai Pustaka dan Depdiknas, 2005. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik malalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba Notoatmodjo, 2003.
Pengetahuan merupakan hasil penggunaan panca indera dan akan menimbulkan kesan dalam pikiran manusia Soekanto, 2003.
Menurut Piaget 1999, pengetahuan adalah interaksi yang terus menerus antara individu dan lingkungan. Dengan demikian pengetahuan adalah suatu
proses, bukan suatu ‘barang”. Hutojo menyatakan bahwa pengetahuan adalah
tekanan kepada proses psikologi ingatan atau kognitif Hudojo, 2003 dalam
Hasanah, 2007. Benjamin, Bloom, dkk seperti dikutip Sudijono mengemukakan bahwa taksonomi pengelompokan tujuan pendidikan harus mengacu kepada tiga
jenis ranah, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik.
1. Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan mempunyai enam tingkatan,
yaitu:
Tahu adalah suatu keadaan di mana seseorang dapat mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengatahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,“tahu” ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu know
2. Paham diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang mampu menjelaskan
dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Paham comprehension
3. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi application
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam
komponen-komponen yang masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain, misalnya mengelompokkan dan membedakan.
Analisis analysis
5. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis synthesis
6. Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Evaluasi evaluation
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.
Menurut Notoatmodjo 2005 dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni:
Cara Kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistematik dan logis. 1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
a. Cara-cara ini antara lain:
Melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan yang lain. Cara coba-coba Trial and Error
b. Cara kekuasaan atau otoritas Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan,
baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara
c. Berdasarkan pengalaman pribadi Dengan cara mengulanag kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. d. Melalui jalan pikiran
Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia
menggunakan jalan pikirannya.
Cara ini disebut “metode penelitian”, atau lebih popular disebut metodologi penelitian research methodology. Menurut Deobold van Dalen, mengatakan
bahwa dalam memperoleh kesimpulan pengamatan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap
semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu:
2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
a Segala sesuatu yang positif, yakni gejala yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.
b Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.
c Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah pada kondisi-kondisi tertentu.
2.2.2. Sikap
Menurut Sarwono, sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula
bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif
terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu Sarwono, Sarlito, 2006. Sikap menurut Fishbein dan Ajzen 1975
adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi konsep, atau orang.
Universitas Sumatera Utara
1. Menurut Notoatmodjo S. 2005 Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni:
Menerima diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
Menerima Receiving
2. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan. Merespon Responding
3. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah. Menghargai Valuing
4. Bertanggung jawab akan segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko. Bertanggung Jawab Responsible
Menurut Secord dan Backman 1964 dalam Hasanah N L2007 mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan afeksi,
pemikiran kognisi dan predisposisi tindakan konasi seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Selanjutnya menurut Azwar struktur sikap terdiri
atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu: 1
Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini
dapat disamakan dengan pandangan opini terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontraversial.
2 Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan
menyangkut masalah emosional subyektif terhadap suatu obyek. Apabila individu percaya bahwa obyek sikap tersebut membawa dampak yang
tidak baik, maka akan terbentuk perasaan tidak suka atau afeksi yang tak favorable terhadap obyek sikap tersebut.
3 Komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.
Universitas Sumatera Utara
Keterkaitan tiga komponen tersebut harus selaras dan konsisten agar bisa memunculkan suatu sikap tertentu. Dalam kata lain, apabila dihadapkan pada
suatu obyek sikap yang sama, maka ketiga komponen tersebut harus mempolakan hal yang sama. Sikap berhubungan dengan seberapa luasnya pengetahuan individu
terhadap obyek yang dihadapi. Orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang suatu obyek tidak akan mempunyai sikap positif terhadap obyek tersebut. Hal itu
berarti bahwa aspek kognitif yang diwujudkan melalui pengaruh pemikiran dan keyakinan seseorang memerlukan landasan pengetahuan yang relevan
menanggapi obyek sikap. Dengan demikian pengetahuan mengenai konsep tentang mikrobiologi diharapkan akan mampu menumbuhkembangkan sikap
positif terhadap kesehatan. Demikian juga dengan pendidikan merupakan modal manusia melakukan transformasi sikap terhadap kesehatan.
Oleh itu, pengertian sikap adalah: Pertama, sikap merupakan kecenderungan bertingkah laku untuk bertindak terhadap obyek, terhadap situasi atau nilai
tertentu. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif, artinya
mengandung nilai menyenangkan baik atau buruk, penting atau tidak penting.
2.2.3. Tindakan
Sikap yang belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behavior. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain: fasilitas. Di samping fasilitas juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain Nototmodjo,
2003.
a Menurut Notoadmodjo 2003 tingkat-tingkat praktek sebagai berikut:
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
Persepsi Perception
Universitas Sumatera Utara
b Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua. Respon terpimpin Guided Response
c Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu kegiatan itu sudah menjadi suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga.
Mekanisme Mechanism
d Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Adaptasi Adaptation
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,
hari, atau bulan yang lalu recall. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
KOGNITIF, SIKAP DAN PSIKOMOTOR
KOGNITIF, SIKAP DAN PSIKOMOTOR
FAKTOR RESIKO
STROKE
TERAPI
Universitas Sumatera Utara
3.2. Definisi Operasional Menurut Pratomo, Hadi, Sudarti 1990,
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang stroke.
Cara ukur : Metode angket
Alat ukur : Kuesioner Pengetahuan responden diukur dengan 7 pertanyaan, dengan 3 pilihan
jawaban. Responden yang menjawab Benar akan diberi skor 3, sedangkan yang menjawab Salah diberi skor 2 dan responden yang menjawab Tidak Tahu
diberi skor 1. Jadi skor tertinggi dapat dicapai adalah 21.
Hasil Ukur : a
Pengetahuan Baik jika 75 atau 5 pertanyaan dijawab benar oleh responden.
b Pengetahuan Sedang jika 40-75 atau 3-5 pertanyaan dijawab benar oleh
responden. c
Pengetahuan Kurang jika 40 atau 3 pertanyaan dijawab benar oleh responden.
Skala pengukuran : Ordinal
Maka penilaian terhadap pengetahuan responden, yaitu: a. Skor 16-21: Pengetahuan Baik
b. Skor 9-15 : Pengetahuan Sedang c. Skor
≤8 : Pengetahuan Kurang
Universitas Sumatera Utara
2. Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden tentang stroke.
Cara ukur : Metode angket
Alat ukur : Kuesioner Sikap responden diukur dengan 7 pertanyaan, dengan 3 pilihan jawaban.
Responden yang menjawab Benar akan diberi skor 3, sedangkan yang menjawab Salah diberi skor 2 dan responden yang menjawab Tidak Tahu
diberi skor 1. Jadi skor tertinggi dapat dicapai adalah 21.
Hasil Ukur : a
Baik jika 75 atau 5 pertanyaan dijawab benar oleh responden. b
Sedang jika 40-75 atau 3-5 pertanyaan dijawab benar oleh responden. c
Kurang jika 40 atau 3 pertanyaan dijawab benar oleh responden.
Skala pengukuran : Ordinal
Maka penilaian terhadap sikap responden, yaitu: a. Skor 16-21: Sikap Baik
b. Skor 9-15 : Sikap Sedang c. Skor
≤8 : Sikap Kurang
Universitas Sumatera Utara
3. Tindakan adalah segala sesuatu yang telah dilakukan oleh responden yang berhubungan dengan stroke.
Cara ukur : Metode angket
Alat ukur : Kuesioner Tindakan responden diukur dengan 6 pertanyaan, dengan 3 pilihan jawaban.
Responden yang menjawab Benar akan diberi skor 3, sedangkan yang menjawab Salah diberi skor 2 dan responden yang menjawab Tidak Tahu
diberi skor 1. Jadi skor tertinggi dapat dicapai adalah 18.
Hasil Ukur : a
Baik jika 75 atau 4 pertanyaan dijawab benar oleh responden. b
Sedang jika 40-75 atau 3-4 pertanyaan dijawab benar oleh responden. c
Kurang jika 40 atau 3 pertanyaan dijawab benar oleh responden.
Skala pengukuran : Ordinal Maka penilaian terhadap tindakan responden, yaitu:
a. Skor 14-18: Tindakan Baik b. Skor 8-13 : Tindakan Sedang
c. Skor ≤7 : Tindakan Kurang
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah survei cross sectional yang bersifat deskriptif yang dilakukan untuk menentukan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008 tentang stroke. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret-November 2011, sedangkan
pengambilan dan pengumpulan data dilakukan selama bulan Agutus-November
2011. 4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008. Data yang diperoleh adalah jumlah mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008 adalah 1159 orang. Fakultas Ekonomi terdiri 9 jurusan yaitu Ekonomi Pembangunan S1ada
127 orang, Akuntansi S1 ada 229 orang, Manajemen S1ada 223 orang, Ekonomi Pembangunan Ekstensi S1 ada 19 orang, Akuntansi Ekstensi S1 ada 114 orang,
Manajemen Ekstensi S1 ada 135 orang, Keuangan DIII ada 53 orang, Kesekretariatan DIII ada 22 orang dan Akuntansi DIII ada 19 orang dengan
jumlah total mahasiswa angkatan 2008 adalah 1159.
Universitas Sumatera Utara